5 minute read

Profil Narasumber

(1). Suriati

Lahir di Long Gemar, Kecamatan Busang, Kabupaten Kutai Timur, 2 Maret 1970. Suriati menikah dengan Ding, dikarunia dua anak bernama Marlina (25) dan Aprianto (20) serta satu orang cucu bernama Stepania. Suriati menetap di Lung Anai sejak tahun 1986 karena ikut orang tuanya. Pendidikan terakhir Sekolah Menengah Ekonomi Akhir (SMEA) jurusan Perbankan (1990). Sejak tahun 2007, ia bekerja sebagai guru honorer di Sekolah Dasar Negeri 04, Lung Anai, Kecamatan Loa Kulu, Kabupaten Kutai Kartanegara.

Advertisement

Dalam buku ini, Suriati menjadi narasumber cerita rakyat berjudul ”Lencau Sang Ksatria”. Proses wawancara dilakukan pada tanggal 28 Agustus 2016, di Lung Anai.

(2). Apuk Dungau

Beliau akrab dipanggil Weq Pirin, lahir di Apau Kayan, tanggal 24 Februari 1955. Perempuan yang sudah ditinggal suaminya, sejak tahun 1987, memiliki empat anak bernama, Suriati (46), Hitamar (41), Yurni (38) dan Martinus (37). Beliau juga dikarunia tiga cucu dan 1 cicit yang semuanya tinggal di Lung Anai. Weq Pirin menetap di Lung Anai pada tahun 1984. Weq Pirin tidak sempat mengenyam pendidikan formal, namun ia cukup fasih berbahasa Indonesia. Meski usianya sudah tidak muda, Weq Pirin masih mampu

mengelola kebun karet dan kopi yang menjadi sumber penghidupan utamanya.

Dalam buku ini, Weq Pirin menjadi narasumber untuk cerita rakyat berjudul ”Lencau Sang Ksatria” , “Tamen Buring”, dan “Sigau Belawan”. Proses wawancara dilakukan pada 19 Juli 2016, 28 Juli 2016 dan 28 Agustus 2016 di Lung Anai. Weq Pirin belum sempat membaca buku ini, karena beliau wafat pada tanggal 24 Oktober 2016 di Lung Anai.

(3). Lahang Bilung

Beliau akrab disapa Amai Pelahang, lahir di Apau Kayan sekitar tahun 1945. Tanggal dan bulan kelahirannya tidak diketahui secara pasti. Laki-laki yang sudah ditinggal istrinya, Luing sejak tahun 2004, memiliki empat anak bernama, Nuryana (47), Igyn (46), Lawai (44) dan Idok (42). Beliau juga sudah dikarunia empat cucu dan dua cicit.

Amai Pelahang menetap di Lung Anai pada tahun 1983 setelah sekian lama menetap di Long Segar, Kabupaten Kutai Timur. Beliau tidak sempat mengenyam pendidikan formal namun memahami bahasa Indonesia. Sejak tiga tahun terakhir, Amai Pelahang membuka toko kelontong di rumahnya, karena ia sudah tidak kuat lagi berkebun.

Dalam buku ini, Amai Pelahang menjadi narasumber untuk cerita berjudul ”Anyeq Wang” dan “Padiu”. Proses wawancara dilakukan pada 19 Agustus 2016, dengan bantuan penerjemah karena cerita dituturkan dalam bahasa Dayak Kenyah.

(4). Peluaq

Beliau akrab disapa Weq Peluaq, lahir di Apau Kayan. Tanggal, bulan dan tahun kelahiran tidak diketahui secara pasti, namun usianya sekitar 70 tahun. Weq Peluaq dikarunia lima anak, namun yang satu sudah meninggal. Keempat anaknya yang masih hidup adalah Samson (42), Anita (40), Nomiati (32) dan Rosmiana (30). Weq Peluang memiliki enam cucu. Beliau menetap di Lung Anai tahun 1985, Beliau tidak sempat mengenyam pendidikan formal dan bahasa Indonesianya cukup terbatas.

Dalam buku ini, Weq Peluaq menjadi narasumber untuk cerita berjudul, ”Uyau Tunyeng”. Proses wawancara dilakukan pada tanggal 17 Agutus 2016, dengan bantuan penerjemah karena cerita dituturkan dalam bahasa Dayak Kenyah.

(5). Amai Usad

Beliau akrab disapa Pelusau, lahir di Apau Kayan 76 tahun yang lalu. Tanggal, bulan dan tahun kelahiran tidak diketahui secara pasti. Beliau adalah suami Weq Peluaq. Amai Pelusau tidak sempat mengenyam pendidikan formal dan pemahaman bahasa Indonesianya cukup terbatas.

Pekerjaan sehari-harinya berladang dan berkebun yang masih ditekuni hingga sampai sekarang ini. Dalam buku ini, beliau menjadi narasumber cerita berjudul ”Uyau Tunyeng dan Buy dan Monyet yang

Licik”. Proses wawancara dilakukan pada 17 Agutus 2016 dalam bahasa Dayak Kenyah. (6). Tingai Bilung

Akrab dipanggil Amai Pati, lahir di Long Apung, Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Utara pada 15 September 1953. Amai Pati adalah bapak dari lima anak yang bernama Lengken (45), Deris (43), Bisianto (41), Jeu (37) dan Innok (35) yang semuanya sudah berkeluarga. Amai Tingai menetap di Lung Anai pada tahun 1984.

Amai Pati mengenyam pendidikan formal hingga Sekolah Dasar. Pemahaman bahasa Indonesianya cukup bagus. Pekerjaan sehari-harinya berladang dan berkebun.

Dalam buku ini, Amai Pati menjadi narasumber untuk cerita dengan judul, ”Lencau Kila” , “Tang Tike dan Upit Selang” , “Pelanuk dan Payau Betina” , “Pelanuk dan Pau” , “Pelanuk dan Seq”. Wawancara dilakukan pada tanggal 15 September 2016.

(7). Tingai Lawing

Beliau akrab dipanggil Tamen Leo, lahir di Long Gemar, Kecamatan Busang, Kabupaten Kutai Timur pada tanggal 1 Mei 1971. Tamen Leo adalah mantan Kepala Desa Lung Anai periode 2007–2013. Beliau dikarunia tiga orang anak bernama Leo (16), Natalia (13), dan Elia (6).

Tamen Leo pindah ke desa Lung Anai sejak tahun 1985. Beliau mengenyam pendidikan formal hingga Sekolah

Menengah Ekonomi Atas, jurusan Perbankan. Pekerjaan sehari-hari saat ini adalah berladang dan berkebun serta membuka toko kelontong.

Dalam buku ini, Tingai Lawing menjadi narasumber untuk cerita rakyat berjudul, ”Sulimerang dan Ujung Tunan Arung”. Wawancara dilakukan pada tanggal 24 Agustus 2016.

(8). Tanyit Lahang

Beliau akrab disapa Pangit, lahir di Apau Kayan, Kabupaten Malinau, 1 Januari 1946. Amai Tanyit adalah bapak dari enam orang anak, namun yang hidup empat orang bernama, Luyang (40), Sidin (36), Alexander (28 dan Sertina (26). Ia pindah di desa Lung Anai sejak tahun 1985 dari Long Segar.

Amai Tanyit sempat mengenyam pendidikan di Sekolah Rakyat (SR) dan pengetahuan bahasa Indonesia terbatas. Pekerjaan sehariharinya berladang dan berkebun.

Dalam buku ini, Amai Tanyit menjadi narasumber untuk cerita berjudul, ”Jalung Ila Nyukak Sada Langit Megan”. Proses wawancara dilakukan pada tanggal 24 Juli 2016, di Lung Anai.

(9). Uluq

Beliau akrab dipanggil Amai Uluq, lahir di Apau Kayan, tanggal 26 Juni 1969. Amai Uluq dikarunia tiga orang anak yaitu Sheny (27), Dina (24), dan Ade (17). Ia pindah ke Lung Anai pada tahun 1985. Amai Uluq adalah Kepala Desa Lung Anai sejak tahun 2013 dan akan berakhir tahun 2019. Amai Uluq mengenyam pendidikan formal hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Muara Ancalong, Kutai Timur, lulus tahun 1974.

Dalam buku ini, Amai Uluq memberikan masukan dan pengkritisan terhadap beberapa cerita yang sudah ditulis, misalnya untuk cerita Tamen Buring, Tang Tike dan Upit Selang, dan beberapa cerita lainnya. Amai Uluq secara khusus membantu sebagai penerjemah untuk cerita berjudul “Uyau Tunyeng”. Proses wawancara dilakukan pada tanggal 17 Agutus 2016.

(10). Yurni Lee

Beliau lahir di Gemar Baru, Kecamatan Muara Ancalong, Kabupaten Kutai Timur, 1 Agustus 1978. Ia salah seorang tokoh perempuan. Yurni pindah ke Lung Anai pada tahun 1986. Beliau sempat mengenyam pendidikan sederajat Sekolah Menengah Atas di Sekolah Teologia Atas di Tenggarong lulus tahun 1989.

Ia juga pernah kuliah di Sekolah Tinggi Teologi namun hanya sampai

semester II. Saat ini Yurni memegang jabatan sebagai Sekretaris Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), pengurus Lembaga Kesenian dan Kebudayaan di Lung Anai, dan aktif di organisasi Gereja.

Dalam buku ini Yurni memberi masukan untuk cerita berjudul Sigau Belawan dan Tamen Buring. Yurni secara khusus membantu sebagai penerjemah untuk cerita berjudul, ”Jalung Ila Nyukak Sada Langit Megan” , “Padiu” , “Burui” , dan “Anyeq Wang”. (*)