6 minute read

2. Sigau Belawan

Tersebutlah kisah, seorang bangsawan dari kampung Bambu Atung bernama Sigau Belawan. Ia memiliki dua sahabat yaitu Laingtit dan Uyau Asang. Mereka telah bersahabat sejak kecil. Ketiga sahabat itu telah beranjak dewasa. Pada saat sedang berkumpul, Sigau Belawan mengajak dua sahabatnya pergi ke kampung hulu untuk menjumpai seorang gadis. “Wahai teman, aku mendengar ada perempuan cantik di tanah hulu. Bagaimana kalau kita berkunjung melihatnya?” ucap Sigau Belawan. “Aku setuju, kapan kita ke sana?” sahut Laingtit penuh semangat. Beberapa hari kemudian, Mereka pergi menyusuri sungai menuju tanah hulu. Mereka ingin melihat kecantikan Awing Tiling dan sahabatnya Awing Nyanding. Tiga hari dua malam mereka berjalan menyusuri sungai dengan perahu. Mereka tiba di kampung menjelang malam. Setelah beristirahat sejenak, mereka berjalan memasuki kampung. Saat itu terlihat beberapa anak sedang bermain. “Hai, kemarilah! Kakak mau tanya, siapakah Kepala Kampung di sini?” ujar Sigau Belawan. “Tamen Awing kak,” jawab anak itu. “Bisakah minta tolong panggilkan Awing Tiling,” lanjut Sigau Belawan. “Bisa, kakak tunggu sebentar,” jawab anak itu sambil berlari menuju ke rumah Awing Tiling untuk memberitahu kedatangan tiga orang yang mencari bapaknya. “Kakak, itu ada tiga orang mencari Amai. Kakak diminta ke sana,” ucap anak itu. “Siapa mereka?” tanya Awing Tiling. “Tidak tahu, sepertinya orang jauh,” balas anak itu. “Baiklah, aku ke sana,” ucap Awing Tiling. Anak-anak itu kemudian membawa Awing Tiling ke tempat Sigau Belawan dan dua sahabatnya. Saat

melihat Awing Tiling, Sigau Belawan langsung jatuh cinta. Tatapan mata Sigau Belawan tak berkedip memandangi paras cantik Awing Tiling. Begitu juga dengan Awing Tiling. Tampaknya ia juga tertarik dengan Sigau Belawan meskipun agak malu-malu. Mereka berempat kemudian berbicara sebentar. Lalu Awing Tiling segera mengajak pergi ke rumahnya. “Kita sudah sampai. Ini rumahku. Sebentar aku panggilkan amai,” ucap Awing Tiling. Kemudian Awing Tiling bergegas memberi tahu bapaknya. Tidak lama kemudian terdengar suara Awing Tiling memanggil tamunya untuk naik ke atas. “Silakan duduk dan tunggu sebentar. Amaisegera ke sini,” ucap Awing Tiling. Awing Tiling kemudian masuk untuk membuatkan minum bagi para tamunya. Saat itu, mamak-nya sedang berada di dapur. Ia berbicara sekilas mengenai kedatangan tiga orang tamu bapaknya. “Weq, ada orang jauh datang kemari. Ada apa ya?” tanya Awing Tiling. “Mungkin mereka ada perlu dengan Tamen-mu,” jawab mamak-nya. “Tapi aku melihat, salah seorang dari mereka menatapku terus,” sahut Awing Tiling. “Ah, itu hanya perasaanmu saja. Tak mungkin mereka menaksirmu. Apa mereka mau dengan keluarga kita?” sahut mamak-nya. Pada saat bersamaan, Tamen Awing Tiling menemui mereka bertiga. Bincang ringan saling memperkenalkan diri terjadi antara mereka. Kadang terdengar suara gelak tawa di sela perbincangan. Lalu Awing Tiling datang menyajikan hidangan. Pembicaraan terhenti sejenak. “Silakan diminum. Ini hanya ada sanggar pisang dan ubi rebus saja,” ucap Awing dengan suara lembut. “Terima kasih,” sahut Sigau Belawan. Perjumpaan itu membuat Sigau Belawan terpukau dengan kecantikan

Advertisement

Awang Tiling. Matanya tidak berkedip sedikit pun menatapnya. “Gadis yang sangat cantik luar biasa, tidak salah aku datang ke sini”, ungkap Sigau Belawan dalam hatinya. “Silakan dinikmati hidangannya. Sebentar kita ke dapur. Awing dan mamak-nya sudah mempersiapkan santapan untuk kalian yang datang dari jauh,” ucap tamen Awing Tiling.

*** Waktu terus berlalu. Pembicaraan dilanjutkan untuk memperjelas maksud kedatangan Sigau Belawan. Bapak Awing memulai pembicaraan, “Apakah ada sesuatu yang hendak kalian sampaikan?” Laingtit dan Uyau Asang langsung memandang Sigau Belawan. Mereka memberi isyarat agar Sigau Belawan segera mengutarakan maksud kedatangannya. “Mohon maaf jika kedatangan kami mengganggu keluarga di sini. Terus terang, saat ini saya sedang mencari teman hidup. Jika Amai mengizinkan, Saya ingin mengambil Awing Tiling sebagi istri,” ungkap Sigau Belawan. ”Oh, begitu. Awing Tiling adalah anak gadisku satu-satunya. Nanti saya tanya dulu ke Awing, dia bersedia atau tidak?” jawab Tamen Awing Tiling yang sudah menduga apa yang hendak disampaikan tamunya. Awing Tiling dan mamak-nya mendengarkan pembicaraan dari balik dinding kamar. Awing tampak bahagia mendengar pembicaraan itu. “Baiklah, sekarang sudah larut malam. Beristirahatlah dulu,” ujar Tamen Awing. “Terima kasih, amai,” jawab mereka serentak. “Kalian bisa tidur di bawah, atau di atas, terserah kalian,” ucap tamen Awing. Mereka segera menyambut tawaran itu, terlebih karena mereka memang sangat lelah setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh.

Sigau Belawan mengajak dua sahabatnya untuk tidur di atas seperti tawaran tamen Awing. ”Kamu tidur saja di atas. Biar kami berdua di bawah,” ucap Uyau Asang. Dua sahabatnya itu tampak ingin memberi kesempatan pada Sigau Belawan agar lebih mengenal Awing. Kemudian Sigau Belawan naik bersama Awing Tiling yang sudah menunggunya. Hampir sepanjang malam, mereka berbincang. Keduanya tampak sangat akrab, walau baru bertemu untuk pertama kalinya. Rupanya mereka saling berjodoh. Pagi pun tiba. Sigau Belawan segera ke bawah menemui sahabatnya. ”Bagaimana keputusanmu? Apakah mau diteruskan?” tanya Uyau Asang kepada Sigau Belawan. Belum sempat menjawab pertanyaan dua sahabatnya, Tamen Awing Tiling tiba-tiba muncul. “Ayo, silakan kalian mandi, setelah itu kita makan. Awing sudah mempersiapkan makanan untuk kalian. Oh ya, apakah kalian masih mau menginap atau pulang hari ini?” tanya Tamen Awing. “Kami akan pulang siang ini,” jawab Sigau Belawan. Mereka bertiga kemudian pergi mandi sekaligus bersiap-siap untuk pulang. Setelah selesai mandi, mereka makan bersama sambil melanjutkan pembicaraan. “Bagaimana Sigau, apakah engkau masih bersikukuh untuk menikah dengan Awing?” tanya tamen Awing. “Saya tetap mantap untuk menikahi Awing,” jawab Sigau sepenuh hati. ”Baiklah. Aku juga sudah bicara dengan Awing dan ia tidak keberatan. Kalau begitu, kapan rencana ini akan dilanjutkan?” tanya tamen Awing. “Saya akan bicarakan dahulu dengan keluarga. Nanti Saya kabari lagi,” sahut Sigau Belawan dengan rasa bahagia. Begitu juga dengan Awing, yang mengikuti pembicaraan dari balik dinding kamarnya. Kemudian Sigau Belawan dan sahabatnya

berpamitan untuk pulang. Awing memberi beberapa ikat tebu dan makanan, sebagai bekal di perjalanan. *** Sigau Belawan tiba kembali di rumahnya. Ia segera menemui mamak-nya yang sudah menunggu dan menceritakan semuanya dengan wajah ceria. “Janganlah terlalu lama, segeralah menikah. Aku sudah ingin menimang cucu,” ujar TinenSigau. Waktu terus berjalan. Setelah semua persiapan dirasa cukup, Sigau Belawan kembali berbicara dengan mamak-nya mengenai rencana pernikahan. Saat itu, padi di ladang sedang menguning. MamakSigau meminta agar pernikahan dilaksanakan setelah panen. Rencana pernikahan itu sudah menyebar di warga. Mereka sudah membicarakannya, meski mamak Sigau Belawan belum memberitahu kepada warga. “Aku dengar, setelah panen, Sigau akan menikah. Apakah kabar ini benar?” tanya Tamen Buring, salah seorang tetua kampung. “Kabarnya begitu. Tapi kita tidak tahu kebenaran berita itu,” sahut Pampoq. “Tidak bisa mereka diam-diam begitu. Lebih baik kita ke rumah Sigau Belawan, untuk memastikannya,” ujar tamen Buring. Beberapa hari kemudian, perwakilan para tetua kampung datang ke rumah Sigau Belawan. Lalu mereka berbincang dengan mamak Sigau Belawan. “Aku dengar, anakmu akan menikah, setelah panen ini. Benarkah kabar itu?” tanya Pampoq. “Iya, benar. Maaf, kalau kami belum memberi tahu. Karena, kalau sudah mendekati hari pernikahan, baru kami akan memberi tahu,” jawab Tinen Sigau.

Maka mereka kemudian bersepakat mempersiapkan segala sesuatu untuk rencana pernikahan. Hari yang ditunggu sudah tiba. Persiapan sudah dilakukan beberapa hari sebelumnya. Para tetua kampung telah

mempersiapkan upacara adat. Bahkan Sigau Belawan siap menjemput Awing Tiling. Sigau Belawan membawa lima perahu untuk mengiringinya. Pagi-pagi benar mereka sudah berangkat. Setelah menempuh perjalanan beberapa saat tibalah mereka di kampung yang dituju. Ritual adat penyambutan tamu sudah dipersiapkan warga. Upacara penyambutan berlangsung sangat meriah. Hampir semua warga keluar rumah untuk melihat rombongan Sigau Belawan. Bertemulah dua keluarga untuk membicarakan rencana pernikahan. Pada saat itu pula, Laingtit bertemu jodohnya yakni Asung Beluluk Lung dan Uyau Asang dengan Urai Beluluk Lu’ai. Berdasarkan kesepakatan, pernikahan akan dilaksanakan beberapa hari kemudian di kampung Sigau Belawan. Kemudian pulanglah rombongan Sigau Belawan esok harinya. Berbagai macam oleh-oleh dari keluarga dibawanya. Muatan perahu bukannya berkurang, tetapi semakin penuh dengan barang bawaan. Hal ini menunjukkan, lamaran Sigau Belawan diterima dengan sukacita. Sejak saat itu, di kampung Sigau Belawan terlihat ramai mempersiapkan acara pernikahan yang akan segera digelar. Hampir semua warga terlibat mempersiapkannya. Mereka menyambut bahagia rencana pernikahan Sigau Belawan. Upacara adat dan tarian penyambutan tamu sudah dipersiapkan. Berbagai jenis makanan terbaik sudah siap dihidangkan. Tibalah hari besar itu. Sigau Belawan menikah dengan Awing Tiling. (*)

98 Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

Cerita Tiga: Dongeng Pelipur Lara