6 minute read

1. Jalung Ila Nyukak Sada Langit Megan

Alkisah hiduplah seorang gagah perkasa, bernama Jalung Ila Nyukak Sada Langit Magan. Pada suatu hari, Jalung Ila melakukan perjalanan ke lepoqSuit Lirung yang berada di atas gunung. Saat di tengah perjalanan, ia bertemu seorang gadis yang cantik menawan. Kecantikannya sungguh mempesona. Gadis itu bernama Mpang Abun Suit Lirung. “Cantik nian gadis itu. Usiaku sekarang sudah cukup dan aku ingin menikahinya,” pikir Jalung dalam hati. Sejak berjumpa Suit Lirung, pikiran Jalung Ila selalu tertuju padanya. Ia sungguh jatuh cinta dan ingin segera melamarnya. Maka beberapa hari kemudian, ia menyampaikan isi hatinya kepada mamak-nya. “Weq, aku bertemu gadis cantik. Aku ingin meminangnya,” ucap Jalung Ila. ”Engkau sudah dewasa dan sudah waktunya mempunyai istri. Siapa nama anak gadis itu?” ujar mamak-nya. “Mpang Abun Suit Lirung,” jawab Jalung. “Baiklah, nanti akan kusampaikan pada tamam,” kata mamak-nya. Beberapa hari kemudian, disampaikanlah niat hati sang anak kepada bapaknya. “Anak kita sudah dewasa. Kemarin ia menyampaikan keinginannya melamar gadis dari kampung tetangga,” ujar Tinan Jalung Ila. “Ah, begitukah? Aku memang berharap demikian, karena ia sudah dewasa. Aku akan bicara dengan para tetua adat terlebih dahulu,” ujar TamenJalung Ila. Pada saat diadakan pertemuan dengan para tetua adat. Tamen Jalung Ila menyampaikan maksud hati anaknya. Mereka menyetujuinya lalu memutuskan akan segera mengirim utusan untuk melamar Suit Lirung. Persiapan kunjungan pun segera dilakukan. ***

Sesuai dengan waktu yang ditentukan, rombongan Jalung Ila sebanyak lima puluh orang, pergi melamar ke Suit Lirung. Rombongan memulai perjalanan selama enam hari berjalan kaki. Mereka mulai masuk hutan belantara tak berpenghuni. Menjelang siang, perjalanan dihentikan untuk istirahat makan dan melepas lelah. Perjalanan dilanjutkan sampai menjelang malam. Enam hari penuh, mereka melakukan hal yang sama setiap harinya. Setelah menempuh perjalanan yang melelahkan, tibalah mereka di kampung yang dituju. Pada saat akan memasuki kampung, terlihat beberapa anak sedang bermain. Pada saat mereka melihat rombongan Jalung Ila, anak-anak berlarian masuk kampung. Mereka ketakutan karena dikira ada rombongan orang jahat yang sedang mencari kepala manusia. Lalu mereka berlari menuju rumah seorang kakek yang tinggal di ujung kampung. “Pui, kemarilah!” ujar seorang anak. “Ada apa cucuku?” tanya Pui. “Itu ada rombongan ayau. Cobalah Pui datang ke sana,” ujar anak itu. Bergegaslah kakek itu pergi menjumpai mereka, kemudian berkata, “Maaf, Saudara. Kalian ini dari mana dan mau ke mana? Apa maksud kedatangan Saudara dengan pakaian lengkap seperti itu? Apakah ada yang Saudara cari di kampung kami?”

Advertisement

“Mohon maaf, kalau sudah membuat anak-anak takut, karena kami tidak sempat memberi tahu kedatangan kami terlebih dahulu. Kami mau bertandang ke rumah Suit Lirung,” kata Tamen Ila sambil memperkenalkan diri. “Oh, kalau begitu. Aku antar ke rumahnya,” ujar sang kakek. Tak lama kemudian, rombongan itu berjalan mengikuti kakek menuju rumah Suit Lirung. Setiba di rumah, mereka diterima dengan sukacita dalam suasana penuh keakraban, meskipun mereka baru pertama kali berjumpa. “Biasanya, kalau ada tamu dari jauh, kami akan

membuat tari-tarian sebagai penghormatan,” ujar Empang Abun, ayah Suit Lirung. Empang Abun adalah orang yang terpandang di kampung itu. Dalam situasi penting seperti itu, apa yang dikatakan Empang Abun adalah permintaan. Maka ia meminta kakek pengantar rombongan untuk pergi ke rumah Uyau Mok Me’e Loq Langan dan Laing Tit Tugan Ait Ngeriman agar segera mempersiapkan warga menggelar pesta dan tari-tarian. Maka bergegaslah warga mempersiapkan segala sesuatunya untuk segera menggelar pesta.

“Mohon maaf, kalau kedatangan kami tidak memberi tahu sebelumnya, sehingga membuat kaget keluarga di sini. Adapun maksud dan tujuan kami, hendak meminang Suit Lirung untuk diperistri Jalung Ila,” ungkap salah seorang tetua rombongan dengan penuh rasa hormat. Jalung Ila diminta berdiri agar keluarga Empang Abun mengenalnya. Agak malu-malu Ia memperkenalkan diri sambil disaksikan Suit Lirung dari balik dinding. Empang Abun sudah memperkirakan sebelumnya. Melihat Jalung Ila yang gagah perkasa, Empang Abun langsung memberikan tanda persetujuan. Pembicaraan diakhiri dengan perjamuan makan bersama dengan berbagai macam hidangan. Hal itu sebagai pertanda rasa suka cita dari tuan rumah terhadap tamunya. Beragam tarian digelar dengan iringan musik yang dimainkan Uyau Mok Me’e Loq Langan dan Laing Tit Tugan Ait Ngeriman. Mereka menikmati malam itu dengan penuh kegembiraan dalam kebahagiaan bersama. Tak terasa, pagi hampir tiba. Maka sebagai penghormatan, Jalung Ila dan Suit Lirung diminta menari sebelum acara diakhiri. Jalung Ila sebagai tamu diminta untuk menari terlebih dahulu.

Jalung Ila langsung tampil dengan penuh percaya diri, melenggak lenggok dan sesekali melompat dengan indahnya. Semua orang terperangah kagum. Suara tepuk tangan bergemuruh mengakhiri penampilan Jalung Ila yang sempurna. Tiba giliran Suit Lirung. Ia meliuk-liuk dengan gemulai. Tangannya bergerak lembut, tubuhnya memutar penuh keindahan. Tarian Suit Lirung tidak kalah hebatnya dengan Jalung Ila. Rombongan Jalung Ila dibuat terperangah. Suit Lirung tampil luar biasa malam itu. Mereka tidak bosan melihatnya hingga pagi menjelang. Suara tepuk tangan bergemuruh menandai pesta telah usai. Kepala rombongan kemudian menyampaikan rasa terima kasih atas sambutan yang telah diberikan keluarga Suit Lirung. Pesta adat dan upacara penyambutan tamu telah berakhir. Semua warga pulang ke rumah dengan rasa puas, meski mereka tidak tidur satu malam penuh. Mereka akan menunggu saat pesta perkawinan tiba. Rombongan Jalung Ila beristirahat sepenuhnya hari itu. Mereka akan mulai perjalanan esok harinya. Berbagai bekal perjalanan telah dipersiapkan keluarga Suit Lirung. Pagi-pagi benar rombongan mulai berjalan pulang meninggalkan kampung. Meskipun lelah, mereka tampak bahagia atas sambutan yang telah diberikan. Rombongan akan kembali satu bulan kemudian untuk menggelar upacara pernikahan. Enam hari sudah rombongan menempuh perjalanan pulang. Orang-orang sudah tidak sabar menunggu kabar yang akan disampaikan. Berbagai masakan sudah dipersiapkan keluarga Jalung Ila untuk rombongan yang sudah pasti sangat kelelahan. Rombongan tiba, sore menjelang malam. Mereka disambut keluarga masing-masing dan diarak menuju rumah Jalung Ila yang sudah penuh dengan hidangan santapan.

Sesekali terdengar orang saling bertanya tentang hasil kunjungannya. Meskipun belum secara resmi disampaikan oleh keluarga, warga sudah mengetahui hasil pembicaraan dari mulut ke mulut. Diantara warga ada yang menggerutu agar pernikahan secepatnya digelar. Mereka sudah tidak sabar menunggu pesta paling besar di kampungnya.

*** Waktu terus berlalu. Dua minggu sebelum pernikahan, para tetua adat dikumpulkan kembali untuk menentukan orang-orang yang akan mengambil Suit Lirung. Semua hal sudah dipersiapkan. Tibalah saatnya perwakilan rombongan yang sudah ditunjuk berangkat menuju kampung Suit Lirung. Mereka harus menempuh perjalanan yang sama, enam hari menyusuri hutan belantara. Keluarga Empang Abun sudah mempersiapkan upacara penyambutan jauh hari sebelumnya. Mereka sudah mengetahui kedatangan rombongan Jalung Ila sesuai dengan kesepakatan yang sudah diputuskan sebelumnya. Berbagai upacara adat sudah dilakukan. Dengan diantar oleh keluarga dan para tetua adat, Suit Lirung meninggalkan kampungnya. Wajah Suit Lirung dan rombongan yang mengantarnya tampak berbinar-binar bahagia. Padahal mereka akan menempuh perjalanan panjang. Warga kampung sudah tidak sabar menunggu kedatangan Suit Lirung yang konon cantik luar biasa. Mereka sudah menunggu di jalan yang akan dilalui rombongan menuju rumah Jalung Ila. Rombongan mulai tampak menjelang siang. Warga sudah mulai berkerumun untuk melihat Suit Lirung pertama kalinya. Alat musik gong langsung diletakkan tepat di pintu gerbang kampung.

Diiringi tarian sambutan selamat datang, Suit Lirung diminta berjalan kaki di atas gong. Hal ini merupakan satu tradisi penghormatan tertinggi menyambut seorang bangsawan. Menjelang sore, proses penyambutan tamu berakhir. Suit Lirung dan rombongan beristirahat sesaat. Mereka kemudian mandi di sungai, termasuk Suit Lirung. Pada saat itulah, beberapa orang yang melihat Suit Lirung sedang mandi sangat terpana. Kulitnya putih bersih tanpa cacat. Rambutnya panjang terurai hingga sebahu. Suit Lirung benar-benar gadis yang sepadan untuk Jalung Ila. Pernikahan digelar esok harinya. Jalung Ila dan Suit Lirung duduk di atas gong. Pesta tarian digelar sepanjang hari sebagai ucapan syukur. Saat tetua adat memberikan nasihat, Jalung Ila dan Suit Lirung mendengarkan dengan saksama. ”Kalian berdua akan berpasangan untuk selamanya. Jika malam tiba, kalian harus tidur bersama dan saling berpelukan. Ingatlah, sebagai suami harus melakukan tugasmu. Jangan lupa, ketika melakukan tugasmu, lakukanlah dengan baik. Masukkan kepala biawak di antara sela batang, sampai airnya keluar,”

Jalung Ila dan Suit Lirung tersipu malu. Mereka sudah tidak sabar menunggu datangnya malam pertama yang selalu ditunggu pengantin baru. Semesta pun merestui pernikahan mereka. (*)