11 minute read

4. Uyau Tunyeng

Pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang pemuda bernama Uyau Tunyeng. Ia hidup tanpa seorang bapak, hari-harinya dilalui bersama dengan mamaknya. Uyau Tunyeng telah tumbuh dewasa. Tibalah saatnya ia mencari pasangan hidup. “Aku sudah cukup dewasa. Sudah saatnya aku mencari gadis untuk dijadikan istri,” kata Uyau Tunyeng kepada mamak-nya. ”Jika engkau ingin mencari gadis, cobalah kamu pergi ke hutan sana. Aku sering melihat empat orang gadis yang tidak diketahui asal-usulnya sering mencari sayuran. Cobalah kau ke sana,” ujar mamak Uyau Tunyeng. Beberapa hari kemudian, Ia mengikuti anjuran sang mamak. Ia lalu pergi ke hutan. Ternyata benar apa yang dikatakan sang mamak. Tidak lama setelah Uyau Tunyeng tiba, datanglah empat gadis yang sungguh cantik. Mereka adalah Asung Beluluk Lung, Urai Beluluk Luai, Bungan Lisiu, dan Awing Nyanding. “Aku harus bisa mendapatkan satu di antara mereka,” pikir Uyau Tunyeng. Dalam perjalanan pulang, Ia berpikir keras untuk bisa mendapatkan gadis itu. Siang dan malam Ia terus merenung dan berpikir akhirnya menemukan gagasan. “Aku akan membuat lubang untuk mereka. Aku akan gali tanah tepat di mana mereka biasa mencari sayuran. Lalu aku akan tutup lubang itu dengan semak belukar agar mereka tidak tahu.” Tidak lama kemudian, ia menjalankan niatnya. Ia berangkat pagi-pagi dari rumah agar tidak diketahui siapa pun. “Ah, sudah selesai. Tinggal menunggu mereka terperosok dalam lubang. Pasti mereka tidak akan bisa ke luar,” ungkap Uyau Tunyeng dalam hati. Penuh kesabaran ia menunggu kedatangan mereka seraya terus mengawasi jebakan dari jarak yang tidak terlalu jauh. Waktu yang ditunggu tiba. Tampak empat orang gadis berjalan

menuju arah lubang. Uyau Tunyeng berjalan mendekat dan bersembunyi di balik semak-semak. Sesekali terdengar tawa canda di antara mereka memecah keheningan hutan. Tiba-tiba terdengar suara benda terjatuh diikuti jeritan minta tolong. Tampaknya keempat gadis itu sudah masuk dalam jebakan. Lalu Uyau Tunyeng berjalan mendekat seraya berkata, “Apa yang terjadi? Sedang apa kalian di dalam lubang ini?” Lalu, Asung Beluluk Lung berujar, “Tolong keluarkan kami dari sini.” “Baiklah, aku akan menolong. Tetapi, apa yang akan kalian berikan jika aku bisa membantu kalian keluar dari lubang ini?” ucap Uyau Tunyeng. Sejenak para gadis itu terdiam. Namun tampaknya para gadis itu tidak mau berlama-lama dalam lubang. ”Jika engkau bisa menolong, engkau boleh mengambil salah satu di antara kami menjadi istri,” jawab Asung Beluluk Lung. Betapa gembiranya Uyau Tunyeng. Satu per satu ditariklah tangan gadis itu. Asung Beluluk Lung mendapat giliran yang pertama. Begitu bisa naik, Ia langsung terbang secepat kilat ke angkasa melupakan janjinya. Uyau Tunyeng hanya terdiam terpaku dan tidak bisa menangkapnya. Begitu pula dengan Urai Beluluk Luai dan Bungan Lisiu. Mereka melakukan hal yang sama seperti Asung Beluluk Lung. Uyau Tunyeng merasa tertipu. Tinggalah Awing Nyanding. Lalu Uyau Tunyeng meloncat ke dalam lubang dan meminta Awing Nyanding menepati janjinya.

Advertisement

*** Setelah berhasil mengeluarkan Awing Nyanding dari lubang jebakan, mereka berdua pulang ke kampung. Awing Nyanding menepati janji dan mereka hidup sebagai pasangan suami istri. Beberapa bulan kemudian, Awing Nyanding hamil. Pada saat usia kandungannya sudah cukup, Awing Nyanding meminta suaminya pergi

menjala. Ia mengikuti permintaan sang istri. Ia menebar jala seharian di sungai dan mendapat ikan banyak. Uyau Tunyeng bergegas pulang. Begitu sampai di rumah, ia tunjukkan hasil tangkapannya kepada sang istri. ”Ini bukan ikan, tapi daun bambu,” ujar Awing Nyanding. Uyau Tunyeng terkejut bukan kepalang. Ia usap-usap matanya. Ia bolak-balik hasil tangkapannya. “Tidak, ini ikan, istriku!” sergah Uyau Tunyeng. Namun, Awing Nyanding tetap bersikeras kalau itu daun bambu dan bukan ikan seperti yang ia minta. Ia tetap meminta suaminya pergi menjala esok harinya. Uyau Tunyeng memenuhi permintaan istrinya. Pada saat itu, usia kandungan Awing Nyanding sudah memasuki bulan kesembilan. Tidak lama lagi, ia akan melahirkan. Pagi sebelum matahari terbit, Uyau Tunyeng berjalan ke arah sungai. Kemudian ditebarkannya jala seperti sehari sebelumnya. Ia berada di sungai satu hari penuh hingga malam tiba. Pada saat Uyau Tunyeng menjala, Awing Nyanding meludah di banyak tempat. Hampir setiap sudut ia ludahi. Saat Uyau Tunyeng masih mencari ikan, Awing Nyanding melahirkan. Ia tampak bahagia dengan kelahiran anak pertamanya. Awing Nyanding tampaknya tidak cukup bahagia tinggal di tempat Uyau Tunyeng. Ia ingin kembali ke asalnya karena merasa sepi jauh dari saudara-saudaranya. Sebelum Uyau Tunyeng kembali, Ia membawa terbang anaknya dengan menggunakan seraung. Ditinggalah Uyau Tunyeng seorang diri. “Awing..., Awing..., di mana Engkau? Aku dapat tangkapan ikan yang banyak,” teriak Uyau Tunyeng memanggil sang istri. Tak lama kemudian samar terdengar suara istrinya. ”Aku di sini,” ucap Awing Nyanding. Lalu didatangilah tempat di mana suara itu, namun ia tidak menjumpai istrinya. Ia terus berjalan sambil memanggilmanggil istrinya. Jawaban yang sama ia dapatkan dari

tempat di mana Awing Nyanding telah meludah sebelumnya. Lalu ia menyadari telah ditinggalkan sendirian. Uyau Tunyeng sedih tak terkira. Ia berputar-putar dan berguling-guling di tanah dan menangis sejadijadinya. Pada saat itu, terdengar suara burung Kutilang, ”Sumpit langit, sumpit langit.” Uyau Tunyeng langsung bangkit berdiri. Ia lalu membuat anak sumpit sebanyak mungkin. Setelah dirasa cukup, ia menyumpit ke arah langit terus menerus. Tiba-tiba anak sumpit itu saling sambung-menyambung membentuk sebuah tangga. Uyau Tunyeng lalu mengucap mantra sambil menggoyang-goyangnya. Tiba-tiba rangkaian anak sumpit itu menjelma menjadi tangga besi yang menjulang ke angkasa. Uyau Tunyeng kemudian bergegas mengenakan pakaian perang dan langsung menaiki anak tangga satu persatu hingga sampai ke puncak tangga. Ia melihat satu lubang kecil dan berusaha memasukinya namun selalu gagal.

Tiba-tiba terdengar kembali suara burung kutilang, ”Ilang pasung.,., ilang pasung..., ilang pasung.” Lalu ia segera menguak lubang itu untuk melebarkannya. Uyau Tunyeng berusaha masuk namun tetap saja gagal. Pakaian perang yang menempel di tubuhnya telah menghambatnya. Maka, ia tanggalkan semua perlengkapan perang itu, satu persatu. Ia tanggalkan topi (beluko), pakaian untuk menari (besunung), baju yang dipakai di belakang pantat (tabit), mandau, dan lain-lain hingga tinggal pakaian di tubuhnya. Ia terus mencoba masuk. Ia pegang erat-erat bibir lubang dengan kedua tangannya. Pada akhirnya, kepalanya berhasil masuk ke lubang. Ia melihat satu hamparan tanah yang sangat luas penuh dengan rumput. Ia pegang rumput itu sekuat tenaga dengan kedua tangannya agar tidak terjatuh. Tubuhnya digoyangkan ke kanan-kiri untuk

memperlebar lubang, sambil terus berupaya agar bisa masuk ke dalam, namum tetap gagal. Meskipun belum bisa masuk, lubang itu semakin membesar karena gesekan tubuhnya. Uyau Tunyeng kelelahan. Rumput yang ia pegang tiba-tiba terlepas. Secepat kilat tangannya memegang bibir lubang sehingga ia tidak terjatuh. Ia tetap tidak menyerah untuk bisa masuk. Ia angkat badannya dengan kedua tangannya sekuat tenaga. Sial, tangannya terjatuh karena terdorong kedua kakinya. Tubuh Uyau Tunyeng bergelantungan di awan tanpa penopang. *** Uyau Tunyeng nyaris putus asa. Namun akhirnya dengan sisa tenaga yang dimiliki, ia angkat tubuhnya pelan-pelan. Kedua tangannya menapak kokoh hingga separuh tubuhnya berhasil terangkat. Ia beristirahat sejenak memulihkan tenaga. Pada akhirnya, dengan satu hentakan, seluruh tubuh Uyau Tunyeng terangkat dan berhasil masuk ke dalam. Ia sungguh-sungguh kehabisan tenaga maka ia baringkan tubuhnya di atas rumput hingga ketiduran. Pada saat itu, datanglah seekor burung membangunkannya dan bertanya, ”Engkau mau ke mana?” Terbata-bata Uyau Tunyeng menjawab, “Aku mencari Awing Nyanding istriku dan anakku.” Lalu, burung itu memberi tahu ada seorang menggendong anaknya berjalan ke arah hulu. Uyau Tunyeng segera berdiri lalu berjalan sesuai petunjuk. Ia ikuti terus berjalan selama satu hari satu malam. Keesokan paginya, ia bertemu seorang nenek. “Apakah Pui melihat seorang perempuan dengan seorang anak, lewat jalan ini?” tanya Uyau Tunyeng. Nenek itu mengaku melihat orang berjalan menuju ke arah hulu. Setelah istirahat sejenak, Uyau Tunyeng berjalan kembali mengikuti petunjuk yang nenek tua. Lalu

ia menjumpai sebuah kubuq. Ia bermaksud beristirahat karena hari sudah menjelang malam. Pada saat masuk, ia dapati seorang perempuan yang sedang menyusui anaknya. Uyau Tunyeng mengetahui perempuan itu adalah istrinya, namun ia kemudian pura-pura bertanya, “Engkau dari mana dan mau ke mana?” ucapnya pelan. Awing Nyanding tidak mengenal Uyau Tunyeng karena tatkala berhasil masuk ke langit, Uyau Tunyeng berubah wujud menjadi sosok laki-laki yang gagah perkasa. “Aku dan anakku Lencau tinggal di kampung di hilir. Namun karena tidak betah, aku mau pulang ke kampung,” jawab Awing Nyanding. Awing Nyanding merasa kelelahan. Lalu menitipkan anaknya ke Uyau Tunyeng, karena ia akan pergi mandi di sepan. Lalu, Uyau Tunyeng menggendong anaknya dalam pelukan penuh rindu. Tak terasa air matanya tumpah membasahi mukanya. Tak lama kemudian Awing Nyanding datang dan terheran melihat wajah Uyau Tunyeng berlinang air mata. Ketika pagi tiba, mereka memutuskan berjalan bersama ke kampung yang dituju. Pada saat mendekati rumah Awing Nyanding, segera Uyau Tunyeng mengubah dirinya menjadi sosok orang tua. Ketika mereka tiba di rumah, warga mengetahui bahwa ia suami Awing Nyanding. Namun kedua orang tua Awing Nyanding tidak mengizinkan dan tinggal di rumahnya. Ia diminta tinggal di rumah Balang Ngok, janda tua yang tinggal di ujung kampung. Atas persetujuan kedua orang tua Awing Nyanding, warga kampung memberikan syarat kepada Uyau Tunyeng agar bisa menjadi suami Awing Nyanding. Berbagai prasyarat yang sulit diajukan. Mereka berharap Uyau Tunyeng tidak mampu memenuhinya.

Syarat pertama kemudian dibuat. Warga kampung menebar biji sawi kemana-mana. Uyau Tunyeng diminta mengumpulkan semua biji sawi itu hanya dalam satu malam. Jika berhasil ia boleh menikahi Awing Nyanding. Malam segera tiba. Uyau Tunyeng bersiap memenuhi syarat pertama. Ia menggunakan kekuatannya dengan meminta bantuan semut untuk mengumpulkan biji sawi. Ribuan semut datang dari berbagai penjuru. Seolah sudah tahu tugasnya masing-masing, semut-semut itu mampu mengumpulkan biji sawi sebelum pagi tiba. Syarat pertama berhasil dipenuhi. Kemudian diajukan syarat kedua. Uyau Tunyeng harus menebang pohon bambu di pinggir sungai sampai ke akar-akarnya dalam semalam. Jika ada satu akar tertinggal, ia tidak berhak memperistri Awing Nyanding. Malam yang ditunggu pun tiba. Uyau Tunyeng kembali menggunakan kesaktiannya, ia meminta bantuan banteng. Datanglah banteng-banteng dalam keheningan malam tanpa suara. Tanpa diperintah, banteng-banteng itu langsung merobohkan seluruh pohon bambu yang ada di pinggir sungai. Dalam sekejap, seluruh pohon bambu tumbang, namun masih banyak akar tersisa. Uyau Tunyeng kemudian meminta bantuan air untuk membersihkannya. Datanglah banjir secara tiba-tiba menyapu seluruh akar bambu tanpa tersisa. Uyau Tunyeng berhasil memenuhi syarat kedua dengan sempurna sebelum dini hari tiba. Kedua orangtua Awing Nyanding dan warga kampung tercengang akan kehebatannya. Namun orang tua Awing Nyanding tetap belum puas. Lalu, mereka menetapkan syarat yang ketiga. “Wahai Uyau, kami akui kehebatanmu. Namun itu belum cukup buat kamu untuk bisa menikahi Awing Nyanding. Kami sudah putuskan, kita akan berlomba perahu. Namun, perahu itu harus kamu buat sendiri, panjang perahu delapan depa dan waktu pembuatan

hanya satu minggu,” ujar salah seorang warga. Uyau Tunyeng menyanggupi, meski ia menyadari syarat itu sungguh sangat berat. Meskipun dikerjakan bersama, belum belum tentu mampu menyelesaikannya, apalagi harus dikerjakan seorang diri. Sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan, Uyau Tunyeng dan warga kampung bergegas membuat perahu. Ia kembali menggunakan kesaktiannya dengan meminta bantuan beruang untuk membuat lubang dan semut anai untuk melicinkannya. Namun Uyau Tunyeng terlihat bekerja sendirian. Siang dan malam Ia bekerja tanpa henti. Warga kampung terus mengoloknya dan mereka tidak yakin Uyau Tunyeng mampu menyelesaikannya. Uyau Tunyeng kemudian menggunakan kesaktiannya. Ia meminta bantuan roh leluhurnya untuk menghambat pekerjaan orang kampung. Terbuktilah orangorang kampung gagal menyelesaikan pembuatan perahu meski dikerjakan orang banyak. Ketika waktu yang ditentukan telah tiba, Uyau Tunyeng meminta bantuan gajah dan monyet untuk mengangkut perahunya ke pinggir sungai. Perahu pun berhasil diangkat ke pinggir sungai. Perahu yang ia buat tampak sangat indah dengan dihiasi ragam ukiran warna-warni. Saat pagi tiba, ketika orang-orang hendak mandi, mereka melihat satu perahu tertambat di tepi sungai. Sementara itu, warga kampung masih belum menyelesaikan pembuatan perahu. Uyau Tunyeng berhasil menyelesaikan syarat ketiga dengan sempurna. Ia kemudian meminta bantuan roh leluhur, agar membantu warga menyelesaikan perahunya. Doanya terkabul dan perahu itu pun selesai. *** Tibalah saatnya untuk berlomba. Berbagai persyaratan sudah ditetapkan. Perahu akan meluncur dari arah hulu ke hilir lalu kembali lagi dari hilir ke hulu.

Warga kampung berkerumun di sepanjang sungai untuk menyaksikannya. Perahu warga diisi penuh para pendayung yang kuat dan hebat. Sedangkan Uyau Tunyeng hanya seorang diri. Sebelum perlombaan dimulai, salah seorang utusan keluarga Awing Nyanding bertemu Uyau Tunyeng dan menyampaikan pesan, “Jika menang, engkau berhak memperistri Awing Nyanding.” Menyadari kekuatan tidak seimbang. Uyau Tunyeng kembali meminta roh penjaga sungai membantunya. Begitu lomba dimulai, perahu Uyau Tunyeng melaju sangat cepat dan meninggalkan perahu warga kampung jauh di belakang. Uyau Tunyeng kembali berhasil memenuhi syarat yang sudah ditentukan. Namun keluarga Awing Nyanding dan warga belum puas. Mereka masih meminta syarat lagi. Uyau Tunyeng diharuskan membuat lantai rumah Awing Nyanding dan dua rumah di sisinya menjadi halus dan licin yang harus diselesaikan dalam semalam. Uyau Tunyeng menyanggupi. Saat malam tiba, ia kembali meminta bantuan roh leluhur. Tatkala orang-orang sedang lelap tertidur. Saat pagi tiba, orang-orang mulai terbangun, saat mereka berjalan ke pintu langsung terjatuh. Mendengar orang berjatuhan, beberapa orang berusaha menolongnya. Namun mereka mengalami hal yang sama. Lantai rumah Awing Nyanding dan dua rumah di sampingnya sangat licin luar biasa. Melihat hal tersebut, Uyau Tunyeng merasa iba, lalu ia meminta bantuan roh leluhur agar lantai tidak terlalu licin. Dalam sekejap, orang-orang dapat berjalan dengan kembali seperti biasa. Setelah berbagai persyaratan mampu dipenuhi, mereka mengakui kehebatan Uyau Tunyeng. Mereka lalu meminta Uyau Tunyeng bertemu di useAwing Nyanding. Sebelum berangkat, Uyau Tunyeng mengubah dirinya seperti wujud semula. Seorang laki-laki yang gagah

perkasa dan tampan yang dikenal oleh Awing Nyanding selama ini. Warga terheran-heran dengan perubahan wujud Uyau Tunyeng. Mereka terdiam. Lelaki bungkuk dan tua yang telah mereka perlakukan dengan tidak baik, ternyata adalah Uyau Tunyeng yang gagah perkasa. “Coba kalau engkau tidak mengubah diri, tentu mereka tidak memperlakukanmu seperti ini,” ungkap Awing Nyanding. Mereka berdua akhirnya menikah. Sejak saat itu, warga kampung memanggilnya Tamen Lencau. *** Setelah menikah, Uyau Tunyeng berkehendak pulang ke kampung. Namun warga kampung mencegahnya dengan berbagai cara. Terlebih karena kampung mereka akan diserang, sehingga perlu orang yang memiliki kesaktian seperti Uyau Tunyeng. Lalu Tamen Awing Nyanding membujuk agar Uyau Tunyeng bersedia mengurungkan niatnya. Lantaran yang meminta mertuanya, Uyau Tunyeng tidak bisa menolaknya. Beberapa bulan kemudian, warga dari kampung hulu datang menyerbu. Terjadilah pertempuran sengit. Para penyerang tidak menyadari kehadiran Uyau Tunyeng. Mereka berpikir, akan mudah memenangkan perang. Di bawah kepemimpinan Uyau Tunyeng, mereka berhasil mengusir para penyerang. Uyau Tunyeng dieluelukan sebagai pemimpin masa depan. Pesta digelar sebagai tanda suka cita atas kemenangan. Uyau Tunyeng kemudian dinobatkan sebagai pemimpin suku yang baru. (*)

84 Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan

Cerita Dua: Pernikahan Bangsawan