4 minute read

5. Burui

Burui si anak yatim tinggal di kampung bersama mamaknya. Mereka hidup miskin, sehingga mamaknya harus bekerja keras memenuhi kebutuhan hidupnya. Suatu hari, Burui menemani mamak-nya menjemur padi. Tiba-tiba muncul seekor burung ilang bertengger tidak jauh darinya. Burung itu menantang Burui untuk menyumpit pantatnya. “Wit iciu, nyumpit lubang burit (sumpit pantat saya),” bunyi burung Ilang itu. Namun sayang, Burui memiliki sumpit, namun tidak punya anak sumpit. Mendengar suara burung ilang yang aneh itu, Burui tidak tinggal diam. Ia berusaha mendapatkan anak sumpit dengan berbagai cara. Usaha kerasnya berhasil. Ia mendapatkan dua anak sumpit, satu berbentuk lurus dan satunya bengkok. Disumpitlah burung itu dengan anak sumpit pertama, namun bidikannya meleset jauh dari sasaran. Burui mencoba anak sumpit kedua. Bidikannya tepat menembus leher. Burung ilang itu mati tersungkur di tanah. Burui mengambil burung itu dan segera membersihkan bulunya lalu dimasaknya. Burui makan sangat lahap dan meminta mamak-nya juga turut menyantap. Namun tiba-tiba burung itu berbicara, “Tidak usah kau berikan mamak-mu. Habiskanlah semua.” Burui merasa heran. Namun, ia ikuti perintah untuk menghabiskan semuanya. Tidak tersisa sedikit pun untuk mamak-nya.

*** Usai makan, perut Burui terasa sakit luar biasa. Ia lalu pergi buang air besar. Duduklah ia di atas sebuah batang. Tidak terduga keluarlah kotoran dari perut Burui berkelok-kelok seperti anak sumpit yang membunuh

Advertisement

burung tersebut. Hal aneh lain terjadi. Kotoran kedua yang keluar berbentuk emas batangan. Namun ketika hendak diambil, tiba-tiba raib. Burui gagal mendapatkannya. Perut Burui masih terasa sakit. Ia kemudian mempersiapkan jerat agar jikalau kotoran ketiga keluar emas batangan lagi, Ia akan langsung bisa mendapatkannya. Namun apa yang terjadi? Kotoran ketiga hanya kotoran biasa tanpa benda apa pun. Namun sejak saat itu, Burui berubah menjadi kaya raya. Menurut cerita warga, bapak Burui adalah orang yang kaya raya. Sebelum ia meninggal, harta kekayaannya dititipkan kepada burung ilang tersebut. Kehidupan Burui dan mamaknya telah berubah. Mereka yang semula sangat miskin berubah menjadi kaya raya. Mereka hidup serba berkecukupan. Burui menginjak dewasa dan berkeinginan mencari teman hidup. Ia meminta mamaknya mencarikan jodoh. Mendengar permintaan itu, mamak Burui mendatangi beberapa gadis cantik di kampungnya. Didatangilah Asung Beluluk Lung, Urai Beluluk Lu’ai, dan Bungan. Pertama kali yang didatangi mamak Burui adalah Bungan. Ia anak seorang bangsawan yang kaya raya. Namun Bungan menolak karena jijik melihat luka korengan sebesar daun keladi di bibir Burui. Padahal Bungan belum mengetahui kondisi Burui yang sudah menjadi orang kaya raya. Bungan masih berpikir, Burui anak yang miskin dan korengan seperti yang ia lihat ketika Burui masih kecil. Mamak Burui kemudian menemui Urai Beluluk Lu’ai dan menyampaikan hal yang sama. Tanpa disangka, Urai Beluluk Lu’ai menerima permintaan itu, meski Urai Beluluk Lu’ai juga tidak mengetahui kondisi Burui saat ini, namun ia menerimanya. Mamak Burui sungguh bahagia. Lalu ia memberikan cincin, kalung, dan gelang yang

terbuat dari emas sebagai tanda sukacita. Sebelum pamit pulang, Mamak Burui menyampaikan pesan bahwa nanti malam, Burui akan berkunjung ke rumah. Urai Beluluk bersedia menunggu dan menjumpai Burui. Setiba di rumah, Ia menceritakan hasil kunjungannya. Burui terlihat sangat gembira mendengar hal tersebut. Malam pun tiba. Burui memenuhi janji. Bersama empat orang temannya, Ia berjalan menuju rumah Beluluk Luai. Sambil berjalan, mereka memainkan sampeq. Musik yang mereka mainkan sangatlah indah. Beluluk Luai sangat tersanjung dengan alunan musik yang mereka mainkan.

Sebelum singgah ke rumah Urai Beluluk Lu’ai, Rombongan Burui sengaja melewati rumah Bungan. Betapa terkejutnya Bungan tatkala melihat Burui berjalan paling depan memimpin teman-temannya memainkan musik nan indah. Bungan melihat Burui yang sekarang sangatlah berbeda. Ia tampan dan gagah perkasa. Tidak ada lagi koreng di bibirnya. Bungan menyesal telah menolak permintaan mamak Burui. *** Sebelum Burui tiba di tempat yang dituju, diamdiam Bungan bergegas mendatangi rumah Beluluk Luai. Mereka berdua terlibat percakapan. “Mengapa kau yang dapat, padahal mamak-nya pertama kali mendatangiku,” ucap Bungan ketus. “Aku tidak tahu tentang hal itu. Ketika Weq datang dan menanyaiku, aku menjawab mau. Lalu Weqmemberikan hadiah padaku,” ucap Beluluk Luai. Saat asyik berbincang, mereka tak menyadari Burui datang dan mendengar semua pembicaraan itu. “Bungan, engkau tidak bisa berbuat apa-apa. Mungkin ini sudah nasibmu, karena menolak lamaran dan menghinaku,” ujar Burui. Seketika itu Bungan terdiam. Raut wajahnya menampakkan penyesalannya yang mendalam. Lalu, ia bergegas pergi.

Beberapa hari kemudian, Mamak Burui mengumpulkan para tetua kampung untuk membicarakan rencana pernikahan anaknya. Mereka menyambut gembira rencana itu dan memberi tahu warga setelah ditentukan waktunya. Warga kampung amat terkejut mendengar hal ini, karena mereka juga belum mengetahui kondisi keluarga Burui saat ini. “Mengapa Urai Beluluk Luai yang cantik jelita mau menerima Burui yang miskin dan korengan?” gerutu beberapa warga kampung. Hari pernikahan telah tiba. Warga kampung berbondong-bondong datang ke rumah Burui. Mereka terkesima melihat keadaan rumah Burui yang sudah sangat jauh berbeda. Pernikahan digelar sangat meriah. Upacara adat dengan berbagai tarian digelar hingga beberapa hari. Seluruh penduduk kampung menikmatinya. Beberapa hari setelah pernikahan, Burui berkehendak memboyong Beluluk Luai ke rumahnya. Suatu senja, Bungan datang menemui Beluluk Luai. Ia masih belum bisa menerima kenyataan yang ia alami. Bungan meminta agar diperbolehkan tinggal bersama keluarga Burui. Meskipun mendapat penolakan, Bungan tetap nekat ikut tinggal bersama mereka. Bungan terus mengikuti ke mana pun Urai Beluluk Lu’ai pergi. Ia khawatir akan ditinggal.

*** Saatnya pun tiba, Urai Beluluk Luai pindah ke rumah Burui. Bungan tetap bersikukuh ikut serta. Pada saat malam tiba, Burui tidur di samping Urai Beluluk Luai. Bungan yang masih belum bisa menerima kenyataan, ikut pula tidur di samping mereka. Pada saat mereka tertidur lelap, Bungan memindahkan Urai Beluluk Luai di beranda rumah. Ketika terbangun, Burui kaget terperanjat biasa. Ia tidak mendapati istrinya tidur di sampingnya. Burui langsung berdiri mencarinya. Tidak disangka, ia melihat

istrinya tidur sendirian di beranda rumah. Ia segera memindahkannya. Saat pagi tiba, Burui minta agar Bungan pergi dari rumahnya dan tidak mengganggu keluarganya lagi. Bungan akhirnya pergi dengan derai air mata kesedihan. Sejak saat itu, Burui dan Urai Beluluk Lu’ai hidup bahagia. (*)