Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

Page 1


Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

1


Sanksi Pelanggaran Pasal 72 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta 1. Barang siapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masingmasing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagai dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak (lima ratus juta rupiah).

2

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


Kelik Ismunandar

Cerita Rakyat

Dayak Kenyah Lepoq Jalan

RV Pustaka Horizon

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

3


Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan © Kelik Ismunandar Samarinda, RV Pustaka Horizon, 2016 150 hlm.; 14 x 20 cm ISBN: 978-602-60453-1-7

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan Penulis

: Kelik Ismunandar

ISBN

: 978-602-60453-1-7

Editor

: Roedy Haryo Widjono AMZ

Kontributor Naskah : Kasmani Padjalang Desain Sampul

: Agus Ferdinand

Layouter

: Musa

Cetakan ke- 1

: November 2016

Penerbit

: RV Pustaka Horizon Jl. Perjuangan-Alam Segar 4 No. 73 Samarinda, Kalimantan Timur Email: pustakahorizon@gmail.com SMS/WA: 085347456753

bekerja sama dengan: - Yayasan Desantara - Kemitraan-Partnership - Program Peduli

Hak cipta dilindungi Undang-Undang. Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk apapun, baik secara elektronik maupun mekanik, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan sistem penyimpanan lainnya, juga pemindaian (scan) komputer tanpa izin tertulis dari penerbit.

4

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


Daftar Isi

Sekapur Sirih  Ikhtiar Merawat Tradisi Warisan Leluhur

7

Seuntai Pinang  Pendokumentasian Pengetahuan Komunitas

11

Kata Pengantar  Pembelajaran dari Kearifan Tradisi Lisan

13

Dayak Kenyah Lepoq Jalan  Jejak Migrasi dalam Aura Desa Budaya

17

Kosakata Dayak Kenyah Lepoq Jalan

22

Cerita Satu: Ksatria Apau Kayan 1. 2. 3. 4.

Lencau Sang Ksatria Tamen Buring Sulimerang dan Ujung Tunan Arung Uyau Tunyeng

26 37 56 74

Cerita Dua: Pernikahan Bangsawan 1. Jalung Ila Nyukak Sada Langit Megan 2. Sigau Belawan

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

86 92

5


Cerita Tiga: Dongeng Pelipur Lara 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Lencau Kila Anyeq Wang Jalung dan Bungan Buy dan Monyet yang Licik Burui Padiu

100 105 108 118 123 128

Cerita Empat: Dongeng Fabel Lepoq jalan 1. 2. 3. 4.

Tang Tike dan Upit Saleng Pelanuk dan Payau Betina Pelanuk dan Pau Pelanuk dan Seq

134 136 138 140

Profil Narasumber

142

Biodata Penulis

149

6

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


Sekapur Sirih  Ikhtiar Merawat Tradisi Warisan Leluhur

P

ada awalnya penulis merasa ragu ketika didaulat oleh teman-teman Yayasan Desantara dan Naladwipa Institute untuk mendokumentasikan cerita rakyat Dayak Kenyah Lepo’ Jalan. Ada dua hal yang melatarbelakangi keraguan itu. Pertama, pemahaman penulis yang masih sangat minim tentang budaya yang akan menjadi obyek penulisan (Dayak Kenyah Lepo’ Jalan). Kedua, penulis sudah cukup lama tidak terlibat dalam kegiatan literasi dengan beberapa alasan. Perlu waktu beberapa saat untuk memutuskan tawaran tersebut. Setelah melalui proses perenungan dan diskusi dengan beberapa pihak, pada akhirnya penulis menerima tawaran ini. Riset kecil penulis lakukan untuk menggali informasi awal tentang tradisi Dayak Kenyah dan cerita-cerita rakyat melalui beberapa literatur. Tidak cukup banyak literatur secara khusus mengupas budaya Dayak Kenyah yang penulis dapatkan. Hanya ada sepenggal informasi yang tersebar dari beberapa dokumen. Kegiatan Workshop Penguatan Desa Budaya yang digelar di Lung Anai akhir Juni 2016, mulai membuka jalan untuk melakukan penulisan. Warga Lung Anai yang merupakan komunitas Dayak Kenyah Lepo’ Jalan telah merekomendasikan lima belas cerita rakyat beserta narasumbernya. Kelima belas cerita itu antara lain: Suwit Lirung, Uyeu Abing, Ulong Apa Ngan Ulong Ncam, Anyeq Wang, Pelanuk Ngan Seq, Babui Palo, Kelep, Burui, Uyau Upet, Alek Usun Batang, Sigeu Belawan, Tamen Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

7


Buring, Uyeau Tunyeng, Buy Ngan Uyoq dan Tang Tike Ngan Upit Selang. Proses selanjutnya, penulis fokus melakukan wawancara untuk mulai menyusun lima belas cerita yang telah direkomendasikan. Rencana kunjungan lapangan disusun dengan berbekal hasil workshop. Satu persatu narasumber dihubungi dengan bantuan local organiser di Lung Anai. Realitas di lapangan memberikan tantangan baru. Tidak semua narasumber berhasil dihubungi untuk wawancara. Beberapa alasan yang mengemuka di antaranya: tidak cukup menguasai alur cerita, tidak terbiasa dengan wawancara dan kesibukan kegiatan berladang. Hanya ada beberapa narasumber yang kemudian bersedia diwawancara sesuai dengan cerita yang dikuasainya. Berangkat dari sinilah, proses penggalian informasi mulai mengalir. Beberapa orang yang tidak direkomendasikan sebagai narasumber mulai muncul dengan cerita-cerita baru di luar rekomendasi workshop. Pada akhirnya tidak semua judul berhasil digali informasinya, namun ada cerita tambahan seiring munculnya narasumber baru. Jumlah cerita yang berhasil digalipun justru melebihi dari rencana semula, dari 15 menjadi 16 judul cerita. Tantangan lain yang dihadapi selama penulisan, adalah sudah tidak ditemukan lagi penutur yang dapat dijadikan rujukan dan tidak semua narasumber menguasai bahasa Indonesia dengan baik. Beberapa narasumber menggunakan bahasa Dayak Kenyah yang tidak penulis kuasai. Maka penulis sangat berterimakasih kepada Yurni 8

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


Lee dan Amai Uluk (Kepala Desa, Lung Anai) yang telah bersedia menjadi penerjemah. Enam belas judul cerita rakyat yang penulis berhasil dokumentasikan bercerita seputar kehidupan keluarga, perjalanan hidup seseorang, perkawinan hingga dongeng binatang. Jika dalam beberapa tulisan dirasa mengandung unsur kekerasan, bukan berarti penulis menyetujui hal itu untuk penyelesaian masalah. Meskipun demikian ada beberapa bagian yang menurut penulis tidak cukup layak dikonsumsi oleh masyarakat, maka cerita itu kemudian direka-ulang tanpa mengurangi intisari cerita. Ucapan terima kasih perlu penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah mendukung proses penulisan buku ini. Pertama-tama penulis perlu sampaikan terima kasih kepada warga Lung Anai, khususnya kepada para narasumber dan penerjemah, yang di tengah kesibukan kerja bersedia penulis ganggu waktunya. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Kemitraan-Partnership Jakarta yang telah memberikan dukungan logistik terhadap seluruh proses penulisan buku melalui program “Langkah Aksi menuju Masyarakat Inklusif” (LAMIN). Juga kepada Yayasan Desantara-Jakarta yang telah memberi kepercayaan pada penulis untuk memegang tanggung jawab penulisan. Secara khusus, penulis ucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada sahabat Asman Azis, yang telah mempercayakan penulisan buku ini. Juga pada Romo Roedy Haryo Widjono AMZ yang sudi menjadi teman diskusi sekaligus editor buku ini. Kasmani Padjalang yang telah berkontribusi terhadap beberapa judul cerita. Erma Wulandari yang telah membantu proses administrasi serta Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

9


Handika Bahaduri, Muhammad Salim dan Roni Maysandi yang telah menemani penulis saat melakukan wawancara. Penulis juga perlu mengucapkan terima kasih nan mendalam kepada istri dan dua putri tercinta, Yosephine Helsa Zahir dan Vincentia Naysa Primesty yang telah memberi dukungan khusus. Tanpa dukungan mereka, sulit rasanya menyelesaikan tulisan ini. Penulis menyadari, tidak ada gading yang tak retak. Buku ini bukanlah sesuatu yang sempurna masih banyak kekurangan. Melalui buku ini, penulis mengajak kepada seluruh pembaca untuk melestarikan tradisi lisan masyarakat yang mungkin akan hilang jika tidak didokumentasikan. Hikmah pembelajaran kiranya banyak dapat kita petik dari tradisi warisan leluhur berkaitan dengan tantangan kehidupan yang semakin kompleks. Selamat Membaca! Kelik Ismunandar

10

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


Seuntai Pinang  Pendokumentasian Pengetahuan Komunitas

N

iatan merekam pengalaman keseharian atau halhal yang dianggap penting, menjadi dasar bagi banyak komunitas untuk menciptakan banyak medium tutur. Baik yang berupa gambar seperti lukisan purba di dinding kawasan batuan kapur, ornamen, atau dalam media modern mulai dari koran hingga media sosial. Namun satu medium yang penting juga dalam menjaga tatanan sosial sebuah komunitas adalah tradisi tutur (folklor) yang diwariskan dalam berbagai kegiatan. Dalam tradisi Durkheimian, folklor merupakan politik representasi yang dimainkan oleh komunitas untuk menjadi acuan moral menjaga fungsi sosial setiap masyarakat. Melalui tradisi tutur pula komunitas Dayak Kenyah Lepoq Jalan memaknai sejarah pengalaman mereka sejak hidup di Apau Kayan hingga di Lung Anai. Komunitas yang memiliki pengalaman perjalanan perpindahan sejak tahun 1960-an ini memberikan banyak cerita tentang apa yang dihadapi selama ini. Simbolsimbol digunakan untuk merepresentasikan alam spiritual mereka ke dalam berbagai medium yang dirasa dapat mewakili pengalaman tersebut. Berbagai pengalaman dan pesan moral tersirat dalam melalui berbagai simbol yang digunakan dalam tradisi tutur yang didokumentasikan dalam buku ini. Kumpulan folklor yang ada di tangan pembaca, merupakan hasil dari penulisan yang dilakukan tim Desantara bekerja sama dengan Naladwipa Institute atas Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

11


dukungan Kemitraan. Sebagai bagian dari kerja kebudayaan, penulisan ini menjadi penting untuk memberikan ruang bagi proses pendokumentasian pengetahuan komunitas. Proses ini bagian dari kerja pemaknaan terhadap proses perubahan yang terjadi dalam komunitas dan bagaimana komunitas melakukan adaptasi terhadap perubahan, termasuk dengan menggunakan berbagai simbol. Melalui buku ini, kami berharap apa yang dikerjakan selama ini oleh berbagai pihak melalui program Langkah Aksi Menuju Masyarakat Mandiri (LAMMIN) dapat menjadi ruang pertemuan bagi banyak ide dan gagasan menuju perubahan yang lebih konstruktif. Buku ini sekaligus menjadi media dokumentasi proses kerja sama yang sedang dan akan terus berjalan. Selamat membaca!

Mokh. Sobirin Yayasan Desantara

12

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


Kata Pengantar  Pembelajaran dari Kearifan Tradisi Lisan ata tradisi berasal dari bahasa latin tradition yang berarti menyampaikan atau meneruskan. Dari akar kata ini muncul kata bahasa Inggris tradition dengan makna yang sama. Sementara itu, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2008), kata tradisi diartikan sebagai hal yang disampaikan atau diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

K

Tradisi juga dipahami sebagai adat kebiasaan yang dipertahankan secara turun temurun dan dihayati oleh komunitas pendukungnya. Pada masyarakat praaksara, penyampaian kebiasaan dilakukan dengan cara bertutur atau berbicara secara lisan. Maka, karena penyampaiannya dilakukan secara lisan, kemudian dikenal istilah tradisi lisan. Menurut Jan Vansina, pengertian tradisi lisan (oral tradition) adalah kesaksian yang diwariskan secara lisan dari generasi ke generasi.1 Dalam tradisi lisan terkandung unsur-unsur peristiwa sejarah, nilai-nilai moral, nilai-nilai religiositas, adat istiadat, peribahasa, nyanyian, mantra serta cerita khayalan. Sementara itu, menurut Kuntowijoyo,2 tradisi lisan merupakan salah satu sumber

1

Jan Vansina, Oral Tradition as History, Madison, University of Wisconsin Press, 1985, diterjemahkan oleh Astrid Reza dkk, Tradisi Lisan Sebagai Sejarah, Yogyakarta: Ombak, 2014. 2

Kuntowijoyo lahir di Sanden, Bantul, Yogyakarta, 18 September 1943, wafat 22 Februari 2005 adalah seorang budayawan, sastrawan, dan sejarawan. Sebagai sejarawan, analisis dan pemikirannya ditulis dengan pendekatan disiplin ilmu sejarah dan bersifat kesejarahan telah Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

13


sejarah, lantaran dalam tradisi lisan terekam masa lampau manusia yang belum mengenal aksara, yang terkait dengan kebiasaan, adat istiadat, kepercayaan, nilai-nilai, atau pengalaman empiris. Tradisi lisan sejatinya terangkum dalam folklor. Jejak sejarah masa lampau pada masyarakat pra-aksara dalam bentuk dongeng, legenda, mitos, musik, upacara, pepatah, lelucon, takhayul, lagu rakyat, kebiasaan, kepercayaan, alat musik, pakaian, perhiasan, obat-obatan, arsitektur vernakular, dan kerajinan tangan sejatinya merupakan bagian dari folklor. Folklor adalah bagian dari kebudayaan masyarakat yang tersebar dan bersifat tradisional yang diwariskan secara lisan. Sedangkan cerita rakyat sebagai subbagian dari folklor merupakan cerita yang berasal dari masyarakat dan berkembang pada masa lampau yang menjadi ciri khas setiap bangsa. Lazimnya cerita rakyat mempunyai ciri-ciri: disampaikan turun temurun; tidak diketahui siapa yang pertama kali membuatnya; kaya akan nilai-nilai luhur; bersifat tradisional; memiliki banyak versi dan variasi; mempunyai bentuk-bentuk klise dalam susunan atau cara mengungkapkannya; bersifat anonim karena tidak diketahui nama pengarangnya; berkembang dari mulut ke mulut; dan disampaikan secara lisan.3 Dalam buku ini, disajikan Cerita Rakyat yang berasal dari komunitas Dayak Kenyah Lepoq Jalan yang bermukim di Lung Anai. Pada bagian pertama bertajuk banyak diterbitkan menjadi buku, di antaranya Budaya dan Masyarakat (1987) dan Pengantar Ilmu Sejarah (1995). Danadjaja, James. Folklor Indonesia. Jakarta: PT. Pustaka Utama Aksara, 1986, juga Bunandra, Murti. Penulisan Cerita Rakyat. Jakarta: Balai Pustaka. 1998. 3

14

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


“Kstaria Apau Kayan” memuat cerita sage, yakni dongeng beraura keperkasaan bercampur dengan fantasi mengenai Lencau Sang Ksatria, Tamen Buring, Sulimerang dan Ujung Tunan Arung serta Uyau Tunyeng. Pada bagian kedua bertajuk “Pernikahan Bangsawan” diceritakan mengenai Jalung Ila Nyukak Sada Langit Megan dan Sigau Belawan. Sedangkan pada bagian ketiga bertajuk “Dongeng Pelipur Lara” memuat sejumlah cerita tentang Lencau Kila; Anyeq Wang; Jalung dan Bungan; Buy dan Monyet yang Licik; Burui dan Padiu. Selanjutnya pada bagian keempat bertajuk “Dongeng Fabel” atau dongeng binatang memuat cerita tentang Tang Tike dan Upit Saleng; Pelanuk dan Payau Betina; Pelanuk dan Pau; serta Pelanuk dan Seq. Pada semua cerita rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan niscaya memiliki tema tertentu yang menjadi dasar cerita dan selalu berkaitan dengan berbagai pengalaman kehidupan yang diramu dengan elemen-elemen fantasi. Selain itu, terdapat pula alur cerita, yaitu tahapan peristiwa yang terjadi dalam cerita disertai dengan latar atau keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam cerita. Pada semua cerita niscaya juga terdapat tokoh yakni pelaku dalam suatu cerita disertai penokohan sebagai pelukisan gambaran tentang seseorang yang ditampilkan sebagai tokoh dalam cerita. Selain itu, yang tak kalah penting adalah amanat atau pesan moral yang terkandung dalam cerita. Esensi dari cerita rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan sejatinya mempertegas tentang pengertian kearifan lokal (local wisdom), pengetahuan lokal (local knowledge) dan kecerdasan (local genious). Kearifan lokal juga dapat dimaknai sebagai karya akal budi, perasaan mendalam, tabiat, perangai, dan anjuran untuk kemuliaan manusia berbudi luhur. Maka, kearifan lokal merupakan kecerCerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan 15


dasan manusia yang diperoleh melalui pengalaman empiris. Selamat menimba kekayaan peradaban manusia melalui cerita rakyat yang berisi pembelajaran dari kearifan tradisi lisan warisan leluhur Dayak Kenyah Lepoq Jalan. (*)

Roedy Haryo Widjono AMZ Anggota Dewan Penasihat

Naladwipa Institute for Social and Cultural Studies.

16

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


Dayak Kenyah Lepoq Jalan, Lung Anai 

Jejak Migrasi Dalam Aura Desa Budaya

M

enurut tutur lisan, leluhur Dayak Kenyah berasal dari migran keturunan bangsa Tiongkok bernama Haka. Diceritakan Haka berniaga di Borneo, dan suatu waktu ia singgah di sebuah goa untuk beristirahat. Ternyata di dalam goa dihuni seekor naga yang mempunyai batu permata di kepala. Haka sangat ingin memiliki batu permata itu, tapi tak kuasa melawan naga yang sanggup mengeluarkan api dari mulutnya. Niat untuk mengambil batu permata diurungkan dan pulanglah Haka ke negeri Tiongkok untuk meminta bantuan dari Kerajaan. Maka kemudian dikirimlah pasukan dari Tiongkok untuk merebut permata di kepala naga. Permata itu berhasil direbut ketika naga sedang tertidur, namun dalam situasi terakhir ketika kapal pasukan Tiongkok akan kembali, sang naga terbangun dan mengejar pasukan Tiongkok. Malang bagi Haka, dia tertinggal karena kapal telah angkat sauh berlayar ke Negeri Tiongkok. Akhirnya Haka dan sebagian prajurit yang masih tertinggal masuk ke wilayah pedalaman, menyusuri sungai dan tiba di perkampungan, kemudian mereka berbaur dengan masyarakat hingga beranak-pinak. Setelah sekian tahun kemudian, Haka membawa sebagian masyarakat pindah ke Apau Ahe dan perkampungan itu berkembang pesat serta diyakini sebagai cikal bakal leluhur Dayak Kenyah Tutur Riwayat Migrasi Suku Dayak Kenyah sejatinya bermula dari daerah Baram, Serawak yang bermigrasi ke wilayah Kalimantan Utara dan terpecah menjadi dua bagian, sebagian menuju Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

17


Apau Kayan yang sebelumnya telah ditempati suku Dayak Kayan, sedangkan sebagian lainnya menuju sungai Bahau. Suku Dayak Kenyah terdiri dari beberapa subsuku diantaranya adalah Lepoq Tepu, Lepoq Badeng, Lepoq Bakung, Lepoq Bem, Lepoq Jalan, Lepoq Ke, Lepoq Kudaq, Lepoq Kulit, Lepoq Maut, Lepoq Tau, Lepoq Tao', Lepoq Timei, Uma Jalan, Umaq Alim, Umaq Baka, Umaq Bakung, Umaq Lasan, Umaq Lung, Umaq Tukung.4 Suku Dayak Kenyah Lepoq Jalan semula hidup berkelompok dalam sebuah sistem umaq (rumah panjang) dan lepoq (huma). Semula mereka bermukim Long Nawang dan Long Ampung yang kemudian bermigrasi ke berbagai daerah di Kalimantan Timur. Pergerakan migrasi Dayak Kenyah itu hingga ke wilayah Mahakam Ulu, Kutai Kartanegara, Kota Samarinda, Kutai Timur, Berau, Bulungan dan Malinau. Pemukiman suku Dayak Kenyah di Kabupaten Mahakam Ulu berada di Batu Majang, Rukun Damai, Datah Bilang Ulu dan Datah Bilang Ilir, sedangkan di Kabupaten Kutai Kartanegara berada di Bila Talang, Buluk Sen, Long Lalang, Ritan Baru, Tukung Ritan, Umaq Bekuai, Umaq Dian, Umaq Tukung, Lekaq Kidau, Long Anai dan Berambai. Sedangkan di Kota Samarinda mereka bermukim di Pampang. Pemukiman Dayak Kenyah di Kabupaten Kutai Timur berada di wilayah Kecamatan Batu Ampar, Busang, Kongbeng, Long Masengat, Muara Ancalong, Muara Bengkal, Muara Wahau dan Telen. Sedangkan di Kabupaten Berau di Kecamatan Kelay. Segah dan Sambaliung, di Kabupaten Malinau berada di Kecamatan Sungai Boh, Pujungan, Bahau Hulu, Kayan Hulu, Kayan Hilir dan Kayan Selatan, adapun di Kabupaten Bulungan William W Bevis. Borneo Log: The Struggle for Sarawak's Forests. University of Washington Press, 1995. 4

18

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


berada di Kecamatan Peso, Peso Ilir, Sekatak, Tanjung Palas dan Tanjung Palas Barat. Peristiwa Ganyang Malaysia membuat gelombang migran besar-besaran dari tanah leluhur mereka. Tidak ada informasi akurat mengenai periodesasi migrasi dari Apo Kayan. Ketika berpindah dari Apo Kayan menuju Lung Anai, terdapat delapan titik tempat yang dilalui. Umaq Lung Tisai ditengarai sebagai kelompok yang pertama pindah berjumlah sekitar 200-an Kepala Keluarga. Disusul kemudian Umaq Lulau dengan 50-an Kepala Keluarga, Umaq Sungan dengan 50 Kepala Keluarga, lalu berangsur-angsur dari kelompok lain mengikuti perpindahan dalam jumlah semakin banyak. Terdapat beberapa tempat yang menjadi jalur perpindahan kolosal suku Dayak Kenyah. Salah satunya jalur perjalanan yang ditempuh kelompok Lung Tisai. Perjalanan itu diawali dari Apau Kayan mereka menuju Jeng di wilayah Long Nawang, yang ditempuh sekitar satu bulan menyusuri sungai Kayan dan sungai Lamp ke hilir. Kemudian mereka bermukin di Jeng selama tiga tahun dan berladang sambil membuat perahu sebagai persiapan untuk perjalanan selanjutnya. Perjalanan dimulai lagi menuju Lekaq Way dengan menyusuri sungai Luy. Mereka berdiam di salah satu pinggiran sungai Lekaq Way sekitar sepuluh tahun. Selain berladang di Lekaq Way mereka mulai bekerja mencari butiran emas. Pada saat di Lekaq Way mereka mulai mengadakan kontak dengan pembeli hasil tambang emas yang mereka sebut sebagai orang Cina (Tionghoa). Selain itu mereka juga ada yang menjual emas sampai ke Samarinda. Lantaran dianggap tidak cocok lagi di Lekaq Way, mereka melanjutkan perjalannya ke Belinau, melewati Long Sule. Belinau adalah kampung yang dihuni suku Dayak Punan, namun mereka diterima dengan ramah. Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

19


Namun mereka masih tetap berkeyakinan perjalanan harus dilanjutkan. Mereka lalu berjalan kaki ke hulu sungai Tabang dan mereka mulai mengenal penebangan kayu yang dulu dikenal dengan istilah Banjirkap. Mereka terus bermigrasi hingga ke kawasan sungai Pedohon dan bermukim sekitar dua tahun. Setelah itu, mereka menuju Lulau Lupa yang mereka huni dua tahun. Tak berhenti sampai di situ, kemudian menyusuri sungai Atan menuju Gemar Lama dan menetap selama sepuluh tahun. Lalu berpindah lagi ke Gemar Baru yang juga dihuni selama sepuluh tahun. Pada tahun 1985-1986 mereka melanjutkan eksodus ke Lung Anai, Kecamatan Loa Kulu, Kabupaten Kutai Kartanegara yang dihuni beberapa kelompok migran Apo Kayan. Suku Dayak Kenyah Lepoq Jalan di Lung Anai masing-masing berasal dari Long Segar, Gemar Baru, dan Sentosa. Akhir bulan Mei 2006, warga Dayak Kenyah Lepoq Jalan Lung Anai, menyambut kedatangan 26 KK dari Datah Bilang Ilir, Kecamatan Long Hubung, Kabupaten Kutai Barat. Acara penyambutan berlangsung di Lamin Adat dan pada kesempatan itu mereka saling menukar mandau sebagai simbol saling membantu dalam mengarungi kehidupan selanjutnya. Desa Budaya Lung Anai Kampung Lung Anai semula dikenal dengan Tanah Merah. Kedatangan warga Dayak Kenyah Lepoq Jalan di hulu sungai Jembayan ini diawali oleh beberapa tetua warga. Pada mulanya Pelujuk dan Pangit melakukan survei sebelum memastikan Lung Anai layak dijadikan perkampungan. Semula mereka memilih Gitan yang berada di hulu Lung Anai dan mereka berjumpa orang Dayak Basap yang sudah menghuni kawasan ini. Gitan dianggap cocok untuk areal perladangan, sedangkan Lung Anai dianggap cocok untuk 20

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


perkampungan, meski pada mulanya adalah dusun dari desa Sungai Payang. Hunian Lung Anai diapit dua kampung. Pada bagian hilir, kampung Kuntap yang dihuni suku Dayak Tunjung Benuaq, dan di hulunya kampung Sentuk yang didiami suku Kutai dan Banjar. Kampung Long Anai tidak mengikuti pola ruang mengikuti alur sungai, tetapi membentuk huruf T, sehingga mereka tidak memiliki rakit jamban di sungai. Aktivitas mandi dan mencuci tidak lagi dilakukan di sungai setelah air dari pegunungan mengalir ke rumah masingmasing sejak tahun 1994. Kampung Lung Anai berada di ujung jalan raya bekas jalan perusahaan kayu PT. ITCI. Jalan sepanjang 25 km ini menghubungkan Lung Anai dengan ibukota Kecamatan Loa Kulu. Sejak Januari 2007, warga Lung Anai lebih intensif menggunakan jalan raya ini karena lebih efisien. Predikat Desa Budaya yang disandang Lung Anai, sejak 2007 lalu, ternyata tidak serta merta membuat desa itu diperhatikan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara terutama pengembangan dan pelestarian budaya. Desa Lung Anai seolah ditinggalkan begitu saja, setelah ditetapkan menjadi Desa Budaya. (*). Sumber Naskah: Heru Prasetia, “Sejarah Masyarakat Dayak Kenyah Lepoq Jalan Lung Anai, Kutai Kartanegara”, hasil penelitian Desantara dan Naladwipa Institute for Social and Cultural Studies, http://www.desantara. or.id/2013/09/sejarah-masyarakat-dayak-kenyah-lepoq-jalan-lunganai-kutai-kartanegara/ Roedy Haryo Widjono AMZ, “Dilema Invensi Budaya dan Siasat Penguasaan Sumber Penghidupan”, dalam buku Dilema Transformasi Budaya Dayak, Nomaden Institute Cross Cultural Studies dengan Lembaga Literasi Dayak, Tangerang, 2016.

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

21


Kosakata Dayak Kenyah Lepoq Jalan Amai

: Bapak

Ayau

: Ritual “perang suku” di masa lampau

Bandir

: Akar pohon sangat besar yang berada di atas tanah. Bandir berbentuk pipih.

Belaung

: Anting-anting yang jumlahnya banyak, lazim dipakai oleh orang Dayak untuk memanjangkan telinganya.

Bangan

: Buah hutan yang kulit luarnya berduri.

Beran Tanyit

: Pohon Banggris tempat bersarang lebah madu.

Bujaq

: Senjata tradisional Dayak sejenis tombak

Bubu

: Alat menangkap ikan terbuat dari bambu dengan satu pintu yang diletakkan di dalam sungai. Pintu biasanya diletakkan pada arus yang berlawanan dengan aliran sungai, sehingga apabila ada ikan yang masuk, tidak akan bisa keluar.

Kiran Jangin

: Kotak kecil terbuat dari besi atau kuningan yang dalam kepercayaan orang Dayak Kenyah berfungsi untuk menyimpan roh.

Kiang

: Tas punggung terbuat dari anyaman rotan untuk membawa hasil ladang dan hasil buruan.

Kubuq

: Pondok di tengah hutan yang digunakan untuk beristirahat saat seseorang

22

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


melakukan perjalanan. Di dalam kubuq biasanya terdapat beras dan peralatan memasak yang dapay digunakan oleh mereka yang beristirahat di kubuq. Lepoq

: Kampung

Mamak

: Ibu

Nyidau

: Salah satu tradisi Dayak Kenyah untuk mengungkapkan rasa sedih ketika seseorang yang dicintia meninggal. Nyidau dilakukan dengan mengungkapkan katakata sambil menangis.

Padoq

: Tempat untuk menimbun api di beranda rumah.

Pui

: Kakek

Payau

: Rusa

Pau

: Belalang

Sanggar Pisang : Pisang goreng Sepan

: Sungai kecil yang dibendung, sehingga air tergenang dan dapat dipergunakan untuk mandi.

Seraung

: Sejenis penutup kepala khas Dayak berbentuk seperti caping berukuran besar, lazim dipakai untuk bekerja di kebun atau untuk melamar anak gadis.

Seq

: Siput sungai

Sumpit

: Senjata khas Dayak. Dalam tradisi setempat, laki-laki yang sudah dewasa, mulai dilatih oleh orang tuanya menggunakan sumpit untuk berburu. Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

23


Tang Tike

: Burung Puyuh

Tajau

: Tempayan atau guci yang terbuat dari porselin. Dalam tradisi Dayak Kenyah, tajau merupakan lambang kebangsawanan, selain itu tajau juga dipercaya sebagai tempat menyimpan roh-roh kebaikan

Tamen

: Panggilan untuk laki-laki yang sudah memiliki anak. Panggilan lainnya adalah Tamam. Lazimnya ia disebut dengan menggunakan nama anak pertama. Misalnya Tamen Lencau, yang berarti bapaknya Lencau.

Temadau

: Sejenis tumbuhan tebu namun berukuran lebih kecil

Tiling

: Sejenis serangga yang berbunyi di senja hari.

Tinen

: Panggilan untuk perempuan yang sudah memiliki anak. Panggilan lainnya adalah Tinan. Lazimnya ia disebut dengan menggunakan nama anak pertama. Misalnya Tinen Buring, yang berarti ibunya Buring.

Ulong Pengetak : Raksasa pemakan manusia. Upit Saleng

: Burung Pipit Hitam.

Use

: hal panjang yang ada di dalam rumah panjang dari masyarakat Dayak Kenyah.

Uyau

: Panggilan untuk anak laki-laki yang belum menikah dan sudah tidak mempunyai bapak.

Weq

: Ibu

24

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


Cerita Satu: Ksatria Apau Kayan

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

25


1. Lencau Sang Ksatria

T

ersebutlah kisah seorang yang terkenal kehebatannya. Ia mampu menyemburkan api untuk mengalahkan musuh-musuhnya. Ia berumah di atas pohon Beran Tanyit. Orang itu bernama Tamen Bungan Apui Jupan. Namun banyak orang tidak surut untuk mencoba kehebatannya atau menaklukannya. Salah satunya adalah Tamen Awing Jiwen. Ia berencana melakukan serangan kepada Bungan Apui. Suatu ketika, Tamen Awing menyampaikan keinginannya itu kepada istrinya yang sedang hamil. “Tundalah rencanamu sampai aku melahirkan. Apalagi dalam tradisi, ada pantangan suami tidak boleh pergi perang ketika istrinya hamil,” kata Tinen Awing. Peringatan itu tak mampu menggoyahkan keinginan Tamen Awing. Ia tetap bersikeras melakukan peperangan secepat mungkin, meski istrinya terus berusaha menghalanginya. “Kalau engkau tetap berniat pergi, mintalah nasihat terlebih dahulu kepada Pampoq Umpen Atan. Pergilah ke rumahnya untuk meminta nasihat,” ujar Tinen Awing. Setelah didesak terus menerus, hati Tamen Awing luluh juga. Beberapa hari kemudian, Ia pergi ke rumah Pampoq Umpen Atan tetua adat di kampung. Setelah mendengar maksud Tamen Awing, berkatalah Pampoq, “Baiklah kalau itu maksudmu. Aku akan mencari petunjuk dahulu. Pulanglah kamu sekarang, besok kembali lagi ke sini.” Pampoq segera menggelar ritual meminta petunjuk para dewa. Ia mepersiapkan sesaji dan mulai meminta petunjuk. Pada hari berikutnya, datanglah Tamen Awing untuk mendengarkan hasil ritual yang telah dilakukan Pampoq. 26

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


“Menurut petunjuk yang kudapatkan, tundalah keinginanmu sampai istrimu melahirkan. Akan ada kabar buruk jika engkau melakukan peperangan saat ini,” ujar Pampoq. Tamen Awing tampak kecewa mendengar nasihat yang disampaikan. Namun ia tidak goyah sedikitpun. “Aku akan tetap melakukan penyerangan. Kamu tidak perlu ikut campur urusanku,” sahut Tamen Awing sambil meninggalkan Pampoq Umpen Atan. Setiba di rumah, Tinen Awing sudah menunggu. Ia ingin segera mendengar kabar dari suaminya tentang nasihat yang diberikan Pampoq. “Apa yang disampaikan Pampoq?” ujar istrinya. “Ia meminta aku untuk menunda terlebih dahulu. Namun aku akan tetap melakukan penyerangan,” ujar Tamen Awing. Mendengar jawaban itu betapa kesal istri Tamen Awing. Maka ia terus berusaha agar suaminya berubah pikiran. “Jika Pampoq bilang seperti itu, tidak seharusnya engkau nekat pergi. Ikuti nasihat dia!” ujar Tinen Awing. “Tidak, aku tetap mau pergi,” jawab Tamen Awing sambil meninggalkan sang istri. Namun Tinen Awing tetap tidak putus asa. Ia kejar suaminya dan meminta bertemu kembali dengan Pampoq esok harinya. Meskipun dengan berat hati, Tamen Awing mengikuti keinginan sang istri. Kali ini Pampoq dipanggil ke rumah. Mereka bertiga membicarakan rencana kepergian Tamen Awing. “Ambilkan satu ekor ayam jantan warna hitam. Ketika ayam itu aku sembelih dan darahnya tidak berhambur kemana-mana, engkau tidak boleh pergi,” kata Pampoq. Tamen Awing memenuhi permintaan Pampoq. Dibawalah ayam jantan hitam dihadapannya. Pampoq langsung mengadakan ritual sebelum memotongnya. Ayam itu segera disembelih. Ternyata darahnya tidak berhambur ke mana-mana ketika pisau Pampoq memotong leher ayam itu. Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

27


“Lihatlah, tidak satu setetes darah pun keluar dari leher ayam ini. Itu pertanda, engkau harus menunda rencanamu,” ujar Pampoq menasihati. Tamen Awing sudah menduga apa yang akan disampaikan Pampoq. Keinginannya tidak bisa dibendung lagi. Tamen Awing tetap akan melakukan penyerangan. Pampoq berpikir Tamen Awing tidak bisa melakukan penyerangan sendiri. Ia harus ditemani karena jika terjadi sesuatu tidak ada orang yang memberi kabar pada istri Tamen Awing. Pampoq memanggil semua laki-laki yang ada di kampung untuk membicarakan hal ini. Rapat digelar pada malam hari dengan pembicaraan yang tampak seru. Pendapat warga terbelah dua, antara yang setuju menunda dan setuju berangkat. Pagi pun tiba. Warga yang setuju melakukan penyerangan, ikut pergi dengan menggunakan perahu. Tidak ketinggalan Pampoq. Ia merasa bertanggung jawab terhadap keselamatan warganya. Tubuh Pampoq sangat besar, sehingga perahu selalu tenggelam ketika ia naik. Ia telah berusaha beberapa kali, tapi selalu gagal. Maka orang-orang kemudian menggabungkan lima perahu menjadi satu. Setelah itu, Pampoq baru bisa menaikinya. Berangkatlah rombongan Tamen Awing menuju kampung Tamen Bungan Apui. Tiga hari dua malam mereka menempuh perjalanan menyusuri sungai. Saat tiba, mereka langsung mendirikan tenda tepat di bawah rumah Bungan Apui. Penyerangan mulai dilakukan. Orang-orang termasuk Tamen Awing bergegas memanjat pohon dengan peralatan perangnya. Namun Bungan Apui mengetahuinya. Ia langsung mengeluarkan kekuatannya. Disemburkanlah api ke arah orang-orang itu. Mereka berjatuhan seperti semut terbakar api, bergelimpangan. 28

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


Pampoq juga ikut melakukan penyerangan, namun ia masih berada di bawah ketika Bungan Apui menyemburkan api. Pampoq terjatuh namun tidak terluka. Ia langsung lari menceburkan diri ke sungai karena kepanasan, sehingga air di bagian hilir kering sedang di bagian hulu banjir. Sedangkan mereka yang terjatuh karena semburan api, sebagian besar langsung mati. Bahkan yang terluka tidak lama kemudian meninggal karena terluka parah. Hanya tersisa enam orang yang selamat, salah satunya Pampoq. Tubuhnya yang terlalu besar menjadi masalah bagi orang-orang yang selamat untuk membawanya pulang. Mereka harus bekerja keras membawanya naik perahu. Sesampai di kampung, Pampoq langsung menemui Tinen Awing. “Tamen Awing tidak kembali. Ia mati, hanya kami berenam yang tersisa,” ujar Pampoq penuh kesedihan. Tinen Awing sungguh berduka mendengar kabar itu. Ia menangis sejadi-jadinya sambil mengelus-elus perutnya yang berisi jabang bayi, buah kasih sayangnya dengan Tamen Awing. “Aku sudah katakan agar menunda penyerangan. Apa yang aku takutkan sekarang benarbenar terjadi,” ujarnya tersedu. Pampoq pun tak kuasa menahan tangis. Namun ia tetap berusaha tegar memberi nasihat kepada Tinen Awing. “Apa boleh buat, sabar saja. Nanti ada waktunya untuk membalas.” *** Beberapa bulan setelah peristiwa duka itu, Tinen Awing melahirkan seorang anak laki-laki. Selaku Kepala Adat, Pampoq melakukan ritual pemberian nama. Bayi itu diberi nama Lencau. Tinen Awing tidak pernah memberitahu Lencau mengenai nasib bapaknya. Ia selalu mengatakan, Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

29


bapaknya sedang merantau dan akan pulang satu saat nanti. Seiring perjalanan waktu, Lencau telah tumbuh menjadi remaja. Pada saat ia pergi mencari burung menggunakan sumpit, beberapa anak laki-laki mengolokolok kalau ia sudah tidak memiliki bapak. Lencau merasa resah. Terlebih hampir setiap hari ia menerima olokan seperti itu. “Kenapa teman-temanku selalu bilang kalau amai sudah mati,” tanya Lencau dengan wajah cukup serius. Namun, mamak-nya tetap menjelaskan kalau bapaknya sedang merantau. Lencau diminta untuk tidak menghiraukan hinaan teman-temannya. Pada suatu hari, Lencau kembali pergi berburu. Ia merasa kehausan. Ia melihat nenek Pasung sedang menjemur padi. “Pui ada air kah? Aku haus,” ujar Lencau. “Ada, masuklah ke rumah dan ambillah,” ujar pui Pasung. Lencau bergegas masuk rumah dan minum secukupnya, sambil masih penasaran dengan apa yang disampaikan teman-temannya dan jawaban mamak-nya. “Teman-temanku bilang aku sudah tidak punya amai lagi. Kata mereka, amai sudah mati dalam peperangan,” kata Lencau pada Pui Pasung. “Apakah mamak-mu tidak memberitahu hal itu?” tanya pui Pasung. “Weq bilang kalau amai sedang pergi merantau,” jawab Lencau. Nenek Pasung kemudian menjelaskan tentang peristiwa sesungguhnya. Rasa penasaran dalam diri Lencau terjawab sudah. Lencau segera pulang dan langsung bertemu mamak-nya. “Weq, Lencau baru saja berbicara denga Pui Pasung. Ia mengatakan kalau amai sudah mati dan bukan merantau,” kata Lencau. Mendengar hal itu, Tinen Awing sudah tidak bisa lagi menyembunyikan peristiwa yang sesungguhnya. Ia membenarkan apa yang sudah disampaikan Pui Pasung. 30

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


Tak pelak rasa amarah Lencau mulai muncul. Ia berjanji akan menuntut balas ketika dewasa nanti. Tinen Awing sangat khawatir akan hal ini. “Lencau anakku, engkau tidak perlu membalas dendam. Hal itu memang menjadi nasibnya. Biarkan itu berlalu,” ujar Tinen Awing agar Lencau mengurungkan niatnya. *** Kini Lencau tumbuh dewasa. Keinginan untuk balas dendam segera diwujudkan. Lencau berpikir, Tamen Bungan Apui saat ini sudah tua sedangkan ia masih muda. Lencau menyampaikan keinginan itu kepada mamak-nya. Tinen Awing sangat khawatir nasib yang sama akan dialami Lencau. “Mintalah nasihat terlebih dahulu kepada Pampoq sebelum engkau pergi,” ujar Tinen Awing. Lencau segera pergi ke rumah Pampoq, yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumahnya. Melihat kehadiran Lencau tergopoh-gopoh, Pampoq sudah menduga apa yang hendak disampaikan. Pampoq mengajak Lencau duduk di serambi rumah. “Ada apa cucuku, Engkau datang tergopohgopoh?” tanya Pampoq basa-basi. Lencau langsung mengutarakan keinginannya. “Aku sudah tumbuh dewasa dan siap melakukan pembalasan atas kematian amai,” ujar Lencau penuh keyakinan. “Oh, baiklah. Engkau tunggu di rumah saja. Besok aku datang,” ujar Pampoq. Kemudian Lencau bergegas pulang, meski dengan perasaan resah menanti kedatangan Pampoq. Keesokan harinya, Lencau dan Tinen Awing sudah menunggu kedatangan Pampoq sejak pagi-pagi sekali. Tampak sosok seorang tua berjalan terseok-seok menuju rumahnya. Pampoq datang menjelang siang. Pampoq sudah mendapatkan petunjuk dari para dewa. Ia sampaikan petunjuk itu kepada Lencau dan Tinen Awing. “Sebelum engkau berangkat, ambillah satu ekor ayam putih. Mintalah dua gadis bangsawan Awing Tiling Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

31


dan Awing Nyanding untuk mengibas-ngibaskan sayapnya,” ujar Pampoq. Lencau segera memenuhi permintaan itu. Ayam putih sudah dipersiapkan dan ritual pun dilakukan. Dua orang gadis bangsawan diundang Lencau datang mengibas-ngibaskan sayap ayam putih. Peristiwa gaib terjadi. Lencau berubah menjadi lebih perkasa dari sebelumnya. *** Satu hari kemudian, Lencau berangkat menuju rumah Bungan Apui. Ia pergi sendirian. Keinginan membalas dendam kematian bapaknya sangat kuat. Sampailah ia di rumah Bungan Apui. Lencau berdiri tepat di bawah pohon besar yang sangat rimbun. “Inikah rumah Bungan Apui itu?” pikir Lencau. Lencau masih belum yakin. Ia berjalan mengitari pohon itu. Sesekali ia menengok ke atas untuk memastikan bahwa pohon ini memang rumah Bungan Apui sesuai petunjuk Pampoq. “Betul ini rumah Bungan Apui. Bagaimana saya harus berperang?” ujar Lencau dalam hati. Niat untuk segera membalas dendam semakin menggumpal. Lencau bergegas memanjat pohon. Saat hampir tiba di atas, Lencau mengeluarkan kekuatannya. Namun Bungan Apui mengetahui adanya serangan yang datang tiba-tiba. Ia segera membalas dengan mengeluarkan kekuatannya. Semburan api ia keluarkan untuk menghalau Lencau. Setelah berkali-kali mendapat serangan, satu baju penahan panas yang Lencau kenakan lepas. Lencau terluka. Ia kemudian turun dan menghentikan peperangan. “Pantaslah Bungan Apui disegani banyak orang. Kekuatannya sungguh luar biasa,” ujarnya dalam hati. Kemudian Lencau berlari pulang dan menceritakan peperangan yang ia alami pada mamak-nya. 32

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


“Sudah kukatakan, tidak perlu kau pergi membalas dendam. Bungan Apui orang kuat dan hebat. Biarlah hanya bapakmu yang menjadi korban,” ujar Tinen Awing. Namun, seperti bapaknya, Lencau tidak mudah menyerah. Ia panggil Pampoq untuk datang ke rumah. Ia ceritakan jalannya peperangan dan satu sisi baju anti panasnya yang terlepas. “Ambil ayam putih. Mintalah Awing Tiling dan Awing Nyanding datang untuk mengibaskan bulu ayam ke tubuhmu,” ujar Pampoq. Lencau menjalankan semua perintah. Ritual dilakukan lagi. Lencau memperoleh kekuatannya kembali. Satu hari kemudian, Lencau berangkat kembali mencari Bungan Apui. Begitu tiba, ia mengistirahatkan tubuhnya sesaat. Setelah dirasa kuat, ia mulai melakukan penyerangan. Lencau kembali naik pohon dan langsung melakukan serangan. Bungan Apui tidak tinggal diam. Ia membalas serangan Lencau dengan semburan api yang menjadi andalannya. Peperangan kali ini berjalan seimbang. Setiap kali Bungan Apui menyemburkan api, Lencau bergerak menghindar. Beberapa kali Ia berhasil menghindar. Pada serangan ke empat, Lencau lengah. Semburan api mengenai tubuhnya. Lencau jatuh dan terluka. Namun ia masih hidup. “Hebat benar Bungan Apui,” ucap Lencau sambil mengusap lukanya. Lencau menghentikan peperangan untuk bertemu kembali dengan Pampoq dan mamak-nya. Warga kampung tidak satupun mengetahui peperangan yang terjadi. Pampoq kembali diundang ke rumah. Seperti biasanya, ia minta disediakan ayam putih untuk ritual. Namun kali ini bukan untuk dikibas-kibaskan sayapnya, tapi disembelih. “Ayam ini akan aku potong. Jika nanti darahnya berhambur kemana-mana, engkau boleh berangkat,” ujar Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

33


Pampoq. Ritual segera dilakukan. Tatkala pisau memutus urat leher ayam, darah pun berhambur. “Segeralah pergi sekarang. Engkau pasti menang,” ujar Pampoq penuh keyakinan. Lencau merasa lega, namun tidak bagi Tinen Awing. Ia tetap khawatir, meskipun menurut ramalan Pampoq, anaknya akan menang. Kematian sang suami masih sangat membekas. *** Esok paginya Lencau siap berangkat. Penyerangan kali ini tidak dilakukan sendiri. Ia disertai beberapa orang kampung yang dipilihnya. Mereka hanya akan menyaksikan jalannya peperangan. Setiba di kampung Bungan Apui, Lencau langsung naik pohon dan melakukan penyerangan. Bungan Apui sudah mempersiapkan diri. Ia langsung menyemburkan api. Pertempuran kali ini lebih hebat dari sebelumnya. Beberapa kali Bungan Apui melakukan serangan, tapi Lencau mampu menghadang dengan baju anti api yang mampu memadamkan serangan api yang datang bertubitubi. Lencau terus bergerak naik mendekat. Kekuatan Bungan Apui tampaknya tidak mampu mengalahkan baju yang dipakai Lencau. Lencau semakin mendekat. Saat lengah, Lencau mengayunkan mandaunya. Bungan Apui jatuh terkapar dan mati. Warga kampung yang menyaksikan peperangan itu, terkagum dengan kekuatan yang dimiliki Lencau. Lencau tampak kelelahan setelah melakukan peperangan yang sangat menguras tenaganya. Ia beristirahat pada sebuah ranting yang mampu menopang tubuhnya. Ia berkehendak naik untuk mengambil kepala bapaknya. Lalu dengan sisa tenaga yang dimiliki, Lencau naik ke atas dan masuk rumah Bungan Apui. Ia 34

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


menemukan sangat banyak tengkorak kepala manusia. Hal ini menunjukkan keperkasaan Bungan Apui. “Aduh, mana kepala amai?” ujar Lencau. Ia kebingungan, tidak tidak tahu mana kepala bapaknya di antara sekian banyak tengkorak. Selama ini Ia belum pernah melihat bapaknya. Ia kemudian bersenandung untuk memanggil arwah bapaknya,“Oh, Amai, mana

kepalamu, Lencau mau ambil. Lencau mau ajak amai pulang. Di mana tulang amai jatuh, beritahu aku, biar kupungut agar menjadi satu kembali.” Usai bersenandung, tulang-tulang bapaknya bergerak saling mendekat, kemudian saling menyambung menjadi satu tubuh. Raga bapaknya kembali utuh namun rohnya belum, karena masih disimpan Bungan Apui dalam kiran jangin. Lencau berusaha menemukannya. Ia berputar-putar mencari kotak penyimpan roh. Akhirnya, Lencau berhasil menemukannya. Ia segera mengguncangkan peti itu agar rohnya keluar. Tak lama kemudian roh Tamen Awing keluar dan langsung bersemayam dalam raganya yang sudah menyatu. Tubuh bapaknya kembali utuh seperti sediakala. Lencau kemudian membawanya turun untuk diajak pulang ke rumah. Sementara itu, Tinen Awing sudah sangat gelisah. Tiga hari lebih Lencau belum pulang dan tidak ada kabar sama sekali. Ia terus menunggu di depan rumah. Tiba-tiba, terlihat dua sosok laki-laki dan beberapa orang di belakangnya datang dari arah hulu sungai. Ia langsung berdiri melihatnya. Warga kampung bersorak-sorai ketika rombongan Lencau lewat. Samar terlihat Lencau menggandeng seorang laki-laki. “Tamen Awing,” teriak Tinen Awing. Ia usap matanya berulang kali agar penglihatannya lebih jelas. “Ia betul Tamen Awing, suamiku,” ujarnya terbata-bata. Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

35


Melihat suaminya pulang, Tinen Awing terdiam tidak mampu berucap sepatah kata pun. Lalu, mereka berpelukan penuh rasa haru. Tinen Awing sangat bahagia karena Lencau berhasil membawa pulang bapaknya. Kemudian, pesta kemenangan digelar untuk merayakan kebahagiaan yang mendalam. Keluarga Lencau kini kembali utuh. Beberapa bulan kemudian, Lencau berencana mencari teman hidup. Ia sudah berkeliling kampung, namun tidak menemukan satu gadis pun yang diidamkan. Lencau kemudian datang ke rumah Pampoq untuk meminta nasihat. Pampoq menunjuk Awing Nyanding, gadis terakhir yang mengibas-ngibaskan sayap ayam sebelum Lencau pergi berperang, untuk dijadikan istri. Lencau pun setuju. Awing Nyanding juga berkenan ketika Lencau meminangnya. Kemudian, mereka menikah. Genaplah sudah kebahagiaan keluarga Tamen Awing. (*)

36

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


2. Tamen Buring

A

lkisah pada zaman dahulu, hiduplah seorang bangsawan bernama Bango’ Ingan dengan tiga anaknya yaitu Buring, Iping dan Nyanding. Semua anaknya perempuan. Bangsawan itu juga akrab dipanggil Tamen Buring. Pada satu waktu, ia terlihat sedang berbincang dengan istrinya, Suling Belawan. Ia mengutarakan keinginannya untuk melakukan balas dendam atas kematian bapaknya yang dibunuh Jalung Buloq Atung. Bapak Bango' Ingan dibunuh ketika ia masih kecil. Suling Belawan sangat khawatir tentang rencana suaminya. “Sebelum melakukan penyerangan, datanglah ke Laking Kiok untuk minta nasihat,” ujar Suling Belawan. “Wahai istriku, Aku rasa tidak perlu meminta nasihat. Jumlah kita lebih banyak. Kita akan menang dengan mudah,” ungkap Tamen Buring penuh dengan percaya diri. “Aku rasa, tidak ada salahnya kalau engkau datang ke sana. Bukankah apa yang ia katakan, selalu benar,” ungkap Suling Belawan. Setelah didesak dan dibujuk terus menerus, akhirnya hati Tamen Buring luluh juga. Suling Belawan merasa lega. Ia berharap, nasihat Laking Kiok dapat merubah rencana suaminya. Saat itu, Suling Belawan sedang mengandung anak yang keempat. Menurut kepercayaan masyarakat, pantang bagi seorang suami melakukan penyerangan tatkala Istri sedang mengandung. Sesuai janjinya, Tamen Buring beserta beberapa orang dekatnya datang ke rumah Laking Kiok. “Begini, Pui. Kami bermaksud menyerang Jalung Buloq Atung. Bagaimana menurut Pui?” tanya Tamen Buring. Laking Kiok terdiam dan merenung sejenak. “Kalian tunggu sebentar di sini,” jawab Laking Kiok memecah Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan 37


keheningan. Kemudian Laking Kiok pergi menuju tempat ritual. Ia pejamkan mata dan membaca mantra untuk mendapatkan petunjuk. Tidak lama setelah itu, ia keluar berbicara dengan Tamen Buring. “Begini, berdasarkan petunjuk dari para leluhur, lebih baik engkau tunda penyerangan itu. Aku melihat, akan banyak korban dari warga kita, termasuk nyawamu. Kekalahan akan engkau dapatkan,” ujar Laking Kiok menasihati. Mendengar nasihat itu, raut muka Tamen Buring tampak kecewa. “Jumlah kita lebih banyak. Kalau kita menyerang sekarang, pasti akan menang mudah,” sergah Tamen Buring. “Jika kalian tetap bersikukuh melakukan penyerangan, terserah saja. Aku hanya menyampaikan firasat yang aku dapatkan,” jawab Laking Kiok. Nasihat Laking Kiok, tidak menyurutkan sedikit pun keinginan Tamen Buring. Berbagai persiapan terus dilakukan. Ratusan laki-laki yang dipandang kuat dan memiliki kemampuan dikumpulkan. Semua persenjataan dan baju perang juga sudah dipersiapkan. Namun nasihat Laking Kiok memunculkan rasa ragu di antara pengikut Tamen Buring. Mereka terbelah dua, antara yang sepakat melakukan penyerangan dan menunda terlebih dahulu. Kelompok yang ingin tetap melakukan penyerangan lebih kuat. *** Tibalah waktu penyerangan sesuai yang direncanakan. Tamen Buring dan ratusan orang pengikutnya bergegas berangkat. Keyakinan akan menang mudah, memberi semangat pada diri mereka. Setelah menempuh perjalanan dua hari satu malam, tibalah mereka di tempat yang dituju. Saat itu, terlihat beberapa anak sedang bermain di ujung kampung. Melihat rombongan yang datang begitu banyak, anak-anak itu menghentikan permainannya. 38

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


Salah seorang pengikut Tamen Buring datang menghampiri mereka. “Beri tahu kepada kami, siapa kepala adat di kampung ini?” ujarnya. “Jalung Buloq Atung,” jawab anak-anak itu. Lalu anak itu diperintahkan segera menyampaikan kedatangan mereka. Anak-anak itu segera berlari menuju rumah Jalung Buloq Atung. “Amai…., Amai, ada rombongan di ujung kampung mencari amai,” teriak anak-anak itu serentak. Jalung Buloq Atung langsung ke luar mendengar teriakan itu. Ia berdiri tegak, kemudian berkata dengan suara lantang, “Katakan pada mereka, jangan masuk ke kampung dulu. Mereka harus menunggu dan membuat tenda di sana, karena di kampung sedang dilaksanakan ritual pengusiran roh.” Anak-anak itu kemudian bergegas menyampaikan pesan Jalung Buloq Atung. Tamen Buring mengikuti perintahnya. Lalu mereka mendirikan tenda tepat di ujung kampung. Keesokan harinya, dua orang diutus menemui Jalung Buloq Atung. Pagi-pagi mereka pergi membawa pesan ajakan berperang. Jalung Buloq Atung menemui dua orang utusan dengan sopan. Setelah mendengar pesan yang disampaikan, ia segera menjawab. “Lebih baik kalian urungkan niat dan pulanglah. Meskipun jumlah kami lebih sedikit, belum tentu kalian mampu mengalahkan aku. Tapi kalau masih tetap mau menyerang, silakan. Jangan menyesal.” Dua orang utusan itu segera menyampaikan jawaban Jalung Buloq Atung. Mereka tetap bersikukuh untuk berperang. Penyerangan segera dilakukan. Mereka langsung diperintahkan memasuki kampung. Jalung Buloq Atung dan pengikutnya sudah siap menyambut kedatangan Tamen Buring. Kedua kelompok saling berhadapan. Semua orang terlibat pertempuran. Perang pun tak terelakan hingga beberapa saat lamanya. Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

39


Korban mulai berjatuhan. Bau anyir darah menyebar di mana-mana. Suara jerit orang terkena mandau saling bersahutan. Tamen Buring meninggal dalam pertempuran itu. Melihat Tamen Buring mati, salah satu wakilnya meminta perang dihentikan. Ia mengangkat bendera putih tanda kalah. Lalu dengan satu aba-aba, kedua kelompok saling menghentikan serangan. Meskipun dengan jumlah yang lebih sedikit, Jalung Buloq Atung memenangkan perang. Dibawalah kepala Tamen Buring sebagai simbol kemenangan dan digantung di tengah-tengah rumahnya. Para pengikutnya yang terluka dan selamat kemudian dikumpulkan. Setelah dihitung satu persatu jumlah yang selamat, mereka sepakat untuk kembali ke kampung. Lencau Tunyeng dan satu orang lainnya diperintahkan pulang terlebih dahulu. Ia diminta memberi tahu warga tentang peristiwa peperangan dan warga diperintahkan mempersiapkan makanan bagi pasukan yang akan pulang. Kabar datangnya Lencau Tunyeng disambut warga. Ia menyampaikan berita kekalahan, namun tidak menyebut nama-nama korban yang meninggal. Warga mendesak agar Lencau Tunyeng menyebutkan mereka yang meninggal. Namun ia tetap bungkam sesuai perintah yang dipesankan. Setelah pertemuan itu, warga mulai melakukan kegiatan sesuai perintah. Waktu yang ditunggu telah tiba. Warga kampung sudah menunggu di ujung jalan seraya berharap anggota keluarganya pulang dengan selamat. Rombongan mulai terlihat di ujung kampung. Mereka tampak sangat lesu. Warga langsung berhamburan mencari keluarga masing-masing. Hiruk pikuk suara orang memanggil-manggil memecah keheningan sore itu seiring ratap tangis kesedihan. Suling Belawan terus mencari Bango’ Ingan suaminya. Satu persatu orang didatangi. Suaminya tetap 40

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


tidak ditemukan. Rasa cemas yang mendalam, menghantui pikirannya. Ia merasa ada firasat buruk. Ia menunggu barisan paling belakang dengan suasana hati berkecamuk gelisah. Tampak seorang kakek tua terlihat berjalan tertatih-tatih. Suling Belawan mendekatinya. “Pui, apakah masih ada orang di belakang,” tanya Suling Belawan dengan suara lirih. “Sudah tidak ada lagi. Aku yang terakhir,” jawab kakek itu dengan kepala tertunduk. Wajah Suling Belawan mendadak pucat. Mulut tidak bisa berkata apa-apa. Lalu kakek itu berkata, “Relakan suamimu. Engkau tidak akan menjumpainya lagi. Ia telah mati. Ayo kita pulang,” ujar kakek dengan suara terbata-bata. Tak pelak isak tangis pun tumpah. Lalu dengan suara melengking nan menyayat, Suling Belawan meratap nyidau, Waktu kita berdua hidup di dunia ini, engkau sayang betul padaku. Apa yang aku minta, engkau selalu memenuhinya. Tidak pernah engkau berkata tidak. Engkau juga begitu sayang dengan anak-anak. Apa yang mereka minta, engkau selalu memenuhinya. Ini yang membuat aku sedih. Engkau kini sudah tidak ada lagi. Aku tidak tahu bagaimana harus memelihara anak-anak.” Sementara itu, ketiga anak Tamen Buring sudah menunggu di depan rumah. Mereka berharap bapaknya kembali dengan selamat. Ketiganya lari berhamburan begitu melihat mamak-nya datang dengan derai air mata. “Mamak, di mana Amai?” tanya Buring dengan rasa cemas. Kedua adiknya memegang tubuh dan tangan mamak-nya yang terasa bergetar. Lalu degan suara terbata-bata Suling Belawan menyampaikan kabar buruk pada mereka. Pecahlah tangis ketiga anak Bango’ Ingan yang menambah kesedihan Suling Belawan. Ketiga anaknya dipeluk erat-erat.

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

41


“Bagaimana kita dapat hidup tanpa amai?” tanya Buring sambil berurai air mata. “Kita harus sabar dan tabah menghadapi semua ini. Aku akan bekerja demi kalian semua,” ujar Suling Belawan kepada anak-anaknya. *** Meski mengalami kekalahan perang, namun warga tetap akan menggelar pesta syukur yang ditujukan bagi mereka yang selamat. Pada saat pesta syukur digelar, Suling Belawan dan ketiga anaknya tidak tampak. Mereka masih hanyut dalam kesedihan luar biasa. Suling Belawan mengajak anak-anaknya pergi ke hutan untuk mengusir kesedihan. Sampailah mereka di satu sungai besar yang memiliki pusaran air. Saat itulah, Suling Belawan melihat satu sosok laki-laki gagah sedang berdiri di atas pusaran air. ”Kalian bertiga tetaplah di sini. Mamak mau turun ke sungai,” kata Suling Belawan. “Ada apa, mak?” tanya Buring. “Tidak ada apa-apa. Kalian tunggu saja di sini,” ujar Suling Belawan. Sebelum turun ke sungai, Suling Belawan berpesan kepada Buring. ”Ketika mamak nanti turun ke sungai, jika nanti engkau melihat air sungai berwarna putih, itu pertanda mamak akan kembali. Namun jika air berwarna hitam, itu pertanda mamak tidak akan kembali”. Buring dan kedua adiknya hanya berdiri termangu tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka tidak tahu persis apa yang akan dilakukan mamak-nya. Tidak lama kemudian, turunlah Suling Belawan ke dalam sungai. Ketika turun dia bertanya kepada anak-anaknya. “Sampai mana aku?” Jawab Buring, ”Paha, mak.” Kemudian ia bertanya lagi, “Sampai mana?” Jawab Buring segera “Pusar, mak”. Lalu Suling Belawan menuruni sungai sambil bertanya lagi “Sampai mana?”. Kini giliran Iping menjawab “Mulut, mak”. Sejurus waktu kemudian, ia bertanya “Sekarang 42

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


sampai di mana?” Nyanding pun segera menjawab, “Mata, mak”. Seketika itu pula Suling Belawan tiba-tiba hilang. Air sungai berubah menjadi hitam. Raiblah Suling Belawan, ditelan air. Buring dan kedua adiknya dirundung kesedihan mendalam. Isak tangis kembali pecah. Sekarang mereka yatim piatu. Lalu Buring mengajak kedua adiknya untuk pergi dari kampung karena mereka sudah tidak memiliki orangtua lagi. “Adikku, apakah kita mau pulang kampung, atau kita berjalan saja menyusuri hutan belantara? Kita sudah tidak punya siapa-siapa lagi sekarang,” tanya Buring. ”Engkau saja yang memutuskan, kami ikut apa yang engkau katakan,” jawab Iping. Akhirnya, mereka bersepakat tidak pulang ke kampung. Lalu mereka berjalan menyusuri rimbunnya hutan belantara tanpa bekal apa pun. *** Setelah berjalan beberapa lama, Nyanding mulai kelaparan dan kehausan. Tiba-tiba samar terdengar suara burung Merak dari kejauhan. “Itu ada suara burungnya. Ayo kita ke sana,” ajak Iping. Sambil berlari-lari kecil, mereka mendekat ke arah suara tersebut. Ketika mendekat, burung itu sudah tidak ada lagi. Buring melihat ada satu bunga tergeletak di bekas burung Merak berdiri. Rupanya burung itu meninggalkan sesuatu. Nyanding sudah sangat haus dan lapar. Ia makan bunga itu dengan lahapnya. Tiba-tiba tubuhnya kejangkejang. Ia meninggal dalam pangkuan Buring. Pecahlah tangis Buring dan Iping menyesali kematian adiknya, namun tidak akan membuat adiknya hidup kembali. Nyanding dikubur dengan galian makam yang tidak terlalu dalam, sehingga sebagian tubuhnya tampak menyembul. Kemudian, Buring dan Iping melanjutkan perjalanannya. Tidak lama kemudian, burung Merak itu Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

43


kembali lagi. Ia berdiri tepat di atas makam Nyanding. Ia melihat ada seonggok tubuh manusia. Ia kepakkan kedua sayapnya untuk menyingkirkan tanah yang menyelimuti tubuh Nyanding, sambil terus berkicau ”Kung kuwai anak palo matai... Kung kuwai anak palo matai....” Tanah yang menyelimuti tubuh Nyanding, lama kelamaan terbuka. Tubuh Nyanding mulai kelihatan utuh. Burung Merak itu terus mengepakkan sayapnya agar Nyanding bisa bernafas. Tidak lama setelah itu, Nyanding hidup kembali. ”Siapa namamu? Apakah engkau memiliki saudara?” tanya burung Merak. ”Namaku Nyanding, saudaraku Buring dan Iping,” jawab Nyanding. Kemudian burung Merak itu berkicau dengan keras memanggil binatang lainnya, “Hai, datanglah ke sini! Ini ada anak manusia. Cobalah datang ke sini melihatnya!” Tidak beberapa lama, beberapa binatang datang. Satu persatu mereka melihat Nyanding. ”Apakah kalian tahu anak ini?” tanya burung Merak. Namun tidak satu pun yang mengenal Nyanding. “Kalau begitu, siapa yang bisa mengantar anak ini ke saudaranya?” tanya burung Merak. Semua terdiam. Tidak ada satu pun yang bersedia mengantar. Tiba-tiba datanglah burung Gagak hitam sambil berkata lantang, ”Aku bersedia mengantar anak ini.” Burung Gagak hitam itu lalu menggendong Nyanding. Sambil terbang, ia berkicau di sepanjang perjalanan, “Buring pekena sadim ading. Kelet Lucau Kelet Lingau Abun Buding. (Buring, tunggu adikmu ini dulu)” Terperangahlah Buring dan Iping tatkala mendengar suara itu. “Dengarlah ada suara memanggilmu. Mungkin itu suara Nyanding. Kita tunggu di sini” pinta Iping. Suara itu terdengar semakin mendekat. Burung Gagak hitam itu melihat Buring dan Iping. Lalu turunlah ia dan menyerahkan Nyanding kepada mereka berdua. 44

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


Buring dan Iping tampak kaget, adiknya hidup kembali. Nyanding kemudian bercerita tentang pertemuannya dengan burung Merak yang membuatnya hidup kembali. Mereka kembali utuh seperti semula. Perjalanan pun segera dilanjutkan. Suatu saat, mereka melihat rumah tinggi dengan tiang yang panjang. Penuh rasa keheranan, mereka melihat-lihat sekeliling rumah. Namun tak seorang pun ditemuinya. “Bagaimana kalau kita cari orang yang punya rumah ini?” tanya Buring pada adik-adiknya. Iping dan Nyanding mengangguk setuju. Mereka sudah terlalu lelah dan ingin segera beristirahat. ”Siapa yang punya rumah ini?” teriak Buring keras-keras. Seorang gadis bernama Bungan Malai mendengar teriakan Buring. Ia melihat Buring dan dua adiknya dari jendela. “Ini rumah Ulong Pengetak,” sahutnya. “Bolehkah kami singgah di rumah ini?” tanya Buring. ”Boleh. Sebentar aku ambilkan tangganya,” jawab Bungan Malai. Tidak lama setelah itu, mereka naik ke rumah dan tidak mengetahui bahwa orangtua Bungan Malai adalah raksasa pemakan manusia. ”Kecilkanlah kedua adikmu, lalu masukkan ke dalam belaung. Kalau orang tuaku melihat kalian bertiga, kalian pasti akan dimakannya,” ujar Bungan Malai. Buring tampak terkejut dan ketakutan mendengar penjelasan itu. Tanpa berpikir panjang, Buring mengecilkan kedua adiknya lalu ia masukkan ke dalam belaung sesuai saran Bungan Malai. “Kalian tentu lapar, ayo kita makan sekarang!” ajak Bungan Malai. Kemudian Bungan Malai mengajak Buring ke dapur. Ia sangat ketakutan ketika melihat beberapa potongan tubuh manusia tergeletak di beberapa tempat. Ia bertambah kaget ketika membuka periuk nasi, ia dapati potongan tubuh manusia yang sudah direbus dan siap Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

45


dimakan. Tidak ada nasi sedikit pun di dalamnya. Selera makan Buring langsung hilang. Buring lalu pergi ke belakang untuk melihat situasi rumah. Ia dapati banyak tempat untuk mengurung manusia. Pada saat itu tampak ada beberapa orang yang masih hidup. ”Mengapa kamu masuk rumah ini? Hatihatilah karena engkau pasti akan dijadikan santapan oleh Ulong Pengetak,” pesan salah seorang yang ada di dalam kurungan. Mendengar nasihat itu, Buring amat ketakutan. Jiwanya merasa terancam. Tubuhnya akan dipotongpotong dijadikan santapan keluarga Ulong Pengetak, seperti yang ia lihat di dapur. Buring berpikir dengan keras mencari cara menyelamatkan diri. Pada saat pikirannya masih berkecamuk resah, terdengar samar suara orang berjalan dengan menggunakan tongkat. Dum..., dum…, dum..,. bunyi tongkat yang menyentuh tanah. Lambat laun suara terdengar makin keras. “Lihatlah mereka sudah pulang,” ucap Bungan Malai kepada Buring sambil menunjuk kedua orang tuanya. Buring terpana kaget dan takut luar biasa. Seluruh tubuhnya bergetar, melihat dua sosok raksasa berjalan menuju ke rumah. Beberapa ekor anjing sebesar kerbau, ikut mengiringinnya. Saat itu Ulong Pengetak dan istrinya membawa satu tubuh manusia yang sudah meninggal. “Bungan, tolong ambilkan tangga!” teriak Ulong Pengetak. Setelah diambilkan tangga, keduanya bergegas naik dan disambut Bungan Malai. “Aku punya teman baru,” kata Bungan pada mamak-nya. ”Oh, baiklah kalau engkau sudah punya teman. Siapa namanya,” tanya mamak-nya. “Bungan Sakay,” jawab Bungan Malai. Saat memperkenalkan diri, Buring tidak memberikan nama aslinya. Ia mengaku bernama Bungan Sakay. 46

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


“Oh baiklah. Masaklah untuk Bungan Sakay sekarang,” pinta mamak Bungan Malai. Kemudian Bungan Malai pergi ke dapur dan segera memasak di bak besar seperti yang pernah Buring lihat sebelumnya. Buring terus berpikir, mencari cara untuk keluar dari rumah. Di tengah lamunannya, terdengar perintah Ulong Pengetak kepada Bungan Malai ”Makanlah dulu dengan temanmu.” Buring tentu saja tetap tidak mau makan. “Kenapa engkau tidak makan? Tidak laparkah engkau?” tanya Ulong Pengetak tanpa menunggu jawaban Buring. Tidak lama setelah itu, Ulong Pengetak dan istrinya hendak beristirahat, lalu ia berpesan kepada Buring. “Nanti engkau tidur berdua dengan Bungan Malai. Engkau di sebelah sini dan Bungan Malai di dekat dinding,” ujarnya. “Baik, Amai,” jawab Buring. Namun Buring teringat pesan orang dalam kurungan yang ia temui. Mata Buring terus terjaga agar ia tidak tertidur. Tiba-tiba muncullah ilham. *** Sebelum tidur, Buring mengambil selimut yang dipakai Bungan Malai dan menukar posisi tidurnya. Sekarang posisi berubah dan ia berharap, Ulong Pengetak tidak mengetahuinya. Saat dini hari tiba, Ulong Pengetak dan istrinya bangun. Satu kuali besar sudah dipanasi untuk memasak Buring. “Ah, ini makanan paling enak untuk kita berdua,” ucap Ulong Pengetak pada istrinya. Ulong Pengetak bergegas pergi menengok tempat tidur anaknya dan ingin segera mengambil Buring. Bungan Malai tertidur pulas dan tidak menyadari kalau posisinya sudah berpindah. Ulong Pengetak langsung masuk ke kamar. Ia masih belum menyadari kalau Buring sudah berpindah posisi tidur. Tanpa sadar, ia angkat anaknya sendiri lalu dimasukkan ke dalam kuali yang mendidih. Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

47


Seketika itu pula terdengar suara teriakan ”Ayai Amai…, ayai Amai (aduh bapak…., aduh bapak)”. “Mengapa kamu panggil aku amai? Kamu bukan anakku,“ sergah Ulong Pengetak. Ia masih belum menyadari kalau yang ia masak adalah Bungan Malai. Ia terus melanjutkan merebus anaknya sampai selesai. Sejurus waktu kemudian ia membangunkan Buring yang disangkanya Bungan Malai “Ayo bangun, amai sudah masak. Ayo makan segera,” ujarnya. ”Saya masih kenyang, makanlah duluan,” jawan Buring dengan suara perlahan. Ulong Pengetak dengan istrinya segera makan dengan sangat lahap hingga kekenyangan. “Kita sudah kenyang, ayo tidur lagi,” ajak Ulong Pengetak pada istrinya. Ketika keduanya terlelap tidur, Buring mencoba lari. Ia turunkan tangga pelan-pelan agar tidak membangunkan mereka. Pada saat itu Buring melihat beberapa ekor anjing raksasa tertidur di bawah. “Kalau anjing ini bangun, pasti aku akan langsung disantapnya,” pikir Buring dalam hati. Buring menuruni tangga dengan sangat hati-hati. Ketika kakinya telah menyentuh tanah, ia berjalan mengendap-ngendap pelan. Untunglah anjing raksasa itu tidak terbangun. Setelah dirasa aman, ia langsung lari sekuat tenaga menuju arah hutan. Buring berhasil lolos dan selamat dari santapan Ulong Pengetak dan anjing penjaganya. Ia terus berlari sekuat tenaga menembus hutan belantara. Ulong Pengetak terbangun ketika Buring sudah jauh. “Malai..., Malai..., ayo bangun dan makan. Hari sudah siang!”, panggil Ulong Pengetak membangunkan anaknya. Namun tak ada suara jawaban sama sekali. “Ah tidak seperti biasanya, Malai masih tidur hingga siang hari. Aneh?” gerutu Ulong Pengetak. Namun mereka terus 48

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


memanggil anaknya beberapa kali. Namun tetap tidak ada jawaban, lalu mereka pergi ke kamar Bungan Malai. “Astaga, di mana Malai? Apakah anak yang aku masak tadi Malai bukan temannya?” pikir Ulong Pengetak. Kemudian mereka terus mencari Bungan Malai hingga ke sudut-dudut rumah. Namun tetap tidak menemukannya. Mereka tersadar bahwa yang mereka masak adalah Bungan Malai, anaknya sendiri. Kedua raksasa itu murka luar biasa. Mereka sangat marah telah ditipu Buring. Mereka langsung turun dan mengejar Buring sekuat tenaga. Anjing raksasanya juga ikut mengejar. Buring terus berlari sekuat tenaga dengan membawa dua adiknya yang masih ada dalam belaung. Ia kemudian mengeluarkan kedua adiknya setelah agak jauh dan dirasa sudah aman. *** Tentu saja Iping dan Nyanding merasa bingung. Mereka tidak tahu ada di mana. Saat mereka masih dilanda kebingungan, terdengar suara kaki raksasa menuju arah mereka. “Lari.....,” teriak Buring sambil menarik kedua tangan adiknya. Mereka terus berlari menghindari kejaran Ulong Pengetak yang sedang murka. Hingga mereka tidak menemukan jalan untuk berlari lagi, karena di depannya terbentang sungai besar dan dalam. Mereka tidak putus asa, bergegas mereka susuri sungai dengan perasaan cemas. Tak lama kemudian, mereka melihat seseorang berperahu di seberang sungai. “Amai..., Amai..., tolong. Kami dikejar raksasa. Cepat seberangkan kami!” teriak Buring sekuat tenaga untuk meminta pertolongan. Namun suara teriakan itu tidak terdengar cukup jelas karena jaraknya cukup jauh. “Tunggu dulu! Amai angkut padi ini dulu karena mau hujan,” teriak orang itu sambil mengambil padi yang baru dijemur. Buring dan kedua adiknya sangat ketakutan. Anjing raksasa sudah semakin dekat, bahkan suara Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

49


teriakan Ulong Pengetak terdengar semakin keras. “Tolong kami sekarang, Amai! Cepat kemari. Raksasa itu mengejar kami. Mereka mau membunuh kami. Cepat, Amai!” teriak Buring semakin lantang. Teriakan Buring didengar dengan baik. Perahu diarahkan menjemput Buring. Orang itu juga mendengar suara dum..., dum…, dum... yang menandakan langkah kaki raksasa itu kian mendekat. “Ayo cepat naik! Cepat...cepat...!” perintah orang itu. Mereka langsung melompat ke perahu, kemudian orang itu bergegas mendayung perahu dibantu Buring. Saat mereka sampai di tengah sungai, kedua anjing raksasa itu datang dan menggonggong dengan suara keras. Ulong Pengetak dan istrinya segera berlari menyusul. Namun wajah mereka tampak kecewa, karena buruannya sudah menyeberang sungai. Buring dan kedua adiknya selamat. “Kalian mau ke mana?” tanya orang tua itu. “Kami tidak tahu mau ke mana,” jawab Nyanding. Lalu Buring menceritakan nasib yang mereka alami. Orang tua itu merasa iba lalu menawarkan agar mereka bersedia tinggal bersamanya. Namun Buring bersikukuh melanjutkan perjalanan, meski orang tua itu berusaha mencegahnya. Sementara itu, Iping dan Nyanding sudah terlalu lelah dan mau menerima tawaran orangtua yang baik hati itu. Mereka bersepakat istirahat satu malam. Saat pagi tiba mereka sudah bersiap meneruskan perjalanan. Setelah makan pagi, Buring memohon izin melanjutkan perjalanan. Orang tua itu dengan berat hati mengizinkan mereka meneruskan perjalanan. “Baiklah, aku tidak bisa mencegahmu. Bawalah bekal ini. Jika engkau kembali, aku menerima dengan senang hati,” ujar orang tua itu. Kemudian mereka berjalan kembali menyusuri hutan belantara tanpa tujuan. Mereka sudah berjalan selama dua hari satu malam. Tidak ada seorang pun yang mereka jumpai. Iping 50

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


meminta untuk istirahat. “Iping sudah capai. Nanti istirahat saja jika bertemu dengan orang lagi,” pintanya. “Iya, adikku,” jawab Buring sambil mengajak kedua adiknya terus berjalan. Tidak lama setelah itu, samar terdengar suara arus sungai. “Dengar, itu ada sungai. Ayo ke sana! Siapa tahu ada orang di sana,” pinta Iping sambil menggandeng Buring menuju ke arah sungai. Mereka bertiga langsung pergi ke sungai. Tampak terlihat sosok nenek perempuan sedang menjemur padi. Iping dan Nyanding terlihat sangat bahagia. Nenek itu terlihat kaget, melihat mereka tiba-tiba muncul dari dalam hutan. “Hantu…., hantu!” teriak nenek ketakutan. Ia amati serius ketiga anak itu. Buring, Iping dan Nyanding tertawa melihatnya. “Maaf, kami sudah membuat nenek ketakutan,” ucap Buring. “Oh iya, engkau dari mana dan mau ke mana?” tanya nenek itu. Buring kemudian memperkenalkan dirinya serta asal muasal mereka. Mendengar penjelasan itu, nenek yang bernama Urei Iyut sangat terharu dan iba. “Bolehkah kami tinggal bersama nenek?” pinta Buring. ”Baiklah, nenek akan angkat padi ini dulu. Mungkin sampai sore. Kalian bisa tunggu di sini,” jawab nenek Urei Iyut. Kemudian Urei Iyut melanjutkan pekerjaannya. Buring, Iping dan Nyanding menunggu sambil beristirahat. Sejurus kemudian, nenek Urei Iyut berkata, “Ayo kita pulang. Jika kalian mau tinggal bersamaku, nenek sangat senang, karena nenek tidak punya siapa-siapa lagi,” ucap Urei Iyut. “Tapi Kami nanti tidak bisa membantu nenek,” ucap Nyanding. “Janganlah berpikir tentang itu. Nenek bisa bekerja sendiri. Apa yang nenek hasilkan cukup buat kita,” jawab Nenek Urei Iyut. Buring, Iping dan Nyanding sangat bahagia mendapat jawaban itu. Sejak saat itu, mereka tinggal di rumah Urei Iyut. *** Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

51


Hari demi hari mereka lalui bersama Urai Iyut. Buring dan dua adiknya sudah dianggap sebagai anak sendiri. Buring sekarang tampak sudah tumbuh dewasa. Wajah cantiknya mulai terlihat. Pada suatu hari, saat Buring dan kedua adiknya mandi di sungai, ada seekor katak besar (wangkup) yang melihatnya. ”Wah, cantik betul anak-anak ini. Aku dengar Suit Lirung dan Jalung Ila belum punya istri. Nanti aku akan memberitahu mereka berdua,” kata wangkup dalam hati. Kemudian wangkup berjalan ke kampung Suit Lirung dan Jalung Ira untuk bertemu mereka. “Apakah kalian berdua sudah beristri?” tanya wangkup ketika bertemu Suit Lirung dan Jalung Ira. “Belum punya. Siapa yang mau sama kami?” jawab Suit Lirung. Wangkup lalu bercerita kepada mereka tentang Buring yang ia lihat ketika mandi di sungai. ”Ah, seperti apa mereka itu? Ayo kita pergi ke sana!” ajak Suit Lirung kepada Jalung Ila. Beberapa hari kemudian, mereka pergi ke kampung untuk menemui Urei Iyut. Mereka melihat Iping dan Nyanding sedang bermain di luar. ”Maaf, dengan siapa kalian tinggal di sini?” tanya Suit Lirung. “Tinggal dengan nenek Urai Iyut,” jawab Iping. “Di mana beliau?” lanjut Jalung Ila. “Nenek sedang mengambil kayu,” tambah Iping. “Bisakah engkau panggilkan pui?” pinta Jalung Ira. Iping kemudian menemui Urai Iyut dan ia segera menemui dua tamunya setelah menyelesaikan pekerjaannya. “Maafkan nenek karena kalian harus menunggu agak lama. Nenek selesaikan dulu pekerjaan di belakang,” ujar nenek Urai Iyut. Pada saat itu Buring sedang ada di belakang. Nenek Urai Iyut memanggil dan minta kepada Buring untuk mengambil nanas, tebu dan pepaya untuk tamunya. Buring lalu pergi ke belakang sesuai permintaan Urai Iyut. Perbincangan lalu dilanjutkan. Urai iyut memahami maksud kedatangan mereka. “Kalian berdua 52

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


sedang mencari teman hidup, bukan? Dari tiga anak gadis ini, hanya Buring yang bisa. Dua adiknya masih terlalu kecil. Bagaimana?” ujar nenek Urai Iyut. Suit Lirung dan Jalung Ila saling berpandangan. Mereka berdua tampaknya tertarik dengan kecantikan Buring. Perbincangan terus berlanjut. Tidak terasa, malam pun tiba. “Ini sudah larut malam. Tak baik kalian pulang. Tidurlah di sini sambil menunggu pagi,” kata Urai Iyut memecahkan kebekuan suasana. Maka, Suit Lirung dan Jalung Ila tidur di rumah Urai Iyut untuk malam itu. Buring mempersiapkan tikar untuk mereka berdua. Suit Lirung dan Jalung Ila membicarakan pernyataan Urai Iyut. Mereka saling berebut mendapatkan Buring. Pada saat itu, Buring mendengar pembicaraan dan Suit Lirung melihat tanpa sengaja. “Kemarilah, kami berdua sedang berbicara tentang dirimu. Kami sama-sama ingin meminangmu. Bagaimana ini?” ujar Suit Lirung. Buring merasa bingung mendapat pertanyaan itu. “Kalau kalian ingin meminang, tentu tidak bisa. Harus ada yang mengalah. Nanti saya bicarakan dengan nenek,” jawab Buring. Malam semakin larut, mereka lalu beristirahat. Keesokan harinya, Buring menceritakan pembicaraan semalam kepada Urai Iyut. “Nanti aku akan berbicara dengan mereka. Kamu siapkan makan saja untuk mereka,” pinta nenek Urai Iyut. Buring mempersiapkan makan untuk Suit Lirung dan Jalung Ila, sebelum mereka pulang. Saat bersantap, nenek Urai Iyut bertanya, ”Apakah sudah ada keputusan? Jika belum, pulanglah kalian dan berperanglah. Siapa yang menang, berhak mendapatkan Buring.” Suit Lirung dan Jalung Ila saling berpandangan. Tidak terbayangkan, persahabatan yang terjalin lama, harus berakhir dengan perang memperebutkan Buring. Namun, karena itulah jalan satu-satunya, maka mereka sepakat untuk berperang. Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

53


Kedua sahabat itu kemudian pulang ke kampung. Selama perjalanan, keduanya bersikap biasa, seperti tidak terjadi sesuatu. Padahal mereka pulang untuk berperang memperebutkan tambatan hati. Suit Lirung dan Jalung Ila tiba kembali di kampung. Mereka segera mengkabarkan pada warga tentang rencana itu. “Ah, mereka mau berperang? Bukankah mereka bersahabat”, gerutu beberapa orang yang mendengar kabar itu. *** Waktu terus berlalu. Pada hari yang sudah ditentukan, warga berkumpul di lapangan yang terletak di tengah kampung. Mereka tergerak untuk melihat pertarungan antar dua sahabat. Jalung Ila dan Suit Lirung berjalan dengan gagah memasuki lapangan. Pertempuran dimulai. Keduanya saling menyerang dan menghindar. Pertempuran berjalan seimbang sejak awal. Sesekali keduanya saling melompat sampai di atas awan. Pertarungan hari pertama selesai. Keduanya samasama kuat. Pertempuran segera dihentikan menjelang malam untuk dilanjutkan esok hari. Warga kembali riuh memenuhi lapangan. Jumlah warga lebih banyak dibandingkan hari pertama. Kehebatan pertarungan di antara keduanya, sungguh menarik perhatian. Pertarungan dimulai. Terjadi saling serang silih berganti. Baju Suit Lirung pecah dan terjatuh di tanah terkena tebasan mandau. Saat tengah hari, pertempuran dihentikan atas permintaan Suit Lirung. Pertempuran dilanjutkan esok hari. Suit Lirung tampak terlihat lebih siap. Saling serang dan menghindar terus terjadi. Saat Jalung Ila lengah, Suit Lirung mengayunkan mandaunya dan pecahlah baju Jalung Ila. “Apakah masih mau dilanjutkan?” tanya Suit Lirung. “Sudah, kita akhiri pertempuran ini. Aku serahkan Buring kepadamu,” ucap Jalung Ila. Keduanya mengakhiri 54

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


pertempuran dengan berjabat tangan dan saling berpelukan. Warga sangat puas melihat pertarungan antara dua sahabat itu. Meskipun Jalung Ila kalah, warga tetap menghormatinya. Kemudian, warga disibukkan dengan persiapan pernikahan Suit Lirung dengan Buring. Pesta besar-besaran sudah dipersiapkan. Pada hari yang sudah ditentukan, Suit Lirung disertai para tetua kampung pergi menjemput Buring. Rombongan ini berangkat pagi hari menggunakan beberapa perahu. “Nenek, aku datang menjemput Buring,” kata Suit Lirung begitu tiba di rumah Urai Iyut. “Aku sudah tidak berhak lagi atas Buring. Aku serahkan kepadamu,” jawab nenek Urai Iyut. Melihat rombongan yang datang untuk menjemput kakaknya, Iping dan Nyanding pun sangat khawatir. ”Bagaimana dengan kami jika engkau pergi? Kami sudah tidak punya siapa-siapa lagi,” ucap Nyanding tersedu. ”Kakakmu sekarang sudah mempunyai teman hidup. Kalian berdua bisa ikut kakakmu,” jawab Urai Iyut menenangkan. Akhirnya, Buring dan Suit Lirung menikah dengan pesta meriah. Iping dan Nyanding tinggal bersama Buring hingga dewasa. Keluarga Suit Lirung dan Buring hidup penuh kebahagiaan sampai akhir hayat. (*)

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

55


3. Sulimerang dan Ujung Tunan Arung

T

ersebutlah kisah dua kakak beradik, Sulimerang sang kakak dan adiknya bernama Ujung Tunan Arung. Sejak kecil mereka hidup tanpa kedua orang tuanya. Mereka tinggal di hutan belantara yang sangat terpencil. Tidak ada satu manusia pun yang pernah mereka temui selama ini. Hanya sekumpulan binatang yang mereka kenal. Mereka berperilaku layaknya seekor hewan. Apa yang dimakan hewan, itulah yang mereka makan. Pada suatu hari, mereka terlibat dalam sebuah percakapan. “Mengapa tubuh kita berbeda dengan mereka?” ucap Sulimerang. “Ya, itu juga yang menjadi pertanyaanku dari dulu. Kita tidak pernah bertemu makhluk seperti kita di hutan ini,” jawab Ujung Tunan. Mereka gelisah dan ingin ke luar hutan untuk menemui manusia. “Ke mana kita harus pergi?” tanya Ujung Tunan. “Sebaiknya engkau pergi ke arah hulu dan aku akan pergi ke arah hilir,” usul Sulimerang. Sesuai waktu yang disepakati, mereka bersiap ke luar hutan belantara. Sebelum berpisah, Sulimerang memberi adiknya sebuah batu kecil seukuran ibu jari. “Bawalah batu ini ke mana pun engkau pergi. Jika nanti ada masalah, batu ini akan memberi tahu kepada kita lewat mimpi. Kelak jika aku menghadapi masalah, engkau akan datang kepadaku. Pun demikian sebaliknya. Semoga semesta merestui dan kita akan bertemu kembali,” pesan Sulimerang. “Baiklah,” jawab Ujung Tunan Arung sambil melihat dan memegang erat batu berkhasiat itu. Kakak dan adik yang tidak pernah terpisah itu pun ke luar dari hutan belantara menuju arah yang berlawanan. Sulimerang telah berjalan melintasi tujuh 56 Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


ratus gunung dan lima belas sungai. Ia mampu melintasi tujuh gunung setiap harinya. Tibalah Sulimerang di gunung terakhir yang di bawahnya mengalir sungai yang besar. Pada saat berdiri, ia melihat kampung yang sangat ramai. Pada saat bersamaan, ia juga melihat sekumpulan orang di lapangan saling berlarian dan berebut benda bulat terbuat dari anyaman rotan. Sesekali terdengar tepuk tangan dan teriakan. Ia tidak tahu apa yang sedang dilakukan oleh orang-orang itu. “Mengapa mereka saling berebut dan tidak bisa menangkapnya? Bodoh betul mereka,” pikir Sulimerang dalam hatinya. Sulimerang turun menuju tepi sungai. Segera ia lompati sungai itu dalam satu kali ayunan. Padahal sungai itu sangat lebar, memerlukan lima perahu untuk menyambungkan antara tepi sungai hingga orang bisa menyeberanginya. Pada saat bersamaan terlihat beberapa gadis sedang mandi. Sulimerang mendarat tepat di sisi mereka. Sontak mereka berhamburan. Diambilnya kain yang ada di dekatnya lalu mereka kenakan dengan tergesa-gesa. Mereka kagum melihat sosok laki-laki nan gagah perkasa berdiri di samping mereka. Warna kulitnya agak kusam tampak jarang mandi. Rambutnya panjang tidak terawat. Mereka belum pernah melihat Sulimerang sebelumnya. Pun demikian Sulimerang. Ia belum pernah melihat perempuan mandi telanjang. Sulimerang mendekati gadis-gadis cantik itu tanpa rasa bersalah. Sementara para gadis berdiri tertunduk malu berselimut kain yang menutupi sebagian tubuhnya. ”Mohon maaf jika aku membuat kalian terkejut. Bolehkah aku bertanya, siapakah pemimpin kalian?” tanya Sulimerang. “Engkau siapa, dari mana asalmu?” tanya salah seorang gadis. “Aku Sulimerang, berasal dari gunung sebelah sana.” Jawab Sulimerang sambil menunjuk ke arah Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

57


hilir. Para gadis itu pun berpikir, kampung mereka sedang kedatangan tamu istimewa dari kampung yang sangat jauh. “Pemimpin kami Tamen Lampang Mening. Apakah engkau mau bertemu?” tanya salah seorang gadis berambut ikal mayang. “Ya, aku mau bertemu,” jawab Sulimerang. Sebelum gadis itu beranjak, Sulimerang melanjutkan pertanyaan. “Aku melihat orang saling berlari dan berebut benda bulat. Kenapa mereka tidak bisa menangkapnya saja?” tanya Sulimerang. Mereka saling tersenyum karena menganggap Sulimerang sedang bergurau. *** Maka, untuk mengalihkan suasana, salah seorang dari gadis itu berkata “Ah, sudahlah, mari kami antar ke sana. Kebetulan tamen sedang berada di sana.” Lalu mereka berjalan beriringan. Beberapa gadis itu terlihat mencuri pandang karena mengagumi ketampanan Sulimerang. Begitu tiba di tempat, Sulimerang langsung masuk lapangan tanpa menghiraukan warga yang ramai menonton. Segera direbutnya benda bulat itu. ”Begini caranya menangkap benda ini,” teriak Sulimerang. Mereka yang sedang bermain dan warga yang menonton seketika terbengong-bengong melihat perilaku orang asing di hadapan mereka. Lalu mereka mengerumuni Sulimerang. “Mana pemimpin kalian?” tanya Sulimerang mereka. Salah seorang di antara mereka menunjuk ke satu tempat di mana Tamen Lampang Mening sedang berdiri. Sulimerang langsung datang menghampiri dan memberikan benda bulat itu kepadanya. “Aku kasihan melihat mereka saling berebut benda ini,” ucap Sulimerang. “Siapa namamu, nak, dan darimana asalmu?” tanya tamen Lampang Mening. Lalu Sulimerang memperkenalkan diri. Melihat tubuh Sulimerang yang sangat gagah, Tamen Lampang Mening berucap kepada 58

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


warga, “Kita kedatangan tamu istimewa hari ini. Sudah selayaknya kita menghormati tamu kita.” Tamen Lampang Mening kemudian mengajak Sulimerang pergi ke rumahnya. Sulimerang pun mengikuti ajakannya. Ia berjalan di belakangnya sambil melihat sekeliling dengan penuh keheranan. Sepanjang jalan yang dilalui, banyak orang terbengong melihatnya. “Gagah dan tampan benar anak ini. Sangat pantas jika menjadi kepala adat di sini,” ucap orang-orang yang melihatnya. Tibalah mereka di rumah. Saat itu, Lampang Mening, anak perempuan satu-satunya Kepala Adat, terlihat sedang membuat seraung. Ia menyambut kedatangan Sulimerang dengan menyorongkan tangan untuk bersalaman. Tak lama kemudian, menyusul mamaknya dari belakang yang juga menyambut dengan ramah kedatangan Sulimerang. “Engkau datang dengan siapa. Apa tujuanmu?” tanya teman Lampang Mening untuk mengetahui lebih jauh tentang Sulimerang. Lalu Sulimerang segera menceritakan asal-usul dan maksud kedatangannya. Kepala Adat itu mengangguk-angguk mendengarkan penjelasan Sulimerang. “Baiklah, sekarang sudah sore. Sebaiknya engkau istirahat. Malam ini akan ada tari-tarian untuk menghormati kedatanganmu. Nanti engkau bisa menari bersama warga di sini,” ucap Kepala Adat. Sulimerang tampak kebingungan ketika diminta untuk mandi. Tampaknya Kepala Adat cukup memahami situasi ini. Dibimbinglah Sulimerang mandi, satu kebiasaan baru bagi dirinya. Setelah mandi, Kepala Adat memberinya pakaian yang layak. Ia tampak gagah luar biasa. Kulitnya terlihat lebuh bersi. Rambutnya yang panjang terurai sangat elok. Kemudian mereka makan bersama. Pesta meriah penyambutan tamu segera digelar. Kepala Adat memerintahkan segera membunyikan gong Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

59


sebagai pertanda acara menari dimulai. Segera berdatanganlah warga ke rumah Kepala Adat. “Pada malam ini, tepat saat pesta panen, kita kedatangan tamu yang sangat luar biasa. Sulimerang namanya,” ucap Kepala Adat kepada warga yang hadir. Sulimerang kemudian berdiri dan warga bertepuk tangan untuknya. Ketika berdiri, tubuh Kepala Adat tidak sebanding dengan kegagahan Sulimerang. Warga berpikir, Sulimerang sangat layak sebagai kepala adat. “Sesuai dengan tradisi, kita harus menghormati tamu. Maka kita persilakan Sulimerang menari sepuasnya,” ucap Kepala Adat dengan lantang. Alat musik segera dibunyikan. Orang-orang tidak sabar menunggu Sulimerang menari. Ia membuka tariannya dengan berputar-putar hingga hampir menyentuh tanah. Sesekali ia melompat sangat tinggi. Warga yang menonton tampak terperangah hingga mulutnya ternganga. Mereka sangat mengagumi tarian Sulimerang. Tak terasa, dini hari mulai menghampiri. Terdengar suara ayam mulai berkokok. Sejak Sulimerang menari, orang-orang tidak beranjak dari tempat duduknya hingga akhir pertunjukkan. Warga bertepuk tangan riuh ketika Sulimerang mengakhiri tariannya. Melihat kehebatan tariannya, orang-orang berkeinginan mengambil Sulimerang sebagai menantunya. Begitu juga dengan Kepala Adat yang ingin menjodohkan dengan Lampang Mening anak perempuan satu-satunya. Kepala Adat kemudian berdiri dan berbicara ”Tidak pernah kita mendapatkan tamu sehebat ini. Kita akan adakan pesta besar-besaran. Aku akan menyembelih 10 ekor babi paling besar dan paling baik yang aku miliki.” Orang-orang saling bersahutan begitu mendengar penjelasan Kepala Adat. Mereka saling menyebut jumlah babi yang mau mereka korbankan. Terdengar suara 60

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


mereka saling bersahutan “Saya dua ekor.... saya tiga ekor.... saya lima ekor.” Kepala Adat langsung berbicara pada Sulimerang yang tampak kebingungan. ”Kita akan adakan pesta syukur. Aku akan menikahkan engkau dengan anak perempuanku Lampang Mening,” ucap Kepala Adat. Namun, Sulimerang tidak mengerti apa yang disampaikan Kepala Adat. ”Apa itu menikah?” tanya Sulimerang. Kepala Adat lalu menjelaskan dan Sulimerang memperhatikan dengan saksama. Ia mengangguk-angguk, meski tampaknya tidak sepenuhnya memahami. *** Lampang Mening adalah bunga desa di kampung. Kulitnya putih, tubuhnya langsing, hidung mancung, suaranya lembut. Banyak laki-laki yang mengharapkan bisa menikah dengannya. Kecantikan Lampang Mening sudah menyebar ke kampung lainnya. Kabar tentang rencana pernikahan Sulimerang dan Lampang Mening cepat menyebar. Kabar itu menjadi pembicaraan di antara para gadis yang saling memperebutkan Sulimerang. Ketampanan Sulimerang telah membuat banyak gadis terpikat olehnya. Selain secara fisik ia tampak sempurna, kepandaianya menari menjadi salah satu pertimbangan tersendiri. Setiap orang yang melihat tariannya pasti akan jatuh hati. “Sudahlah Lampang Mening, buat aku saja Sulimerang. Engkau yang lain saja,” ungkap salah seorang gadis. “Amai sudah menjodohkan. Aku hanya mengikuti apa keinginannya,” jawab Lampang Mening. Tibalah saat pernikahan. Pesta sudah diadakan beberapa hari sebelumnya. Tamu undangan terus berdatangan bak air yang mengalir tanpa henti. Sulimerang dan Lampang Mening duduk di atas gong. Sulimerang tampak gagah memancarkan aura keperkasaan, Lampang Mening tampak anggun Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

61


memesona. Di hadapan mereka tergelar tikar rotan untuk meletakkan tajau. Sejak saat itu, Sulimerang resmi menjadi suami Lampang Mening. Malam pertama yang ditunggu-tunggu tiba. Tidak seperti layaknya suami istri pada umumnya, Sulimerang tidak melakukan apa pun kepada istrinya. Begitu juga dengan malam kedua dan ketiga. Sulimerang tampak dingin. Padahal Lampang Mening sudah sangat menginginkan keturunan. Lampang Mening lalu menceritakan hal itu pada bapaknya. “Suamimu memang tidak tahu tentang hal itu. Selama tinggal di hutan, ia tidak pernah bertemu dengan satu manusia pun. Ajarilah ia agar mengerti dan mengetahui tugas dan tanggung jawabnya. Jika ia diam saja, engkaulah yang harus memulainya,” begitu nasihatnya. Malam ke empat pun tiba. Lampang Mening mengikuti saran bapaknya. Diraba-rabalah tubuh Sulimerang dari atas sampai bawah agar merasakan kenikmatan. “Mening, jangan pegang-pegang. Aku panas,” sergah Sulimerang. Lampang Mening terus menggoda untuk membangkitkan gairah. Berbagai upaya ia lakukan agar Sulimerang menyentuhnya. “Kenapa engkau bangunkan aku, ini masih belum pagi,” hardik Sulimerang yang merasa tidurnya terganggu. Keesokan harinya Sulimerang mengadukan perilaku Lampang Mening kepada bapaknya. “Aku mau pergi dari rumah ini. Lampang Mening menggangguku terus,” ucap Sulimerang. “Engkau mau pergi ke mana? Bukankah kau sudah menikah. Engkau tidak bisa pergi tanpa dengan istrimu,” ujar Kepala Adat. Sulimerang masih tetap belum memahami hidup sebagai pasangan suami-istri. Keinginannya meninggalkan kampung, sudah tidak bisa dicegah lagi. “Aku orang bebas yang bisa pergi ke mana 62

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


pun. Aku akan melanjutkan perjalanan ke kampung lain,” pikir Sulimerang. Rencana Sulimerang cepat menyebar. Lalu beberapa warga meminta agar Sulimerang membatalkan niatnya. Namun, tidak ada seorang pun yang mampu mencegah Sulimerang pergi. Sebelum pergi, tamen Lampang Mening berpesan “Kalau engkau tetap berniat pergi, buatlah tanda di rumah ini, agar kami terus mengingatmu.” Sulimerang mengambil bunga dan ia tanam tepat di samping pintu rumah, lalu mengambil payung yang dibuat dari daun biru yang diletakkan di samping bunga yang ia tanam. Kemudian ia berpesan pada Lampang Mening, “Ini bunga dan payung kuletakkan di sini. Kalau bunga ini layu, segeralah buka payung ini.” Lampang Mening sedih luar biasa. Ia menangis tiada henti karena harus berpisah dengan suaminya. Seolah tidak menghiraukan kesedihan istrinya, Sulimerang berjalan ke arah hilir. Kepergiannya diiringi derai air mata istri, orang tua, dan warga kampung. Ia berjalan terus hingga tidak terlihat. Orang-orang masih berdiri terpaku melihat kepergiannya. *** Peristiwa yang dialami Sulimerang, juga dialami Ujung Tunan Arung. Setelah berjalan beberapa hari, sampailah ia di suatu kampung dan dinikahkan dengan anak Kepala Adat yang bernama Suling Baweq. Namun berbeda dengan kakaknya. Setelah menikah, Ujung Tunan Arung belajar tentang kehidupan berkeluarga. Ia mengerti tanggung jawab sebagai suami. Mereka hidup berbahagia. Suatu hari, kebahagiaan Ujung Tunan Arung dan Suling Baweq terganggu, tatkala tiga puluh perahu dari kampung hulu, Lepoq Tanyit datang. Mereka mengenakan pakaian adat dan senjata lengkap. Rombongan tersebut membawa anak kepala adat yang akan Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

63


dinikahkan dengan Suling Baweq. Konon ceritanya, telah ada kesepakatan antara mereka untuk menikahkan Suling Baweq dengan anak Kepala Adat dari Lepoq Tanyit. Rombongan ini datang untuk menagih janji yang sudah disepakati. Menyaksikan rombongan yang datang, tamen Suling Baweq ketakutan luar biasa. Ia sadar telah melanggar janji. “Bawalah istrimu pergi. Segeralah pergi ke hutan atau ke mana pun yang engkau mau. Kalian harus ke luar dari kampung secepatnya,” pesan Tamen Suling Baweq. Namun Ujung Tunan Arung belum mengetahui ancaman yang akan dihadapi. Kemudian Tamen Suling menjelaskan maksud kedatangan orangorang dari kampung Lepoq Tanyit. Orang-orang dari Lepoq Tanyit dikenal memiliki kekuatan yang sangat ditakuti oleh kampung-kampung lain. Mereka juga dikenal sebagai orang-orang kasar yang tak segan-segan membunuh. Ujung Tunan Arung menanggapi dengan tenang dan dingin. Tidak tampak rasa takut sedikit pun. “Amai tidak perlu takut. Aku tidak akan lari dari kampung ini. Aku akan hadapi mereka,” ujar Ujung Tunan. Meskipun mendapat jawaban seperti itu, rasa khawatir akan keselamatan anaknya terus menghantui pikirannya. Suling Baweq juga sangat ketakutan. Ia khawatir kepala suaminya akan dipenggal dan dibawa ke hulu. Selagi rasa takut masih menghantui, rombongan itu mulai berjalan menuju arah kampung. Alunan musik mengiringi langkah mereka. Anak Kepala Adat yang akan dijodohkan dengan Suling Baweq, dipanggul dengan tandu bak seorang raja. Sebelum rombongan masuk kampung, Ujung Tunan Arung dan mertuanya menghentikan mereka di tengah jalan. Warga bergerombol berdiri tegak di belakang Ujung Tunan Arung. 64

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


”Sudah cukup sampai di sini saja. Tidak perlu dilanjutkan masuk kampung. Anakku sudah menikah dengan laki-laki yang sekarang berdiri di hadapan kalian,” ujar taman Suling Baweq. Mendengar penjelasan itu, anak Kepala Adat langsung melompat dari tandu dengan wajah murka. Ia merasa telah dikhianati dan tidak dihormati. Tanpa berkata apa-apa, mandau langsung diayunkan ke arah leher Ujung Tunan Arung. Mendapat serangan mendadak seperti itu, warga berpikir Ujung Tunan Arung akan langsung mati. Ia tidak membawa perlengkapan perang apa pun. Namun secepat ayunan mandau, secepat itu pula tangan Ujung Tunan Arung menangkapnya. Mandau itu digulung-gulung seperti kain dan dilipat-lipat bak kertas hingga kecil sekali. Lalu ia kembalikan mandau itu pada pemiliknya. Anak Kepala Adat ternganga tidak mampu berbuat apa-apa. “Ini mandaumu kukembalikan. Jangan ganggu kami lagi. Aku tidak akan menyakiti kalian. Segera bawa rombongan pulang,” hardik Ujung Tunan. Semua orang tercengang. Mereka tidak mampu berkata apa-apa. Lalu mereka memutuskan pulang. Satu per satu mereka bergegas berjalan pulang. Namun, mereka akan kembali karena merasa terhina. Situasi kampung kembali tenang. Namun mereka tetap waspada akan terjadi serangan balas dendam. Mereka yakin cepat atau lambat perang pasti akan terjadi. *** Waktu terus berlalu. Hampir satu bulan tidak ada gangguan sama sekali. Lalu terjadilah suatu peristiwa, tatkala Ujung Tunan Arung dan Suling Baweq sedang mandi di sungai. Pada saat itu sedang musim kemarau. Tidak tampak hujan di wilayah hulu. Air tiba-tiba meluap Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

65


dan datanglah banjir. “Oh, mengapa banjir datang tibatiba?” gumam Ujung Tunan dalam hati. Ujung Tunan Arung langsung melihat arah hulu. Ia tersontak kaget melihat perahu berderet seperti ular dalam jumlah yang sangat banyak. “Oh, inilah yang menjadi sebab terjadinya banjir,” pikir Ujung Tunan dan langsung berteriak memberi tahu warga. Ia segera minta istrinya pulang dan secepatnya memberi tahu bapaknya. Tidak lama kemudian terdengar bunyi gong yang dipukul sebagai tanda bahaya. Warga yang mendengar suara itu ikut membunyikan gong dari rumah masing-masing. Jejak kaki orang berlari dari segala penjuru mulai terdengar. Sejurus waktu kemudian, warga sudah berkumpul lengkap dengan peralatan perang. Mereka sudah memperkirakan akan terjadi serangan. Rombongan dari hulu sudah mulai menyandarkan perahu di dermaga. Jumlah rombongan mencapai ribuan. Beberapa orang sudah mulai naik. Mereka mengenakan pakaian perang. Ibarat gerombolan semut, mereka terus bergerak masuk kampung. Perang besar bakal terjadi. Kepala Adat dari Lepoq Tanyit berdiri terdepan mengenakan baju kebesarannya. Ia memimpin rombongan penuh percaya diri. Selain membawa mandau, ia juga membawa temadau. Begitu melihat Ujung Tunan Arung, ia langsung berdiri di hadapannya. “Hidupmu sudah cukup sampai di sini!” ucap Kepala Adat sambil mengangkat temadau. Ujung Tunan Arung diam terpaku tak berdaya. Sorot matanya tertuju pada tangan Kepala Adat. ”Aku telah dikhianati,” ujar Ujung Tunan tiada daya. Temadau adalah tumbuhan yang menjadi pantangan Ujung Tunan Arung. Kehebatan dan kekuatan Ujung Tunan akan luruh dengan temadau. Tiba-tiba terdengar suara, “Prashhh…,” satu tebasan mandau telah memotong temadau dalam satu ayunan di depan Ujung Tunan Arung. Ia langsung 66

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


roboh tepat di samping Kepala Adat. Matilah Ujung Tunan Arun di hadapan ribuan warga. Sosok yang begitu gagah dan dihormati itu, kalah tanpa melakukan perlawanan. Kekuatan yang ia miliki tak mampu menyelamatkannya. Usut punya usut, sepupu Suling Baweq telah membocorkan rahasia ini. Suling Baweq telah menceritakan pesan suaminya kepada saudara sepupunya. “Istriku, jika engkau menginginkan aku mati, potonglah temadau di depanku. Niscaya kekuatanku akan hilang dan aku akan mati,” begitulah pesan Ujung Tunan. Melihat kematian Ujung Tunan Arung, warga kampung tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka menyerah kalah. “Kalian urus mayat ini dalam tiga hari. Kami akan pulang terlebih dahulu dan datang kembali untuk mengawinkan anakku,” ujar Kepala Adat Lepoq Tanyit. Warga kampung segera mengurus mayat Ujung Tunan Arung. Beberapa orang membuat peti dari kayu arau untuk peti jenazahnya. Kesedihan menyelimuti seluruh warga, terlebih Suling Baweq. Ia menangis sepanjang hari sambil memeluk peti jenazah. Sementara itu, Sulimerang mendapat firasat buruk menimpa adiknya. Saat tertidur, ia terbangun dan berteriak ”Adikku Ujung Tunan Arung.” Ia langsung bangun dan bergegas mencari adiknya. Namun ia tidak tahu di mana adiknya berada. Ia terus berjalan mengandalkan firasat yang ia dapatkan. Berbagai gunung dan sungai telah ia lalui. Akhirnya, ia sampai di kampung Suling Baweq tempat di mana adiknya disemayamkan. Sulimerang melihat banyak orang berkerumun dengan wajah murung. Satu peti mati diletakkan tepat di tengah rumah. “Siapa yang ada di peti itu,” tanya Sulimerang kepada salah seorang warga yang ia temui. “Ujung Tunan Arung. Ia sudah meninggal tiga hari lalu. Sebentar lagi peti jenazah akan ditutup dan kami segera Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

67


menguburnya,” ucap orang itu dengan suara lirih. “Sudah kuduga sebelumnya, firasatku benar,” pikir Sulimerang. Ketika Sulimerang hendak mencari Kepala Adat, orang menunjukk pada seorang laki-laki yang sedang duduk tertunduk lesu disamping peti jenasah. Terlihat pula Suling Baweq lesu dalam isak tangis di samping bapaknya. “Siapa perempuan yang menangis itu? tanya Sulimerang. “Dia istri Ujung Tunan,” jawab orang itu. Lalu Sulimerang menghampiri Suling Baweq. Ia terlihat kaget melihat sosok laki-laki asing mirip suaminya. Pada saat itu Suling Baweq tengah mengandung anak pertamanya. Sejurus waktu kemudian Sulimerang berkata, “Tak usahlah kau bersedih. Ia hanya tertidur. Sebentar aku bangunkan. Aku kakak Ujung Tunan,” ucap Sulimerang menenangkan perasaan Suling Baweq. Pecahlah tangis Suling Baweq. Warga pun ikut larut dalam tangis. Sulimerang lalu bertanya tentang batu yang dibawa adiknya. Suling Baweq langsung berjalan menuju peti jenazah. Ia julurkan tangannya ke dalam peti. Tak lama kemudian batu itu pun ia dapatkan dan langsung menyerahkannya pada Sulimerang. Dua batu dengan ukuran dan warna yang sama sudah di tangan Sulimerang. Ia kemudian menjalankan ritual dan membaca mantra. Kedua batu itu saling didekatkan lalu digosok-gosokkan. Tangan Sulimerang tampak berair. Lalu diusaplah muka adiknya seraya berkata, ”Bangunlah, jangan engkau tidur terlalu lama.” Seketika itu mata Ujung Tunan Arung pelan-pelan terbuka. Ujung kakinya mulai bergerak-gerak diikuti ujung tangannya. Lalu bangkit dan bangunlah ia dari peti jenazah. Menyaksikan peristiwa itu, semua orang terbengong tidak percaya. Bahkan ada sebagian orang yang hampir lari karena ketakutan, sedangkan yang lain berdiri termangu melihat keanehan ini. 68

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


Tidak lama kemudian, Ujung Tunan Arung berkata “Janganlah kalian takut. Kakakku sudah datang.” Seketika itu pula dukacita berubah suka cita. Warga yang semula dirundung kesedihan, berubah menjadi kegembiraan. Kepala Adat kemudian memutuskan menggelar pesta adat untuk Ujung Tunan Arung dan menyambut kedatangan Sulimerang. Ia juga meminta warga bersiap-siap karena rombongan dari Lepoq Tanyit akan datang esok hari seperti yang mereka janjikan. Pesta adat langsung digelar. Ketika pesta usai, Kepala Adat langsung berdiri dan berkata, “Pesta sudah berakhir. Hari ini orang-orang dari hulu akan datang. Kita harus menghadapi mereka.” Sulimerang langsung berdiri dan berkata, ”Biarlah kami berdua menghadapi mereka. Kalian tetap tinggal saja di rumah seperti biasa, seolaholah tidak terjadi apa-apa.” Kemudian warga bergegas pulang mengikuti perintah Sulimerang. Mereka kembali ke rumah masing-masing sambil sesekali melihat ke arah sungai. *** Hari mulai beranjak siang. Suara riuh terdengar dari arah sungai. Orang-orang dari hulu mulai datang. Satu per satu perahu mulai bersandar. Dermaga kampung terlihat penuh sesak dengan manusia. Mereka saling berhimpitan, karena terlalu banyak jumlahnya. Kepala Adat Lepoq Tanyit memimpin rombongan memasuki kampung. Namuk Sulimerang dan Ujung Tunan Arung sudah menunggu. Mereka terlihat kaget, melihat Ujung Tunan Arung hidup kembali. “Kalau begini, kita siap perang sekarang!” teriak Kepala Adat. Kakak beradik itu sudah berhadapan dengan Kepala Adat. “Lebih baik kalian pulang! Jika kalian tetap memaksakan diri, jangan salahkan kami jika tidak ada satu orang pun yang akan kembali!” hardik Sulimerang. Namun mereka tak gentar, malah berteriak dengan suara Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

69


lantang ”Kami tidak akan kembali, apa pun risikonya. Kami akan bunuh kalian berdua dan siap perang!” Lalu Sulimerang berkata, “Baiklah, jika itu yang kalian kehendaki.” Seketika itu pula ribuan orang dari hulu menghunus mandau masing-masing. Begitu pula Sulimerang dan Ujung Tunan Arung, juga sudah siap dengan mandaunya. Orang-orang langsung menyerang. Gerakan Sulimerang dan Ujung Tunan Arung sungguh sangat cepat. Sekali ayun, lima kepala langsung terpisah dari badannya. Belum sempat mata berkedip, tubuh para korban sudah terpotong menjadi empat bagian. Dalam waktu sekejap, korban terus berjatuhan. Melihat kehebatan kakak beradik ini, mereka memanggil orang-orang yang tersisa untuk ikut berperang. Perang sudah berlangsung selama empat hari tiga malam. Air sungai telah berubah berwarna merah darah. Begitu juga dengan tanah di sekitar dermaga. Sulimerang dan Ujung Tunan Arung tampak terlalu tangguh. Tinggallah Kepala Adat seorang diri. Sesuai janjinya berperang habis-habisan. Ia bersiap menghadapi Sulimerang dan Ujung Tunan Arung. Pada saat itu, Sulimerang meminta kepada warga untuk menyaksikan pertempuran terakhir. Namun warga tidak bisa mendekat karena terlalu banyak mayat bergelimpangan. Mereka hanya bisa berdiri dari rumah masing-masing. Sulimerang dan Kepala Adat sudah berhadapan. Masing-masing sudah memegang mandau siap hunus. Tiba-tiba dari atas terdengar suara tiling, “Merang...., merang..., merang.” Sulimerang berdiri terpaku mendengar suara itu. Pada saat bersamaan, Kepala Adat langsung lari menyerangnya. Tubuh yang biasanya gesit, lincah, menjadi lemah lunglai tidak berdaya. Dalam sekejap, mandaunya menghujam ke jantung Sulimerang. 70

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


Seketika Sulimerang rebah bersimbah darah dan mati. Suara tiling adalah titik kelemahan kesaktian Sulimerang. Melihat kakaknya meninggal, Ujung Tunan Arung langsung menyerang Kepala Adat. Secepat kilat, ia ayunkan mandau tepat di leher. Seketika itu pula matilah Kepala Adat itu. Lalu ia ambil kepalanya untuk diserahkan pada mertuanya dan disimpan di atas padoq yang lazim untuk menyimpan kepala manusia yang berhasil di-ayau. Warga kampung langsung berhamburan ke luar setelah melihat pertempuran berakhir. Ujung Tunan Arung mendekati jenazah kakaknya. Warga membantu mengangkat jenazah agar bisa segera dibersihkan dan disemayamkan. Selimerang kemudian dimasukkan ke dalam peti jenazah yang telah dipakai adiknya. Pada saat bersamaan, bunga yang ditanam Sulimerang di rumah Lampang Mening layu. ”Amai, bunga ini layu. Suamiku berpesan agar segera membuka payung jika bunga ini layu,” ucap Lampang. “Lakukan segera,” ujar tamen Lampang. Begitu dibuka, payung yang semula kecil lambat laun membesar. Ia pegangi erat-erat payung itu. Tubuhnya mulai terangkat. Semakin lama semakin tinggi. Lampang Mening terbang menuju kampung Suling Baweq. Pada saat itu orang-orang masih berkumpul di rumah Suling Baweq. Tiba-tiba terdengar suara teriakan “Hoi, ada apa di atas sana?” Mereka langsung melongok ke atas dan ternganga-nganga melihat benda kecil terbang di angkasa. Benda itu terus mendekat menuju rumah Suling Baweq. Semakin lama semakin tampak jelas. Ada seorang perempuan berayun-ayun di bawah payung. Mereka berpikir ada bidadari turun dari langit menjemput Sulimerang. Saat turun, payung langsung tertutup. Warga langsung berlarian mendekat. Dilihatnya tubuh Lampang Mening dari atas sampai bawah. Ada juga yang mencoba Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

71


memegang tubuhnya untuk memastikan bahwa yang datang adalah manusia. Mendengar keributan yang terjadi di luar, Ujung Tunan Arung dan Kepala Adat mendatanginya. Begitu melihat Ujung Tunan Arung, Lampang Mening langsung tahu kalau ini adik suaminya. Wajahnya sungguh sangat mirip, seperti yang pernah diceritakan suaminya. Maka ia segera berkata, “Aku Lampang Mening, istri kakakmu.” Ujung Tunan Arung langsung mengajaknya masuk melihat jenazah kakaknya. Ujung Tunan Arung langsung menceritakan ihwal kematian kakaknya. Wajah Lampang Mening terlihat tegar. Ia tidak menangis sedikit pun. “Apakah kakakmu pernah bercerita tentang batu yang kalian bawa masingmasing?” tanya Lampang Mening. “Ya betul. Sebelum kami berpisah, ia memberi satu batu, tapi ia tidak bercerita apa pun tentang batu itu. Pada saat aku mati, tiba-tiba aku hidup kembali dan kakak sudah ada di hadapanku,” jawan Ujung Tunan. “Kakakmu pernah berpesan kepadaku. Jika di antara kalian ada masalah, batu itu akan memberi firasat. Jika salah satu dari kalian meninggal, batu itu harus digosok-gosok dengan tangan, hingga keluar air. Setelah itu basuhlah mukanya dengan tangan, kelak akan hidup kembali,” begitu ungkap Lampang Mening. Mendengar hal itu, Ujung Tunan Arung langsung bergegas mengambil batu sakti itu. Ia pegang dua batu itu di kedua tangannya sambil membaca mantra. Tangannya kemudian bergerak ke atas dan ke bawah. tiba-tiba air ke luar dari tangannya. Kemudian ia dekati jenazah kakaknya, lalu diusaplah wajahnya sebanyak tiga kali. Tiba-tiba mata Sulimerang terbuka pelan-pelan. Ujung tangan dan kakinya mulai bergerak kemudian Sulimerang bangun. Warga terpana, karena untuk kedua kalinya 72

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


mereka telah menyaksikan peristiwa luar biasa di kampungnya. Sejurus waktu kemudian, Kepala Adat meminta warga menggelar pesta syukur. Namun sebelum pesta digelar, warga diminta segera menguburkan mayat yang masih bergelimpangan. Tak lama kemudian kampung sudah bersih kembali. Pesta syukur digelar selama berharihari. Pesta ini sungguh sangat meriah. Kemudian tamen Suling Baweq meminta Sulimerang dan Lampang Mening tinggal di kampungnya. Namun keduanya bersikukuh kembali ke kampung. Sekitar sepekan lamanya, Sulimerang tinggal bersama adiknya. Ujung Tunan Arung mengajarinya adat hidup berkeluarga. “Istriku sekarang sedang hamil dan ini menjadi tanggung jawabku. Kelak kalau ia melahirkan, keluarga kita akan bertambah banyak,” ujar Ujung Tunan. Sulimerang mendengarkan dengan seksama apa yang disampaikan adiknya. Akhirnya Sulimerang memahami adat istiadat dan aturan yang berlaku bagi manusia. Tatkala saatnya tiba, Sulimerang dan Lampang Mening bersiap-siap pulang. Warga berkumpul untuk mengantarnya. Suara alunan musik mengiringi perjalanan mereka. Terbanglah Sulimerang dan Lampang Mening dengan payung saktinya. Tibalah mereka ke kampung halaman. Banyak penduduk menyaksikan kedatangannya, mereka sangat gembira karena melihat Sulimerang kembali. Terlihat kedua orang tua Lampang Mening berdiri di depan rumah. Sulimerang langsung mendatanginya meminta maaf atas perilakunya selama ini. Sulimerang dan Ujung Tunan Arung hidup berbahagia. Suatu saat kelak, kedua kakak beradik ini diangkat menjadi Kepala Adat di kampung masing-masing. Mereka menjadi pemimpin yang adil dan bijaksana. (*) Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

73


4. Uyau Tunyeng

P

ada zaman dahulu kala, hiduplah seorang pemuda bernama Uyau Tunyeng. Ia hidup tanpa seorang bapak, hari-harinya dilalui bersama dengan mamaknya. Uyau Tunyeng telah tumbuh dewasa. Tibalah saatnya ia mencari pasangan hidup. “Aku sudah cukup dewasa. Sudah saatnya aku mencari gadis untuk dijadikan istri,” kata Uyau Tunyeng kepada mamak-nya. ”Jika engkau ingin mencari gadis, cobalah kamu pergi ke hutan sana. Aku sering melihat empat orang gadis yang tidak diketahui asal-usulnya sering mencari sayuran. Cobalah kau ke sana,” ujar mamak Uyau Tunyeng. Beberapa hari kemudian, Ia mengikuti anjuran sang mamak. Ia lalu pergi ke hutan. Ternyata benar apa yang dikatakan sang mamak. Tidak lama setelah Uyau Tunyeng tiba, datanglah empat gadis yang sungguh cantik. Mereka adalah Asung Beluluk Lung, Urai Beluluk Luai, Bungan Lisiu, dan Awing Nyanding. “Aku harus bisa mendapatkan satu di antara mereka,” pikir Uyau Tunyeng. Dalam perjalanan pulang, Ia berpikir keras untuk bisa mendapatkan gadis itu. Siang dan malam Ia terus merenung dan berpikir akhirnya menemukan gagasan. “Aku akan membuat lubang untuk mereka. Aku akan gali tanah tepat di mana mereka biasa mencari sayuran. Lalu aku akan tutup lubang itu dengan semak belukar agar mereka tidak tahu.” Tidak lama kemudian, ia menjalankan niatnya. Ia berangkat pagi-pagi dari rumah agar tidak diketahui siapa pun. “Ah, sudah selesai. Tinggal menunggu mereka terperosok dalam lubang. Pasti mereka tidak akan bisa ke luar,” ungkap Uyau Tunyeng dalam hati. Penuh kesabaran ia menunggu kedatangan mereka seraya terus mengawasi jebakan dari jarak yang tidak terlalu jauh. Waktu yang ditunggu tiba. Tampak empat orang gadis berjalan 74 Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


menuju arah lubang. Uyau Tunyeng berjalan mendekat dan bersembunyi di balik semak-semak. Sesekali terdengar tawa canda di antara mereka memecah keheningan hutan. Tiba-tiba terdengar suara benda terjatuh diikuti jeritan minta tolong. Tampaknya keempat gadis itu sudah masuk dalam jebakan. Lalu Uyau Tunyeng berjalan mendekat seraya berkata, “Apa yang terjadi? Sedang apa kalian di dalam lubang ini?” Lalu, Asung Beluluk Lung berujar, “Tolong keluarkan kami dari sini.” “Baiklah, aku akan menolong. Tetapi, apa yang akan kalian berikan jika aku bisa membantu kalian keluar dari lubang ini?” ucap Uyau Tunyeng. Sejenak para gadis itu terdiam. Namun tampaknya para gadis itu tidak mau berlama-lama dalam lubang. ”Jika engkau bisa menolong, engkau boleh mengambil salah satu di antara kami menjadi istri,” jawab Asung Beluluk Lung. Betapa gembiranya Uyau Tunyeng. Satu per satu ditariklah tangan gadis itu. Asung Beluluk Lung mendapat giliran yang pertama. Begitu bisa naik, Ia langsung terbang secepat kilat ke angkasa melupakan janjinya. Uyau Tunyeng hanya terdiam terpaku dan tidak bisa menangkapnya. Begitu pula dengan Urai Beluluk Luai dan Bungan Lisiu. Mereka melakukan hal yang sama seperti Asung Beluluk Lung. Uyau Tunyeng merasa tertipu. Tinggalah Awing Nyanding. Lalu Uyau Tunyeng meloncat ke dalam lubang dan meminta Awing Nyanding menepati janjinya. *** Setelah berhasil mengeluarkan Awing Nyanding dari lubang jebakan, mereka berdua pulang ke kampung. Awing Nyanding menepati janji dan mereka hidup sebagai pasangan suami istri. Beberapa bulan kemudian, Awing Nyanding hamil. Pada saat usia kandungannya sudah cukup, Awing Nyanding meminta suaminya pergi Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

75


menjala. Ia mengikuti permintaan sang istri. Ia menebar jala seharian di sungai dan mendapat ikan banyak. Uyau Tunyeng bergegas pulang. Begitu sampai di rumah, ia tunjukkan hasil tangkapannya kepada sang istri. ”Ini bukan ikan, tapi daun bambu,” ujar Awing Nyanding. Uyau Tunyeng terkejut bukan kepalang. Ia usap-usap matanya. Ia bolak-balik hasil tangkapannya. “Tidak, ini ikan, istriku!” sergah Uyau Tunyeng. Namun, Awing Nyanding tetap bersikeras kalau itu daun bambu dan bukan ikan seperti yang ia minta. Ia tetap meminta suaminya pergi menjala esok harinya. Uyau Tunyeng memenuhi permintaan istrinya. Pada saat itu, usia kandungan Awing Nyanding sudah memasuki bulan kesembilan. Tidak lama lagi, ia akan melahirkan. Pagi sebelum matahari terbit, Uyau Tunyeng berjalan ke arah sungai. Kemudian ditebarkannya jala seperti sehari sebelumnya. Ia berada di sungai satu hari penuh hingga malam tiba. Pada saat Uyau Tunyeng menjala, Awing Nyanding meludah di banyak tempat. Hampir setiap sudut ia ludahi. Saat Uyau Tunyeng masih mencari ikan, Awing Nyanding melahirkan. Ia tampak bahagia dengan kelahiran anak pertamanya. Awing Nyanding tampaknya tidak cukup bahagia tinggal di tempat Uyau Tunyeng. Ia ingin kembali ke asalnya karena merasa sepi jauh dari saudara-saudaranya. Sebelum Uyau Tunyeng kembali, Ia membawa terbang anaknya dengan menggunakan seraung. Ditinggalah Uyau Tunyeng seorang diri. “Awing..., Awing..., di mana Engkau? Aku dapat tangkapan ikan yang banyak,” teriak Uyau Tunyeng memanggil sang istri. Tak lama kemudian samar terdengar suara istrinya. ”Aku di sini,” ucap Awing Nyanding. Lalu didatangilah tempat di mana suara itu, namun ia tidak menjumpai istrinya. Ia terus berjalan sambil memanggilmanggil istrinya. Jawaban yang sama ia dapatkan dari 76

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


tempat di mana Awing Nyanding telah meludah sebelumnya. Lalu ia menyadari telah ditinggalkan sendirian. Uyau Tunyeng sedih tak terkira. Ia berputar-putar dan berguling-guling di tanah dan menangis sejadijadinya. Pada saat itu, terdengar suara burung Kutilang, ”Sumpit langit, sumpit langit.” Uyau Tunyeng langsung bangkit berdiri. Ia lalu membuat anak sumpit sebanyak mungkin. Setelah dirasa cukup, ia menyumpit ke arah langit terus menerus. Tiba-tiba anak sumpit itu saling sambung-menyambung membentuk sebuah tangga. Uyau Tunyeng lalu mengucap mantra sambil menggoyang-goyangnya. Tiba-tiba rangkaian anak sumpit itu menjelma menjadi tangga besi yang menjulang ke angkasa. Uyau Tunyeng kemudian bergegas mengenakan pakaian perang dan langsung menaiki anak tangga satu persatu hingga sampai ke puncak tangga. Ia melihat satu lubang kecil dan berusaha memasukinya namun selalu gagal. Tiba-tiba terdengar kembali suara burung kutilang, ”Ilang pasung.,., ilang pasung..., ilang pasung.” Lalu ia segera menguak lubang itu untuk melebarkannya. Uyau Tunyeng berusaha masuk namun tetap saja gagal. Pakaian perang yang menempel di tubuhnya telah menghambatnya. Maka, ia tanggalkan semua perlengkapan perang itu, satu persatu. Ia tanggalkan topi (beluko), pakaian untuk menari (besunung), baju yang dipakai di belakang pantat (tabit), mandau, dan lain-lain hingga tinggal pakaian di tubuhnya. Ia terus mencoba masuk. Ia pegang erat-erat bibir lubang dengan kedua tangannya. Pada akhirnya, kepalanya berhasil masuk ke lubang. Ia melihat satu hamparan tanah yang sangat luas penuh dengan rumput. Ia pegang rumput itu sekuat tenaga dengan kedua tangannya agar tidak terjatuh. Tubuhnya digoyangkan ke kanan-kiri untuk Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

77


memperlebar lubang, sambil terus berupaya agar bisa masuk ke dalam, namum tetap gagal. Meskipun belum bisa masuk, lubang itu semakin membesar karena gesekan tubuhnya. Uyau Tunyeng kelelahan. Rumput yang ia pegang tiba-tiba terlepas. Secepat kilat tangannya memegang bibir lubang sehingga ia tidak terjatuh. Ia tetap tidak menyerah untuk bisa masuk. Ia angkat badannya dengan kedua tangannya sekuat tenaga. Sial, tangannya terjatuh karena terdorong kedua kakinya. Tubuh Uyau Tunyeng bergelantungan di awan tanpa penopang. *** Uyau Tunyeng nyaris putus asa. Namun akhirnya dengan sisa tenaga yang dimiliki, ia angkat tubuhnya pelan-pelan. Kedua tangannya menapak kokoh hingga separuh tubuhnya berhasil terangkat. Ia beristirahat sejenak memulihkan tenaga. Pada akhirnya, dengan satu hentakan, seluruh tubuh Uyau Tunyeng terangkat dan berhasil masuk ke dalam. Ia sungguh-sungguh kehabisan tenaga maka ia baringkan tubuhnya di atas rumput hingga ketiduran. Pada saat itu, datanglah seekor burung membangunkannya dan bertanya, ”Engkau mau ke mana?” Terbata-bata Uyau Tunyeng menjawab, “Aku mencari Awing Nyanding istriku dan anakku.” Lalu, burung itu memberi tahu ada seorang menggendong anaknya berjalan ke arah hulu. Uyau Tunyeng segera berdiri lalu berjalan sesuai petunjuk. Ia ikuti terus berjalan selama satu hari satu malam. Keesokan paginya, ia bertemu seorang nenek. “Apakah Pui melihat seorang perempuan dengan seorang anak, lewat jalan ini?” tanya Uyau Tunyeng. Nenek itu mengaku melihat orang berjalan menuju ke arah hulu. Setelah istirahat sejenak, Uyau Tunyeng berjalan kembali mengikuti petunjuk yang nenek tua. Lalu 78

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


ia menjumpai sebuah kubuq. Ia bermaksud beristirahat karena hari sudah menjelang malam. Pada saat masuk, ia dapati seorang perempuan yang sedang menyusui anaknya. Uyau Tunyeng mengetahui perempuan itu adalah istrinya, namun ia kemudian pura-pura bertanya, “Engkau dari mana dan mau ke mana?” ucapnya pelan. Awing Nyanding tidak mengenal Uyau Tunyeng karena tatkala berhasil masuk ke langit, Uyau Tunyeng berubah wujud menjadi sosok laki-laki yang gagah perkasa. “Aku dan anakku Lencau tinggal di kampung di hilir. Namun karena tidak betah, aku mau pulang ke kampung,” jawab Awing Nyanding. Awing Nyanding merasa kelelahan. Lalu menitipkan anaknya ke Uyau Tunyeng, karena ia akan pergi mandi di sepan. Lalu, Uyau Tunyeng menggendong anaknya dalam pelukan penuh rindu. Tak terasa air matanya tumpah membasahi mukanya. Tak lama kemudian Awing Nyanding datang dan terheran melihat wajah Uyau Tunyeng berlinang air mata. Ketika pagi tiba, mereka memutuskan berjalan bersama ke kampung yang dituju. Pada saat mendekati rumah Awing Nyanding, segera Uyau Tunyeng mengubah dirinya menjadi sosok orang tua. Ketika mereka tiba di rumah, warga mengetahui bahwa ia suami Awing Nyanding. Namun kedua orang tua Awing Nyanding tidak mengizinkan dan tinggal di rumahnya. Ia diminta tinggal di rumah Balang Ngok, janda tua yang tinggal di ujung kampung. Atas persetujuan kedua orang tua Awing Nyanding, warga kampung memberikan syarat kepada Uyau Tunyeng agar bisa menjadi suami Awing Nyanding. Berbagai prasyarat yang sulit diajukan. Mereka berharap Uyau Tunyeng tidak mampu memenuhinya. Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

79


Syarat pertama kemudian dibuat. Warga kampung menebar biji sawi kemana-mana. Uyau Tunyeng diminta mengumpulkan semua biji sawi itu hanya dalam satu malam. Jika berhasil ia boleh menikahi Awing Nyanding. Malam segera tiba. Uyau Tunyeng bersiap memenuhi syarat pertama. Ia menggunakan kekuatannya dengan meminta bantuan semut untuk mengumpulkan biji sawi. Ribuan semut datang dari berbagai penjuru. Seolah sudah tahu tugasnya masing-masing, semut-semut itu mampu mengumpulkan biji sawi sebelum pagi tiba. Syarat pertama berhasil dipenuhi. Kemudian diajukan syarat kedua. Uyau Tunyeng harus menebang pohon bambu di pinggir sungai sampai ke akar-akarnya dalam semalam. Jika ada satu akar tertinggal, ia tidak berhak memperistri Awing Nyanding. Malam yang ditunggu pun tiba. Uyau Tunyeng kembali menggunakan kesaktiannya, ia meminta bantuan banteng. Datanglah banteng-banteng dalam keheningan malam tanpa suara. Tanpa diperintah, banteng-banteng itu langsung merobohkan seluruh pohon bambu yang ada di pinggir sungai. Dalam sekejap, seluruh pohon bambu tumbang, namun masih banyak akar tersisa. Uyau Tunyeng kemudian meminta bantuan air untuk membersihkannya. Datanglah banjir secara tiba-tiba menyapu seluruh akar bambu tanpa tersisa. Uyau Tunyeng berhasil memenuhi syarat kedua dengan sempurna sebelum dini hari tiba. Kedua orangtua Awing Nyanding dan warga kampung tercengang akan kehebatannya. Namun orang tua Awing Nyanding tetap belum puas. Lalu, mereka menetapkan syarat yang ketiga. “Wahai Uyau, kami akui kehebatanmu. Namun itu belum cukup buat kamu untuk bisa menikahi Awing Nyanding. Kami sudah putuskan, kita akan berlomba perahu. Namun, perahu itu harus kamu buat sendiri, panjang perahu delapan depa dan waktu pembuatan 80

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


hanya satu minggu,” ujar salah seorang warga. Uyau Tunyeng menyanggupi, meski ia menyadari syarat itu sungguh sangat berat. Meskipun dikerjakan bersama, belum belum tentu mampu menyelesaikannya, apalagi harus dikerjakan seorang diri. Sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan, Uyau Tunyeng dan warga kampung bergegas membuat perahu. Ia kembali menggunakan kesaktiannya dengan meminta bantuan beruang untuk membuat lubang dan semut anai untuk melicinkannya. Namun Uyau Tunyeng terlihat bekerja sendirian. Siang dan malam Ia bekerja tanpa henti. Warga kampung terus mengoloknya dan mereka tidak yakin Uyau Tunyeng mampu menyelesaikannya. Uyau Tunyeng kemudian menggunakan kesaktiannya. Ia meminta bantuan roh leluhurnya untuk menghambat pekerjaan orang kampung. Terbuktilah orangorang kampung gagal menyelesaikan pembuatan perahu meski dikerjakan orang banyak. Ketika waktu yang ditentukan telah tiba, Uyau Tunyeng meminta bantuan gajah dan monyet untuk mengangkut perahunya ke pinggir sungai. Perahu pun berhasil diangkat ke pinggir sungai. Perahu yang ia buat tampak sangat indah dengan dihiasi ragam ukiran warna-warni. Saat pagi tiba, ketika orang-orang hendak mandi, mereka melihat satu perahu tertambat di tepi sungai. Sementara itu, warga kampung masih belum menyelesaikan pembuatan perahu. Uyau Tunyeng berhasil menyelesaikan syarat ketiga dengan sempurna. Ia kemudian meminta bantuan roh leluhur, agar membantu warga menyelesaikan perahunya. Doanya terkabul dan perahu itu pun selesai. *** Tibalah saatnya untuk berlomba. Berbagai persyaratan sudah ditetapkan. Perahu akan meluncur dari arah hulu ke hilir lalu kembali lagi dari hilir ke hulu. Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

81


Warga kampung berkerumun di sepanjang sungai untuk menyaksikannya. Perahu warga diisi penuh para pendayung yang kuat dan hebat. Sedangkan Uyau Tunyeng hanya seorang diri. Sebelum perlombaan dimulai, salah seorang utusan keluarga Awing Nyanding bertemu Uyau Tunyeng dan menyampaikan pesan, “Jika menang, engkau berhak memperistri Awing Nyanding.” Menyadari kekuatan tidak seimbang. Uyau Tunyeng kembali meminta roh penjaga sungai membantunya. Begitu lomba dimulai, perahu Uyau Tunyeng melaju sangat cepat dan meninggalkan perahu warga kampung jauh di belakang. Uyau Tunyeng kembali berhasil memenuhi syarat yang sudah ditentukan. Namun keluarga Awing Nyanding dan warga belum puas. Mereka masih meminta syarat lagi. Uyau Tunyeng diharuskan membuat lantai rumah Awing Nyanding dan dua rumah di sisinya menjadi halus dan licin yang harus diselesaikan dalam semalam. Uyau Tunyeng menyanggupi. Saat malam tiba, ia kembali meminta bantuan roh leluhur. Tatkala orang-orang sedang lelap tertidur. Saat pagi tiba, orang-orang mulai terbangun, saat mereka berjalan ke pintu langsung terjatuh. Mendengar orang berjatuhan, beberapa orang berusaha menolongnya. Namun mereka mengalami hal yang sama. Lantai rumah Awing Nyanding dan dua rumah di sampingnya sangat licin luar biasa. Melihat hal tersebut, Uyau Tunyeng merasa iba, lalu ia meminta bantuan roh leluhur agar lantai tidak terlalu licin. Dalam sekejap, orang-orang dapat berjalan dengan kembali seperti biasa. Setelah berbagai persyaratan mampu dipenuhi, mereka mengakui kehebatan Uyau Tunyeng. Mereka lalu meminta Uyau Tunyeng bertemu di use Awing Nyanding. Sebelum berangkat, Uyau Tunyeng mengubah dirinya seperti wujud semula. Seorang laki-laki yang gagah 82

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


perkasa dan tampan yang dikenal oleh Awing Nyanding selama ini. Warga terheran-heran dengan perubahan wujud Uyau Tunyeng. Mereka terdiam. Lelaki bungkuk dan tua yang telah mereka perlakukan dengan tidak baik, ternyata adalah Uyau Tunyeng yang gagah perkasa. “Coba kalau engkau tidak mengubah diri, tentu mereka tidak memperlakukanmu seperti ini,” ungkap Awing Nyanding. Mereka berdua akhirnya menikah. Sejak saat itu, warga kampung memanggilnya Tamen Lencau. *** Setelah menikah, Uyau Tunyeng berkehendak pulang ke kampung. Namun warga kampung mencegahnya dengan berbagai cara. Terlebih karena kampung mereka akan diserang, sehingga perlu orang yang memiliki kesaktian seperti Uyau Tunyeng. Lalu Tamen Awing Nyanding membujuk agar Uyau Tunyeng bersedia mengurungkan niatnya. Lantaran yang meminta mertuanya, Uyau Tunyeng tidak bisa menolaknya. Beberapa bulan kemudian, warga dari kampung hulu datang menyerbu. Terjadilah pertempuran sengit. Para penyerang tidak menyadari kehadiran Uyau Tunyeng. Mereka berpikir, akan mudah memenangkan perang. Di bawah kepemimpinan Uyau Tunyeng, mereka berhasil mengusir para penyerang. Uyau Tunyeng dieluelukan sebagai pemimpin masa depan. Pesta digelar sebagai tanda suka cita atas kemenangan. Uyau Tunyeng kemudian dinobatkan sebagai pemimpin suku yang baru. (*)

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

83


84

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


Cerita Dua: Pernikahan Bangsawan

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

85


1. Jalung Ila Nyukak Sada Langit Megan

A

lkisah hiduplah seorang gagah perkasa, bernama Jalung Ila Nyukak Sada Langit Magan. Pada suatu hari, Jalung Ila melakukan perjalanan ke lepoq Suit Lirung yang berada di atas gunung. Saat di tengah perjalanan, ia bertemu seorang gadis yang cantik menawan. Kecantikannya sungguh mempesona. Gadis itu bernama Mpang Abun Suit Lirung. “Cantik nian gadis itu. Usiaku sekarang sudah cukup dan aku ingin menikahinya,” pikir Jalung dalam hati. Sejak berjumpa Suit Lirung, pikiran Jalung Ila selalu tertuju padanya. Ia sungguh jatuh cinta dan ingin segera melamarnya. Maka beberapa hari kemudian, ia menyampaikan isi hatinya kepada mamak-nya. “Weq, aku bertemu gadis cantik. Aku ingin meminangnya,” ucap Jalung Ila. ”Engkau sudah dewasa dan sudah waktunya mempunyai istri. Siapa nama anak gadis itu?” ujar mamak-nya. “Mpang Abun Suit Lirung,” jawab Jalung. “Baiklah, nanti akan kusampaikan pada tamam,” kata mamak-nya. Beberapa hari kemudian, disampaikanlah niat hati sang anak kepada bapaknya. “Anak kita sudah dewasa. Kemarin ia menyampaikan keinginannya melamar gadis dari kampung tetangga,” ujar Tinan Jalung Ila. “Ah, begitukah? Aku memang berharap demikian, karena ia sudah dewasa. Aku akan bicara dengan para tetua adat terlebih dahulu,” ujar Tamen Jalung Ila. Pada saat diadakan pertemuan dengan para tetua adat. Tamen Jalung Ila menyampaikan maksud hati anaknya. Mereka menyetujuinya lalu memutuskan akan segera mengirim utusan untuk melamar Suit Lirung. Persiapan kunjungan pun segera dilakukan. *** 86

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


Sesuai dengan waktu yang ditentukan, rombongan Jalung Ila sebanyak lima puluh orang, pergi melamar ke Suit Lirung. Rombongan memulai perjalanan selama enam hari berjalan kaki. Mereka mulai masuk hutan belantara tak berpenghuni. Menjelang siang, perjalanan dihentikan untuk istirahat makan dan melepas lelah. Perjalanan dilanjutkan sampai menjelang malam. Enam hari penuh, mereka melakukan hal yang sama setiap harinya. Setelah menempuh perjalanan yang melelahkan, tibalah mereka di kampung yang dituju. Pada saat akan memasuki kampung, terlihat beberapa anak sedang bermain. Pada saat mereka melihat rombongan Jalung Ila, anak-anak berlarian masuk kampung. Mereka ketakutan karena dikira ada rombongan orang jahat yang sedang mencari kepala manusia. Lalu mereka berlari menuju rumah seorang kakek yang tinggal di ujung kampung. “Pui, kemarilah!” ujar seorang anak. “Ada apa cucuku?” tanya Pui. “Itu ada rombongan ayau. Cobalah Pui datang ke sana,” ujar anak itu. Bergegaslah kakek itu pergi menjumpai mereka, kemudian berkata, “Maaf, Saudara. Kalian ini dari mana dan mau ke mana? Apa maksud kedatangan Saudara dengan pakaian lengkap seperti itu? Apakah ada yang Saudara cari di kampung kami?” “Mohon maaf, kalau sudah membuat anak-anak takut, karena kami tidak sempat memberi tahu kedatangan kami terlebih dahulu. Kami mau bertandang ke rumah Suit Lirung,” kata Tamen Ila sambil memperkenalkan diri. “Oh, kalau begitu. Aku antar ke rumahnya,” ujar sang kakek. Tak lama kemudian, rombongan itu berjalan mengikuti kakek menuju rumah Suit Lirung. Setiba di rumah, mereka diterima dengan sukacita dalam suasana penuh keakraban, meskipun mereka baru pertama kali berjumpa. “Biasanya, kalau ada tamu dari jauh, kami akan Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

87


membuat tari-tarian sebagai penghormatan,” ujar Empang Abun, ayah Suit Lirung. Empang Abun adalah orang yang terpandang di kampung itu. Dalam situasi penting seperti itu, apa yang dikatakan Empang Abun adalah permintaan. Maka ia meminta kakek pengantar rombongan untuk pergi ke rumah Uyau Mok Me’e Loq Langan dan Laing Tit Tugan Ait Ngeriman agar segera mempersiapkan warga menggelar pesta dan tari-tarian. Maka bergegaslah warga mempersiapkan segala sesuatunya untuk segera menggelar pesta. “Mohon maaf, kalau kedatangan kami tidak memberi tahu sebelumnya, sehingga membuat kaget keluarga di sini. Adapun maksud dan tujuan kami, hendak meminang Suit Lirung untuk diperistri Jalung Ila,” ungkap salah seorang tetua rombongan dengan penuh rasa hormat. Jalung Ila diminta berdiri agar keluarga Empang Abun mengenalnya. Agak malu-malu Ia memperkenalkan diri sambil disaksikan Suit Lirung dari balik dinding. Empang Abun sudah memperkirakan sebelumnya. Melihat Jalung Ila yang gagah perkasa, Empang Abun langsung memberikan tanda persetujuan. Pembicaraan diakhiri dengan perjamuan makan bersama dengan berbagai macam hidangan. Hal itu sebagai pertanda rasa suka cita dari tuan rumah terhadap tamunya. Beragam tarian digelar dengan iringan musik yang dimainkan Uyau Mok Me’e Loq Langan dan Laing Tit Tugan Ait Ngeriman. Mereka menikmati malam itu dengan penuh kegembiraan dalam kebahagiaan bersama. Tak terasa, pagi hampir tiba. Maka sebagai penghormatan, Jalung Ila dan Suit Lirung diminta menari sebelum acara diakhiri. Jalung Ila sebagai tamu diminta untuk menari terlebih dahulu. 88

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


Jalung Ila langsung tampil dengan penuh percaya diri, melenggak lenggok dan sesekali melompat dengan indahnya. Semua orang terperangah kagum. Suara tepuk tangan bergemuruh mengakhiri penampilan Jalung Ila yang sempurna. Tiba giliran Suit Lirung. Ia meliuk-liuk dengan gemulai. Tangannya bergerak lembut, tubuhnya memutar penuh keindahan. Tarian Suit Lirung tidak kalah hebatnya dengan Jalung Ila. Rombongan Jalung Ila dibuat terperangah. Suit Lirung tampil luar biasa malam itu. Mereka tidak bosan melihatnya hingga pagi menjelang. Suara tepuk tangan bergemuruh menandai pesta telah usai. Kepala rombongan kemudian menyampaikan rasa terima kasih atas sambutan yang telah diberikan keluarga Suit Lirung. Pesta adat dan upacara penyambutan tamu telah berakhir. Semua warga pulang ke rumah dengan rasa puas, meski mereka tidak tidur satu malam penuh. Mereka akan menunggu saat pesta perkawinan tiba. Rombongan Jalung Ila beristirahat sepenuhnya hari itu. Mereka akan mulai perjalanan esok harinya. Berbagai bekal perjalanan telah dipersiapkan keluarga Suit Lirung. Pagi-pagi benar rombongan mulai berjalan pulang meninggalkan kampung. Meskipun lelah, mereka tampak bahagia atas sambutan yang telah diberikan. Rombongan akan kembali satu bulan kemudian untuk menggelar upacara pernikahan. Enam hari sudah rombongan menempuh perjalanan pulang. Orang-orang sudah tidak sabar menunggu kabar yang akan disampaikan. Berbagai masakan sudah dipersiapkan keluarga Jalung Ila untuk rombongan yang sudah pasti sangat kelelahan. Rombongan tiba, sore menjelang malam. Mereka disambut keluarga masing-masing dan diarak menuju rumah Jalung Ila yang sudah penuh dengan hidangan santapan. Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

89


Sesekali terdengar orang saling bertanya tentang hasil kunjungannya. Meskipun belum secara resmi disampaikan oleh keluarga, warga sudah mengetahui hasil pembicaraan dari mulut ke mulut. Diantara warga ada yang menggerutu agar pernikahan secepatnya digelar. Mereka sudah tidak sabar menunggu pesta paling besar di kampungnya. *** Waktu terus berlalu. Dua minggu sebelum pernikahan, para tetua adat dikumpulkan kembali untuk menentukan orang-orang yang akan mengambil Suit Lirung. Semua hal sudah dipersiapkan. Tibalah saatnya perwakilan rombongan yang sudah ditunjuk berangkat menuju kampung Suit Lirung. Mereka harus menempuh perjalanan yang sama, enam hari menyusuri hutan belantara. Keluarga Empang Abun sudah mempersiapkan upacara penyambutan jauh hari sebelumnya. Mereka sudah mengetahui kedatangan rombongan Jalung Ila sesuai dengan kesepakatan yang sudah diputuskan sebelumnya. Berbagai upacara adat sudah dilakukan. Dengan diantar oleh keluarga dan para tetua adat, Suit Lirung meninggalkan kampungnya. Wajah Suit Lirung dan rombongan yang mengantarnya tampak berbinar-binar bahagia. Padahal mereka akan menempuh perjalanan panjang. Warga kampung sudah tidak sabar menunggu kedatangan Suit Lirung yang konon cantik luar biasa. Mereka sudah menunggu di jalan yang akan dilalui rombongan menuju rumah Jalung Ila. Rombongan mulai tampak menjelang siang. Warga sudah mulai berkerumun untuk melihat Suit Lirung pertama kalinya. Alat musik gong langsung diletakkan tepat di pintu gerbang kampung. 90

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


Diiringi tarian sambutan selamat datang, Suit Lirung diminta berjalan kaki di atas gong. Hal ini merupakan satu tradisi penghormatan tertinggi menyambut seorang bangsawan. Menjelang sore, proses penyambutan tamu berakhir. Suit Lirung dan rombongan beristirahat sesaat. Mereka kemudian mandi di sungai, termasuk Suit Lirung. Pada saat itulah, beberapa orang yang melihat Suit Lirung sedang mandi sangat terpana. Kulitnya putih bersih tanpa cacat. Rambutnya panjang terurai hingga sebahu. Suit Lirung benar-benar gadis yang sepadan untuk Jalung Ila. Pernikahan digelar esok harinya. Jalung Ila dan Suit Lirung duduk di atas gong. Pesta tarian digelar sepanjang hari sebagai ucapan syukur. Saat tetua adat memberikan nasihat, Jalung Ila dan Suit Lirung mendengarkan dengan saksama. ”Kalian berdua akan berpasangan untuk selamanya. Jika malam tiba, kalian harus tidur bersama dan saling berpelukan. Ingatlah, sebagai suami harus melakukan tugasmu. Jangan lupa, ketika melakukan tugasmu, lakukanlah dengan baik. Masukkan kepala biawak di antara sela batang, sampai airnya keluar,” Jalung Ila dan Suit Lirung tersipu malu. Mereka sudah tidak sabar menunggu datangnya malam pertama yang selalu ditunggu pengantin baru. Semesta pun merestui pernikahan mereka. (*)

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

91


2. Sigau Belawan

T

ersebutlah kisah, seorang bangsawan dari kampung Bambu Atung bernama Sigau Belawan. Ia memiliki dua sahabat yaitu Laingtit dan Uyau Asang. Mereka telah bersahabat sejak kecil. Ketiga sahabat itu telah beranjak dewasa. Pada saat sedang berkumpul, Sigau Belawan mengajak dua sahabatnya pergi ke kampung hulu untuk menjumpai seorang gadis. “Wahai teman, aku mendengar ada perempuan cantik di tanah hulu. Bagaimana kalau kita berkunjung melihatnya?” ucap Sigau Belawan. “Aku setuju, kapan kita ke sana?” sahut Laingtit penuh semangat. Beberapa hari kemudian, Mereka pergi menyusuri sungai menuju tanah hulu. Mereka ingin melihat kecantikan Awing Tiling dan sahabatnya Awing Nyanding. Tiga hari dua malam mereka berjalan menyusuri sungai dengan perahu. Mereka tiba di kampung menjelang malam. Setelah beristirahat sejenak, mereka berjalan memasuki kampung. Saat itu terlihat beberapa anak sedang bermain. “Hai, kemarilah! Kakak mau tanya, siapakah Kepala Kampung di sini?” ujar Sigau Belawan. “Tamen Awing kak,” jawab anak itu. “Bisakah minta tolong panggilkan Awing Tiling,” lanjut Sigau Belawan. “Bisa, kakak tunggu sebentar,” jawab anak itu sambil berlari menuju ke rumah Awing Tiling untuk memberitahu kedatangan tiga orang yang mencari bapaknya. “Kakak, itu ada tiga orang mencari Amai. Kakak diminta ke sana,” ucap anak itu. “Siapa mereka?” tanya Awing Tiling. “Tidak tahu, sepertinya orang jauh,” balas anak itu. “Baiklah, aku ke sana,” ucap Awing Tiling. Anak-anak itu kemudian membawa Awing Tiling ke tempat Sigau Belawan dan dua sahabatnya. Saat 92

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


melihat Awing Tiling, Sigau Belawan langsung jatuh cinta. Tatapan mata Sigau Belawan tak berkedip memandangi paras cantik Awing Tiling. Begitu juga dengan Awing Tiling. Tampaknya ia juga tertarik dengan Sigau Belawan meskipun agak malu-malu. Mereka berempat kemudian berbicara sebentar. Lalu Awing Tiling segera mengajak pergi ke rumahnya. “Kita sudah sampai. Ini rumahku. Sebentar aku panggilkan amai,” ucap Awing Tiling. Kemudian Awing Tiling bergegas memberi tahu bapaknya. Tidak lama kemudian terdengar suara Awing Tiling memanggil tamunya untuk naik ke atas. “Silakan duduk dan tunggu sebentar. Amai segera ke sini,” ucap Awing Tiling. Awing Tiling kemudian masuk untuk membuatkan minum bagi para tamunya. Saat itu, mamak-nya sedang berada di dapur. Ia berbicara sekilas mengenai kedatangan tiga orang tamu bapaknya. “Weq, ada orang jauh datang kemari. Ada apa ya?” tanya Awing Tiling. “Mungkin mereka ada perlu dengan Tamen-mu,” jawab mamak-nya. “Tapi aku melihat, salah seorang dari mereka menatapku terus,” sahut Awing Tiling. “Ah, itu hanya perasaanmu saja. Tak mungkin mereka menaksirmu. Apa mereka mau dengan keluarga kita?” sahut mamak-nya. Pada saat bersamaan, Tamen Awing Tiling menemui mereka bertiga. Bincang ringan saling memperkenalkan diri terjadi antara mereka. Kadang terdengar suara gelak tawa di sela perbincangan. Lalu Awing Tiling datang menyajikan hidangan. Pembicaraan terhenti sejenak. “Silakan diminum. Ini hanya ada sanggar pisang dan ubi rebus saja,” ucap Awing dengan suara lembut. “Terima kasih,” sahut Sigau Belawan. Perjumpaan itu membuat Sigau Belawan terpukau dengan kecantikan Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

93


Awang Tiling. Matanya tidak berkedip sedikit pun menatapnya. “Gadis yang sangat cantik luar biasa, tidak salah aku datang ke sini”, ungkap Sigau Belawan dalam hatinya. “Silakan dinikmati hidangannya. Sebentar kita ke dapur. Awing dan mamak-nya sudah mempersiapkan santapan untuk kalian yang datang dari jauh,” ucap tamen Awing Tiling. *** Waktu terus berlalu. Pembicaraan dilanjutkan untuk memperjelas maksud kedatangan Sigau Belawan. Bapak Awing memulai pembicaraan, “Apakah ada sesuatu yang hendak kalian sampaikan?” Laingtit dan Uyau Asang langsung memandang Sigau Belawan. Mereka memberi isyarat agar Sigau Belawan segera mengutarakan maksud kedatangannya. “Mohon maaf jika kedatangan kami mengganggu keluarga di sini. Terus terang, saat ini saya sedang mencari teman hidup. Jika Amai mengizinkan, Saya ingin mengambil Awing Tiling sebagi istri,” ungkap Sigau Belawan. ”Oh, begitu. Awing Tiling adalah anak gadisku satu-satunya. Nanti saya tanya dulu ke Awing, dia bersedia atau tidak?” jawab Tamen Awing Tiling yang sudah menduga apa yang hendak disampaikan tamunya. Awing Tiling dan mamak-nya mendengarkan pembicaraan dari balik dinding kamar. Awing tampak bahagia mendengar pembicaraan itu. “Baiklah, sekarang sudah larut malam. Beristirahatlah dulu,” ujar Tamen Awing. “Terima kasih, amai,” jawab mereka serentak. “Kalian bisa tidur di bawah, atau di atas, terserah kalian,” ucap tamen Awing. Mereka segera menyambut tawaran itu, terlebih karena mereka memang sangat lelah setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh. 94

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


Sigau Belawan mengajak dua sahabatnya untuk tidur di atas seperti tawaran tamen Awing. ”Kamu tidur saja di atas. Biar kami berdua di bawah,” ucap Uyau Asang. Dua sahabatnya itu tampak ingin memberi kesempatan pada Sigau Belawan agar lebih mengenal Awing. Kemudian Sigau Belawan naik bersama Awing Tiling yang sudah menunggunya. Hampir sepanjang malam, mereka berbincang. Keduanya tampak sangat akrab, walau baru bertemu untuk pertama kalinya. Rupanya mereka saling berjodoh. Pagi pun tiba. Sigau Belawan segera ke bawah menemui sahabatnya. ”Bagaimana keputusanmu? Apakah mau diteruskan?” tanya Uyau Asang kepada Sigau Belawan. Belum sempat menjawab pertanyaan dua sahabatnya, Tamen Awing Tiling tiba-tiba muncul. “Ayo, silakan kalian mandi, setelah itu kita makan. Awing sudah mempersiapkan makanan untuk kalian. Oh ya, apakah kalian masih mau menginap atau pulang hari ini?” tanya Tamen Awing. “Kami akan pulang siang ini,” jawab Sigau Belawan. Mereka bertiga kemudian pergi mandi sekaligus bersiap-siap untuk pulang. Setelah selesai mandi, mereka makan bersama sambil melanjutkan pembicaraan. “Bagaimana Sigau, apakah engkau masih bersikukuh untuk menikah dengan Awing?” tanya tamen Awing. “Saya tetap mantap untuk menikahi Awing,” jawab Sigau sepenuh hati. ”Baiklah. Aku juga sudah bicara dengan Awing dan ia tidak keberatan. Kalau begitu, kapan rencana ini akan dilanjutkan?” tanya tamen Awing. “Saya akan bicarakan dahulu dengan keluarga. Nanti Saya kabari lagi,” sahut Sigau Belawan dengan rasa bahagia. Begitu juga dengan Awing, yang mengikuti pembicaraan dari balik dinding kamarnya. Kemudian Sigau Belawan dan sahabatnya Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

95


berpamitan untuk pulang. Awing memberi beberapa ikat tebu dan makanan, sebagai bekal di perjalanan. *** Sigau Belawan tiba kembali di rumahnya. Ia segera menemui mamak-nya yang sudah menunggu dan menceritakan semuanya dengan wajah ceria. “Janganlah terlalu lama, segeralah menikah. Aku sudah ingin menimang cucu,” ujar Tinen Sigau. Waktu terus berjalan. Setelah semua persiapan dirasa cukup, Sigau Belawan kembali berbicara dengan mamak-nya mengenai rencana pernikahan. Saat itu, padi di ladang sedang menguning. Mamak Sigau meminta agar pernikahan dilaksanakan setelah panen. Rencana pernikahan itu sudah menyebar di warga. Mereka sudah membicarakannya, meski mamak Sigau Belawan belum memberitahu kepada warga. “Aku dengar, setelah panen, Sigau akan menikah. Apakah kabar ini benar?” tanya Tamen Buring, salah seorang tetua kampung. “Kabarnya begitu. Tapi kita tidak tahu kebenaran berita itu,” sahut Pampoq. “Tidak bisa mereka diam-diam begitu. Lebih baik kita ke rumah Sigau Belawan, untuk memastikannya,” ujar tamen Buring. Beberapa hari kemudian, perwakilan para tetua kampung datang ke rumah Sigau Belawan. Lalu mereka berbincang dengan mamak Sigau Belawan. “Aku dengar, anakmu akan menikah, setelah panen ini. Benarkah kabar itu?” tanya Pampoq. “Iya, benar. Maaf, kalau kami belum memberi tahu. Karena, kalau sudah mendekati hari pernikahan, baru kami akan memberi tahu,” jawab Tinen Sigau. Maka mereka kemudian bersepakat mempersiapkan segala sesuatu untuk rencana pernikahan. Hari yang ditunggu sudah tiba. Persiapan sudah dilakukan beberapa hari sebelumnya. Para tetua kampung telah 96

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


mempersiapkan upacara adat. Bahkan Sigau Belawan siap menjemput Awing Tiling. Sigau Belawan membawa lima perahu untuk mengiringinya. Pagi-pagi benar mereka sudah berangkat. Setelah menempuh perjalanan beberapa saat tibalah mereka di kampung yang dituju. Ritual adat penyambutan tamu sudah dipersiapkan warga. Upacara penyambutan berlangsung sangat meriah. Hampir semua warga keluar rumah untuk melihat rombongan Sigau Belawan. Bertemulah dua keluarga untuk membicarakan rencana pernikahan. Pada saat itu pula, Laingtit bertemu jodohnya yakni Asung Beluluk Lung dan Uyau Asang dengan Urai Beluluk Lu’ai. Berdasarkan kesepakatan, pernikahan akan dilaksanakan beberapa hari kemudian di kampung Sigau Belawan. Kemudian pulanglah rombongan Sigau Belawan esok harinya. Berbagai macam oleh-oleh dari keluarga dibawanya. Muatan perahu bukannya berkurang, tetapi semakin penuh dengan barang bawaan. Hal ini menunjukkan, lamaran Sigau Belawan diterima dengan sukacita. Sejak saat itu, di kampung Sigau Belawan terlihat ramai mempersiapkan acara pernikahan yang akan segera digelar. Hampir semua warga terlibat mempersiapkannya. Mereka menyambut bahagia rencana pernikahan Sigau Belawan. Upacara adat dan tarian penyambutan tamu sudah dipersiapkan. Berbagai jenis makanan terbaik sudah siap dihidangkan. Tibalah hari besar itu. Sigau Belawan menikah dengan Awing Tiling. (*)

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

97


98

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


Cerita Tiga: Dongeng Pelipur Lara

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

99


1. Lencau Kila

T

ersebutlah kisah seorang anak muda bernama Lencau Kila. Ia sangat gemar berburu ayam hutan. Demi kegemarannya, terkadang ia harus masuk ke hutan untuk beberapa hari lamanya. Suatu ketika, ia memasang jerat sepanjang satu pematang gunung atau sekitar dua kilometer panjangnya. Melihat hal itu, Pelusat Encuk ayahnya, memberi pesan, “Engkau harus periksa jerat itu setiap dua hari sekali.” Lencau Kila mematuhi pesan itu. Maka, ia rajin menengok jeratnya. Dua hari pertama, ia susuri seluruh jerat yang sudah dibuatnya. Ia berangkat seorang diri, berharap ada ayam hutan masuk dalam jeratannya. Kerja kerasnya belum membuahkan hasil. Tak seekor ayam hutan atau hewan terperangkap. Hanya beberapa potongan kayu dan daun yang berjatuhan menutupi jeratnya. Lencau Kila pulang dengan tangan hampa. Pada hari keempat dan keenam ia kembali lagi. Hasilnya masih tetap sama. Tidak ada seekor ayam hutan yang terperangkap. “Mengapa tidak ada seekor ayam hutan atau binatang lain yang masuk dalam jerat ini?” pikir Lencau Kila sambil berjalan pulang. Maka ia putuskan akan menengok jeratnya dua hari lagi. Tibalah hari kedelapan. Ia susuri kembali jeratnya. Kali ini tampak ada hasilnya. Seekor binatang besar terperangkap. Lencau Kila lalu mendekat dan melihatnya. Seekor babi besar meringkuk dalam perangkapnya. Namun ia biarkan babi itu dan segera ia menceritakan hasil tangkapannya pada bapaknya. Pelusat Encuk mendengarkan dengan saksama apa yang disampaikan anaknya. Lalu ia memberi nasihat, “Anakku, bawalah bujaq ini esok hari. Tombaklah babi itu, lalu bawalah pulang.” Lencau Kila mengikuti perintah bapaknya. Ia sudah persiapkan bujaq yang akan dibawa 100 Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


esok harinya. Pagi-pagi benar ia berangkat menuju tempat babi terkena jerat. Begitu tiba di tempat yang dituju, ia mengamati babi tangkapannya. Tidak lama setelah itu, ia tombak babi itu tepat mengenai pantatnya. *** “Aduh….,” teriak babi itu sambil berlari membawa bujaq yang tertancap di pantatnya. Lencau Kila tampak kebingungan dengan suara babi itu. Ia bergegas pulang dan menceritakan kejadian yang dialami pada bapaknya. Pelusat Encuk memerintahkan agar Lencau Kila segera mengejar babi itu dan mengikutinya ke mana babi itu pergi. Konon babi jadi-jadian itu akan berubah wujud menjadi manusia jika tiba di kampung. Lencau Kila mengikuti anjuran bapaknya. Ia segera berlari mengejar babi itu lalu menelusuri jejak kaki babi yang masih tampak di tanah. Tidak lama setelah itu, ia tiba di satu kampung. Ia melihat seseorang sedang berbaring di beranda rumah. “Maaf, Amai, apakah ada babi yang lewat di sini?” tanya Lencau Kila. “Aku tidak melihatnya. Tadi hanya ada orang tua berambut putih yang lewat jalan ini,” jawab orang itu. “Ke mana perginya orang itu, Amai?” tanya Lencau Kila. Orang tua itu menunjuk ke arah seberang sungai. Lalu Lencau Kila berjalan menyeberang sungai. Bekas jejak kaki babi itu masih tampak. Tibalah ia di kubangan berlumpur. Tampak beberapa hewan seperti rusa, kera, kerbau, beruang, sapi sedang berkumpul di situ. Sebelum rasa herannya terjawab, tiba-tiba tampak seekor babi sedang mandi di kubangan itu. Terdengar suara saling mentertawakan dari hewan-hewan itu, karena yang lain tidak bisa ikut mandi. “Aneh betul suara itu. Mengapa hewan bisa tertawa seperti manusia?” pikir Lencau Kila. Ia benar-benar heran dengan kejadian yang Ia alami. Tidak lama setelah itu, babi itu naik dan berkumpul dengan hewan-hewan lainnya. Lencau Kila terus Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

101


mengamati. Terdengar babi itu berbicara, “Jika nanti ada kilat, kita akan berubah menjadi manusia.” Tidak lama kemudian, terdengar bunyi kilat menggelegar. Tiba-tiba, berubahlah wujud hewan-hewan itu menjadi manusia. Lalu orang-orang itu memanggil babi yang sudah berwujud manusia dengan sebutan Pelaran. Lencau Kila gemetar karena takut luar biasa. Namun ia terus mengikuti pembicaraan mereka. Pelaran sedang menceritakan kejadian yang menimpa dirinya. Semua orang mendengarkan cerita Pelaran. Tidak seorang pun beranjak dari tempatnya. “Jika nanti ada orang menyembuhkanku, tak seorang pun boleh melihatnya,” ujar Pelaran. Semua mengangguk dan tidak ada yang berani membantah. Kemudian Lencau Kila memberanikan diri datang mendekati Pelaran. “Aku datang untuk menyembuhkanmu,” ucap Lencau Kila. Lencau Kila lalu mengambil tikar, dililitkan tikar itu ke badan Pelaran dan dirinya. Terdengar sekilas perbincangan di antara mereka. Tidak lama setelah itu, Lencau Kila langsung menarik bujaq yang menancap di pantat Pelaran. Terdengar suara lirih mengaduh kesakitan. Tiba-tiba terdengar suara kilat menggelegar kembali dan Lencau Kila menghilang tanpa bekas. Pelaran lalu keluar dari tikar dalam kondisi segar bugar. Orang-orang yang sedang berkumpul merasa heran dan penasaran Pelaran sembuh dengan cepat. Tatkala mereka bertanya siapa yang menyembuhkannya, Pelaran diam tidak menjawab. Setelah itu warga mengadakan pertemuan untuk menetapkan Pelaran sebagai Kepala Adat. Pesta adat digelar dengan meriah dan Pelaran memberi nasihat, “Jika nanti ada berbagai macam buah yang jatuh dari langit, janganlah kalian berebut.” Esok harinya banyak sekali buah yang berjatuhan seperti buing, palan, keramok, dan lain sebagainya. 102

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


Lencau Kila dapat menyaksikan semua peristiwa yang terjadi di kampung itu. Kemudian ia bergegas pulang dan menceritakan peristiwa itu sambil menyerahkan bujaq kepada bapaknya. Pelusat Encuk menasihati agar Lencau Kila tidak membuat jerat lagi dan dianjurkan segera menikah. Pelusat Encuk kemudian bercerita tentang seorang gadis yang tinggal di hulu sungai. Gadis itu dirasa cocok untuk menjadi istri Lencau Kila. *** Sepekan sudah waktu berlalu. Bapak dan anak itu mudik ke hulu menggunakan perahu. Perjalanan ditempuh dalam waktu dua hari dua malam. Gadis dari kampung hulu itu bernama Ping Ule. Begitu tiba di kampung, mereka langsung menuju rumah Ping Ule. Ternyata di rumah itu mereka hanya menjumpai seorang nenek. Pelusat Encuk memperkenalkan diri dan perbincangan terjadi di antara mereka. Tidak lama kemudian Ping Ule datang membawa sayuran. Tubuhnya masih berkeringat. Melihat cucunya pulang, nenek itu langsung memperkenalkan Ping Ule kepada tamunya. Lencau Kila terpana dengan kecantikan gadis yang sederhana itu. “Aku rasa, Ping ini cocok untuk dijadikan teman hidup anakku,” ucap Pelusat Encuk pada nenek itu. Kemudian Lencau Kila dan Ping Ule saling bekenalan dan saling berbincang dengan ramah. Sementara itu, Pelusat Encuk memohon agar nenek itu bersedia menikahkah cucunya dengan Lencau Kila. Ternyata mereka sepakat mengenai hal itu. Rupanya Lencau Kila dan Ping Ule juga saling jatuh cinta. “Sesuai dengan adat, pernikahan harus di tempat laki-laki. Jika tidak ada halangan, dalam satu bulan ke depan pernikahan dapat digelar,” usul nenek itu. Lantaran telah terjadi kesepakatan, kemudian mereka beristirahat karena malam kian larut. *** Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

103


Keesokan harinya, bapak dan anak itu kembali ke kampung. Tidak lupa Ping memberikan makanan untuk bekal perjalanan. Saat itu sungai terlihat mengalir dengan deras karena hujan semalaman. Kampung mengalami kebanjiran, namun Pelusat Encuk dan Lencau Kila tetap berniat pulang. Peristiwa yang tidak diharapkan terjadi. Sebuah batu besar tak terlihat oleh mereka. Tanpa disadari perahu mereka menabraknya. Terdengar keras suara benturan. Perahu terguling. Pelusat Encuk dan Lencau Kila hanyut terbawa arus. Naas bagi Lencau Kila, ia tewas tenggelam, sedangkan bapaknya selamat. Jasad Lencau Kila ditemukan tiga hari kemudian. Pelusat Encuk dengan rasa sedih yang mendalam, membawa jasad anaknya untuk dimakamkan. Ping Ule dan neneknya semula tidak mengetahui peristiwa itu. Beberapa hari kemudian, kabar itu diterima oleh mereka. Ping Ule dirundung kesedihan luar biasa. (*)

104

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


2. Anyeq Wang

A

Lkisah, hiduplah seorang perempuan bernama Usun yang sedang jatuh cinta pada Jalung. Ia amat terpesona oleh kegagahan dan ketampanan Jalung. Hampir setiap malam, Usun selalu memikirkannya. Namun Jalung tidak menghiraukannya. “Ia harus jadi milikku, apa pun caranya,” gumam Usun dalam hati. Usun berkehendak mengambil jalan pintas. Ia kemudian mendatangi seorang kakek bernama Pejuta yang memiliki kesaktian “Penakluk Sukma” dan meminta agar Jalung terpikat olehnya. “Letakkan barang ini di atas pintu rumahmu. Lalu, undanglah Jalung ke rumah. Karena siapapun yang melewati pintu itu, ia akan jatuh cinta kepadamu, dan kamu harus menikahinya,” pesan Pui Pejuta. Usun menyetujui syarat yang disampaikan sang kakek. Ia segera pulang dan menjalankan anjurannya. Ia letakkan barang yang sudah diberi mantra tepat di atas pintu rumahnya. *** Pada suatu hari, Usun melihat Jalung berjalan tidak jauh dari rumahnya. Pintu segera dibuka dan ia memanggilnya. “Kemarilah!” pinta Usun sambil melambaikan tangannya. “Ada apakah?” sahut Jalung. “Aku perlu bantuanmu,” ujar Usun memohon. Jalung pun luruh pada permintaan itu. Namun nasib sial menimpa Usun. Saat pintu dibuka, tiba-tiba seekor anjing menyelonong masuk. Anjing itu pun terjerat mantra yang telah ia pasang di atas pintu. Sesuai syarat yang sudah ditentukan, anjing itu jatuh cinta pada Usun. Ia harus menikahinya dan tidak berani melanggar sumpah. Jika tak menepati sumpahnya, ia dan keluarganya akan tertimpa musibah kematian. Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

105


Selang beberapa waktu kemudian, Usun hamil. Pada saat melahirkan, bayi yang dikandung Usun tidak seperti manusia pada umumnya. Ia berkepala anjing namun berbadan manusia. Ia memberi nama anaknya Anyeq Wang. Waktu terus berlalu. Anyeq Wang berperilaku aneh, suka menyerang dan memakan manusia sehingga ditakuti warga kampung. Anyeq Wang dimusuhi warga dan dianggap sebagai hama yang mengganggu ketentraman warga. *** “Korban telah berjatuhan begitu banyak. Kita tidak bisa membiarkan Anyeq Wang seperti itu. Kita harus bunuh dia,” ungkap beberapa warga yang sudah sangat resah. Berbagai upaya telah dilakukan untuk memburu dan membunuhnya. Seluruh kampung dipagari dengan tiang bambu yang tinggi. Mereka juga membuat lubang di pinggir pagar untuk menjeratnya. Anyeq Wang selalu bisa lolos dari jebakan. Ia mampu melompat tinggi dan berlari sangat kencang. Warga telah kehabisan akal untuk menangkapnya. Mereka putus asa karena tidak menemukan jalan keluar. Pada suatu hari, Anyeq Wang tertidur di lubang batang kayu di tengah hutan. Saat itu terlihat mamak-nya mendatanginya seraya berpesan, “Berhati-hatilah anakku. Seluruh warga kampung berusaha memburumu. Mereka berniat membunuhmu. Tetapi mereka tidak akan bisa membunuhmu dengan benda tajam kecuali dengan kayu manyi lubang.” Rupanya pembicaran itu terdengar oleh seseorang yang sedang berjalan melintasi hutan. Ia segera menyampaikan hal itu pada warga di kampung. Sejurus waktu kemudian, beberapa warga pergi mencari kayu manyi lubang. Tidak terlalu lama mereka mendapatkannya. Satu hari kemudian, mereka beramai-ramai mendatangi tempat di mana Anyeq Wang biasa tidur. Ia tidak 106

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


menyadari kedatangan penduduk yang telah geram dengan ulahnya. Anyeq Wang tertidur sangat pulas. Beberapa orang mendatangi pelan-pelan agar Anyeq Wang tidak terbangun. Sedangkan warga yang lain memagari pohon, agar Anyeq Wang tidak dapat meloloskan diri. Begitu sudah dekat, warga kampung langsung merajamnya beramai-ramai dengan kayu manyi lubang. Anyeq Wang masih berusaha melawan. Beberapa orang terluka terkena gigitan dan cakaran. Namun warga kampung terus saja merajamnya. Tak lama kemudian, Anyeq Wang terkulai lemas di tanah dengan luka di sekujur tubuhnya. Matilah ia. (*)

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

107


3. Jalung dan Bungan

T

ersebutlah kisah seorang anak bernama Jalung. Sejak kecil ia selalu bersama bapaknya yang bernama Bo’ Paren. Ia selalu diajak ke ladang maupun berburu binatang sejak ia kecil. Bo’ Paren melihat Jalung sudah tumbuh dewasa. Saatnya ia mencari pendamping hidup. Maka Jalung diminta pergi ke kampung hulu untuk menemui gadis bernama Bungan Paren. Jalung setuju dengan saran bapaknya. Ia panggil keempat sahabatnya, Asang Lawai Ingan, Suwit Lirung, Uyeau Anyiq Tukeng Nyampeq Mekelunan, dan Uyeau Moq untuk menemaninya pergi ke hulu. Mereka bersepakat pergi, lalu mereka mempersiapkan perahu dan perbekalan, karena perlu waktu tiga hari untuk sampai di kampung Bungan Paren. Perjalanan dimulai. Mereka bergantian mendayung. Setelah tiga hari dua malam menyusuri sungai berkelok, mereka berjumpa seorang bapak yang sedang mencari ikan. Lalu, Jalung menyapa seraya bertanya, “Kami mau berkunjung ke rumah Bungan Paren. Berapa jauh jaraknya dari sini?” Orang itu menjelaskan sekitar dua jam lagi, ia mengajak mereka jalan bersama. Jalung dan sahabatnya mengikutinya dari belakang dengan perahunya. Tidak lama kemudian mereka tiba di kampung. Bapak itu mengantar Jalung sampai di depan rumah Bungan. Jalung langsung naik ke rumah. Terlihat Bungan sedang duduk bersama mamak-nya. Melihat Jalung datang, mamak-nya berujar pada Bungan, “Jika pemuda itu nanti duduk di atas gong, maka ia berniat untuk melamarmu. Kalau ia duduk di atas kura-kura, berarti tidak.” Ketika mereka dipersilakan masuk, Jalung langsung duduk di atas gong. Melihat hal itu, mamak Bungan 108 Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


langsung meminta seorang pemuda untuk memberitahu warga kalau ada pemuda yang akan melamar Bungan Paren. Malam pun tiba. Orang-orang mulai berkumpul di rumah Bungan Paren untuk melihat Jalung. Mamak Paren meminta Jalung dan empat sahabatnya menari. Warga kampung minta Jalung menari sendiri terlebih dahulu yang dalam tradisi adat tarian itu disebut kancet lasan lake, kemudian diikut empat orang sahabatnya secara bergantian. Musik sampeq sudah berbunyi. Jalung mulai menari seorang diri. Ia tampil penuh percaya diri. Gerakan tarinya sangat lincah dan mempesona. Orang-orang terpukau melihatnya. Tak terasa, bangan yang dihidangkan habis. Empat orang sahabatnya kemudian menyusul menampilkan tarian yang sama indahnya. Tiba giliran Bungan Paren dan teman-temannya unjuk diri. Bungan mulai menari kancet lasan letto sendirian lemah gemulai dengan gerakan yang sangat indah. Jalung dan empat sahabatnya sangat terpesona. Tiga orang sahabatnya, Urei Beluluk Lu’ai, Asung Beluluk Lung dan Bungan Sakai tampil bergantian setelah Bungan Paren selesai menari. Tarian mereka sama indahnya. Orang-orang yang hadir merasa puas terhibur. Tatkala dini hari tiba, pesta adat diakhiri. Salah seorang tetua adat mengumumkan rencana Jalung melamar Bungan. Hari baik sudah ditentukan. Jalung diminta kembali dua minggu lagi. Jalung dan sahabatnya beristirahat semalam di kampung Bungan. Pada esok harinya, pulang dengan perasaan bahagia. Setelah tiba di rumah, Jalung menceritakan peristiwa bahagia itu. Kemudian Bo Paren memberitahu warga mengenai rencana pernikahan Jalung. *** Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

109


Warga kampung menyambut gembira rencana pernikahan itu. Banyak sekali orang yang akan ikut menjemput Bungan Paren sehingga perahu yang tersedia tidak cukup. Jalung meminta bantuan sahabatnya untuk memecahkan masalah ini. Mereka berunding, kemudian bersepakat untuk membuat jalan darat agar semua orang bisa ikut. Jalung dan empat sahabatnya kemudian membuat jalan yang dapat menembus kampung. Mereka juga membuat pondok dan pancuran air untuk tempat beristirahat. Mereka telah bekerja sekuat tenaga dan pekerjaan itu berhasil diselesaikan selama tiga hari. Sejak saat itulah, tersedia jalan tembus yang menghubungkan kampung Jalung dengan Bungan Paren. Sementara itu warga di kampung sibuk mempersiapkan berbagai perlengkapan adat. Tidak lupa pula membuat makanan untuk bekal di jalan. Pada hari yang sudah ditentukan, mereka berangkat serentak. Kampung yang biasanya ramai, sejenak menjadi sepi tanpa penghuni. Rombongan berjalan beriringan sejak pagi dan beristirahat menjelang malam di pondok. Rombongan itu tiba di kampung Bungan setelah menempuh perjalanan selama tiga hari. Setelah beristirahat sejenak, rombongan itu menuju ke rumah Bungan. Mereka disambut dengan meriah dan menyantap berbagai hidangan seperti pitoh, lemang, daging payau, daging babi, buah ngelamun, belong, setau, isau, dan minuman jakan yang telah dipersiapkan keluarga Bungan. Pada malam hari, digelar acara tari-tarian. Mereka menari sampai pagi. Keesokan harinya, pernikahan dilaksanakan. Bungan tampak cantik luar biasa mengenakan kain ta’ah, dihiasi kalung manik, baju manik dan tapung peq. Begitu juga dengan Jalung yang mengenakan baju adat berhiaskan sarung perang (tabit sua), bulu burung enggang 110

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


(beluko) yang menambah kegagahannya. Semua orang

yang hadir tampak kagum dan terpesona akan kecantikan dan kegagahan kedua mempelai. Sesuai tradisi, Kepala Adat memberikan petuah diikuti tokoh kampung lainnya. Kedua mempelai memperhatikan secara saksama berbagai nasihat yang diberikan. “Cukup satu kali kalian menikah untuk seumur hidup. Jangan pernah berpaling kepada yang lain. Gangguan hidup pasti akan ada, namun keteguhan hati akan mengatasinya dengan cinta yang sudah kalian buktikan hari ini,” ucap Kepala Adat memberi nasihat. Acara pernikahan berakhir. Sebelum warga pulang, mamak Bungan bertutur kepada orang-orang yang masih berada di rumahnya, “Mereka sudah menjadi suami-istri. Besok Bungan akan dibawa pulang. Sebaiknya ada teman Bungan yang ikut mengantarnya,” Namun Bungan tampak tidak berkenan dengan mamak-nya, karena merasa khawatir merepotkan sahabatnya. “Jika nanti ada yang ikut, siapa yang akan mengantar pulang. Aku tidak perlu diantar,” ujar Bungan pada mamak-nya. Dalam rombongan Jalung ada seorang perempuan muda bernama Utup Taup Balaluang. Ia mencoba menengahi masalah ini kemudian berkata “Cukup saya yang menemani. Tidak perlu ada yang mengantar Bungan.” Mamak Bungan dan orang-orang yang hadir setuju usulan itu. *** Keesokan harinya, rombongan Jalung pulang ke kampung. Dalam perjalanan itu, mereka beristirahat di pondok seperti sebelumnya. Pada saat itu Bungan berkehendak mandi di pancuran yang terletak tidak jauh dari pondok. Utup Taup Balaluang juga punya keinginan yang sama. Pancuran hanya ada satu sehingga Bungan dan Utup harus saling bergantian. Utup mendapat giliran Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

111


pertama. Pada saat Utup mandi, Bungan melepaskan pakaiannya. Setelah selesai mandi, Utup secara sengaja mengenakan baju Bungan. Lalu ia tinggalkan Bungan sendirian. Setelah selesai mandi, Bungan kebingungan karena pakaiannya sudah tidak ada lagi. Hanya baju Utup yang tertinggal dan langsung ia kenakan. Bungan langsung menyusul ke pondok menemui Utup. “Utup, baju yang kamu pakai itu bajuku!” teriak Bungan. “Bukan, ini bajuku!” sergah Utup. Pada saat mereka memperebutkan baju, Jalung tiba-tiba masuk dan berkata “Sudah istriku, engkau pakai baju Utup saja dahulu.” Bungan setuju dengan saran suaminya. Ia mengenakan baju Utup dan segera beristirahat untuk melanjutkan perjalanan. Pada esok harinya, rombongan kembali berjalan seharian penuh. Saat hampir tiba di pondok kedua, Jalung berkata pada Bungan. “Istriku, kita sudah hampir sampai di pondok kedua. Kita nanti beristirahat dan bermalam.” Begitu sampai di pondok, Bungan dan Utup kembali ingin mandi. Di pondok yang kedua ini, pancuran juga hanya satu, seperti di pondok yang pertama. Utup dan Bungan harus bergantian untuk mandi. Pada saat itu terpikir oleh Bungan untuk mengganti baju yang tertukar. “Aku mandi dulu, ya?” ucap Bungan sambil mempersiapkan diri untuk mandi. “Baik, Bungan. Aku tunggu di sini,” jawab Utup. Bungan segera melepas baju dan mandi. Sambil menunggu Bungan mandi, Utup juga melepas bajunya dan diletakkan di samping baju Bungan. Siasat Bungan berhasil. Ia pakai kembali baju yang sudah tertukar setelah selesai mandi. Utup juga mengenakan bajunya sendiri. Perjalanan dilanjutkan esok harinya dan rombongan tiba di kampung pada sore hari. Jalung dan Bungan memulai hidup baru dengan rasa bahagia. Tidak lama berselang Bungan mengandung. 112

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


Jalung semakin mencintai istrinya. Ia selalu membawakan sayur-sayuran dan buah dari hutan untuk istrinya. Usia kandungan Bungan sudah hampir sembilan bulan. Pesta syukur harus diadakan, namun tidak ada apa pun tersedia di rumah. Lalu, Bungan meminta agar Jalung pergi ke hutan mencari sayur dan berburu binatang. Jalung memenuhi permintaan istrinya. Pagi-pagi sekali Jalung sudah berangkat dan menitipkan istrinya pada Bo’ Paren, bapaknya. *** Jalung sudah selama satu minggu berada di hutan, namun tak jua kembali ke kampung. Tibalah saat Bungan melahirkan, namun di rumah tidak ada siapa-siapa karena Bo’ Paren sedang di ladang. Utup datang tiba-tiba, lalu membantu Bungan melahirkan. Bungan melahirkan dengan selamat dan Utup berkata pada Bungan, “Ini anakku, bukan anakmu!” Bungan bingung dan tidak mengerti yang dimaksud Utup. Sementara itu kondisi kesehatan Bungan masih lemah, Utup bersikeras anak yang baru dilahirkan adalah anaknya, dan Jalung adalah suaminya. Perilaku Utup tidak berhenti di situ, dengan kasar ia mengusir Bungan. “Daripada aku mati di sini, lebih baik aku pulang ke kampung,” pikir Bungan dalam hati. Bungan memutuskan pulang kampung, meski kondisinya masih sangat lemah. Ia susuri kembali jalan darat dan hanya berbekal satu butir telur ayam. Ia pulang dengan derai air mata kesedihan. Tibalah ia di pondok yang dulu ia singgahi. Saat ia hendak mandi dan minum, pancuran itu sudah tidak ada lagi. Dalam kondisi haus dan lapar, telur ayam yang ia bawa tiba-tiba menetas. Seekor ayam jantan ke luar dari cangkangnya. Tidak seperti ayam lainnya, ayam jantan ini tumbuh sangat cepat. Ayam jantan ini tahu Bungan kehausan. Ia langsung terbang menuju sungai mengambil air dan memberikan Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

113


kepada Bungan untuk diminum. Malam itu Bungan beristirahat di pondok bersama ayam jantannya. Esok harinya, ia melanjutkan perjalanannya dengan ditemani ayam jantan itu. Bungan tiba di pondok kedua dan bermaksud istirahat. Namun ia mendapati pondok itu sudah rusak. Ia lalu berjalan mengelilingi pondok dan melihat asap membumbung di bawah sebuah jurang. Bungan minta ayam jantan itu mendatangi sumber asap. Ayam jantan itu melihat sumber asap berasal dari pondok yang terlindungi pepohonan yang dihuni kakek dan nenek. Ayam jantan itu kemudian memberitahu Bungan dan mengajak mengunjungi pondok itu. Setiba di pondok itu, nenek itu terkejut melihat kedatangan Bungan. Selama ini, mereka tidak pernah kedatangan tamu karena rumahnya jauh di tengah hutan. Bungan kemudian menceritakan peristiwa yang menimpa dirinya. Nenek itu merasa sangat iba dan meminta Bungan beristirahat di pondoknya. Bungan menginap semalam dan tenaganya pulih kembali. Setelah dirasa cukup kuat, Bungan melanjutkan perjalanan. Kakek dan nenek itu melepas kepergian Bungan dengan berat hati. Setelah empat hari berjalan, Bungan tiba di kampung. Mamak-nya terkejut melihat Bungan sendirian. Bungan lalu bersimpuh di kaki mamaknya dengan derai air mata. Ia menceritakan semua peristiwa yang menimpa dirinya dengan penuh kesedihan. “Aku sudah curiga sebetulnya, ketika Utup menawarkan diri menemanimu. Tapi tidak apalah, nanti kita selesaikan,” ucap mamak Bungan menenangkan hati anaknya. *** Sementara itu, anak Bungan yang tinggal bersama Utup menangis terus sepanjang hari. Ia tidak pernah mendapatkan air susu dan kasih sayang dari mamak-nya. Utup berpikiran membuang bayi itu karena telah 114

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


menyusahkannya. Maka, ia berencana membuang ke sungai. Utup kemudian mencari labu putih besar (urung) di hutan. Setelah dapat, ia belah dan mengeluarkan semua isinya. Bayi itu kemudian ia masukkan dan diikat dengan rotan, lalu bayi itu ia larutkan ke sungai. Utup kemudian pulang sambil menunggu Jalung datang. Tidak lupa ia memakai baju Bungan. Tidak lama setelah itu, Jalung datang. Ia melihat ada sesuatu yang berbeda pada perut “istrinya”. Ia berpikir istrinya telah melahirkan saat ia masih berburu di hutan. “Apakah engkau sudah melahirkan?” tanya Jalung. Utup kebingungan, ia berpikir sejenak untuk menjawab pertanyan itu. “Maafkan aku. Saat engkau pergi berburu, aku jatuh dari tangga rumah. Bayi yang ada di perutku tidak terselamatkan,” jawab Utup dengan terbata-bata. Jalung sedih mendengar penjelasan itu. Ia merasa bersalah telah pergi terlalu lama sehingga tidak bisa menjaga istrinya. Ia peluk erat-erat Utup, yang dikira istrinya, dan meminta maaf atas kejadian yang menimpanya. Ia menangis dipelukan Utup. Sementara itu, bayi yang dihanyutkan Utup ditemukan oleh Pebudaq tersangkut di jaring ikan (bading) miliknya. Ia melihat ada benda tersangkut di jaringnya, lalu diangkatnya dan dibawa pulang untuk diberikan kepada istrinya. Saat menerima benda itu, istrinya mendengar ada suara tangis bayi. Betapa terkejutnya mereka. Bayi itu kemudian digendong dan berusaha untuk mendiamkannya. Mereka langsung terpikir pada Jalung dan Bungan, karena saat itu ia ikut rombongan mengantar Jalung ke rumah Bungan. Meski benaknya masih diselimuti banyak pertanyaan, Pebudaq memberi nama bayi itu Lencau Jalung. Mereka mengasuh Lencau Jalung dengan penuh kasih sayang. Singkat cerita, Lencau Jalung tumbuh remaja. Pada suatu hari Lencau meminta izin untuk Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

115


berburu ke hutan. Saat itu, usia Lencau dua belas tahun, sehingga ia dilarang berburu karena dianggap masih kecil. Namun Lencau bersikukuh untuk pergi berburu. Pebudaq akhirnya mengizinkan dengan syarat tidak boleh terlalu jauh masuk ke hutan. Pebudaq menyiapkan peralatan berburu sementara istrinya menyiapkan bekal makan. Pebudaq khawatir jika Lencau berburu sampai di kampung dan berjumpa Jalung. Lencau menyusuri hutan selama tiga hari dua malam. Pada perburuan pertama, ia membawa pulang seekor payau. Merasa berhasil, Lencau ingin kembali berburu. Pada perburuan kedua, Lencau berburu sampai hulu sungai melewati kampung. Ia telah masuk terlalu jauh ke dalam hutan. Setelah lelah berburu, ia beristirahat di sebatang pohon besar. Tiba-tiba mata Lencau melihat pondok di tengah ladang. Lencau lalu berjalan menuju pondok itu. Begitu sampai, ia memanggil orang yang ada di dalam pondok. Tidak lama kemudian, seorang perempuan berusia setengah tua ke luar pondok. Lalu, Lencau meminta air karena ia kehausan. Lencau langsung naik ke pondok dan minum segelas air yang diberikan untuknya. Kemudian Lencau memperkenalkan dirinya. Mamak itu terkejut mendengar nama Lencau Jalung. Ia termenung dalam diam dan tidak berbicara apa-apa. Lencau terus bercerita mengenai asal-usulnya dan orang yang mengasuhnya, sebagaimana Pebudaq menceritakan asal-usul Lencau. Mamak pemilik pondok mulai curiga, Lencau adalah anaknya karena ada nama Jalung dibelakangnya. Selain itu, wajah Lencau sangat mirip dengan suaminya. Pada saat pikirannya masih berkecamuk dengan banyak pertanyaan, tiba-tiba Lencau bertanya “Mohon maaf, nama Weq siapa?” Perempuan itu masih terdiam, kemudian berkata pelan “Bungan, Nak.” Lencau mengangguk sambil meneruskan kisahnya. 116

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


Bungan sangat penasaran dengan anak yang datang ke pondoknya. Tidak jauh dari tempat itu ada seorang peramal bergelar Laking Kiyoq. Bungan meminta agar Laking Kiyoq sudi datang ke pondoknya. Setiba di pondok, Bungan meminta agar Laking menujumkan riwayat dan nasib anak itu. Lencau hanya terdiam saja ketika Laking Kiyoq mengelus telapak tangannya dan menatap matanya. Sejurus waktu kemudian, Laking Kiyoq berkata “Menurut penglihatanku, ia anak Jalung dan Bungan. Ada seorang bernama Utup yang mengacaukan, karena ingin merebut Jalung. Utup mengambil bayi itu sewaktu lahir dan mengusir Bungan. Tetapi, Utup tidak bisa memeliharanya, lalu menghanyutkannya ke sungai.” Mendengar penjelasan itu, Bungan langsung memeluk Lencau dan menciumnya. Air mata bahagia membasahi pipinya. Lencau masih belum paham apa yang sedang terjadi. Ia hanya terdiam dan merasakan satu kedamaian. “Engkaulah anakku yang kurindu,” ucap Bungan lirih. Lencau terpukau sejenak. Lalu terdengar suara ayam jantan berkokok memecah kesunyian. (*)

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

117


4. Buy dan Monyet yang Licik

A

Lkisah, hiduplah pasangan suami-istri bernama Buy dan Uyoq. Pada satu hari, mereka berencana menugal di ladang. Sesuai dengan tradisi, menugal dilakukan secara bergotong royong. Maka keluarga yang hendak menugal biasanya mempersiapkan hidangan untuk disantap saat usai menugal. Buy meminta izin kepada istrinya pergi berburu ke hutan. Sebelum berangkat ia menyantap makanan yang telah disiapkan oleh istrinya. Ia makan sangat lahap. Selesai makan, ia langsung menyiapkan peralatan untuk berburu. Sementara Uyoq menyiapkan bekal perjalanan untuk suami tercinta. Pada saat berada di tengah hutan, Buy bertemu seekor payau jantan. Ia urungkan niat untuk menangkap payau itu, karena terlihat kurus. Buy melanjutkan perburuan. Ia melihat seekor babi jantan yang gemuk sedang berjalan mencari makan. Ia merasa babi itu cukup untuk lauk saat usai menugal. Buy berjalan mengendap ke arah babi yang tidak menyadari kedatangannya. Segera Buy mengayunkan bujaq. Babi itu berusaha lari meski sudah terkena bujaq, namun tidak lama jatuh terkulai kehabisan darah. Buy segera mengikat kaki itu, kemudian mengangkatnya dan berjalan meninggalkan tempat itu. Buy melanjutkan perburuannya. Kali ini ia bertemu seekor monyet bergelantungan di pohon. Monyet itu melihat Buy. Ia ingin tahu apa yang sedang dicari dan dilakukan. “Hai, apa yang sedang kau lakukan di hutan ini?” teriak monyet itu. Buy terkejut lalu cepat menjawab, “Aku sedang mencari binatang buruan untuk lauk menugal besok. Tapi yang kucari, binatang yang gemuk.”

118

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


“Ambil saja aku,” jawab monyet itu. “Seberapa gemuk dirimu?” tanya Buy. “Dua kali lipat setinggi langit dan sedalam sungai,” sahut monyet itu. *** Mendengar jawaban itu, Buy menyuruh Monyet masuk ke dalam kiang yang dibawanya. Buy kemudian jongkok agar monyet bisa masuk. Monyet itu kemudian masuk ke dalam kiang. Pada saat masuk, monyet dan Buy saling membelakangi. Ketika Buy mencoba mengangkat, monyet itu berpegangan erat di tunggul kayu yang ada di depannya. “Ah, mengapa aku tidak bisa mengangkatnya?” gerutu Buy dalam hati. Buy terus berusaha, tapi selalu gagal. Ia tidak tahu kalau monyet itu telah berbuat licik kepadanya. “Kamu tidak usah membawa aku, karena aku terlalu berat. Sekarang begini saja, kamu yang masuk di kiang ini dan aku akan mengangkatnya. Nanti kita lihat, siapa yang lebih kuat di antara kita,” tantang Monyet. Tanpa berpikir panjang, Buy menyetujuinya. Ia langsung masuk ke dalam kiang dan monyet itu langsung mengangkatnya. “Aku mau dibawa ke mana? Turunkan aku segara!” teriak Buy keras-keras. Monyet itu terus saja berjalan menuju pohon beringin yang tinggi di tengah hutan. Terdengar suara sangat riuh dan saling bersahutan dari sekawanan monyet. Buy sangat gelisah. Beberapa monyet mendatanginya. Mereka melihat-lihat Buy yang sedang meringkuk dalam kiang. Buy langsung dibawa ke atas pohon secara beramai-ramai. Buy melihat banyak sekali monyet di situ. Ternyata pohon beringin itu rumah mereka. Sejak saat itu, Buy menjadi tawanan sekawanan monyet. Ia tidak bisa melarikan diri karena gerak-geriknya selalu diawasi. *** Pada suatu hari, monyet yang membawa Buy, pergi mencari buah. Adapun monyet yang lain tetap Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

119


menjaganya. Monyet itu pulang dengan membawa buahbuahan yang cukup banyak dengan aneka rasa. Sementara itu, Buy terus berpikir agar ia bisa lolos dan pulang ke kampung. Ia menemukan rencana. Buy menyuruh kawanan monyet pergi mencari buah lagi. Mereka pun setuju. Hingga hari pertama mereka mencari buah, beberapa monyet masih terus menjaga dan mengawasi Buy. Pada hari ketiga, Buy menyuruh kawanan monyet mencari kulit kayu merah karena buah sudah banyak. Mereka mengikuti perintah dan membawa kulit kayu merah cukup banyak. Pada hari keempat, Buy menyuruh monyet mencari buah lagi. Pada saat mereka pergi, Buy membuat kulit kayu merah menjadi tali. Ia membuat tali sepanjang-panjangnya hingga ke tanah tanpa diketahui oleh mereka. “Ah, tinggal menunggu hari baik, aku akan melarikan diri,” cetus Buy dalam hati. Pada hari kelima, Buy menyuruh semua monyet pergi mencari buah yang lebih banyak lagi. “Aku akan menjaga sarang kalian,” ucap Buy. Namun mereka tidak percaya. Lalu Buy berusaha meyakinkan mereka bahwa ia tidak mungkin dapat melarikan diri. “Pohon beringin ini tinggi dan besar. Aku tidak mungkin bisa turun dan melarikan diri,” ucap Buy meyakinkan sekawanan moyet itu. Kawanan monyet itu masih ragu dan belum percaya sepenuhnya. Mereka lalu berbicara satu dengan yang lain. Seekor anak monyet akan ditinggal untuk menjaga dan mengawasi Buy. Kawanan monyet itu langsung bergegas pergi mencari buah. Buy menunggu waktu yang tepat. Saat anak monyet itu mengantuk, ia mulai bersiap-siap. Tatkala anak monyet itu tertidur, Buy segera menurunkan tali pelan-pelan agar anak monyet yang tertidur pulas tidak terbangun. Ia langsung berusaha 120

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


turun, saat kedua kakinya berhasil menyentuh tanah, ia berlari sekuat tenaga dan berhasil meloloskan diri. Tidak lama kemudian, sekawanan monyet datang membawa buah-buahan, namun sudah tak mendapati Buy di atas pohon. Suara teriakan sekawanan monyet saat mencari Buy, saling bersahutan hingga menggema di seluruh hutan. Suara itu mampu didengar sekawanan monyet lain yang masih sibuk mencari buah. Mereka langsung memutuskan kembali ke sarang. Tidak berapa lama, mereka semua sudah berkumpul. Tanpa diperintah, kawanan monyet itu langsung mengejar Buy dengan mengikuti jejak kakinya. Saat mengejar, mereka mengeluarkan suara yang sangat ribut sehingga Buy dapat mendengarnya. “Mereka mengejarku,” ucap Buy dalam hati dengan perasaan amat panik. *** Buy segera berlari kencang. Ia melihat ada satu rumpun pohon bambu yang sangat lebat di tepi sungai. Ia memutuskan bersembunyi. Kawanan monyet tampak semakin dekat. Buy semakin panik. Ia memanjat pohon bambu hingga melewati batang tengahnya. Kawanan monyet sudah berada tepat di bawah Buy. Mereka melihat bayangan Buy di sungai. Mereka berpikir, itu Buy. Kemudian mereka langsung terjun ke sungai satu per satu. Ternyata di sungai itu terpasang bubu. Sekawanan monyet yang terjun ke sungai terjerat dan mati. Namun ada seekor monyet selamat karena tubuhnya terlalu besar. Ia berusaha menangkap bayangan Buy, tapi selalu gagal. Monyet besar itu kedinginan karena terlalu lama di air. Ia lalu naik dan duduk di tepi sungai, sambil memperhatikan bayangan Buy. Lama kelamaan ia menguap dan mengantuk. Monyet itu berbaring di tepi sungai dan mendongak ke atas. Terkejutlah ia melihat Buy sedang berpegangan pada sebuah batang pohon bambu. Tanpa pikir panjang, monyet itu langsung memanjat dan Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

121


berusaha menangkap Buy. Ia terus berusaha naik dengan tubuhnya yang besar. Buy berusaha menjauh dari jangkauan monyet. Sekuat tenaga dengan kedua tangannya, ia berusaha berpindah dari satu batang ke batang yang lain. Ia berhasil sampai ke ujung bambu sementara monyet itu masih berada agak jauh darinya. Satu batang pohon bambu yang dinaiki monyet tiba-tiba pecah. Tubuh monyet itu terjepit disela-selanya sehingga tidak bisa bergerak sama sekali. Buy bergegas turun dan menebang pohon bambu. Begitu roboh, Buy menikam monyet itu hingga mati. Setelah beristirahat sejenak, Buy turun ke sungai untuk mengangkat bubu berisi monyet yang terjebak di dalamnya. Ia angkat satu per satu ke tepi sungai, lalu dibawa ke pondok ladang. Begitu selesai, Buy pulang kampung dan memanggil warga untuk membantu menugal di ladangnya. Warga kampung berdatangan ke ladang. Seusai menugal, Buy membagikan daging monyet dengan jumlah yang cukup banyak. Ternyata daging yang tersisa masih banyak. Buy membawa pulang dan orang-orang yang tidak ikut menugal datang ke rumahnya meminta bagian. “Kalian tidak ikut menugal, sehingga tidak berhak mendapatkan daging ini,” kata Buy kepada orang-orang yang terus berdatangan kerumahnya. Warga kampung pulang dengan tangan hampa, karena tidak mendapatkan daging monyet sedikit pun. “Siapa bekerja, ia dapat,” ujar Buy menasihati mereka. (*)

122

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


5. Burui

B

urui si anak yatim tinggal di kampung bersama mamaknya. Mereka hidup miskin, sehingga mamaknya harus bekerja keras memenuhi kebutuhan hidupnya. Suatu hari, Burui menemani mamak-nya menjemur padi. Tiba-tiba muncul seekor burung ilang bertengger tidak jauh darinya. Burung itu menantang Burui untuk menyumpit pantatnya. “Wit iciu, nyumpit lubang burit (sumpit pantat saya),” bunyi burung Ilang itu. Namun sayang, Burui memiliki sumpit, namun tidak punya anak sumpit. Mendengar suara burung ilang yang aneh itu, Burui tidak tinggal diam. Ia berusaha mendapatkan anak sumpit dengan berbagai cara. Usaha kerasnya berhasil. Ia mendapatkan dua anak sumpit, satu berbentuk lurus dan satunya bengkok. Disumpitlah burung itu dengan anak sumpit pertama, namun bidikannya meleset jauh dari sasaran. Burui mencoba anak sumpit kedua. Bidikannya tepat menembus leher. Burung ilang itu mati tersungkur di tanah. Burui mengambil burung itu dan segera membersihkan bulunya lalu dimasaknya. Burui makan sangat lahap dan meminta mamak-nya juga turut menyantap. Namun tiba-tiba burung itu berbicara, “Tidak usah kau berikan mamak-mu. Habiskanlah semua.” Burui merasa heran. Namun, ia ikuti perintah untuk menghabiskan semuanya. Tidak tersisa sedikit pun untuk mamak-nya. *** Usai makan, perut Burui terasa sakit luar biasa. Ia lalu pergi buang air besar. Duduklah ia di atas sebuah batang. Tidak terduga keluarlah kotoran dari perut Burui berkelok-kelok seperti anak sumpit yang membunuh Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan 123


burung tersebut. Hal aneh lain terjadi. Kotoran kedua yang keluar berbentuk emas batangan. Namun ketika hendak diambil, tiba-tiba raib. Burui gagal mendapatkannya. Perut Burui masih terasa sakit. Ia kemudian mempersiapkan jerat agar jikalau kotoran ketiga keluar emas batangan lagi, Ia akan langsung bisa mendapatkannya. Namun apa yang terjadi? Kotoran ketiga hanya kotoran biasa tanpa benda apa pun. Namun sejak saat itu, Burui berubah menjadi kaya raya. Menurut cerita warga, bapak Burui adalah orang yang kaya raya. Sebelum ia meninggal, harta kekayaannya dititipkan kepada burung ilang tersebut. Kehidupan Burui dan mamaknya telah berubah. Mereka yang semula sangat miskin berubah menjadi kaya raya. Mereka hidup serba berkecukupan. Burui menginjak dewasa dan berkeinginan mencari teman hidup. Ia meminta mamaknya mencarikan jodoh. Mendengar permintaan itu, mamak Burui mendatangi beberapa gadis cantik di kampungnya. Didatangilah Asung Beluluk Lung, Urai Beluluk Lu’ai, dan Bungan. Pertama kali yang didatangi mamak Burui adalah Bungan. Ia anak seorang bangsawan yang kaya raya. Namun Bungan menolak karena jijik melihat luka korengan sebesar daun keladi di bibir Burui. Padahal Bungan belum mengetahui kondisi Burui yang sudah menjadi orang kaya raya. Bungan masih berpikir, Burui anak yang miskin dan korengan seperti yang ia lihat ketika Burui masih kecil. Mamak Burui kemudian menemui Urai Beluluk Lu’ai dan menyampaikan hal yang sama. Tanpa disangka, Urai Beluluk Lu’ai menerima permintaan itu, meski Urai Beluluk Lu’ai juga tidak mengetahui kondisi Burui saat ini, namun ia menerimanya. Mamak Burui sungguh bahagia. Lalu ia memberikan cincin, kalung, dan gelang yang 124

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


terbuat dari emas sebagai tanda sukacita. Sebelum pamit pulang, Mamak Burui menyampaikan pesan bahwa nanti malam, Burui akan berkunjung ke rumah. Urai Beluluk bersedia menunggu dan menjumpai Burui. Setiba di rumah, Ia menceritakan hasil kunjungannya. Burui terlihat sangat gembira mendengar hal tersebut. Malam pun tiba. Burui memenuhi janji. Bersama empat orang temannya, Ia berjalan menuju rumah Beluluk Luai. Sambil berjalan, mereka memainkan sampeq. Musik yang mereka mainkan sangatlah indah. Beluluk Luai sangat tersanjung dengan alunan musik yang mereka mainkan. Sebelum singgah ke rumah Urai Beluluk Lu’ai, Rombongan Burui sengaja melewati rumah Bungan. Betapa terkejutnya Bungan tatkala melihat Burui berjalan paling depan memimpin teman-temannya memainkan musik nan indah. Bungan melihat Burui yang sekarang sangatlah berbeda. Ia tampan dan gagah perkasa. Tidak ada lagi koreng di bibirnya. Bungan menyesal telah menolak permintaan mamak Burui. *** Sebelum Burui tiba di tempat yang dituju, diamdiam Bungan bergegas mendatangi rumah Beluluk Luai. Mereka berdua terlibat percakapan. “Mengapa kau yang dapat, padahal mamak-nya pertama kali mendatangiku,” ucap Bungan ketus. “Aku tidak tahu tentang hal itu. Ketika Weq datang dan menanyaiku, aku menjawab mau. Lalu Weq memberikan hadiah padaku,” ucap Beluluk Luai. Saat asyik berbincang, mereka tak menyadari Burui datang dan mendengar semua pembicaraan itu. “Bungan, engkau tidak bisa berbuat apa-apa. Mungkin ini sudah nasibmu, karena menolak lamaran dan menghinaku,” ujar Burui. Seketika itu Bungan terdiam. Raut wajahnya menampakkan penyesalannya yang mendalam. Lalu, ia bergegas pergi. Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

125


Beberapa hari kemudian, Mamak Burui mengumpulkan para tetua kampung untuk membicarakan rencana pernikahan anaknya. Mereka menyambut gembira rencana itu dan memberi tahu warga setelah ditentukan waktunya. Warga kampung amat terkejut mendengar hal ini, karena mereka juga belum mengetahui kondisi keluarga Burui saat ini. “Mengapa Urai Beluluk Luai yang cantik jelita mau menerima Burui yang miskin dan korengan?” gerutu beberapa warga kampung. Hari pernikahan telah tiba. Warga kampung berbondong-bondong datang ke rumah Burui. Mereka terkesima melihat keadaan rumah Burui yang sudah sangat jauh berbeda. Pernikahan digelar sangat meriah. Upacara adat dengan berbagai tarian digelar hingga beberapa hari. Seluruh penduduk kampung menikmatinya. Beberapa hari setelah pernikahan, Burui berkehendak memboyong Beluluk Luai ke rumahnya. Suatu senja, Bungan datang menemui Beluluk Luai. Ia masih belum bisa menerima kenyataan yang ia alami. Bungan meminta agar diperbolehkan tinggal bersama keluarga Burui. Meskipun mendapat penolakan, Bungan tetap nekat ikut tinggal bersama mereka. Bungan terus mengikuti ke mana pun Urai Beluluk Lu’ai pergi. Ia khawatir akan ditinggal. *** Saatnya pun tiba, Urai Beluluk Luai pindah ke rumah Burui. Bungan tetap bersikukuh ikut serta. Pada saat malam tiba, Burui tidur di samping Urai Beluluk Luai. Bungan yang masih belum bisa menerima kenyataan, ikut pula tidur di samping mereka. Pada saat mereka tertidur lelap, Bungan memindahkan Urai Beluluk Luai di beranda rumah. Ketika terbangun, Burui kaget terperanjat biasa. Ia tidak mendapati istrinya tidur di sampingnya. Burui langsung berdiri mencarinya. Tidak disangka, ia melihat 126

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


istrinya tidur sendirian di beranda rumah. Ia segera memindahkannya. Saat pagi tiba, Burui minta agar Bungan pergi dari rumahnya dan tidak mengganggu keluarganya lagi. Bungan akhirnya pergi dengan derai air mata kesedihan. Sejak saat itu, Burui dan Urai Beluluk Lu’ai hidup bahagia. (*)

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

127


6. Padiu

T

ersebutlah kisah seorang anak laki-laki yang hidup sebatang kara. Kedua orangtuanya sudah meninggal ketika ia belum menginjak dewasa. Padiu nama anak itu. Selain hidup miskin, ia mengidap penyakit yang tak kunjung dapat disembuhkan. Padiu benarbenar menjadi anak yang malang sepanjang hidupnya. Padiu merasa tersiksa luar biasa oleh penyakitnya. Setiap kali mau buang air besar, Ia selalu kesakitan. Rasa nyeri juga terasa ketika ia sedang duduk. Pada saat Padiu dewasa, terpikir olehnya untuk pergi merantau agar nasib bisa berubah menjadi lebih baik. Keinginan Padiu merantau begitu kuat. Ia segera meninggalkan kampung dan hanya berbekal baju yang melekat di tubuhnya serta mandau peninggalan orang tuanya. Siang dan malam ia berjalan sendiri. Sesekali berhenti sekedar melepas lelah. Harapan akan nasib yang lebih baik membuatnya tidak merasa letih. Setelah beberapa hari berjalan, Padiu tiba di sebuah kampung. Ia lalu membuat rumah sederhana di ujung jalan. Ia mulai membuat lesung. Itulah keahlian yang diwarisi dari bapaknya. Hampir setiap hari Ia disibukkan dengan pekerjaan ini. Pada suatu hari, saat ia sedang membuat Lesung, Jalung beserta rombongannya melintas. Mereka sebenarnya satu kampung dengan Padiu yang sama-sama sedang merantau. Rombongan Jalung berhenti. “Sedang membuat apa, Engkau?” tanya Jalung. “Lesung laran,” jawab Padui. ”Balangian (babi besar)?” tanya Jalung. “Bukan, lesung laran,” jawab Padui. Tampaknya Jalung tidak mendengar jawaban Padiu. Berkali-kali Jalung selalu berucap seperti itu. Lantaran kesal, Padiu kemudian menjawab seperti yang disampaikan Jalung. 128

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


Jalung berpikir, Padiu telah mendapatkan tangkapan babi besar. Lalu, Jalung meminta sedikit bagian. “Tentu saja bisa. Nanti aku bungkuskan,” jawab Padiu ketus. Kemudian Padiu pergi ke belakang untuk buang air besar. Ia lalu membungkus kotorannya untuk diberikan pada Jalung. Tidak lama berselang, Ia langsung memberikan bungkusan itu sambil berujar, “Ambillah, dan makanlah dengan rombonganmu.” *** Setelah mendapat bungkusan, Jalung dan rombongannya melanjutkan perjalanan. Padiu berpikir, Jalung pasti akan marah, ketika melihat isi bungkusannya. Padiu segera melarikan diri. Sementara itu, Jalung dan rombongan berhenti sejenak untuk istirahat dan makan. Jalung meminta agar segera membuka bingkisan yang diberikan Padiu. Namun sebelum membuka bungkusan, tiba-tiba terdengar teriakan dari salah seorang anggota rombongan “Ah, di sini rasanya tidak enak. Ada bau kotoran manusia. Ayo kita pindah tempat lain saja.” Beberapa orang merasakan bau yang sama. Mereka kemudian pindah ke tempat lain untuk menghindari bau tersebut. Namun bau itu terus mengikuti. Jalung merasa penasaran dan jengkel dengan bau yang tidak mau pergi tersebut. Namun ia tetap memerintahkan rombongan untuk berhenti dan segera memasak walau bau terasa menyengat. Orang-orang mengikuti perintah Jalung. Ada yang mencari kayu bakar, mempersiapkan api, dan ada yang membuka bungkusan. Pada saat bungkusan dibuka, terdengar satu teriakan. “Ooooohhhh, ini rupanya sumber bau itu! Ini kotoran manusia bukan balangian.” Jalung terlihat sangat marah. Begitu juga dengan anggota rombongan lainnya. “Sudah, kita istirahat dan makan saja dulu. Nanti kita cari Padiu dan kalau ketemu kita beri pelajaran dia,” perintah Jalung. Mereka segera membuang bungkusan itu. Beberapa orang terlihat sibuk Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

129


mempersiapkan masakan. Mereka sudah terburu-buru ingin segera mencari Padiu. Selesai makan, mereka langsung menuju rumah Padiu. Namun rumah terlihat kosong tidak ada tanda-tanda kehidupan. Padiu telah pergi. Padiu terus berlari agar rombongan Jalung sulit mengejarnya. Pada saat di tengah jalan, Ia menemukan satu lubang kepiting. Ia berencana sembunyi dan beristirahat di situ. “Wahai kepiting, tolong kamu masuk lagi. Aku mau sembunyi,” pinta Padiu kepada Kepiting. “Ah, mana mungkin, ini sudah paling ujung,” jawab Kepiting. Padiu tetap memaksakan diri masuk walau tempatnya sempit. Tubuh Padiu tidak bisa masuk seluruhnya. Hanya bagian kepala hingga pinggang yang bisa masuk, sedangkan pantat ke bawah berada di luar. Jalung dan rombongan terus mengejar. Mereka tiba di tempat persembunyian Padiu. Udara sangat gerah, sehingga mereka kehausan. “Kita istirahat di sini sebentar. Cepat cari air,” perintah Jalung. Pada saat bersamaan, salah satu anggota rombongan melihat sosok warna merah di lubang kepiting. “Ah, bunga apa itu? Ayo coba kita cicipi, siapa tahu bisa mengusir rasa haus,” ujar salah seorang di antara mereka. Satu persatu anggota rombongan menjilati. Mereka tidak tahu, kalau itu pantat Padiu yang terkena penyakit. Tiba giliran seorang rombongan yang giginya ompong menjilatinya. Padiu merasa geli tak tertahankan. Ditariknya benjolan itu ke dalam. “Kenapa engkau telan benda itu? Kami semua masih haus,” teriak salah seorang. “Aku tidak menelannya,” jawab lelaki ompong itu. Mereka tetap tidak percaya, kemudian mencoba memukul-mukul tengkuk lelaki ompong itu. Namun tetap saja tidak ada benda apa pun ke luar dari mulutnya. Rombongan Jalung 130

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


terheran-heran. Mereka segera bergegas pergi meninggalkan tempat itu. Melihat rombongan sudah pergi, Padiu langsung ke luar. Padiu langsung berlari sekuat tenaga. Di tengah perjalanan, ia berjumpa beberapa anak bangsawan sedang bermain gasing. Pada saat itu, salah satu gasingnya terjatuh di sungai yang arusnya cukup deras. Mereka tidak bisa mengambilnya dan meminta tolong Padiu mengambilkan gasing. Padiu bersedia membantu, tapi ia meminta hadiah. “Aku akan memberikan anak burung enggang untukmu,” ujar anak bangsawan itu. Mendengar janji itu, Padiu sangat bersemangat. Ia langsung turun ke sungai. Pada saat itu, ia bertemu seekor berang-berang dan meminta bantuan mengambilkan gasing itu. Tak lama kemudian berang-berang itu datang dan memberikan gasing itu pada Padiu. Lalu ia segera menyerahkan gasing itu pada anak-anak yang sudah menunggunya. Sesuai janji, Padiu mendapatkan seekor anak burung enggang jantan. Padiu sangat senang mendapatkan hadiah itu. Ia menimang-nimang anak burung enggang itu, tiba-tiba terdengar suara petir menggelegar. Ia sangat terkejut saat menatap ke langit, terlihat samar wajah kedua orang tua nya tersenyum. Padiu semakin terkejut tatkala melihat anak burung enggang itu berubah menjadi besar. Padiu berusaha naik ke punggung burung enggang. Ia pun berhasil. Burung enggang itu kemudian membawanya terbang dan meliuk-liuk berputar mengelilingi kampung. Hal itu menarik perhatian warga. Mereka bergegas ke luar rumah dan langsung mendongak ke atas. Warga sungguh takjub keheranan. Tak lama kemudian, burung enggang itu terbang menukik turun. Warga semakin terheran setelah melihat Padiu. Seketika itu, Padiu menjadi buah bibir pembiCerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

131


caraan. Warga kampung dalam tempo sekejap berbondong-bondong mengerumuninya. Tatkala ditanya mengapa hal itu dapat terjadi, Padiu hanya berkata, “Semesta pasti memberkahi, jika orang mau bekerja keras.” Beberapa waktu kemudian, rombongan Jalung menyusul tiba di kampung. Mereka telah mendengar cerita kehebatan Jalung saat berjumpa dengan warga yang tinggal di ujung kampung. Namun mereka masih merasa jengkel atas perbuatan Padiu, sehingga tetap berniat membunuhnya. Namun Padiu berusaha menghalangi dengan menawarkan agar mereka ikut merasakan terbang bersamanya. Mereka pun setuju, lalu mereka bersepakat membuat keranjang dari anyaman rotan untuk diikat di tubuh burung enggang. Kemudian mereka terbang bersama Padiu. Pada saat mereka terbang di atas sungai berbatu, Padiu memutuskan tali ikatan keranjang. Satu per satu keranjang itu jatuh ke sungai dan mereka hanyut ditelan derasnya arus sungai. (*)

132

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


Cerita Empat: Dongeng Fabel Lepoq Jalan

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

133


1. Tang Tike dan Upit Saleng

T

ersebutlah satu kisah, di hutan belantara Tang Tike (burung puyuh) berjumpa dengan Upit Selang (burung pipit hitam). Keduanya belum pernah bertemu sebelumnya. Mereka saling bertatapan, melihat satu dengan yang lain. Sejak perjumpaan itu mereka bersahabat. “Kenapa paruhmu hitam di atas dan putih di bawah? Kecil lagi paruhmu?” tanya Tang Tike. ”Meski paruhku kecil, tapi kuat,” jawab Upit Saleng menjelaskan. “Aku ingin pergi melihat rumahmu, bolehkah?”, tanya Tang Tike. “Kalau kamu ingin melihat rumahku, nanti kita pergi. Tapi aku juga ingin melihat rumahmu. Ayo, ke rumah siapa duluan?” sahut Upit Saleng. Sore pun tiba. Mereka berdua terbang menuju rumah Upit Saleng yang terletak di ujung pohon pinang. “Wah, rumahmu bagus sekali. Rapi, halus dan tidak bisa lihat ke manamana,” puji Tang Tike. “Inilah bukti kalau paruhku kuat meskipun kecil,” jawab Upit Saleng. Pada saat mereka berdua sedang asyik berbicara, tiba-tiba angin berhembus kencang. Angin kencang itu menggoyang batang pinang ke kanan dan kekiri, sehingga hampir roboh. “Takut aku tinggal di rumah ini,” kata Tang Tike. “Ya beginilah kalau rumah di atas pohon. Kamu tidak pernah terbang di atas pohon kayu jadi kau tidak tahan seperti aku yang biasa tinggal di atas seperti ini,” jawab Upit Saleng. *** Keesokan harinya, Tang Tike mengajak Upit Saleng pergi melihat rumahnya. Sesuai kesepakatan, mereka bertemu kembali di tempat di mana mereka bertemu sebelumnya. “Ayo, pergi dan lihat rumahku,” ajak Tang Tike. Mereka berdua kemudian terbang menuju rumah Tang Tike di sebuah padang rumput yang luas. “Di mana 134 Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


rumahmu?” tanya Upit Saleng. “Tunggu dulu, nanti kita masuk di lorong kecil,” jawab Tang Tike. Tang Tike kemudian mengajak Upit Saleng terbang menuju ke satu lorong. Tang Tike menunjukkan rumahnya yang berbentuk lingkaran terbuat dari rumput dan dedaunan. Upit Saleng melihat beberapa telur di rumah itu. ”Kenapa rumahmu seperti ini? Engkau malas, ya?” tanya Upit Saleng. Pada saat mereka sedang berbincang, datanglah payau, kerbau, dan binatang besar lainnya. Melihat kedatangan mereka, Upit Saleng ketakutan luar biasa. Ia berpikir tubuhnya akan hancur jika terinjak binatangbinatang itu. “Ah, kau sering terbang ke mana-mana dan tidak pernah bertemu dengan binatang besar. Aku yang tinggal di padang rumput ini berteman dengan mereka,” ucap Tang Tike pada Upit Saleng yang masih dicekam rasa takut. “Itulah sebabnya kita tidak bisa berteman seumur hidup. Rumahmu berbeda dengan tempat tinggalku. Aku bisa terbang jauh sedang kau tidak bisa,” jawab Upit Saleng. “Iya, kau bisa ke mana-mana mencari makan. Engkau juga suka mencuri makanan manusia. Kau tidak pernah kenyang. Makanya kau sering diusir dan dilempari mereka. Kau hanya makan, buang kotoran, makan, buang kotoran lagi, tidak punya lumbung untuk menyimpan makanan,” ucap Tang Tike. Akhirnya, mereka berdua kembali pada hidup masing-masing. Upit Saleng terus terbang ke mana pun ia mau dan tinggal di atas pohon. Sedangkan Tang Tike tidak bisa pergi jauh dan tetap tinggal di padang rumput. (*) Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

135


2. Pelanuk dan Payau Betina

P

elanuk atau kancil adalah binatang yang sangat cerdik. Tidak ada satu ekor binatang di hutan yang mampu mengalahkan kecerdikannya. Pelanuk sungguh banyak akal. Suatu hari, pelanuk bertemu Payau betina. Mereka sedang mencari makan. “Pelanuk, kau tidak mungkin bisa mengalahkanku. Aku ini binatang yang tinggi, berbadan besar dan telinga lebar. Sedangkan kamu kecil,” olok Payau meremehkan Pelanuk. Pelanuk yang memang betubuh lebih kecil hanya tertawa. Ia sudah menemukan akal untuk mengalahkan kesombongan payau. “Engkau menantangku. Pikir baikbaik dulu dan sadarilah bahwa kau adalah keturunanku!” ujar Pelanuk. Payau betina tidak menyadari jebakan Pelanuk. Ia tetap bersikap sombong dan meremehkannya. *** Meyakini tubuhnya lebih besar, Payau betina tetap saja meremehkan Pelanuk. “Mana mungkin aku keturunanmu? Tubuhku lebih besar dan gagah daripada tubuhmu,” ucap Pelanuk dengan sombong. “Kau mau bukti?” tanya Pelanuk. Payau ingin segera menunjukkan ia bukan keturunan pelanuk. Ia menantang berlomba. “Ayo kita berlomba sekarang. Kita lompat-lompat lalu tendang bandir itu. Siapa yang lebih kuat dan cepat dia yang menang,” ujar Payau. Pelanuk merenung sejenak mencari akal mengalahkan kesombongan Payau. “Siapa duluan?” tanya Payau penuh percaya diri. “Aku duluan,” jawab Pelanuk penuh semangat. Pelanuk itu kemudian melompat-lompat dan menendang. Kakinya berhasil menembus bandir. Ia langsung berteriak, “Aku menang. Kakiku berhasil menembus badir.” Payau hanya tersenyum melihat kaki Pelanuk hanya mampu masuk sampai mata kaki saja. 136

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


“Ah, kekuatan kakimu hanya begitu saja. Kau tidak mungkin mengalahkanku. Kekuatan kakiku jauh lebih kuat,” ucap Payau. Kemudian Payau itu meloncat-loncat dan menendang bandir sekuat tenaga. Kakinya menembus bandir hingga pahanya. “Lihatlah, tendanganku lebih kuat. Kakiku bisa masuk tidak hanya sampai mata kaki, tapi sampai paha. Aku menang,” teriak Payau membanggakan diri. Mendengar ucapan itu, Pelanuk tertawa, lalu ia berkata “Ha..., ha...., ha...., itu membuktikan kau keturunanku. Pada zaman dahulu, orang tua kami mengawini Payau yang pahanya tersangkut di bandir. Lalu lahirlah anak-anak Payau sepertimu. Jadi kau keturunanku.” Pelanuk itu kemudian pergi sambil tertawa terpingkal-pingkal. Sedangkan Payau menyadari dirinya telah tertipu. (*)

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

137


3. Pelanuk dan Pau

P

ada suatu hari, Pelanuk terlihat berbicara dengan binatang lain di tepi hutan. Hewan itu menjelaskan, kalau Pelanuk berlomba dengan hewan yang lebih kecil, pasti kalah. Pelanuk tertegun. Hewan itu mengatakan, jika Pelanuk berlomba dengan Pau, belalang yang tubuhnya lebih kecil, pasti kalah. “Kecerdikanmu hanya bisa dikalahkan oleh hewan yang tubuhnya lebih kecil,” ucap binatang itu. Pelanuk yang sebelumnya terdiam, mulai berbicara. “Bagaimana aku bisa kalah? Tiga ekor binatang besar bisa kukalahkan dengan mudah. Mana mungkin aku kalah dengan Pau?” bantah Pelanuk. “Kau memang cerdik kalau berbicara, sedangkan belalang tidak. Ia hanya bisa menggigit,” balas binatang itu. Pelanuk tampak terlihat bingung. Ia mondarmandir sambil mengernyitkan keningnya. “Mengapa aku bisa kalah dengan Pau?” tanya Pelanuk penasaran. “Tunggu sebentar, aku panggil Pau. Kamu duduk atau berdiri saja di situ,” pesan binatang itu. Tidak lama kemudian, Pau datang dan bertanya, “Ada apa memanggilku?” Pelanuk lalu menjelaskan, ia hanya bisa menang melawan binatang yang badannya lebih besar, sedangkan jika melawan binatang yang lebih kecil pasti kalah. Pau terus mendengarkan penjelasan Pelanuk sambil kedua kaki depannya bergerak mengusap wajahnya. “Oh, begitu. Ayo kita buktikan kebenarannya,” ucap Pau. Pelanuk menyambut gembira tantangan itu. Pau lalu menjelaskan persyaratan perlombaan. “Kau duduk di sana menghadapku. Kita duduk berhadapan dan saling bertatap mata. Siapa yang bertahan tidak berkedip, ia yang menang,” ucap Pau. 138

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


“Wah, itu tidak adil. Kau tidak punya kulit mata, sehingga kau tidak pernah berkedip,” protes Pelanuk. “Kalau tak sanggup, berarti kalah,” jawab Pau. “Aku tidak kalah,” sergah Pelanuk membela diri. “Sekarang aku mau terbang. Kalau kau bisa, kejarlah aku!” tantang Pau. Pelanuk terdiam. Ketika ia mau menjawab tantangan itu, tiba-tiba Pau terbang meninggalkan Pelanuk. Kali ini Pelanuk menyadari dirinya telah tertipu. (*)

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

139


4. Pelanuk dan Seq

P

elanuk sedang berjalan sendirian di tepi sungai kecil. Saat melintas, ia melihat seekor seq (siput) menempel di batu. Pelanuk lalu berhenti dan mengamati Seq yang sedang berjalan lambat sekali di atas lumut. “Ah, bagaimana ia bisa berlari?” pikir Pelanuk dalam benaknya. Pelanuk lalu menegur. “Berapa jumlahmu di sungai?” Lalu Seq memberitahu jika ia hanya sendirian. Mereka kemudian terlibat pembicaraan santai. Lalu Pelanuk mengadu kepada Seq. “Aku dengar, hewan lain di hutan membicarakanku. Mereka bilang kalau aku hanya bisa mengalahkan binatang yang lebih besar. Kalau aku bertanding dengan hewan yang lebih kecil, aku akan kalah. Semakin kecil binatang itu, akan semakin mudah mengalahkanku.” “Memang benar apa yang mereka katakan. Kalau tidak percaya, ayo kita berlomba lari!” tantang Seq penuh semangat. “Ah, mana mungkin kau bisa lari secepat aku! Jalanmu saja lambat. Sejak tadi aku perhatikan, kau tidak beranjak dari tempat ini,” sergah Pelanuk. “Buktikan saja, kita lomba lari ke hulu sungai!” tantang Seq. *** Pelanuk sangat penasaran. Ia ingin membalikkan apa yang dibicarakan para hewan di hutan sebelumnya. Ia ingin membuktikan bahwa ia akan tetap menang walau berlomba dengan hewan yang lebih kecil dari tubuhnya. Perlombaan pun dimulai. Pelanuk dan Seq langsung berlari menuju hulu. Pelanuk lari sekencang-kencangnya. Sesekali ia menengok ke belakang untuk memastikan apakah Seq mampu mengejarnya. Namun Seq semakin tidak kelihatan karena jaraknya sudah terlalu jauh. Pelanuk lalu santai sambil mencari makan. Setelah dirasa kenyang, Pelanuk berjalan menuju tepi sungai 140 Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


untuk melihat apakah Seq sudah ada di situ. Lalu Pelanuk berteriak “Seq di mana kau?” Tak lama kemudian terdengar jawaban “Aku di sini.” Pelanuk kaget luar biasa. Padahal ia sudah berlari lima depa di depannya. Seq tidak kelihatan, ketika ia menengok ke belakang, tapi sekarang Seq sudah tiba mendahuluinya. Pelanuk tidak percaya atas kekalahan itu. Ia tidak puas dan menantang lomba lari lagi. Lomba lari dimulai lagi. Pelanuk lari sekuat tenaga, lebih kencang dari sebelumnya. Ia terus menengok ke belakang untuk memastikan Seq tidak berhasil mengejarnya. Ternyata Seq sudah tidak kelihatan, karena Pelanuk memang sudah lari cukup jauh darinya. Setelah dirasa aman, Pelanuk berhenti. Ia lalu berjalan ke tepi sungai untuk melihat apakah Seq berada di situ. Lalu Pelanuk bertanya “Seq di mana kau?”. Seketika itu pula Seq menjawab “Aku di sini”. Pelanuk terkejut karena tidak percaya. Pelanuk memanggil kembali untuk memastikan bahwa ia tidak salah dengar. Namun ia selalu mendapatkan jawaban yang sama. Seperti perlombaan pertama, ternyata Seq telah tiba terlebih dahulu. Seq memenangkan perlombaan lari. “Ah, kau pembohong. Katanya kau sendiri, ternyata tidak,” kata Pelanuk marah-marah. “Kau juga pembohong,” sergah Seq sambil tertawa terkekeh-kekeh. Pelanuk terdiam. Pelanuk yang selama ini dikenal sebagai hewan paling cerdik, ternyata Seq lebih cerdik. (*)

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

141


Profil Narasumber (1). Suriati Lahir di Long Gemar, Kecamatan Busang, Kabupaten Kutai Timur, 2 Maret 1970. Suriati menikah dengan Ding, dikarunia dua anak bernama Marlina (25) dan Aprianto (20) serta satu orang cucu bernama Stepania. Suriati menetap di Lung Anai sejak tahun 1986 karena ikut orang tuanya. Pendidikan terakhir Sekolah Menengah Ekonomi Akhir (SMEA) jurusan Perbankan (1990). Sejak tahun 2007, ia bekerja sebagai guru honorer di Sekolah Dasar Negeri 04, Lung Anai, Kecamatan Loa Kulu, Kabupaten Kutai Kartanegara. Dalam buku ini, Suriati menjadi narasumber cerita rakyat berjudul ”Lencau Sang Ksatria”. Proses wawancara dilakukan pada tanggal 28 Agustus 2016, di Lung Anai.

(2). Apuk Dungau Beliau akrab dipanggil Weq Pirin, lahir di Apau Kayan, tanggal 24 Februari 1955. Perempuan yang sudah ditinggal suaminya, sejak tahun 1987, memiliki empat anak bernama, Suriati (46), Hitamar (41), Yurni (38) dan Martinus (37). Beliau juga dikarunia tiga cucu dan 1 cicit yang semuanya tinggal di Lung Anai. Weq Pirin menetap di Lung Anai pada tahun 1984. Weq Pirin tidak sempat mengenyam pendidikan formal, namun ia cukup fasih berbahasa Indonesia. Meski usianya sudah tidak muda, Weq Pirin masih mampu 142

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


mengelola kebun karet dan kopi yang menjadi sumber penghidupan utamanya. Dalam buku ini, Weq Pirin menjadi narasumber untuk cerita rakyat berjudul ”Lencau Sang Ksatria”, “Tamen Buring”, dan “Sigau Belawan”. Proses wawancara dilakukan pada 19 Juli 2016, 28 Juli 2016 dan 28 Agustus 2016 di Lung Anai. Weq Pirin belum sempat membaca buku ini, karena beliau wafat pada tanggal 24 Oktober 2016 di Lung Anai.

(3). Lahang Bilung Beliau akrab disapa Amai Pelahang, lahir di Apau Kayan sekitar tahun 1945. Tanggal dan bulan kelahirannya tidak diketahui secara pasti. Laki-laki yang sudah ditinggal istrinya, Luing sejak tahun 2004, memiliki empat anak bernama, Nuryana (47), Igyn (46), Lawai (44) dan Idok (42). Beliau juga sudah dikarunia empat cucu dan dua cicit. Amai Pelahang menetap di Lung Anai pada tahun 1983 setelah sekian lama menetap di Long Segar, Kabupaten Kutai Timur. Beliau tidak sempat mengenyam pendidikan formal namun memahami bahasa Indonesia. Sejak tiga tahun terakhir, Amai Pelahang membuka toko kelontong di rumahnya, karena ia sudah tidak kuat lagi berkebun. Dalam buku ini, Amai Pelahang menjadi narasumber untuk cerita berjudul ”Anyeq Wang” dan “Padiu”. Proses wawancara dilakukan pada 19 Agustus 2016, dengan bantuan penerjemah karena cerita dituturkan dalam bahasa Dayak Kenyah. Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan 143


(4). Peluaq Beliau akrab disapa Weq Peluaq, lahir di Apau Kayan. Tanggal, bulan dan tahun kelahiran tidak diketahui secara pasti, namun usianya sekitar 70 tahun. Weq Peluaq dikarunia lima anak, namun yang satu sudah meninggal. Keempat anaknya yang masih hidup adalah Samson (42), Anita (40), Nomiati (32) dan Rosmiana (30). Weq Peluang memiliki enam cucu. Beliau menetap di Lung Anai tahun 1985, Beliau tidak sempat mengenyam pendidikan formal dan bahasa Indonesianya cukup terbatas. Dalam buku ini, Weq Peluaq menjadi narasumber untuk cerita berjudul, ”Uyau Tunyeng”. Proses wawancara dilakukan pada tanggal 17 Agutus 2016, dengan bantuan penerjemah karena cerita dituturkan dalam bahasa Dayak Kenyah.

(5). Amai Usad Beliau akrab disapa Pelusau, lahir di Apau Kayan 76 tahun yang lalu. Tanggal, bulan dan tahun kelahiran tidak diketahui secara pasti. Beliau adalah suami Weq Peluaq. Amai Pelusau tidak sempat mengenyam pendidikan formal dan pemahaman bahasa Indonesianya cukup terbatas. Pekerjaan sehari-harinya berladang dan berkebun yang masih ditekuni hingga sampai sekarang ini. Dalam buku ini, beliau menjadi narasumber cerita berjudul ”Uyau Tunyeng dan Buy dan Monyet yang 144

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


Licik”. Proses wawancara dilakukan pada 17 Agutus 2016 dalam bahasa Dayak Kenyah.

(6). Tingai Bilung

Akrab dipanggil Amai Pati, lahir di Long Apung, Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Utara pada 15 September 1953. Amai Pati adalah bapak dari lima anak yang bernama Lengken (45), Deris (43), Bisianto (41), Jeu (37) dan Innok (35) yang semuanya sudah berkeluarga. Amai Tingai menetap di Lung Anai pada tahun 1984. Amai Pati mengenyam pendidikan formal hingga Sekolah Dasar. Pemahaman bahasa Indonesianya cukup bagus. Pekerjaan sehari-harinya berladang dan berkebun. Dalam buku ini, Amai Pati menjadi narasumber untuk cerita dengan judul, ”Lencau Kila”, “Tang Tike dan Upit Selang”, “Pelanuk dan Payau Betina”, “Pelanuk dan Pau”, “Pelanuk dan Seq”. Wawancara dilakukan pada tanggal 15 September 2016.

(7). Tingai Lawing Beliau akrab dipanggil Tamen Leo, lahir di Long Gemar, Kecamatan Busang, Kabupaten Kutai Timur pada tanggal 1 Mei 1971. Tamen Leo adalah mantan Kepala Desa Lung Anai periode 2007–2013. Beliau dikarunia tiga orang anak bernama Leo (16), Natalia (13), dan Elia (6). Tamen Leo pindah ke desa Lung Anai sejak tahun 1985. Beliau mengenyam pendidikan formal hingga Sekolah Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

145


Menengah Ekonomi Atas, jurusan Perbankan. Pekerjaan sehari-hari saat ini adalah berladang dan berkebun serta membuka toko kelontong. Dalam buku ini, Tingai Lawing menjadi narasumber untuk cerita rakyat berjudul, ”Sulimerang dan Ujung Tunan Arung”. Wawancara dilakukan pada tanggal 24 Agustus 2016.

(8). Tanyit Lahang Beliau akrab disapa Pangit, lahir di Apau Kayan, Kabupaten Malinau, 1 Januari 1946. Amai Tanyit adalah bapak dari enam orang anak, namun yang hidup empat orang bernama, Luyang (40), Sidin (36), Alexander (28 dan Sertina (26). Ia pindah di desa Lung Anai sejak tahun 1985 dari Long Segar. Amai Tanyit sempat mengenyam pendidikan di Sekolah Rakyat (SR) dan pengetahuan bahasa Indonesia terbatas. Pekerjaan sehariharinya berladang dan berkebun. Dalam buku ini, Amai Tanyit menjadi narasumber untuk cerita berjudul, ”Jalung Ila Nyukak Sada Langit Megan”. Proses wawancara dilakukan pada tanggal 24 Juli 2016, di Lung Anai.

146

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


(9). Uluq Beliau akrab dipanggil Amai Uluq, lahir di Apau Kayan, tanggal 26 Juni 1969. Amai Uluq dikarunia tiga orang anak yaitu Sheny (27), Dina (24), dan Ade (17). Ia pindah ke Lung Anai pada tahun 1985. Amai Uluq adalah Kepala Desa Lung Anai sejak tahun 2013 dan akan berakhir tahun 2019. Amai Uluq mengenyam pendidikan formal hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Muara Ancalong, Kutai Timur, lulus tahun 1974. Dalam buku ini, Amai Uluq memberikan masukan dan pengkritisan terhadap beberapa cerita yang sudah ditulis, misalnya untuk cerita Tamen Buring, Tang Tike dan Upit Selang, dan beberapa cerita lainnya. Amai Uluq secara khusus membantu sebagai penerjemah untuk cerita berjudul “Uyau Tunyeng”. Proses wawancara dilakukan pada tanggal 17 Agutus 2016.

(10). Yurni Lee Beliau lahir di Gemar Baru, Kecamatan Muara Ancalong, Kabupaten Kutai Timur, 1 Agustus 1978. Ia salah seorang tokoh perempuan. Yurni pindah ke Lung Anai pada tahun 1986. Beliau sempat mengenyam pendidikan sederajat Sekolah Menengah Atas di Sekolah Teologia Atas di Tenggarong lulus tahun 1989. Ia juga pernah kuliah di Sekolah Tinggi Teologi namun hanya sampai Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

147


semester II. Saat ini Yurni memegang jabatan sebagai Sekretaris Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), pengurus Lembaga Kesenian dan Kebudayaan di Lung Anai, dan aktif di organisasi Gereja. Dalam buku ini Yurni memberi masukan untuk cerita berjudul Sigau Belawan dan Tamen Buring. Yurni secara khusus membantu sebagai penerjemah untuk cerita berjudul, ”Jalung Ila Nyukak Sada Langit Megan”, “Padiu”, “Burui”, dan “Anyeq Wang”. (*)

148

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan


Biodata Penulis Kelik Ismunandar lahir di Jogjakarta, 16 Desember 1971. Gelar sarjana ia peroleh dari Fakultas Sastra Jurusan Sejarah, Universitas Negeri Surakarta. Lulus tahun 2004 dengan skripsi yang mengupas tentang Gerakan Mahasiswa di Solo tahun 1989–1998 dengan nilai A. Kelik, demikian panggilan akrabnya, ayah dari dua anak perempuan: Yosephine Helsa Zahir (4) dan Vincentia Naysa Primesty (3), terlibat aktif dalam dunia gerakan sejak mahasiswa. Ia pernah tercatat sebagai anggota organisasi underbow Partai Rakyat Demokratik (PRD), Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID), dan Koordinator Pusat Perjuangan Buruh Indonesia (PPBI), Kota Surakarta. Maraknya berbagai aksi yang dilakukan mahasiswa di Kota Solo sejak tahun 1990-an untuk mengangkat isu nasional seperti Gerakan Anti Kuningisasi, Anti Dwifungsi ABRI, Gerakan Buruh sampai Gerakan Reformasi 1998 adalah beberapa proses yang Kelik terlibat di dalamnya. Peristiwa 27 Juli 1996, mengantarkan Kelik menjadi salah satu mahasiswa yang diculik oleh aparat militer dalam persembunyiannya di Kota Solo. Meskipun pernah mengalami penculikan, tidak menyurutkan langkahnya untuk tetap terlibat dalam gerakan perubahan sosial. Ketika PRD dan organisasi undewbow-nya dilarang oleh rezim Soeharto, Kelik terlibat mengorganisasi gerakan bawah tanah, dengan Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

149


membentuk Solidaritas Mahasiswa Peduli Rakyat (SMPR) untuk menjatuhkan Soeharto pada tahun 1998. SMPR kemudian berubah menjadi Dewan Reformasi Mahasiswa Surakarta (DRMS) setelah tumbangnya Rezim Orde Baru tahun 1998. Pasca kejatuhan Soeharto, Kelik bersama beberapa aktivis Solo lainnya membangun Lembaga Swadaya Masyarakat yang fokus pada isu perempuan pada tahun 1999 yaitu Solidaritas Perempuan untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (SPEK-HAM). Kelik aktif di SPEK-HAM sejak 1999 hingga 2006 dan selanjutnya berturut-turut aktif di Perkumpulan Pikul Nusa Tenggara Timur (2006–2007), Child Fund Indonesia (2008–2010). Pada saat ini, Kelik menjadi anggota Badan Pembina SPEK-HAM sejak tahun 2009 sampai sekarang dan Direktur Naladwipa Institute, Samarinda (2016–2020). Beberapa tulisan telah dihasilkan dalam bentuk buku maupun artikel di berbagai media. Masih dalam Posisi

Pinggiran; Membaca Tingkat Partisipasi Politik Perempuan di Kota Surakarta adalah buku yang telah ditulis bersama

dua rekannya pada tahun 2005. Tulisan dalam bentuk artikel di antaranya: “Memahami Kuota 30% bagi Perempuan” (Solo Pos, 2003); “Pilkada Langsung; Mampukah Melahirkan Walikota Bersih” (Solo Pos, 2005); “Perempuan Molo; Pendobrak Kebisuan” (Kursor-Kupang, 2007); “Otonomi Daerah dan Izin Pertambangan” (KursorKupang, 2007); dan “Koin untuk Prita; Simbol Perlawanan Publik” (Solo Pos, 2009). (*)

150

Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan



Articles inside

Biodata Penulis

1min
pages 150-152

Profil Narasumber

5min
pages 143-149

4. Pelanuk dan Seq

2min
pages 141-142

3. Pelanuk dan Pau

1min
pages 139-140

2. Pelanuk dan Payau Betina

1min
pages 137-138

1. Tang Tike dan Upit Saleng

2min
pages 135-136

6. Padiu

5min
pages 129-134

5. Burui

4min
pages 124-128

4. Buy dan Monyet yang Licik

5min
pages 119-123

3. Jalung dan Bungan

11min
pages 109-118

2. Anyeq Wang

2min
pages 106-108

1. Lencau Kila

5min
pages 101-105

2. Sigau Belawan

6min
pages 93-100

1. Jalung Ila Nyukak Sada Langit Megan

6min
pages 87-92

4. Uyau Tunyeng

11min
pages 75-86

3. Sulimerang dan Ujung Tunan Arung

20min
pages 57-74

1. Lencau Sang Ksatria

11min
pages 27-37

Kata Pengantar Pembelajaran dari Kearifan Tradisi Lisan

3min
pages 14-17

Kosakata Dayak Kenyah Lepoq Jalan

2min
pages 23-26

Dayak Kenyah Lepoq Jalan Jejak Migrasi dalam Aura Desa Budaya

5min
pages 18-22

2. Tamen Buring

22min
pages 38-56

Sekapur Sirih Ikhtiar Merawat Tradisi Warisan Leluhur

3min
pages 8-11

Seuntai Pinang Pendokumentasian Pengetahuan Komunitas

1min
pages 12-13
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.