3 minute read

Sekapur Sirih Ikhtiar Merawat Tradisi Warisan Leluhur

Sekapur Sirih  Ikhtiar Merawat Tradisi Warisan Leluhur

Pada awalnya penulis merasa ragu ketika didaulat oleh teman-teman Yayasan Desantara dan Naladwipa Institute untuk mendokumentasikan cerita rakyat Dayak Kenyah Lepo’ Jalan. Ada dua hal yang melatarbelakangi keraguan itu. Pertama, pemahaman penulis yang masih sangat minim tentang budaya yang akan menjadi obyek penulisan (Dayak Kenyah Lepo’ Jalan). Kedua, penulis sudah cukup lama tidak terlibat dalam kegiatan literasi dengan beberapa alasan.

Advertisement

Perlu waktu beberapa saat untuk memutuskan tawaran tersebut. Setelah melalui proses perenungan dan diskusi dengan beberapa pihak, pada akhirnya penulis menerima tawaran ini. Riset kecil penulis lakukan untuk menggali informasi awal tentang tradisi Dayak Kenyah dan cerita-cerita rakyat melalui beberapa literatur. Tidak cukup banyak literatur secara khusus mengupas budaya Dayak Kenyah yang penulis dapatkan. Hanya ada sepenggal informasi yang tersebar dari beberapa dokumen.

Kegiatan Workshop Penguatan Desa Budaya yang digelar di Lung Anai akhir Juni 2016, mulai membuka jalan untuk melakukan penulisan. Warga Lung Anai yang merupakan komunitas Dayak Kenyah Lepo’ Jalan telah merekomendasikan lima belas cerita rakyat beserta narasumbernya. Kelima belas cerita itu antara lain: Suwit Lirung, Uyeu Abing, Ulong Apa Ngan Ulong Ncam, Anyeq Wang, Pelanuk Ngan Seq, Babui Palo, Kelep, Burui, Uyau Upet, Alek Usun Batang, Sigeu Belawan, Tamen

Buring, Uyeau Tunyeng, Buy Ngan Uyoq dan Tang Tike Ngan Upit Selang.

Proses selanjutnya, penulis fokus melakukan wawancara untuk mulai menyusun lima belas cerita yang telah direkomendasikan. Rencana kunjungan lapangan disusun dengan berbekal hasil workshop. Satu persatu narasumber dihubungi dengan bantuan local organiser di Lung Anai.

Realitas di lapangan memberikan tantangan baru. Tidak semua narasumber berhasil dihubungi untuk wawancara. Beberapa alasan yang mengemuka di antaranya: tidak cukup menguasai alur cerita, tidak terbiasa dengan wawancara dan kesibukan kegiatan berladang. Hanya ada beberapa narasumber yang kemudian bersedia diwawancara sesuai dengan cerita yang dikuasainya.

Berangkat dari sinilah, proses penggalian informasi mulai mengalir. Beberapa orang yang tidak direkomendasikan sebagai narasumber mulai muncul dengan cerita-cerita baru di luar rekomendasi workshop. Pada akhirnya tidak semua judul berhasil digali informasinya, namun ada cerita tambahan seiring munculnya narasumber baru. Jumlah cerita yang berhasil digalipun justru melebihi dari rencana semula, dari 15 menjadi 16 judul cerita.

Tantangan lain yang dihadapi selama penulisan, adalah sudah tidak ditemukan lagi penutur yang dapat dijadikan rujukan dan tidak semua narasumber menguasai bahasa Indonesia dengan baik. Beberapa narasumber menggunakan bahasa Dayak Kenyah yang tidak penulis kuasai. Maka penulis sangat berterimakasih kepada Yurni

Lee dan Amai Uluk (Kepala Desa, Lung Anai) yang telah bersedia menjadi penerjemah.

Enam belas judul cerita rakyat yang penulis berhasil dokumentasikan bercerita seputar kehidupan keluarga, perjalanan hidup seseorang, perkawinan hingga dongeng binatang. Jika dalam beberapa tulisan dirasa mengandung unsur kekerasan, bukan berarti penulis menyetujui hal itu untuk penyelesaian masalah. Meskipun demikian ada beberapa bagian yang menurut penulis tidak cukup layak dikonsumsi oleh masyarakat, maka cerita itu kemudian direka-ulang tanpa mengurangi intisari cerita.

Ucapan terima kasih perlu penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah mendukung proses penulisan buku ini. Pertama-tama penulis perlu sampaikan terima kasih kepada warga Lung Anai, khususnya kepada para narasumber dan penerjemah, yang di tengah kesibukan kerja bersedia penulis ganggu waktunya.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Kemitraan-Partnership Jakarta yang telah memberikan dukungan logistik terhadap seluruh proses penulisan buku melalui program “Langkah Aksi menuju Masyarakat Inklusif” (LAMIN). Juga kepada Yayasan Desantara-Jakarta yang telah memberi kepercayaan pada penulis untuk memegang tanggung jawab penulisan.

Secara khusus, penulis ucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada sahabat Asman Azis, yang telah mempercayakan penulisan buku ini. Juga pada Romo Roedy Haryo Widjono AMZ yang sudi menjadi teman diskusi sekaligus editor buku ini. Kasmani Padjalang yang telah berkontribusi terhadap beberapa judul cerita. Erma Wulandari yang telah membantu proses administrasi serta

Handika Bahaduri, Muhammad Salim dan Roni Maysandi yang telah menemani penulis saat melakukan wawancara.

Penulis juga perlu mengucapkan terima kasih nan mendalam kepada istri dan dua putri tercinta, Yosephine Helsa Zahir dan Vincentia Naysa Primesty yang telah memberi dukungan khusus. Tanpa dukungan mereka, sulit rasanya menyelesaikan tulisan ini.

Penulis menyadari, tidak ada gading yang tak retak. Buku ini bukanlah sesuatu yang sempurna masih banyak kekurangan. Melalui buku ini, penulis mengajak kepada seluruh pembaca untuk melestarikan tradisi lisan masyarakat yang mungkin akan hilang jika tidak didokumentasikan. Hikmah pembelajaran kiranya banyak dapat kita petik dari tradisi warisan leluhur berkaitan dengan tantangan kehidupan yang semakin kompleks.

Selamat Membaca!

Kelik Ismunandar