EDISI XXXVI

LIPUTAN UTAMA
Adakah Penerapan Nilai Inklusif
dari BEM FISIP?
Kendala yang Menerjang Tak Jadi
Penghalang Sukseskan FITSCUP
2023
SEKITAR KITA
LPPM UAJY: Pendorong Kegiatan
Kemasyarakatan oleh Civitas
Academica UAJY
SOSOK
Berawal dari Menjaga Keluarga
hingga Menjadi Juara
PIMPINAN UMUM
Trifena Oktavia Chuwiarco
WAKIL PIMPINAN UMUM
Ni Putu Frisca Sarastuti A.
Sri Putri Wahyuningsih
Bonita Natiyoman
Maria Ingridelsya
Roqimah Umi
Ida Ayu Istri Arimurti
Bernardino Realino
Stefanus Lukito
Henrikus Harkrismoyo Vianney
PIMPINAN REDAKSI ADMINISTRATOR
Kezia Sharon Nathania
Yohanes Gratius Kristanto W.
Dionisius Yuan
Ni Putu Frisca Sarastuti A.
Yohanes Gratius Kristanto W.
HUMAS
Helmi Yosiyas L.
Ester Aprillia
Devina Chan
Nindasari
Gabriela Sonia
Irene Nethania
PSDM
Theresia Dwi
Fresilia Putri
Amelia Revivee
Keisha Anniella
Gabriela Irvine
Anastasia Benita
Christoforus Jeremy
Dostry Amisha
Herda Wibowo
Lucia Vanessa
Elizabeth Meyliana
Kristoferus Lokanatha
Michelle Mabelea
Dhea Saymi
Jennifer Kakisina
Glori Cellene
Septian Nugroho
Kadek Viera
Syarifah Safina
Hiacinta Resivenda
Giovani Delvika
Angel Caroline
Geralda Gioffith
4 - Majalah Teras edisi XXXVI
6 - Adakah Penerapan Nilai Inklusif dari BEM FISIP?
9 - Kendala yang Menerjang Tak Jadi Penghalang Sukseskan FITSCUP 2023
Sekitar Kita
12 - LPPM UAJY: Pendorong Kegiatan Kemasyarakatan oleh Civitas Academica UAJY
16 - Pentingnya Tata Krama di Lingkungan Kampus, Dosen Sosioantropologi: Budaya Unggah-Ungguh Kian Memudar
Sosok
18 - Berawal dari Menjaga Keluarga hingga Menjadi Juara
Komunitas
22 - Mengenal Film Terbaru AJ Kine Klub, Anak Tangga dan Keceh
26 - Indeks Prestasi Kumulatif, Penentu Masa Depan Mahasiswa?
28 - Antara Poin Keaktifan dan Organisasi Kampus
30 - Kamu Mahasiswa UAJY? Yuk Kenalan dengan Satgas PPKS!
34 - Menilik Pengembangan Diri Secara Spiritual Melalui Konsistensi dan Pola Pikir Positif
36 - Ben & Jody (2020): Aksi Dua Sahabat Melawan Mafia Tanah
- Menyoroti Cleaning Service dan Satpam: Kebaikan yang Sering
Bias adalah prasangka yang mendukung atau menentang suatu hal, orang, atau kelompok dibandingkan dengan yang lain. Prasangka ini kemudian bisa dimaknai sebagai keyakinan, pendapat, atau penilaian terhadap sesuatu sebelum mengetahui lebih jauh. Dalam edisinya yang ke-36 ini, Teras Pers melihat banyak fenomena di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UAJY baik itu organisasi, persona, atau budaya yang sebetulnya ada, tetapi kurang terasa implikasinya secara eksplisit bagi kehidupan di fakultas. Dengan begitu, mahasiswa kerap menilainya secara bias karena tidak mengetahuinya secara lebih jauh. Oleh sebab itu, melalui tema ini diharapkan bisa menembus dan memverifikasi kebenaran terkait dengan ketiga hal tadi agar mahasiswa lebih memiliki sikap aware dengan lingkungan FISIP dan menilainya secara objektif.
Kananmu dan kananku akan berbeda bila kita berdiri dengan saling berhadapan. Tetapi jika kau ingin sama, maka kita butuh cara lain untuk mewujudkannya.
Begitu pula dengan cover majalah Teras Pers kali ini, menggambarkan tentang dua orang yang berbeda posisi tetapi memiliki bentuk bayangan yang sama.
Berangkat dari tema besar edisi majalah kali ini, kebiasan merupakan sebuah prasangka yang mendukung atau menentang suatu hal. Ilustrasi dalam cover ini diharapkan dapat mencerminkan makna bahwa sebuah kejadian memiliki lebih dari satu sudut pandang kemungkinan terjadinya.
Sebagai mahasiswa yang kritis, kita diharapkan bisa peka terhadap kejadian yang terjadi di sekitar kita. Sebab, pasti bukan hanya memiliki satu sisi kemungkinan saja.
Warna biru tua sebagai latar belakang cover melambangkan ketenangan. Harapannya, para pembaca majalah ini memiliki ketenangan untuk memahami setiap isi majalah agar bisa menemukan kebenaran yang terkandung di setiap rubrik yang ada.
Yogyakarta - “Dari kami gak ada usaha khusus untuk mengikutkan Sosiologi lebih banyak karena kita tahu bahwa mahasiswa Sosiologi FISIP UAJY itu pasif-pasif,” ujar Sebastian Edward, Presiden BEM FISIP UAJY ketika menanggapi tim Teras perihal isu eksklusif yang melekat pada BEM, Rabu (12/04/23).
Dalam program kerja FISTCUP yang baru saja berlangsung, Teras Pers menyoroti penerapan nilai inklusif yang dilakukan BEM, terutama dalam perekrutan panita terbuka yang dilakukan.
Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) memiliki visi dan misi yang mendukung pengembangan mahasiswa secara utuh. Nilai unggul, humanis, berintegritas, serta inklusif menjadi nilai yang dipegang teguh oleh UAJY termasuk seluruh kelompok civitas academica yang ada di tiap fakultas, tidak terlepas dari Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (FISIP) UAJY.
Nilai inklusif dimaknai sebagai sikap merangkul semua golongan dalam masyarakat, tidak terlepas dari suku, ras, agama, budaya, gender, maupun golongan. Setiap dari civitas academica didorong untuk memiliki semangat bela rasa yang tinggi dalam perbedaan yang ada.
Penerapan nilai inklusif tidak terlepas dari kewajiban bagi setiap organisasi kemahasiswaan yang berbasis akademik maupun non-akademik. Baik dari
komunitas, unit kegiatan mahasiswa (UKM), maupun Himpunan Mahasiswa serta Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) harus menerapkan nilai tersebut. BEM adalah organisasi kemahasiswaan yang menjadi lembaga eksekutif di kampus. Pada umumnya, BEM memiliki berbagai tanggung jawab, terlebih dalam memastikan kewajibannya sebagai lembaga pemberi wadah dan eksistensi mahasiswa.
BEM FISIP UAJY memiliki peran dan tugas seperti BEM pada umumnya. Salah satu implementasi tugasnya adalah mengenalkan dan mengembangkan UKM FISIP UAJY melalui FISTCUP dengan tetap melakukan nilai UAJY termasuk nilai inklusif.
FISTCUP adalah salah satu program kerja tahunan BEM FISIP UAJY yang kembali dilaksanakan secara luring setelah tahun 2020 lalu. Secara khusus, program kerja ini diusung oleh divisi Minat Bakat (MIBA) dalam BEM FISIP UAJY sendiri.
Tim Teras berkesempatan untuk bertemu dengan Sebastian Edward atau yang kerap disapa Bastian. Ia menjabat sebagai Presiden BEM FISIP UAJY sekaligus ketua FISTCUP 2023. Ia menjelaskan bahwa kegiatan ini dilakukan sekaligus sebagai dobrakan baru, setelah kegiatan yang dilakukan secara daring sepanjang pandemi dua tahun lalu.
“Latar belakang kita bukan cuma untuk proker tahunan, tapi sebagai bentuk pemberian wadah bagi UKM dan komunitas yang ada di FISIP ini.
tuk mereka lebih menunjukan keberadaan mereka, eksistensi mereka,” jelas Bastian.
FISTCUP tahun ini mengangkat tema tentang pesta hutan alam yaitu Vista Del Rio. Menjadi tema yang menarik karena mengemas pendekatan tentang lingkungan dengan cara yang unik.
Mengenai kepanitiaan FISTCUP, Angel Umboh selaku Wakil Presiden BEM FISIP UAJY menjelaskan bahwa tidak ada ciri khusus yang diincar saat melakukan perekrutan panitia FISTCUP. “Yang penting bisa tanggung jawab dan mungkin untuk pengalaman itu nilai plusnya mereka ya,” jelas Angel.
Tim Teras juga telah melakukan riset sederhana dengan menghitung penyebaran mahasiswa Ilmu Komunikasi dan Sosiologi dalam kepanitiaan FISTCUP 2023. Dalam riset tersebut, tim Teras mencari dan menghitung nama dan prodi melalui Microsoft Teams berdasarkan data kepanitiaan yang telah diunggah dalam Instagram BEM FISIP.
Hasilnya, panitia FISTCUP 2023 terdiri dari mahasiswa dengan program studi Ilmu Komunikasi sebanyak 69 orang dan Sosiologi yang hanya berjumlah 10 orang. Dengan jumlah yang cukup jauh ini, tim Teras turut meminta perspektif dari BEM FISIP khususnya dalam penerapan nilai inklusif.
“Kami dari BEM tidak ingin memberi batasan antara Ilkom, Ilkom Internasional, dan Sosiologi. Karena dengan begitu, kesannya akan semakin eksklusif. Jadi, kita biarkan teman-teman FISIP diberi kebebasan aja” jelas Bastian.
Sementara itu, tim Teras juga mendapatkan akses data pendaftar kepanitiaan FISTCUP 2023 melalui Bastian dan Angel. Dari total 91 responden yang mengisi formulir pendaftaran, hasil persentasenya menunjukkan bahwa terdapat 45,1% dari angkatan 2020, 35,2% dari angkatan 2021, dan 19,8% dari angkatan 2022. Rincian dari masing-masing jurusan, yaitu Ilmu Komunikasi sebesar 86,8% pendaftar, Ilmu Komunikasi Internasional sebesar 2,2% pendaftar, dan Sosiologi 11% pendaftar.
Tim Teras meminta pendapat mengenai nilai inklusif BEM FISIP kepada salah satu panitia divisi acara FISTCUP 2023, Nicholas Alexander Djafar atau akrab disapa Oma dari mahasiswa Sosiologi. Ia berpendapat bahwa pada umumnya, mahasiswa Sosiologi sendiri lebih tertarik perihal akademik daripada non akademik.
Menurut Oma, 10 mahasiswa sudah cukup mewakilkan 50 mahasiswa Sosiologi. “Wah bisa dibilang dari total 79 panitia campuran Ilkom dan Sosiologi itu, semuanya adalah dari Ilkom karena Sosiologi sangat membaur di sana. Makanya ada sebutan, FISTCUP adalah Comminfest versi party, karena kita dua prodi sudah sangat nyampur dan menyatu aja sama Ilkom,” jelas Oma.
Oma menyampaikan pandangannya mengenai adanya stigma mahasiswa Sosiologi diasingkan. “Sebuah kemajuan sih. Aku juga sudah melihat 3 tahun ini bagaimana Sosiologi sudah semakin menunjukkan eksistensinya dan tidak separah tahun-tahun sebelumnya. Dan yang aku lihat ya, dengan FISTCUP, anak Sosiologi juga lebih dilihat oleh orang lain. Jadi FISIP bukan hanya dari Ilkom,” ungkap Oma.
Selain Oma, tim Teras juga meminta pendapat Clarabelle Wenda Threesanthy yang kerap disapa Wenda, salah satu panitia divisi Marcomm FISTCUP 2023 dari mahasiswa baru prodi Ilmu Komunikasi.
Ia berpendapat bahwa dengan salah satu program kerja BEM seperti NGOBAM (Ngobrol Bareng Mahasiswa) yang sudah diadakan di awal perkuliahan semester genap merupakan upaya yang baik untuk menyatukan mahasiswa dari dua program studi.
Adrian Sadewa Bagaskara yang kerap disapa Adrian, salah satu pendaftar FISTCUP 2023 dan mahasiswa Ilmu Komunikasi, turut menyampaikan pendapatnya. Ia mengatakan bahwa stigma eksklusif ini susah dihilangkan karena kuantitas antara mahasiswa Sosiologi dan Ilmu Komunikasi yang jauh berbeda.
“Sebenarnya lebih penting bagaimana niat mereka sih, apakah mau cari SPAMA (poin penghargaan wajib sebagai keaktifan mahasiswa) aja atau memang untuk pengalaman dan segala macam. Sosiologi juga perlu buktiin kalau mereka punya kualitas yang bagus untuk kontribusi ke Atma,” jelas Adrian.
Dengan ketimpangan ini, isu eksklusif dalam BEM FISIP UAJY pun semakin menguat. Angel sebagai wakil presiden BEM FISIP UAJY pun menjelaskan terkait penerapan nilai keadilan yang diterapkan dalam pembagian kepanitiaan di setiap divisi. Pihak BEM senantiasa mengutamakan nilai tambah yang dimiliki oleh setiap panitia dalam penentuan divisinya.
“Bahkan divisi acara ada total 8 orang dan 6 orang dari luar BEM. Lalu, 3 di antaranya dari prodi Sosiologi. Jadi, setengah divisi acara ada anak Sosiologi sehingga kita tidak ada kotak-kotak di situ,” jelas Angel.
Pihak BEM pun melakukan riset kepada mahasiswa Sosiologi angkatan 2021 melalui diskusi kelompok terpumpun atau yang lebih dikenal dengan Focus Group Discussion (FGD). Hasilnya, mereka mengatakan bahwa mahasiswa Sosiologi angkatan 2021 tidak merasa dikucilkan dan tidak merasa ada kesenjangan di antara kedua program studi tersebut.
Dengan begitu, Bastian dan Angel merasa tidak memiliki kebutuhan tersendiri untuk mengkhususkan salah satu program studi dalam perekrutan kepanitiaan yang dibuka oleh BEM.
Menanggapi isu eksklusif dari BEM, Bastian pun mengatakan bahwa hal tersebut sebagai pedang bermata dua. Di satu sisi, ini adalah hal yang negatif bagi BEM. Namun, di sisi lain dapat berarti positif karena BEM mampu menunjukkan sisi keakraban dalam mengerjakan program kerja yang ada.
“Silakan, itu asumsi mereka dan bukan kewajiban kami untuk mengaburkan itu. Kewajiban kita hanyalah memberi wadah aspirasi dan sertifikat yang bisa kita berikan juga. Bukan hanya mendengar isu, tapi memberikan ruang bagi mahasiswa” jelas Bastian menanggapi hal ini.
Menanggapi hal ini, terdapat harapan besar datang dari Oma dan Wenda mengenai peningkatan nilai inklusif dari BEM. Mereka berharap bahwa BEM harus lebih sering mengadakan kegiatan-kegiatan yang melibatkan para mahasiswa Ilmu Komunikasi dan Sosiologi.
Berbeda dengan Oma dan Wenda, Adrian berharap untuk BEM agar ke depannya mampu mematahkan stigma eksklusif BEM.
Penulis : Trifena Oktavia, Maria Ingridelsya, dan Michelle
Mabelea
Editor : Dionisius Yuan
Layouting : Jennifer Kakisina
Ilustrator : Dhea Saymi
Yogyakarta - FISTCUP merupakan sebuah acara yang berada di bawah naungan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Tujuan menyelenggarakan FISTCUP adalah untuk mengembangkan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) serta komunitas yang berada di FISIP UAJY. Dalam acaranya di tahun ini, tema yang diusung adalah Vista Del Rio yang berarti pesta di dalam hutan. Terdapat beberapa mata lomba yang tergabung dalam FISTCUP tahun 2023 yaitu musikalisasi puisi, K-Pop dance cover, fotografi, futsal, basket, dan e-sport. Beragam mata lomba tersebut diselenggarakan oleh masing-masing UKM atau komunitas FISIP yang ada seperti Mustika Maya, SPASI, FJK, Basket, Futsal, dan Fortuna Dance. Sistem kepanitiaannya pun dibagi menjadi dua jenis yaitu panitia atas dan mata lomba. Panitia atas menaungi FISTCUP secara keseluruhan, sedangkan panitia mata lomba menaungi mata lomba masing-masing UKM atau komunitas.
Miskomunikasi merupakan kendala yang paling sering terjadi baik antara internal panitia lomba
maupun antara panitia lomba dengan panitia atas. Misalnya dalam menentukan tema serta teknis lainnya seperti pengumuman rapat besar. Ketua mata lomba fotografi, Florentia Estevania Inguliman bercerita bahwa terdapat kendala saat menentukan tema untuk lomba fotografi. Selain itu, terjadi pula kesalahan komunikasi terkait key color yang akan digunakan oleh mata lomba fotografi karena ternyata kurang sesuai dengan tema FISTCUP.
“Panitia atas yang bertugas sebagai narahubung kami dengan pihak atas sangatlah pasif sehingga terkadang mata lomba fotografi kerap ketinggalan berita terkait rapat besar,” kata Florentina. Kendala lainnya adalah terkait dana. Memang tidak semua mata lomba mengalami kendala ini, tetapi terdapat salah satu mata lomba yang mengalami kendala ini yaitu lomba K-Pop dance cover. Lomba ini diselenggarakan oleh Fortuna Dance atau kerap disebut dengan FOF (Fortuna of FISIP). “Organisasi mahasiswa yang masih bersifat komunitas belum dapat mengajukan proposal pendanaan kepada prodi. Lain halnya dengan UKM yang sudah
bisa mengajukan proposal terkait pendanaan,” ungkap Zheerlin Larantika, ketua mata lomba K-Pop dance cover.
munitas Fortuna Dance ini sangatlah tinggi.
Lomba yang tergabung dalam FISTCUP 2023 ternyata tidak hanya dari komunitas serta UKM yang berada di FISIP saja, tetapi ada satu mata lomba yang berasal dari luar komunitas ataupun UKM, yaitu lomba e-sport Mobile Legends.
“Lomba ini merupakan usulan langsung dari panitia FISTCUP, dikarenakan banyaknya anak muda zaman sekarang yang sering bermain game online. Maka dari itu, timbulah usulan untuk mengadakan lomba Mobile Legends tersebut,” jelas Standley Leo, ketua mata lomba Mobile Legends.
Oleh karena lomba ini bukan dari UKM maupun komunitas, maka panitia lomba ini adalah para panitia atas FISTCUP yang menjadi koordinator dari lomba-lomba lainnya. Standley pun menjelaskan bahwa terdapat beberapa kendala yang dihadapi yaitu seperti peserta lomba yang hanya terpenuhi setengah dari target awal.
Menurut keterangan Zherlin, rancangan anggaran biaya lomba ternyata melebihi uang kas Fortuna Dance. “Awalnya kami ingin melakukan usaha dana seperti berjualan makanan. Akan tetapi, karena waktu yang cukup sempit serta dikarenakan waktu itu terpotong libur, maka kami langsung mengkomunikasikan hal ini kepada BEM,” ungkap Zheerlin saat dimintai keterangan terkait pendanaan.
Dalam FISTCUP sendiri, tidak semua UKM dan komunitas di FISIP UAJY turut menyelenggarakan mata lomba. Ada masing-masing satu UKM dan komunitas yang tidak mengikutinya yaitu UKM AJ Kine Klub dan komunitas bulu tangkis. Menurut ketua FISTCUP 2023, Sebastian Edward De Millenio, komunitas serta UKM tersebut sudah memiliki acara sendiri, kekurangan dana, serta sumber daya manusianya sehingga memutuskan tidak ikut dalam FISTCUP 2023.
Berdasarkan keterangan tersebut, tim Teras pun telah memverifikasi kebenarannya kepada Nathanael Turangan selaku ketua dari komunitas bulu tangkis. “Iya, alasan kami tidak mengikuti acara FISTCUP tersebut dikarenakan kami kekurangan dana serta sumber daya manusianya kurang memadai.”
Di sisi lain, Fortuna Dance selaku komunitas di FISIP UAJY mendapatkan bantuan dana dari pihak BEM FISIP. BEM membantu FOF karena melihat antusiasme serta persiapan yang dilakukan oleh ko-
“Kami awalnya menargetkan 32 peserta, tetapi hanya mendapat sekitar 17 atau 18 peserta saja,” jelas Standley.
Tidak berhenti di situ, saat hari H lomba pun masih ada kendala pada device yang digunakan untuk menampilkan video dari gim yang dimainkan ke para penonton. Oleh karenanya, para penonton pun akhirnya tertinggal 2 hingga 3 pertandingan.
Kendala lain pun dialami oleh mata lomba musikalisasi puisi. Lomba ini merupakan hasil kolaborasi antara UKM Mustika Maya dan Sastra Apresiasi atau biasa dikenal SPASI. Panitia yang tergabung dalam mata lomba ini pun berasal dari dua UKM tersebut.
“Jadi ada 1 kelompok peserta lagi yang benar-benar mengundurkan diri saat H-1 lomba,” kata Maulana Ano, ketua mata lomba musikalisasi puisi dari Mustika Maya.
Lomba ini pun mengalami kesusahan dalam mencari peserta. “Musikalisasi puisi lebih terkenal di kalangan anak SMP dan SMA. Kemarin target kita memang pada anak SMA. Cuma pada saat itu anak SMA lagi UTS. Jadi kendalanya sebenarnya di peserta sih, nggak sebanyak yang lain,” ungkap Amaradiva Widyadhana, ketua mata lomba dari Sastra Apresiasi.
Kesulitan mencari peserta pun dialami oleh lomba futsal. “Kami itu target awalnya sekitar 16 hingga 20 tim, tapi yang melakukan registrasi hanya 12 tim saja. Kami juga mendapat bantuan dari sponsor, ada tiga sponsor yaitu Mie Ayam Bandung 59, Sonic Apparel dan Rame Raes Futsal. Bantuan yang diberikan pun berupa jersey futsal dan potongan diskon lapangannya,” ujar Daniel Santana Tambunan saat dimintai keterangan.
Lomba basket pun turut mengalami kendala. Yusuf Tegar Sharon selaku ketua mata lomba basket, mengatakan bahwa terdapat beberapa panitia yang kurang paham terkait basket dan perlu diajari lagi karena vakum akibat pandemi. Kemudian, terkait lokasi yang akan digunakan sebagai tempat perlombaan. Awalnya pihak lomba basket telah mengusulkan kepada pihak kampus untuk menggunakan Gedung Slamet Rijadi yang berada di Kampus II UAJY. Namun, oleh karena ring basket tak kunjung dipasang, maka mereka beralih ke Aula Kampus I UAJY sebagai lokasi perlombaan. Dana yang digunakan dalam lomba basket pun diperoleh dari setengah dari kampus dan setengah dari panitia lomba. Yusuf juga memberikan keterangan bahwa ada bantuan dana dari volunteer.
Meski terdapat banyak kendala yang dihadapi oleh masing-masing panitia mata lomba, para panitia mengungkapkan bahwa FISTCUP telah memberikan mereka wadah untuk semakin berkembang dan memunculkan inovasi baru dalam diri UKM maupun komunitas. Kemudian, panitia mata lomba juga merasa dengan adanya FISTCUP eksistensi UKM dan komunitas semakin meningkat dibanding sebelumnya.
“Sebenarnya dengan adanya lomba FISTCUP kemarin ini, nama futsal FISIP UAJY jadi lebih
dikenal oleh orang lain. Seperti waktu kemarin, kampus UKDW (Universitas Kristen Duta Wacana) membuat event internal gitu, dan tim futsal FISIP UAJY diundang untuk main,” ujar Daniel Santana Tambunan selaku ketua panitia lomba futsal.
Tak hanya UKM Futsal, UKM Basket juga turut merasakan hal yang sama. “Kemarin aku kaget karena dari 20 tim, tim yang internal dari UAJY itu sekitar 5 sampai 8 tim dan sisanya dari eksternal. Ada dari anak-anak SMA juga, dan akhirnya kita bisa mengadakan lomba basket lagi setelah kemarin 2 tahun off,” ujar Yusuf Tegar Sharon, ketua panitia lomba basket.
Begitu pula dengan lomba Mobile Legends yang turut merasakan dampak positif dari diadakannya FISTCUP. “Ada sih, bisa kita lihat di FISIP ini kan pada suka main mobile legends dan kemarin yang daftar lomba juga kebanyakan anak UAJY” ujar Standley Leo Agustinus selaku ketua panitia lomba mobile legends saat ditanya terkait mengembangkan mobile legends menjadi komunitas di FISIP UAJY.
Melihat pernyataan dari UKM dan Komunitas, diadakannya FISTCUP memberikan dampak positif bagi UKM dan Komunitas baik dari segi pengembangan organisasi serta eksistensinya. Semoga FISTCUP kedepannya bisa terus menjadi ajang pengembangan bagi UKM dan Komunitas serta wadah aktualisasi diri baik bagi UKM dan Komunitas maupun peserta lomba yang tergabung didalamnya.
Penulis : Ida Ayu Istri Arimurti dan Stefanus Lukito Adiyanto
Editor : Henrikus Harkrismoyo Vianney
Layouting : Jennifer Kakisina
Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat atau LPPM UAJY adalah fasilitas yang disediakan Universitas Atma Jaya Yogyakarta untuk dosen dan mahasiswanya. Keberadaan lembaga ini ditujukan untuk mendukung kegiatan penelitian dan pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh civitas academica UAJY baik dosen maupun mahasiswa.
Kantor lembaga ini berlokasi di Jl. Babarsari
No. 44 Caturtunggal, Kabupaten Sleman, Daerah
Istimewa Yogyakarta atau tepatnya di area Kampus IV Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas
Atma Jaya Yogyakarta. LPPM bertanggung jawab dalam mengoordinasi serta membantu pendanaan kegiatan penelitian dan pengabdian masyarakat sesuai dengan pagu dan program kerja yang disiapkan oleh program studi.
Setiap program studi memiliki kesempatan untuk melakukan penelitian dan pengabdian. Hal ini berupa kegiatan yang meliputi salah satu poin penelitian atau pengabdian dari anggota civitas academica UAJY yang dimulai dengan mengajukan proposal kegiatan kepada LPPM. Rencana peneli-
tian dan pengabdian disertakan dalam bentuk proposal untuk disetujui oleh LPPM. Lalu, untuk setiap judul yang telah diakui atau disetujui oleh LPPM berhak memperoleh dana sebesar 25 juta rupiah untuk mendukung kegiatan penelitian dari dosen terkait. Dari penelitian tersebut, para dosen juga diperbolehkan mengajak mahasiswa sebagai asisten untuk membantu penelitiannya. Hal ini tentu menjadi kesempatan bagi mahasiswa untuk bertemu dan berdinamika bersama LPPM.
Selain melalui penelitian dosen, LPPM juga mendorong kegiatan mahasiswa melalui program kerja “Pengabdian Institusi”. Dalam hal ini, setiap program studi diminta untuk mengirimkan lima perwakilan mahasiswa untuk mendukung kegiatan penelitian dan pengabdian masyarakat.
“Mahasiswa didorong oleh LPPM untuk terlibat dalam proses penelitian dan pengabdian masyarakat demi kebutuhan akreditasi universitas,” ujar Ir. Suyoto, ketua LPPM UAJY ketika diwawancarai tim Teras pada Rabu (19/04/2023).
Dalam menambah data untuk akreditasi universitas, LPPM juga menaungi salah satu kegiatan wajib bagi mahasiswa yakni Kuliah Kerja Nyata
KKN. Kegiatan KKN ini merupakan bentuk pengabdian kepada masyarakat sehingga masuk ke dalam kegiatan yang dikoordinasi oleh LPPM. Pengabdian yang dilakukan oleh mahasiswa tidak sebatas hidup bersama masyarakat dalam jangka waktu tertentu saja, tetapi juga memberikan kerangka pemikiran dalam mengembangkan kehidupan masyarakat. Inovasi, fasilitas, infrastruktur, dan penyuluhan pengembangan kemampuan masyarakat menjadi bentuk dari kegiatan KKN.
Melalui KKN, mahasiswa berusaha untuk memberikan karya berupa inovasi dan penyuluhan kepada masyarakat secara netral tanpa memandang suku, agama, ras, dan budaya masing-masing daerah. LPPM UAJY juga tidak hanya bergerak pada wilayah Yogyakarta saja, tetapi juga bergerak pada wilayah lain seperti wilayah Keuskupan Ketapang, Kalimantan Barat. Suyoto bercerita bahwa Ketapang menjadi salah satu wilayah yang meminta bantuan dari LPPM UAJY untuk membantu dalam penjualan hasil panen buah-buahannya. Lantas, dari situlah LPPM kemudian mengerahkan tenaga dari UAJY untuk memberikan sosialisasi mengenai desain kemasan, teknik penjualan, dan pengawetan produk melalui kegiatan KKN.
Jurnal Atma Inovasia: program dari LPPM
LPPM juga memberi sarana bagi mahasiswa dan dosen yang terlibat selama KKN untuk menulis hasil laporannya dalam bentuk jurnal. Jurnal Atma Inovasia adalah nama jurnal yang dibuat oleh LPPM
UAJY untuk mendokumentasikan hasil kegiatan penelitian dan pengabdian masyarakat selama KKN berlangsung.
Sarana tersebut dapat diakses secara publik melalui media digital atau jejaring internet. Jurnal Atma Inovasia ini menjadi peluang yang disediakan oleh LPPM dalam meningkatkan keterlibatan mahasiswa dan dosen terhadap penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
LPPM melihat bahwa mahasiswa kurang berminat untuk melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat dalam rangka peningkatan akreditasi. Maka dari itu, LPPM menciptakan Jurnal Atma Inovasia sebagai situs yang mampu mengunggah dokumentasi penelitian dan pengabdian yang telah dilakukan. Dokumentasi yang telah diunggah ini kelak akan menjadi rekam jejak digital penelitian dan pengabdian masyarakat yang telah dilakukan.
”Bukti penelitian dan pengabdian yang telah dilakukan oleh mahasiswa sekarang sudah bisa dilihat melalui Jurnal Atma Inovasia. Hal ini juga menjadi bukti penting berupa rekam jejak digital dari mahasiswa dan dosen yang telah ditunjukkan oleh universitas untuk meningkatkan akreditasi,” ungkap Suyoto.
Jurnal yang menjadi situs dokumentasi penelitian dan pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh mahasiswa ini pun bersifat terbuka secara publik melalui teknologi open journal system atau OJS. Kelebihannya yaitu mudah ditelusuri oleh semua orang melalui jejaring internet. Hal ini berguna bagi mahasiswa yang menyertakan bukti pengabdian di CV pekerjaan, sehingga jejak pengabdian tersebut dapat diakses secara mudah melalui jejaring digital. LPPM mengajak mahasiswa untuk berpartisipasi dalam urusan penelitian dan pengembangan. Partisipasi mahasiswa akan berdampak pada nilai akreditasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
“Mahasiswa juga bisa melihat karya mahasiswa lainnya di Jurnal Atma Inovasia sebagai motivasi untuk tergerak dalam melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat,” harap Suyoto.
Penulis : Christoforus Jeremy dan Bernardino Realino Arya Editor : Yohanes Wibisono
Dokumentasi : Kristoferus Lokanatha
Layouting : Jennifer Kakisina
Unggah-ungguh merupakan salah satu bagian budaya Jawa yang memiliki nilai luhur positif bagi kehidupan masyarakat. Unggah-ungguh erat kaitannya dengan budaya sopan santun, tata susila, dan tata krama yang umumnya diterapkan oleh masyarakat. Sikap tersebut dapat ditunjukkan melalui cara berkomunikasi serta berperilaku kepada orang lain. Sejatinya, nilai sopan santun ini terdapat di setiap daerah, tetapi istilahnya saja yang berbeda-beda. Budaya unggah-ungguh ini dibutuhkan untuk berelasi dengan orang-orang sekitar serta berfungsi untuk mengurangi perselisihan.
Argo Twikromo, dosen Sosioantropologi Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta mendefinisikan unggah-ungguh sebagai etika pergaulan yang penting untuk diterapkan di lingkungan kampus guna melatih siapapun, khususnya mahasiswa untuk terjun ke lingkungan masyarakat. “Saat ini budaya unggah-ungguh kian memudar di kalangan warga kampus,” ujar Argo. Hal tersebut terjadi karena adanya tingkatan yang menganggap bahwa yang perlu dihormati hanyalah yang memiliki kedudukan lebih tinggi, sehingga menyebabkan kurangnya sikap menghargai antar warga kampus. Meski demikian, budaya unggah-ungguh tidak sepenuhnya hilang dalam kehidupan kampus.
Sebagai salah satu kampus yang berlokasi di Yogyakarta, Universitas Atma Jaya Yogyakarta juga turut mengajarkan mahasiswanya untuk mengetahui dan memelihara kebudayaan Yogyakarta melalui program wajib yang diberi nama “Jogja Istimewa”. Melalui program ini, para mahasiswa baru diharapkan dapat mengenal kebudayaan asli dari Daerah Istimewa Yogyakarta dan dapat menerapkan budaya tersebut di lingkungan kampus. Dalam program tersebut, mahasiswa akan belajar mengenai pentingnya menerapkan budaya unggah-ungguh dimanapun ia berada untuk menjalin relasi dengan siapapun.
Meski dianggap memudar, berdasarkan pengamatan tim Teras Pers, masih cukup banyak mahasiswa yang menerapkan perilaku unggah-ungguh di kawasan FISIP UAJY. Salah satu bentuknya seperti memberi salam kepada cleaning service (CS), dosen, atau civitas academica Universitas Atma Jaya Yogyakarta lainnya.
Dionisius Yuan, salah satu mahasiswa FISIP UAJY mengaku sering menyapa CS atau satpam ketika berpapasan. “Setelah CS selesai mengecek STNK, aku biasanya mengucapkan “Matur nuwun, Pak,” atau “Monggo, Pak,” sebagai apresiasi karena mereka telah menjaga dan membantu kita sebagai mahasiswa,” ujarnya.
Lingkungan kampus merupakan tempat dimana terdapat berbagai mahasiswa dengan beragam latar belakang, agama, suku, ras, dan budaya yang berbeda. Dalam lingkungan tersebut, sangat penting bagi setiap individu untuk memahami dan menerapkan unggah-ungguh sehingga tidak terjadi perselisihan karena perbedaan.
“Etika itu ada dimana-mana, hanya saja bentuk dan namanya yang berbeda. Dengan adanya unggah ungguh dapat mencairkan relasi antar perbedaan, sehingga tidak ada perbedaan ekonomi dalam menghargai dan menghormati orang lain,” ujar Argo saat diwawancarai pada Sabtu (15/04/2023).
Unggah-ungguh yang baik dapat menciptakan budaya kampus yang harmonis dan inklusif, sehingga setiap mahasiswa dapat merasa dihargai dan diterima tanpa memandang perbedaan yang ada. Budaya unggah-ungguh bukanlah budaya yang dilakukan secara terpaksa, melainkan menjadi sikap alami dari dalam diri yang terbentuk karena adanya kesadaran pada setiap masing-masing individu. Tim Teras Pers juga berkesempatan untuk mewawancarai beberapa karyawan di FISIP UAJY. Salah satunya Fajar Dwi Santosa, cleaning service yang biasa membersihkan ruang kelas dan ruangan lainnya. Saat diwawancarai terkait budaya unggah-ungguh di kampus, Fajar menyatakan bahwa mahasiswa FISIP UAJY cukup ramah dan beberapa sering menyapanya saat sedang bekerja.
Hal serupa juga dirasakan oleh Zeky Meliawan dan Tejo Nurhartanto, cleaning service yang bertugas menjaga parkir di FISIP UAJY. “Mahasiswa FISIP cukup sering memberikan salam saat mau masuk atau keluar dari area parkir kampus. Walaupun, kadang-kadang memang terdapat beberapa mahasiswa dan dosen yang tidak menyapa juga. Namun, mayoritas dari dosen ataupun mahasiswa sangat ramah,” ujar keduanya.
Keberadaan budaya unggah-ungguh tidak hanya menjadi tanggung jawab dari mahasiswa, tapi segenap civitas academica UAJY juga. “Sopan santun harus kita terapkan dimanapun dan kapanpun karena hal tersebut menunjukan kalau kita memiliki etiket,” ucap Yohanes Sutanto, salah satu mahasiswa FISIP UAJY angkatan 2021. Menurutnya, dengan memberikan salam kepada para CS di kampus secara tidak langsung dapat memberikan dukungan emosional sehingga mereka merasa dihargai dan diperlakukan dengan baik.
Secara implisit, penerapan budaya unggah-ungguh juga dapat membentuk karakter baik bagi siapapun. Bagi mahasiswa, budaya ini dapat mengembangkan nilai-nilai seperti saling menghargai dan menghormati perbedaan, berkomunikasi dengan baik, dan yang terpenting menghindari perilaku diskriminatif atau pelecehan. Supaya budaya ini tetap dihidupi di lingkungan kampus, maka harus terdapat pendekatan yang digunakan untuk mengedukasi mahasiswa bahwa unggah-ungguh ini bersifat penting, inspiratif, dan positif. Dengan begitu, profil karakter mahasiswa UAJY yang inklusif dan sopan santun kepada siapapun, kapanpun, dan dimanapun bisa nampak dalam realitasnya.
Zefanya Adelia Sidharta atau akrab disapa Zefa lahir di Yogyakarta, 22 Juli 2003. Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta semester 4 ini menjadi salah satu mahasiswa yang berhasil meraih medali emas dan perak tingkat senior putri dalam Kejuaraan Nasional Wushu Piala Presiden tahun 2022.
Ia aktif menjadi atlet cabang olahraga wushu yang tergabung di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Prestasi gemilang yang diperolehnya yaitu medali emas nomor Taiji Jian yang menggunakan alat pedang dan medali perak nomor Taiji Quan dalam memperagakan gerakan wushu. Ketika memenangkan kedua medali ini, Zefa berada dalam tingkat senior putri pada Piala Presiden yang diselenggarakan di Surabaya, Jawa Timur pada bulan Oktober 2022 silam.
Wushu adalah olahraga seni bela diri yang berasal dari Tiongkok dan resmi masuk ke Indonesia pada tahun 1992 dengan federasi bernama ‘Wushu Indonesia’. Wushu sendiri merupakan olahraga yang mengajarkan nilai-nilai kehidupan seperti kedisiplinan, kesabaran, serta tanggung jawab. Aspek nilai kehidupan inilah yang menjadi motivasi bagi
Zefa untuk bertekun di cabang olahraga ini. Karena itu, Zefa memilih wushu sebagai seni bela diri yang dapat mengembangkan bakat olahraganya sekaligus mempelajari nilai kehidupan yang terkandung di dalamnya.
Perjalanan karir Zefa dalam olahraga wushu dimulai pada saat dirinya masih berada di jenjang Sekolah Dasar kelas 3. Awalnya, Zefa menjalani seni bela diri wushu hanya sebagai kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Namun, sang ayah menyarankan dirinya untuk mengikuti wushu agar mampu memiliki kemampuan bela diri untuk melindungi keluarganya. “Sebenarnya papah yang menyarankan untuk mengikuti ekstrakurikuler wushu dan kebetulan dalam keluarga, aku merupakan dua bersaudara perempuan. Jadi, papah minta salah satu dari kita bisa memiliki ilmu bela diri supaya bisa menjaga keluarga,” ujar Zefa ketika diwawancarai oleh tim Teras pada Senin (17/04/2023).
Perjalanan karirnya pun tidak semulus yang dibayangkan, Zefa bercerita bahwa ia sempat ingin menyerah saat pertama kali mencoba olahraga bela diri wushu di sekolahnya. “Waktu SD, pertama kali aku ikut latihan langsung capek banget dan gak
(Foto: Teras Pers)
bisa enjoy sama olahraga ini,” ungkap Zefa. Walau begitu, kesulitan yang dialaminya tidak membuat dirinya cepat menyerah. Ia merasa memiliki bakat yang dapat dikembangkan dalam olahraga ini. Berlatih dan terus berlatih untuk mengembangkan bakat potensinya memperagakan gerakan wushu adalah hal yang selama ini ia lakukan.
Sewaktu menekuni latihan wushu, pelatih di sekolahnya melihat Zefa memiliki potensi untuk mengikuti kejuaraan wushu. Alhasil, saat menginjak bangku kelas 4 SD, ia pun didaftarkan ke kejuaraan wushu. Mulai dari situlah, Zefa pun mulai tertarik untuk masuk ke Sasana atau klub eksternal yang berfokus pada seni bela diri wushu. Sasana yang diikutinya bernama Yayasan Wushu Indonesia Sinduadi. Lawan yang mahir juga banyak ditemukan oleh Zefa selama mengikuti kejuaraan wushu. Namun dari situlah, ia semakin termotivasi untuk berlatih agar semakin ahli dalam memperagakan gerakan wushu di berbagai lomba yang diikutinya.
“Setelah aku mengikuti kejuaraan wushu, ternyata wushu itu seni bela diri yang keren. Aku juga melihat banyak sekali lawan dari daerah lain yang memiliki gerakan mahir dibanding diriku saat itu dan menjadikan motivasi diriku untuk terus berlatih bela diri wushu,” tambahnya.
Setelah melalui proses yang panjang dan melelahkan, atlet perempuan yang satu ini akhirnya dipilih sebagai atlet wushu yang mewakili Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta di Kejuaraan Nasional Piala Presiden tahun 2022. Zefa dipilih berdasarkan program latihan yang diciptakan oleh pelatih provinsi dalam menentukan atlet wushu yang berlomba di
ajang tersebut.
Tidak tanggung-tanggung, hasil yang didapatkan pun sangat gemilang. Zefa berhasil mendapatkan medali emas pada Kejuaraan Wushu
Taiji Jian dan medali perak pada Kejuaraan Wushu
Taiji Quan. Ia mengaku senang dan bersyukur atas pencapaiannya tersebut karena hasil kerja kerasnya selama mengikuti latihan ternyata berbuah positif.
Kemauan dirinya untuk berlatih seni bela diri wushu juga mendapatkan beberapa dukungan dari lingkungan terdekat yang ia miliki. “Support system saat aku berlatih dan bertanding adalah keluarga dan teman-temanku. Temanku selalu mendukung aku bahkan mereka bantu back up tugas. Jadi, aku merasa lebih tenang saat bertanding,” ucapnya. Kewajiban Zefa sebagai mahasiswa tentu tidak ditinggalkan begitu saja hanya karena fokus pada kejuaraan wushu. Ia berusaha tetap mengikuti jadwal kuliah dan mengerjakan tugas setiap saat. Pembagian waktu yang seimbang antara kuliah dan berlatih sebagai atlet olahraga wushu adalah hal krusial yang ia lakukan. “Biasanya aku latihan wushu jam 17.30 WIB. Namun, karena aku punya jadwal kuliah sampai jam 18.30 WIB, aku biasanya izin telat untuk menghadiri latihan. Jadi, seimbang antara kebutuhan kuliah dengan wushu,” tuturnya. Keinginan selanjutnya yang ingin dicapai oleh Zefa yaitu bisa mengikuti pertandingan wushu sampai tahap internasional seperti Sea Games dan Asian Games. Namun, dirinya harus masuk ke tim pelatihan nasional terlebih dulu jika ingin melangkah untuk sampai pada level internasional. “Harapannya bisa ikut ke tim Pelatnas, jadi bisa ikut lomba di luar negeri. Tapi karena aku juga harus fokus kuliah, jadi gak papa kalau misalnya aku nggak bisa ikut pelatnas,” ungkap Zefa soal harapannya.
Zefa pun berpesan kepada para mahasiswa untuk selalu mencoba berbagai hal baru dan tidak takut untuk memulai. Usaha, fokus, dan konsistensi adalah kunci agar tidak goyah dalam melakukan hal baru. “Ketika fokus pada tujuan dan memiliki keinginan kuat untuk mencapainya, niscaya keberhasilan akan mengikuti,” tutup atlet perempuan wushu ini.
AJ Kine Klub merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) FISIP UAJY yang bergerak di bidang perfilman. Terhitung sejak tahun 2020, AJ Kine Klub telah memproduksi lebih dari 10 film pendek. Dua film terbaru AJ Kine Klub yang diproduksi pada tahun 2023 adalah “Anak Tangga” dan “Keceh”.
AJ Kine Klub rutin melakukan produksi film pendek di setiap akhir jeda semester. Menurut Gregorius Kidung, ketua AJ Kine Klub, alasan UKM ini rutin membuat karya di rentang waktu tersebut adalah agar tidak mengganggu kegiatan perkuliahan dan kegiatan lainnya di tengah semester. Meski begitu, Kidung tidak memungkiri adanya produksi film di tengah perkuliahan tergantung pada event yang akan diikuti AJ Kine Klub.
“Saat Dies Natalis UAJY ke-57, AJ Kine Klub diberi tanggung jawab untuk memproduksi film men-
genai Laudato Si. Meskipun Dies Natalis berlangsung di pertengahan masa kuliah, kami berusaha tetap menggarap film yang berjudul “Bumiku Ibuku” dengan Adrian Sadewa sebagai sutradaranya,” ungkap Kidung. Selain itu, Kidung juga mengaku bahwa hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi kru AJ Kine Klub karena harus mengatur waktu antara produksi film dengan menjalankan aktivitas perkuliahan.
Kidung juga bercerita bahwa masa produksi film mulai dari pra-produksi hingga pasca-produksi memakan waktu 3 hingga 4 bulan. Untuk persiapan dalam memproduksi film, waktu yang dibutuhkan kurang lebih dua bulan dan pasca-produksi kurang lebih satu bulan. Dana yang dihabiskan pun paling minimal 3 juta rupiah. Dana tersebut dianggarkan saat di awal masa jabatannya.
Sayangnya, meskipun telah memproduksi banyak film, Kidung mengaku bahwa promosi film
yang dihasilkan dari produksi mereka masih cukup kurang diperhatikan. AJ Kine Klub sendiri memiliki akun Instagram @ajkineklub dan kanal YouTube
12,9 AJ Kine Klub. Namun, kedua media sosial tersebut belum aktif kembali digunakan untuk melakukan promosi.
Meski minim dalam hal promosi, Kidung bercerita tentang rencana yang ia dan pengurus AJ Kine Klub akan lakukan dalam waktu dekat tentang output film mereka. “Tahun ini, semua film yang sudah diproduksi beberapa tahun ke belakang akan ditayangkan melalui acara screening besar yang dapat ditonton secara bersama-sama dan terbuka juga untuk umum,” ujarnya.
Kidung berharap kegiatan screening film ini dapat dilaksanakan secara rutin dari tahun ke tahun. Pasca screening ini berakhir, film-film tersebut nantinya akan diunggah ke Instagram dan YouTube milik AJ Kine Klub.
Seperti film-film terdahulu, tahun ini AJ Kine Klub juga ingin membawa film pendek hasil produksi mereka ke ranah festival. Alfonsus Fibriyan Riswara dan Helmi Yosias Lukas selaku produser dari dua film terbaru AJ Kine Klub yang diwawancarai secara terpisah, bercerita bahwa film “Keceh” dan “Anak Tangga” saat ini sudah melakukan pendaftaran pada salah satu festival film. Festival yang
diikuti adalah Ciputra Film Festival dari Universitas Ciputra. Keduanya mengungkapkan bahwa seluruh persiapannya sudah matang dan ini adalah momen yang tepat untuk mengirimkan film mereka.
Di sisi lain, Kidung juga mengatakan bahwa saat ini, pihak eksternal dari AJ Kine Klub sedang berproses dalam mencari festival film yang lain. Untuk kedepannya, pengurus AJ Kine Klub akan melihat terlebih dahulu tema yang ada di festival tersebut lalu memproduksi filmnya. Dengan begitu, karya mereka nantinya bisa mengikuti festival.
Dalam proses pembuatan film, AJ Kine Klub memberikan kesempatan kepada setiap anggotanya untuk menjadi sutradara dalam film yang akan diproduksi. Film “Keceh” dan “Anak Tangga” yang baru diproduksi pada tahun ini misalnya, keduanya disutradarai oleh dua orang yang berbeda.
“Anak Tangga” merupakan film pendek pertama yang diproduksi oleh AJ Kine pada tahun 2023. Film ini disutradarai oleh salah satu anggota AJ Kine Klub angkatan 2022 bernama Raphaella Chayla Shaka Lakshita atau akrab disapa Vella. Dalam persiapan produksinya, film “Anak Tangga” memakan waktu sekitar 6 bulan yang mencakup pembuatan script mulai dari draft satu hingga final draft dan produksi. Proses syuting film dilakukan selama dua hari, yaitu pada tanggal 17-18 Februari 2023.
Bicara terkait film “Anak Tangga”, topik yang diangkat adalah tentang kehidupan mahasiswa di masa sekarang yang memiliki cita-cita untuk sukses, tetapi sangat mudah terpengaruh oleh hal-hal negatif di lingkungannya sehingga mengambil jalan yang salah dalam mencapai cita-cita tersebut. Vella selaku sutradara berharap agar film ini bisa mendapat apresiasi dari penonton dan penonton dapat mengambil makna yang ada karena cerita dari film ini related dengan kehidupan mahasiswa di masa sekarang.
Film pendek dengan judul “Keceh” merupakan film kedua yang diproduksi AJ Kine Klub pada tahun 2023. “Keceh” disutradarai oleh Rhema Melodi Indah Di Jiwa, salah satu anggota AJ Kine Klub angkatan 2021. Film ini diproduksi pada bulan Maret 2023, tepatnya pada tanggal 4-5 Maret. Sama halnya dengan film “Anak Tangga”, film ini juga telah melakukan pra-produksi selama 6 bulan sebelum
proses produksinya.
Film “Keceh” mengambil tema cerita tentang keluarga. Rhema selaku sutradara film pun mengaku bahwa “Keceh” memiliki genre yang sama dengan kebanyakan film Kine yang diproduksi sebelumnya, yaitu tentang keluarga. Meski begitu, Rhema bercerita bahwa dirinya mengangkat cerita yang sedikit anti mainstream yaitu tentang seorang anak penderita autism spectrum disorder. Film ini bercerita tentang bagaimana seorang anak penderita autism spectrum disorder yang melakukan recalling memory sehingga kerap melakukan kegiatan-kegiatan yang biasanya ia lakukan dengan mendiang ayahnya.
Dengan berakhirnya kegiatan produksi film secara keseluruhan, Rhema dan Vella sama-sama berharap agar publik dapat mengapresiasi film terbaru mereka, yaitu Anak Tangga dan Keceh. “Brainstorming yang telah dilakukan para anggota sela-
ma enam bulan lamanya serta kerja keras kru dan tim selama proses produksi di lapangan diharapkan dapat membuahkan hasil yang positif untuk kedua film yang baru mereka produksi ini,” ujar keduanya.
Melalui kegiatan screening yang diselenggarakan dan publikasi pada platform YouTube, diharapkan mampu memberikan kesempatan bagi AJ
Kine Klub untuk memperoleh publik yang lebih luas mengenai film-film yang telah diproduksi oleh AJ
Kine Klub, sehingga penontonnya tidak monoton di lingkungan Universitas Atma Jaya Yogyakarta saja, tetapi menyeluruh.
Penulis : Bonita Natiyoman Simanjuntak dan Sri Putri Wahyuningsih
Dokumentasi : Dostry Amisha
Editor : Frisca Sarastuti Amandari
Layouting : Jennifer Kakisina
Ilustrator : Dhea Saymi
Kurikulum pendidikan tinggi adalah perangkat yang ditetapkan untuk menjalani proses pendidikan. Berdasarkan Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 dalam pasal 35 ayat 1, kurikulum diartikan sebagai sebuah rancangan yang mengandung unsur capaian pembelajaran, penilaian, serta proses pembelajaran (Junaidi, dkk, 2020, h. 3). Salah satu tolak ukur penilaian dan capaian belajar seorang mahasiswa adalah indeks prestasi kumulatif atau biasa disingkat menjadi IPK. Indeks prestasi kumulatif dalam perguruan tinggi merupakan transkrip akademik dalam bentuk dokumen resmi institusi pendidikan tinggi dan sebagai bukti hasil capaian pembelajaran setiap mata kuliah (Junaidi dkk, 2020, h. 77). IPK menjadi tolak ukur keberhasilan mahasiswa dalam jenjang perkuliahan. Purwanto (dalam Hakam, dkk, 2015), mengatakan bahwa terdapat beberapa faktor internal maupun eksternal yang dapat memberikan pengaruh pada capaian belajar mahasiswa. Beberapa faktornya yaitu uang saku, usia, keterlibatan dalam organisasi, intensitas penggunaan internet, dan durasi belajar. Berdasarkan buku panduan penyusunan kurikulum pendidikan tinggi, IPK menyatakan hasil pencapaian pembelajaran lulusan program studi. Mahasiswa berprestasi akademik tinggi adalah mahasiswa yang memiliki indeks prestasi semester (IPS) lebih besar dari 3.5 dan memenuhi etika akademik (Junaidi, dkk, 2020, h. 58).
Sebagai sesama mahasiswa, kita tidak jarang mendengar atau bahkan melihat fokus utama mayoritas mahasiswa yaitu meraih angka IPK semaksimal mungkin. Hal tersebut tidak semata-mata bertujuan untuk menjadi lulusan terbaik atau lulus dalam waktu kurang dari 4 tahun saja. Namun nyatanya, masih banyak mahasiswa yang bertujuan meraih IPK maksimal agar mendapatkan pekerjaan yang menjamin hidupnya di masa depan. Menjadi pergulatan besar untuk menjawab, apakah IPK menjadi sangat penting dalam meraih pekerjaan yang menjamin hidup seseorang kelak? Tidak ada jawaban yang pasti akan hal itu dan tentu menjadi
pertanyaan yang akan terus-menerus timbul dalam benak setiap mahasiswa.
Dalam pembahasan terkait seberapa penting IPK bagi mahasiswa, hal ini akan sangat bergantung pada diri setiap mahasiswa. IPK tentunya penting sebagai data pelengkap dari capaian akademik, tetapi bukan menjadi penjamin kesuksesan karir seseorang. Angka yang diakumulasikan, sangat bergantung pada faktor tertentu. Mahasiswa memiliki berbagai faktor pendukung dan penghambat dalam menjalani kehidupan akademik. Faktor yang secara langsung maupun tidak langsung inilah yang dapat memengaruhi tingkat motivasi belajar mahasiswa.
Tidak ada seorang pun yang bisa menjamin bahwa mahasiswa dengan predikat cumlaude dan IPK hampir sempurna akan menjadi sukses dalam dunia pekerjaan. Walaupun memang, masih banyak stigma dari generasi sebelumnya yang mempercayai bahwa IPK adalah jaminan untuk pekerjaan layak. Namun realitasnya kini, IPK hanyalah sebuah angka dari serangkaian proses yang sudah dilalui. Dunia pekerjaan dan industri lebih memerlukan sebuah skill yang bisa berguna di dunia kerja daripada hanya sekadar IPK semata.
IPK dapat dianalogikan seperti sebuah tiket masuk sebuah wahana. Untuk memasuki kawasan wahana dan menggunakan fasilitas yang ada diperlukan tiket masuk dengan harga yang beragam. Kemampuan seseorang membeli sebuah tiket pun bergantung pada uang yang dimiliki. Ketika seseorang mampu membayar tiket yang paling mahal, maka ia akan mendapatkan fasilitas yang lebih baik daripada seseorang yang membeli tiket dengan harga reguler.
Analogi di atas untuk menggambarkan kegunaan IPK dalam memasuki dunia kerja. Ia bukan sebagai penjamin kesuksesan akan masa depan, tetapi sebagai perangkat dokumen yang akan mempermudah jalan masuk ke dunia kerja. Ketika mahasiswa memiliki IPK yang tinggi serta kemampuan yang mendukung, maka perusahaan akan lebih
mempertimbangkan hal tersebut. Demikian halnya, IPK dianalogikan sebagai uang membeli tiket untuk masuk dalam sebuah perusahaan. Semakin bermutu dan spesial kemampuan yang dimiliki, maka ia akan mendapatkan peluang kerja yang lebih baik. Tolak ukur tersebut akan menjadi salah satu faktor sebuah perusahaan mempertimbangkan keputusan untuk menerima lamaran kerja seseorang.
IPK digunakan sebagai bukti bahwa seorang mahasiswa mampu bertanggung jawab, layaknya bertindak sebagai pribadi yang berpendidikan. Dalam dunia kerja, IPK akan dilihat untuk mengetahui seberapa mampu seseorang bertanggung jawab atas tugasnya dan layak diberikan kepercayaan. Apabila pertanyaannya adalah, apakah IPK penting? Jawabannya tentu saja penting, tetapi bukanlah prioritas utama. Tolak ukur penting atau tidaknya sebuah IPK, sangat bergantung pada pribadi seseorang. Hanya saja, bagi sebagian orang akan jauh melihat seberapa besar skill yang dikuasai. Tidak melihat berdasarkan angka saja, tetapi kemampuan yang dapat diaplikasikan dalam dunia nyata terkhusus pekerjaan.
Pertanyaan besar pun akan timbul jika IPK yang dihasilkan tinggi, tetapi keahlian atau kemampuan yang dimiliki ternyata tidak berbanding lurus. Maka, kembali lagi pada pernyataan sebelumnya bahwa IPK sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Sebaliknya, seseorang dengan IPK yang lebih rendah bisa saja memiliki keahlian yang jauh lebih baik. Artinya, keahlian seseorang tidak bisa dibandingkan begitu saja dengan angka indeks prestasi yang diperolehnya. Pada akhirnya, IPK hanya berperan sebagai syarat normatif sebuah kelulusan, tanpa menjamin seberapa mampu mahasiswa mengaplikasikan pemahaman serta pengetahuannya dalam dunia kerja.
Argumentasi ini berkaitan dengan pernyataan Philia Wibowo, Managing Partner McKinsey Indonesia. Ia mengungkapkan bahwa akan terjadi peralihan dari tenaga manusia menjadi tenaga mesin, sehingga tenaga kerja Indonesia hendaknya mempersiapkan keterampilan baru untuk meraih peluang pekerjaan tersebut (CNN Indonesia, 2020). Sejalan dengan pernyataan tersebut, maka IPK bukan menjadi angka yang diprioritaskan dalam dunia kerja. Sebaliknya, keahlian yang dikuasailah yang menjadi penentunya. Angka dalam IPK hanya dili-
hat sebagai seberapa tinggi motivasi belajar seorang mahasiswa.
Seseorang bekerja tentu dengan berbekal segala keahlian dan pemahaman yang dimilikinya. Dalam menghadapi tantangan digitalisasi saat ini, kemampuan dan keahlian menjadi alat tempur yang amat penting dibutuhkan. Memang menjadi perdebatan dan pertimbangan besar untuk meraih IPK maksimal atau secukupnya saja di masa kini. Namun, alangkah lebih baik mempelajari ilmu sebanyak-banyaknya dan memaksimalkan peluang untuk belajar mengaplikasikan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari. Berbekal keterampilan, menjadi peluang besar bagi seseorang untuk mempersiapkan diri dalam dunia pekerjaan. Bukankah lebih penting mengerucutkan fokus kegunaan pendidikan akademik pada tujuan kehidupan pekerjaan, dibandingkan fokus pada hasil capaian belajar yang didapatkan?
Penulis : Christophora Ivannia Yovita
Editor : Henrikus Harkrismoyo Vianney
Layouting : Jennifer Kakisina
Organisasi kampus merupakan sarana pengembangan diri mahasiswa yang bertujuan untuk memperluas wawasan, meningkatkan pengetahuan, dan integritas pribadi mahasiswa dalam berdinamika dengan berbagai pihak. Dunia perkuliahan menuntut mahasiswa untuk memperoleh ilmu baik dalam bidang pengembangan akademik maupun non akademik yang tidak diajarkan dalam kelas. Oleh karenanya, kampus menyediakan sarana pengembangan diri melalui berbagai organisasi untuk pengembangan soft skill hingga hard skill pada mahasiswa.
Salah satu fakultas di UAJY yakni Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik memiliki berbagai organisasi dan komunitas yang menghasilkan berbagai output yang beragam. Organisasi di bidang akademik seperti jurnalistik, public relations, penyiaran, periklanan, dan sastra menulis. Sementara pada bidang non akademik seperti futsal, bulu tangkis, dance, paduan suara universitas, dan masih banyak lagi. Selain mengisi waktu luang, ada banyak sekali manfaat yang didapatkan ketika mengikuti organisasi di kampus, seperti menambah relasi, berhubungan dengan pihak eksternal ketika membuat program, dan bagian administrasi (proposal, surat, dan izin kegiatan). Seluruh mahasiswa juga dapat secara bebas menentukan pilihan dan minat mereka sesuai dengan tujuan keikutsertaannya.
Metode promosi yang digunakan untuk menarik anggota baru pun beragam. Salah satunya pada masa orientasi atau inisiasi kampus maupun fakultas. Biasanya, saat inisiasi FISIP akan disediakan waktu khusus bagi organisasi untuk mengenalkan profil organisasi mereka dan pemberitahuan masa perekrutan anggota baru. Pendaftaran mengikuti organisasi dilakukan secara gratis, tetapi perlu melewati berbagai tahap-tahap seleksi seperti wawancara, FGD, presentasi, atau lainnya tergantung budaya dari organisasi tersebut.
Seluruh mahasiswa FISIP UAJY dan UAJY bisa dikategorikan ‘terjebak’ dalam peraturan poin
keaktifan yang harus dipenuhi sebagai salah satu syarat kelulusan. Poin keaktifan ini dikenal dengan nama SPAMA (Satuan Partisipasi Aktivitas Mahasiswa). Peraturan ini menjadi kewajiban yang harus dipenuhi mahasiswa UAJY yang terangkum dalam Buku Pedoman Akademik di setiap semesternya. Berdasarkan Buku Pedoman Akademik Semester Genap 2022-2023 (Vol.2), penjelasan mengenai SPAMA tertuang pada bab 7 dan terdapat poin minimal yang harus dipenuhi oleh mahasiswa. Salah satu poinnya bertajuk ‘Organisasi dan Kepemimpinan’ dengan pemenuhan minimal 14 SA, menjadi salah satu budaya yang tertanam dalam UAJY.
Oleh karena adanya tuntutan itulah, sejak awal menjadi mahasiswa baru dan mengikuti inisiasi, mereka langsung diiming-imingi oleh kewajiban memenuhi SPAMA yang menjadi syarat kelulusan. Dengan adanya gertakan keras tersebut, hal ini menjadi salah satu pendorong kuat mahasiswa FISIP UAJY untuk mengikuti organisasi ataupun kepanitiaan. Alhasil, kerap ditemui banyak mahasiswa yang mendaftarkan dirinya di berbagai organisasi yang sebenarnya tidak diminatinya ataupun hanya ikut-ikutan teman.
Budaya Kerja Organisasi FISIP UAJY
Ketika sudah menjadi anggota organisasi kampus, biasanya mahasiswa akan terikat dalam periode kerja. Pada organisasi-organisasi di FISIP UAJY, biasanya berdurasi selama 2 tahun. Hal ini berlaku di lima KPKS (Kelompok Profesi Kelompok Studi) di bawah naungan HMPSKom. Memang terlihat menarik dan ringan pada awal, tetapi biasanya kebanyakan orang akan mulai merasakan kesulitan untuk beradaptasi ketika tugas-tugas kampus sudah menumpuk. Hal ini akan menyebabkan anggota menjadi tidak aktif, jarang ikut rapat, dan kerja asal-asalan (meninggalkan tanggung jawab).
Menjadi anggota organisasi kampus berarti sejak awal sudah harus berkomitmen untuk menyelesaikan masa jabatan selama periode tertentu. Jika hal tersebut dilanggar, maka terdapat sanksi sosial yang secara tidak langsung akan diterima, seper
ti blacklist dari berbagai macam organisasi dan kepanitiaan. Setelah itu, akan sulit bagi mahasiswa tersebut dalam mencari SPAMA kategori organisasi di kampus.
Salah satu bentuk pertanggungjawaban komitmen anggota adalah dengan menghadiri rapat rutin yang selalu dilaksanakan minimal sekali dalam seminggu. Penyampaian program kerja, menyelesaikan permasalahan internal organisasi, dan alasan lainnya adalah urgensi dari diadakannya rapat ini. Namun, karena dari pagi hingga sore hari merupakan jam tetap kuliah, maka jadwal rapat rutin biasanya diadakan di malam hari baik di dalam maupun di luar kampus. Alhasil bagi sebagian mahasiswa, hal ini sangat menyita waktu mereka seperti waktu untuk menugas dan belajar menjadi lebih sedikit, sehingga mereka perlu belajar hingga tengah malam. Belum lagi bagi mahasiswa yang lokasi rumah atau kosnya berada jauh dari kampus, hal ini bisa menyebabkan kelelahan secara fisik dan mental jika tidak diatur dengan baik.
Selain itu, ada pula salah satu tradisi yang tidak bisa dilewati ketika mengikuti organisasi di kampus yaitu pesta penyambutan anggota baru. Makrab (malam keakraban) adalah istilah populernya. Dengan tujuan untuk membangun hubungan (bonding) antara anggota lama dengan anggota baru, kegiatan ini biasanya dilaksanakan selama 2 hari 1 malam dan menginap di tempat tertentu. Acaranya pun berisi seperti bermain games kelompok, peresmian kepengurusan baru, penyampaian kata motivasi dari dosen pembimbing, barbeque party, dan masih banyak lagi. Namun, perayaan yang bersifat non formal ini memungkinkan terjadinya kebebasan yang “kebablasan”. Salah satunya dengan menyelundupkan minuman keras karena dirasa sudah menjadi budaya kehidupan kuliah dan mulai menginjak usia dewasa. Hal ini memang sudah menjadi kebiasaan, yakni dimana terdapat acara menginap organisasi tidak lengkap rasanya jika tidak tersedia minuman keras.
Di sisi lain, budaya kental yang dapat menyebabkan kerenggangan antara anggota dalam organisasi adalah senioritas. Budaya senioritas secara alami muncul antara anggota lama (kakak tingkat) dengan anggota baru. Budaya semacam ini dapat dipandang secara positif maupun negatif. Dampak negatifnya kemungkinan terjadi kesulitan dalam
berkomunikasi antara anggota lama dan baru, sehingga koordinasinya menjadi lambat. Namun dari sisi positifnya, hal ini bisa mencegah minimnya rasa hormat dan membuat anggota baru menjadi lebih segan terhadap anggota lama, sehingga tidak berani untuk bertindak semena-mena.
Dengan demikian, minat untuk mengikuti organisasi kampus memang memiliki berbagai perspektif baik positif maupun negatif. Akan tetapi, disanalah mahasiswa dihadapkan pada tantangan untuk mengatur waktu (time management) antara urusan kuliah dan organisasi, berkomunikasi dengan orang lain, menghindari konflik organisasi, memiliki ide kreatif, dan bisa tetap profesional dalam bekerja. Berbagai ilmu dan pengalaman ini tidak bisa didapatkan dalam pelajaran di kelas.
FISIP UAJY pun disini telah memfasilitasi mahasiswa dengan banyak sarana pengembangan diri. Ketentuan SPAMA dapat menjadi pendorong yang sehat, jika dilihat dari kacamata pengembangan diri. Namun, perlu diingat bahwa sebelum memilih organisasi kampus, mahasiswa perlu mengetahui berbagai informasi organisasinya dan sesuai dengan target apa yang ingin didapatkan. Dengan begitu, mahasiswa tersebut sudah meminimalisir untuk tidak terjebak dalam lingkaran penyesalan yang berakhir pada merugikan diri sendiri atau bahkan orang lain.
Penulis : Sherin Violita
Editor : Henrikus Harkrismoyo Vianney
Layouting : Jennifer Kakisina
Kekerasan seksual kini menjadi hal yang marak terjadi di sekitar kita, baik itu di lingkungan masyarakat atau bahkan lingkungan pendidikan. Kampus sebagai wilayah pendidikan menjadi tempat yang paling banyak mendapati kasus kekerasan dan pelecehan seksual. Menanggapi isu tersebut, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 30 Tahun 2021 yang berisi tentang pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi. Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) menjadi salah satu kampus yang menindaklanjuti Permendikbud tersebut dengan membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual atau yang biasa disingkat menjadi dengan Satgas PPKS.
Setiap unit yang ada baik dosen, mahasiswa, maupun tenaga kependidikan di UAJY memiliki kesempatan untuk bergabung dalam Satgas PPKS. Dalam pembentukannya, terdapat panitia seleksi yang bertugas untuk membantu proses seleksi. Anggota Satgas dipilih berdasarkan beberapa tahapan seleksi. Pada tahap pertama dilakukan seleksi administrasi. Lalu, dilanjutkan dengan wawancara dengan panitia seleksi pada tahap kedua.
Peserta yang lolos dalam wawancara akan mengikuti tahap ketiga yaitu uji publik yang disiarkan secara daring. Para penguji yang hadir diantaranya, Dr. Y. Sari M. Widiyastuti, S. H., M. Hum. dari Fakultas Hukum, ketua tim panitia seleksi, serta badan perlindungan korban dan saksi. Peserta yang lolos uji publik adalah individu yang akan menjadi anggota Satgas PPKS UAJY.
Satgas PPKS UAJY beranggotakan 7 orang dengan terdiri dari 2 dosen, 2 tenaga kependidikan, dan 3 mahasiswa. Sebanyak 2/3 dari 7 anggota ini adalah perempuan. Satgas PPKS UAJY dikepalai oleh Dr. Dina Listiorini, M.Si.
Dengan perannya yang penting untuk diketahui, maka eksistensi Satgas PPKS perlu disebarluaskan kepada seluruh civitas academica UAJY, terutama para mahasiswa. Tim Satgas PPKS mem-
perkenalkan diri melalui sosialisasi-sosialisasi yang akan rutin dilakukan kepada mahasiswa seperti kepada organisasi mahasiswa yang ada UAJY, Kuliah Kerja Nyata (KKN), dan juga inisiasi mahasiswa baru. Sosialisasi yang dilakukan lebih menekankan pada pencegahan kekerasan seksual. Jika ada kasus yang dilaporkan, Satgas PPKS akan segera menindaklanjutinya.
Tujuan dari Satgas PPKS adalah menerapkan beberapa fungsi sebagai berikut:
1. Melaporkan tingkat kekerasan seksual yang terjadi di kampus kepada pejabat-pejabat universitas.
2. Menangani tindak kekerasan seksual di kampus.
3. Menggalakkan sosialisasi dengan target mahasiswa yang bertujuan untuk menyamakan persepsi mengenai kekerasan seksual.
Landasan Kerja Satgas PPKS
Kinerja Satgas PPKS UAJY sendiri mengacu pada Permendikbud No. 30 Tahun 2021. Dalam regulasi tersebut, tertulis bahwa Satgas PPKS langsung bertanggung jawab kepada rektor, baik dalam urusan mencegah, menangani, memulihkan, menghindari keterulangan akan tindakan yang sama, dan aksi atas sanksi. Dalam hal pemberian sanksi, tim Satgas hanya akan memberikan rekomendasi atas kasus yang sedang berjalan. Sementara untuk keputusan final tetap ada pada rektor. Jika keputusan tim Satgas dan rektor berbeda, maka baru akan dilakukan diskusi lebih lanjut.
Merujuk pada Permendikbud No. 30 Tahun 2021, sanksi bersifat proporsional atas asas keadilan. Sanksi memiliki tiga tingkatan, yaitu:
1. Sanksi ringan: Berupa teguran tertulis, pernyataan permohonan maaf yang akan dipublikasikan, baik secara internal maupun melalui media massa.
2. Sanksi sedang: Berupa pemberhentian sementara dari jabatan (untuk dosen dan tenaga kependidikan) atau pengurangan hak sebagai mahasiswa (skors).
3. Sanksi berat: Berupa pemberhentian tetap, baik sebagai mahasiswa maupun pengajar dan tenaga administrasi.
Sesuai dengan Permendikbud No. 30 Tahun 2021, pembentukan Satgas PPKS memerlukan tiga komponen yaitu dosen, tenaga pendidikan, dan mahasiswa. Selain menjadi anggota Satgas PPKS, mahasiswa diharapkan terlibat secara aktif untuk membantu melaporkan atau speak up kepada Satgas PPKS UAJY jika mengetahui temannya menjadi penyintas kekerasan seksual. Dengan begitu, pelakunya pun dapat segera ditindak. Perlu diketahui bahwa Satgas PPKS UAJY berani menjamin kerahasiaan dari korban maupun adanya laporan kepada pihaknya.
Apabila terjadi tindakan pelecehan atau kekerasan seksual di lingkungan kampus UAJY, segenap civitas academica diharapkan segera melapor pada Satgas PPKS UAJY. Caranya melalui email resmi Satgas PPKS UAJY yaitu laporsatgasppksuajy@uajy.ac.id atau direct message ke akun @satgasppksuajy di media sosial Twitter maupun Instagram.
Richard Wu, selaku anggota Satgas PPKS UAJY sekaligus mahasiswa UAJY menambahkan tentang pelaporan melalui email resmi Satgas PPKS UAJY. “Untuk sekarang, subjeknya bebas dan pelapor bisa bercerita secara detail mengenai kejadian yang dilihat maupun dialami. Setelah itu tim Satgas PPKS UAJY akan mengirim formulir kepada pelapor untuk bisa segera diisi dan kemudian kasusnya akan ditindaklanjuti oleh mereka,” ujarnya ketika diwawancarai tim Teras secara daring pada Sabtu (29/04/2023).
Kinerja Satgas PPKS UAJY
Satgas PPKS sudah melakukan sosialisasi ke seluruh UKM, komunitas, dan organisasi yang ada di UAJY secara luring. Tim Satgas PPKS UAJY menilai bahwa ini adalah cara yang paling efektif untuk memperkenalkan lembaga ini kepada civitas academica UAJY. Hal ini diketahui dari mulai banyaknya undangan yang diterima tim Satgas PPKS dari organisasi-organisasi untuk melakukan sosialisasi.
Selain itu, menurut Birgitta Puspita, selaku anggota Satgas PPKS UAJY sekaligus dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UAJY, tim Satgas PPKS telah mendapatkan laporan kasus dan
saat ini kasusnya sedang diproses. Dalam pelaksanaan tugasnya, tim Satgas PPKS hadir sebagai sarana untuk membantu kasus kekerasan seksual. Dengan begitu, bila ada kasus kekerasan maupun pelecehan seksual, disarankan melapor kepada tim Satgas PPKS. Namun, tidak menutup kemungkinan apabila korban merasa lebih nyaman untuk bercerita ke organisasi lain yang menangani hal yang sama. Hal ini dilakukan tim Satgas PPKS karena memprioritaskan keamanan dan kenyamanan korban. Meski begitu, tim Satgas PPKS akan tetap mendorong korban untuk melapor ke mereka agar kasusnya bisa segera ditindak.
“Itu PR kami. PR kami untuk membangun trust dan meng-encourage civitas academica UAJY untuk berani melaporkan kepada kami,” ujar Ancilia Ansherliya, anggota Satgas PPKS UAJY sekaligus human resources di UAJY.
Tim Satgas PPKS UAJY berharap para mahasiswa bisa memahami bahwa mereka bekerja di bawah Permendikbud dan kode etik yang berlaku. Tentunya tim Satgas PPKS menjaga kerahasiaan identitas, berpihak kepada korban, tidak menyebarluaskan kasus yang diproses, dan bekerja secara independen. Selain itu, tim Satgas PPKS juga akan memastikan apakah korban ingin melanjutkan proses kasusnya atau tidak. Tentunya mereka memiliki berbagai pertimbangan sendiri dalam penanganan kasusnya.
Satgas PPKS UAJY juga telah merencanakan langkah mereka selanjutnya. Upaya mereka selanjutnya yakni gencar menginformasikan melalui sosial media, poster atau banner yang kemudian diletakkan di setiap fakultas UAJY, hingga aktif melakukan sosialisasi baik skala kecil maupun besar secara luring atau tatap muka.
Dalam mengurus kasus kekerasan seksual yang terjadi, tim Satgas PPKS akan memastikan mendapat persetujuan dari korban, apa harapan korban setelah melapor, menyampaikan dampak yang akan terjadi, hingga menyiapkan kebutuhan korban seperti aparat keamanan, layanan psikologis, dan sebagainya. Selain itu, mereka juga akan menjamin anonimitas. Laporan yang sampai ke rektor tidak akan memunculkan identitas selama masih
diproses, kecuali jika sudah sampai pada tahap putusan. Korban juga akan mendapatkan perlindungan akses informasi selama kasus masih diproses dan mendapat jaminan perlindungan bahwa korban tetap bisa menjalankan aktivitasnya.
Dalam menyelesaikan Standar Operasional Prosedur (SOP), tim Satgas PPKS mengusahakan seefisien dan seefektif mungkin. Mereka akan menjaga kerahasiaan dan menghargai keinginan korban. Misalnya, apakah yang bersangkutan hanya ingin bercerita atau ingin kasus diproses dan diselesaikan agar tidak ada korban lainnya. Tim Satgas menganut asas kepentingan terbaik untuk korban, dengan pertimbangan kasusnya seperti apa dan se-
berat apa, hingga bisa bekerja sama dengan pihak lain.
Tiap civitas academica diharapkan bisa bekerja sama dan saling berkoordinasi dalam penanganan serta pencegahan kasus kekerasan seksual. Satgas PPKS UAJY tidak bisa bekerja sendiri. Mereka berharap agar setiap perangkat yang ada di UAJY mau bekerja sama dalam penanganan kasus yang sudah dilaporkan kepada mereka.
banyak mengandung ajaran keagamaan, namun ia mengeksplorasi prinsip-prinsip ini dengan cara yang tidak menekan dan memungkinkan pembaca untuk mengeksplorasi konsep-konsep ini dalam konteks yang relevan dengan kehidupan mereka sendiri.
Jay Shetty mengajak pembaca untuk mengembangkan pola pikir yang sehat dan positif dengan mengadopsi prinsip-prinsip yang diajarkan oleh para biksu di kuil tempatnya belajar. Berbagai teknik meditasi dan latihan pikiran yang dapat membantu pembaca meraih kedamaian batin dan mengatasi stres dan kecemasan juga tersedia dalam buku setebal 352 halaman ini.
Narasi yang tersedia pun sangat mudah dipahami dan cocok untuk siapa saja yang ingin meningkatkan kualitas hidup mereka dengan mengembangkan spiritualitas tanpa harus mengikuti agama tertentu.
Judul Buku : Think Like a Monk: TrainYour Mind for Peace
Penulis : Jay Shetty
Penerbit : Simon & Schuster
Tahun Terbit : 2020
Total Halaman : 352 halaman
Genre : Self Improvement
Salah satu topik utama yang dibahas dalam buku ini adalah tentang pentingnya memiliki pola pikir yang sehat dan positif. Jay Shetty menjelaskan bahwa pola pikir seseorang dapat mempengaruhi kualitas hidupnya secara signifikan. Jika seseorang memiliki pola pikir yang negatif, maka ia cenderung merasa tidak bahagia dan stres. Sebaliknya, jika memiliki pola pikir yang positif, maka ia cenderung merasa lebih bahagia dan siap menghadapi tantangan dalam hidupnya.
Buku Think Like a Monk : Train Your Mind for Peace yang ditulis oleh Jay Shetty adalah
sebuah karya yang sangat inspiratif dan bermanfaat bagi siapa saja yang ingin
meningkatkan kualitas hidupnya secara spiritual.
Dalam buku ini, sang penulis berbagi pengalaman hidupnya sebagai seorang biksu Hindu di sebuah kuil di India.
Jay juga berbagi cerita tentang bagaimana ia belajar untuk meraih kedamaian batin dan keseimbangan dalam hidupnya. Meskipun buku ini
Pola pikir yang tidak sehat dan dan negatif pun dapat diatasi oleh seseorang. Caranya yaitu dengan melalui proses mengamati, berefleksi, dan mengubah perilaku dirinya sendiri. Dengan begitu, akar dari pikiran yang negatif tersebut akan hilang jika ia melepaskannya.
Tips Mengembangkan Pola Pikir yang Positif
Buku ini juga memberikan banyak contoh dan tips yang praktis tentang cara mengembangkan
pola pikir yang positif. Salah satu contohnya adalah tentang cara mengatasi kecenderungan seseorang untuk selalu membandingkan dirinya dengan orang lain dan merasa tidak pernah cukup. Lebih fokus pada pencapaian diri sendiri dan merayakan kemajuan yang sudah dibuat adalah saran dari sang penulis.
Untuk memiliki fokus yang baik, penting bagi seseorang untuk mengembangkan kebiasaan meditasi yang sehat untuk meraih kedamaian batin. Menurut Jay, meditasi bukan hanya sekadar memejamkan mata dan merenung, tetapi tentang membangun kebiasaan yang sehat dan merawat kesehatan mental setiap hari.
Dengan membiasakan diri untuk bermeditasi setiap hari, seseorang dapat mengurangi stres dan kecemasan, meningkatkan konsentrasi dan fokus, serta meningkatkan kebahagiaan dan kesejahteraan mentalnya secara keseluruhan.
Dalam menjalani hidup, penting untuk kita memiliki tujuan hidup yang jelas dan terarah. Dengan begitu, maka kita dapat lebih fokus untuk melakukan hal-hal penunjang untuk meraih target hidup kita. Namun, biasanya banyak orang menemukan kebingungan dan ketidakpastian saat menentukan tujuan hidupnya.
Oleh karena kebingungan tersebut, Jay menyarankan untuk menerapkan prinsip “mulai darimana pun kita berada”. Artinya, manusia perlu memulai segala hal dari langkah kecil tetapi konsisten dan terus-menerus. Manusia perlu fleksibel dan realistis dalam menghadapi hal-hal yang terjadi. Sebab dengan menerapkan hal-hal tersebut, perlahan-lahan kita akan menemukan jawaban dari kebingungan dan ketidakpastian tersebut.
Kunci dari kebahagiaan dan kedamaian batin adalah mengembangkan rasa syukur dan merayakan keberuntungan yang diperoleh. Dengan hal tersebut, seseorang secara tidak langsung sedang mengapresiasi dirinya terhadap hal besar maupun kecil yang telah dilakukan. Dampak yang dihasilkannya pun begitu besar, seperti meningkatkan rasa percaya diri, mengurangi stres, dan meraih kebahagiaan yang lebih tahan lama.
Cover buku yang diterbitkan oleh penerbit Simon & Schuster ini pun cukup sederhana yakni hanya terdapat judul buku, foto Jay Shetty, dan nama Jay Shetty. Namun, kesederhanaan tersebut tidak mengurangi ketertarikan dan minat beli dari para calon pembaca karena profil penulis buku yang sudah terkenal.
Kualitas kertas yang digunakan juga merupakan kertas dengan kualitas tinggi karena memiliki daya serap tinta yang baik dan warna yang tidak menabrak dengan warna tinta sehingga nyaman untuk dibaca. Ukuran huruf yang digunakan pun pas. Isi buku ini terdiri dari beberapa bab yang teroganisir dengan rapi dan mudah diikuti, serta dilengkapi dengan panduan praktis dan latihan-latihan yang dapat membantu pembaca menerapkan konsep-konsep yang dibahas dalam buku.
Penggabungan ajaran spiritual dengan panduan praktis yang didasarkan pada pengalaman nyata di biara kepanditaan selama tiga tahun menjadi nilai tambah yang unik dan berbeda dibanding karya buku lainnya. Panduan dan latihan untuk pengembangan diri tersebut disajikan secara holistik, termasuk teknik meditasi dan prinsip hidup yang diambil dari filsafat Weda. Selain itu, bahasa yang mudah dipahami oleh pembaca dari berbagai latar belakang dan usia juga memberikan pandangan yang segar dan inspiratif tentang meraih kebahagiaan dan kedamaian batin. Kesimpulannya, buku Jay Shetty ini adalah buku yang sangat bermanfaat bagi siapa saja yang ingin meningkatkan kualitas hidup mereka secara spiritual melalui beberapa cara yang dapat diterapkan dalam hidup kita. Dalam bukunya, Jay menuliskan kutipan menarik yang berbunyi “Remember, saying whatever we want, whenever we want, however we want, is not freedom. Real Freedom is not feeling need to say these things”.
Penulis : Devina Chan Editor : Dionisius Yuan Layouting : Septian NugrohoJudul : Ben & Jody
Penulis : Angga Dwimas Sasongko, M. Nurman Wardi
Sutradara : Angga Dwimas Sasongko
Produksi : Visinema Pictures
Pemeran : Rio Dewanto, Chicco Jerikho, Hana Prinantina, Luna Maya, dkk.
Durasi : 144 menit
Jenis Film : Action/ Adventure
Spoiler Alert : Artikel ini akan membahas mengenai film Ben & Jody dengan berbagai bentuk kritik sosial beserta adegan kekerasan yang mungkin dapat mengganggu ketenangan dari beberapa pihak.
Saat ini, konflik agraria semakin marak dijumpai khususnya di wilayah Indonesia yang memiliki banyak potensi sumber daya alam. Dengan banyaknya potensi sumber daya alam tersebut, maka banyak orang berlomba-lomba ingin mengeksploitasinya. Ada pula sekelompok orang yang ingin menguasai lahan milik orang lain dengan cara tidak sah atau ilegal yang dapat disebut sebagai mafia tanah. Mungkin banyak dari pembaca belum mengetahui bahwa mafia tanah yang ada di Indonesia sudah kerap kali melakukan aksinya.
Berdasarkan data dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) tercatat sebanyak 130 kasus mengenai adanya mafia tanah pada tahun 2018-2021. Mafia tanah seperti itu harus dilawan agar ke depannya tidak ada kasus-kasus pengambilan paksa lahan
milik orang lain kembali terjadi. Cerita perlawanan rakyat terhadap mafia tanah yang ingin merebut lahan mereka inilah yang menjadi kisah dalam film “Ben & Jody”.
Film “Ben & Jody” merupakan karya produksi Visinema Pictures. Dengan sutradara Angga Dwimas Sasongko, film ini berhasil meraih 27 ribu penonton di hari pertama penayangannya pada 27 Januari 2022 silam. Film dengan genre action / adventure mengenai peristiwa penggusuran lahan secara paksa tersebut diperankan oleh Chicco Jerikho (Ben) dan Rio Dewanto (Jody) sebagai sepasang sahabat yang sudah dikenal melalui film “Filosofi Kopi”. Kemudian ada pula pemeran lainnya seperti, Hana P. Malasan (Rinjani), Yayan Ruhian (Aa Tubir), Luna Maya (Tara), Ruth Marini (Mak Lis), Aghniny Haque (Tambora), Yayu Unru (Pak Hamid), Arswendy Bening (Pak Hasan), Reza Hilman (Jago), Muzakki Ramdhan (Musang), dan lain sebagainya.
Angga Dwimas Sasongko, sang sutradara sekaligus pendiri dan CEO dari Visinema Pictures pernah meraih nominasi sebagai sutradara terbaik dalam film “Filosofi Kopi” dengan tokoh utama Chicco Jerikho (Ben) dan Rio Dewanto (Jody) pada tahun 2015 silam. Kemudian, ia pun melanjutkan sekuel film “Filosofi Kopi” dengan meluncurkan film Filosofi Kopi 2 pada tahun 2017. Pada tahun 2022, ia kembali meluncurkan film dengan menggunakan tokoh
utama yang sama, tetapi dengan judul dan genre yang berbeda dari dua film sebelumnya yakni “Ben & Jody”.
Secercah Kisah Petualangan Ben dan Jody
Petualangan mereka dimulai ketika Jody memutuskan kembali ke kampung halamannya untuk membela kelompok tani yang mempertahankan lahan milik mereka karena sedang dirampas oleh suatu perusahaan. Jody bersama dengan warga
Desa Wanareja yakni Rinjani, Tambora, Jago, dan Musang berusaha melawan kelompok mafia tanah yang dikepalai oleh Aa Tubir.
Ben khawatir akan keberadaan Jody karena ia tidak bisa dihubungi, sehingga ia pun bergegas untuk menghampiri sahabatnya. Kala itu, Jody sedang dalam keadaan disekap oleh para mafia tanah. Saat perjalanan menuju kampung halaman Jody, Ben sempat dicurigai sehingga dihadang oleh Rinjani, Tambora, Jago, dan Musang yang merupakan warga Desa Wanareja. Ben yang awalnya dicurigai kemudian diinterogasi oleh warga Desa Wanareja. Namun setelah menjelaskan maksud kedatangannya, Ben pun diajak bergabung oleh warga Desa Wanareja untuk melawan mafia tanah.
Rumah produksi Visinema Pictures yang berdiri sejak tahun 2008 sudah cukup terkenal di Indonesia melalui berbagai film dengan genre romantis, drama, maupun komedi. Namun untuk film yang satu
ini, Visinema Pictures melakukan terobosan baru dengan membuat film bergenre action/ adventure. Walaupun genrenya berbeda, tetapi film ini tetap mengangkat isu sosial sesuai dengan ciri khas film Filosofi Kopi sebelumnya. Transisi genre drama dari film “Filosofi Kopi 1” dan “Filosofi Kopi 2” menjadi action/ adventure pun dinilai sangat halus oleh penonton.
Hal tersebut juga terbukti sesaat setelah digelarnya early screening film “Ben & Jody” di berbagai kota di tanah air. Cukup banyak penonton yang kagum dengan transisi yang sangat halus dari kedua tokoh utama yang sebelumnya memerankan film dengan genre drama menjadi genre action/ adventure.
Menurut sang sutradara, Chicco Jerikho dan Rio Dewanto merasa tertarik serta tertantang untuk mengambil peran dalam film laga action/adventure tersebut. Ketertarikan mereka bisa dilihat dalam antusiasme keduanya ketika memerankan Ben dan Jody di film tersebut. Dengan karya pertamanya ini di genre action/ adventure, hal ini bisa menjadi awal mula yang baik untuk film-film aksi selanjutnya di rumah produksi Visinema Pictures.
Berani Tampilkan Adegan Menegangkan
Terdapat banyak adegan menegangkan yang dapat menguras emosi dalam film genre action/ adventure ini. Penggunaan senjata tajam panah, senjata api berupa pistol asli, hingga adegan perkelahian dengan tangan kosong adalah beberapa contohnya. Salah satu aktris film ini yaitu Hana Malasan bahkan rela belajar memanah secara
Hana Malasan bahkan rela belajar memanah secara otodidak di rumahnya agar dapat lebih maksimal dalam memainkan perannya. Dengan usaha yang dilakukan tersebut, tidak heran jika aksi memanahnya patut diacungi jempol.
Tidak hanya itu, Chicco Jerikho sebagai tokoh utama juga sudah mulai terjun dalam berbagai film dengan genre action sejak beberapa tahun lalu. Dengan begitu, peran yang dimainkannya pun menjadi tidak kaku dan ia tampak sangat menjiwainya.
Selain penggambaran isu tentang konflik agraria, film ini dibalut juga dengan persahabatan yang kental antara Ben dan Jody. Dengan begitu, makna ceritanya dapat diartikan mengenai sebuah persahabatan, bahwa “sahabat sejati, sahabat sampai mati”. Hal ini terbukti dengan kekhawatiran Ben pada sahabatnya yakni Jody karena tidak dapat dihubungi. Bahkan, ia rela pergi untuk mencari sahabatnya ke kampung halaman sahabatnya, walaupun dengan resiko yang cukup tinggi dan tidak terduga sebelumnya.
Persahabatan dapat dinilai sejati jika diantara mereka terdapat berbagai bentuk kepedulian serta pengorbanan yang tulus. Adegan Ben yang menyusul Jody ke kampung halamannya yang kemudian beruntun pada berbagai aksi menegangkan dapat menguras emosi penonton. Hal tersebut dapat menjadi bukti dari bentuk kepedulian serta pengorbanan yang tulus dalam suatu hubungan persahabatan.
Mengangkat isu konflik agraria yang sering disuarakan oleh mendiang Glenn Fredly menjadi ciri khas dalam film “Ben & Jody”. Semasa hidupnya, ia aktif dalam menyuarakan peristiwa penggusu-
ran lahan dan alih fungsi lahan di kawasan Indonesia Timur. Glenn sangat berharap agar isu konflik agraria dapat diketahui oleh masyarakat luas, agar tidak lagi terjadi hal-hal yang bisa membahayakan orang banyak bahkan berdampak buruk terhadap lingkungan sekitar.
Melalui film tersebut, Yayan Ruhian sebagai salah satu aktor dalam film tersebut pun berharap agar masyarakat Indonesia sadar akan adanya peristiwa konflik agraria yang saat ini sedang marak terjadi. Menurutnya, penonton diharapkan dapat menjadi lebih peka dengan keadaan di beberapa wilayah yang terdapat berbagai konflik isu agraria atau aksi dari mafia tanah yang merampas lahan milik warga secara paksa pasca melihat film ini. Film tersebut menggambarkan cukup detail mengenai konflik isu agraria khususnya mafia tanah yang berusaha untuk melakukan aksinya untuk merampas lahan pertanian warga kampung sekitar.
Mengapa harus Menonton Film “Ben & Jody”?
Film “Ben & Jody” ini sangat cocok untuk ditonton karena mengangkat isu sosial yang sedang marak terjadi yaitu konflik isu agraria. Secara khusus, di Indonesia sendiri banyak terdapat konflik mengenai isu ini di daerah Indonesia Timur dan daerah yang kurang terjangkau. Saat ini, film tidak hanya digunakan sebagai sarana hiburan saja, tetapi juga digunakan sebagai media penyaluran informasi penting maupun pengetahuan bagi masyarakat luas. Oleh karena itu, sangat perlu untuk menumbuhkan pengetahuan masyarakat agar mengetahui bahkan memahami adanya peristiwa mengenai adanya konflik dalam isu ini.
Film ini juga direkomendasikan bagi para penonton yang ingin melihat film aksi yang berasal dari Indonesia dan mengangkat tema persahabatan. Dengan balutan dan polesan yang bagus, film “Ben & Jody” dirasa sangat layak untuk ditonton. Namun, perlu juga diperhatikan pula bahwa menurut Lembaga Sensor Film Indonesia, film ini diklasifikasikan untuk penonton yang sudah memiliki usia 13 tahun ke atas.
Penulis : Nindasari
Editor : Dionisius Yuan
Layouting : Septian Nugroho
Ilustrator : Dhea Saymi
Jarum jam menunjukkan pukul 11.30 siang, sebentar lagi tepat tengah hari. Aku, Naomi, seperti biasa masih terduduk lesu di bangku ruang kelas mendengarkan penjelasan dari dosen. Perempuan yang duduk di sebelahku, Lucia, terlihat tengah tertidur dengan lelap di bangkunya. Aku hanya menggelengkan kepalaku, tak mengerti bagaimana bisa ia terlihat nyaman untuk tidur di sebuah permukaan yang keras. Aku berusaha untuk membangunkannya, tetapi perempuan dengan rambut kecoklatan itu hanya bergumam tidak jelas. “Kalau ketahuan aku nggak ikut-ikutan,” gumamku.
Lucia memang terlihat kurang bersemangat untuk berkuliah, terutama sejak kami memasuki semester baru. Sebagai dua mahasiswi baru di semester dua, akan lebih baik jika kami masih bersemangat dalam mengikuti perkuliahan, tidak lain karena mata kuliahnya belum sesulit semester atas. Lucia sendiri memang aktif pada kegiatan di luar kampus. Perempuan itu merupakan mahasiswa yang sudah sibuk dengan kegiatan organisasinya sejak tiga bulan lalu. Entah organisasi apa, aku tidak berusaha untuk mengetahui hal yang menurutku tidak penting seperti itu.
Lucia mengusap kedua matanya, tanda ia sudah mulai bisa mengontrol kesadaran dirinya. “Jam berapa?” tanyanya lesu, masih dengan kedua mata yang tertutup rapat. “Dua belas,” jawabku singkat. Setelah mendengar jawabanku, tentu Lucia tidak langsung terbangun dari tidurnya, ia masih saja bergumam tidak jelas di sebelahku. “Go get up, Lucia,” aku berusaha untuk menyuruhnya bangun. Lucia terkekeh kecil yang diikuti oleh ucapannya. “I haven’t slept yet. Ngantuk banget, Mi.” Mendengar jawabannya itu, aku mendengus kesal. Siapa suruh ikut organisasi tidak jelas.
Tanpa disadari, jarum jam sudah berada di pukul 12.30, dimana seharusnya jam perkuliahan saat itu sudah selesai. Aku merapikan alat tulisku yang tercecer di atas meja, begitu pun Lucia. Ia tampak sangat lesu jika aku bandingkan dengan dirinya di semester satu lalu. Kantung matanya menghitam, aku curiga bahwa panda akan cemburu padanya. Tepat saat dosen keluar dari ruangan kelas, aku menarik tangan Lucia, memintanya untuk
segera keluar ruangan menyusul teman-teman yang lain.
Sinar matahari siang itu terbilang tidak begitu terik, setidaknya hari ini aku tidak perlu menjadi Naomi panggang. Aku menawarkan Lucia untuk pergi ke kantin. Sialnya, ia menolak tawaranku tersebut. Alasannya tentu saja karena rapat organisasi. Aku menarik napas panjang dan menghembuskannya, tepat di depan Lucia. Ia hanya tertawa kecil lalu pamit untuk segera pergi ke lokasi tujuannya. Aku kemudian hanya mengangguk dan segera bergegas untuk kembali ke kos.
Secara kebetulan, jarak kampus ke kosku tidak begitu jauh. Kira-kira hanya dalam 10 menit, aku sudah bisa bermalas-malasan di kasur tercinta. Mengetahui jarak itu, tentu saja aku memilih untuk berjalan kaki ketimbang naik kendaraan. Selain menghemat biaya, aku juga tahu bahwa kesehatanku perlu diperhatikan, meskipun tak jarang aku harus tersengat teriknya sinar matahari. Tepat setelah tiba di kos, aku melepaskan sepatuku dan meletakkannya di rak sepatu yang berada di depan kamarku. Aku membuka pintu kamar dan dengan segera menyalakan AC yang langsung mengarah ke kasurku. Aku sendiri belum pernah masuk angin karena hal itu, sejauh ini.
Aku mulai membuka ponselku dan membuka beberapa sosial media sembari mencari-cari berita terbaru yang sedang viral. Namun, yang aku temukan hanyalah unggahan teman-temanku, tepatnya unggahan pencapaian mereka. “Apa sih? Volunteer? Organisasi non-profit? Kalau non-profit, benefit-nya apa dong?” ujarku sembari memutar bola mata malas. Kalau memang tidak menghasilkan apapun, lebih baik aku tidur di kos seharian. Dengan perasaan sedikit kesal, aku tetap asyik bermain sosial media hingga alarmku tiba-tiba berbunyi, pukul 15.00. Aku selalu lupa kalau aku memasang alarm tepat pukul 3 sore. Aku menyelesaikan kegiatanku dan memutuskan untuk mandi.
Setelahnya, aku kembali bermain dengan ponselku. Membuka kembali sosial media yang sudah aku buka berulang kali sejak siang tadi. Perasaan bosan mulai menghantuiku. Kali ini bukan hanya bosan, tetapi juga kesepian. Lingkungan kosku bu
kanlah lingkungan yang super duper sibuk, bukan juga lingkungan tempat orang beraktivitas, paling-paling hanya ada orang yang masak di dapur. Aku sendiri bahkan tidak begitu mengenal tetangga kosku karena kami memang jarang bertemu sehingga aku tidak memiliki satupun teman untuk mengobrol, kecuali di kampus.
Aku kembali membuka unggahan temantemanku. Melihat kembali unggahan yang menampilkan orang-orang dengan senyum merekah terpasang di wajahnya. Entah sepenuhnya bahagia atau cuma pura-pura. Aku perlahan merasa bahwa ada kekosongan yang hendak melahapku jika aku tidak segera tersadar dari lamunanku. Ya, aku iri. Aku ingin berinteraksi. Aku ingin bersosialisasi.
Aku akui untuk saat ini aku tidak bisa membohongi keinginanku sendiri. Aku kesepian. Kamar ini memang nyaman, tapi kamar ini tak jauh dari sekadar ruang hampa bagiku. Tidak ada siapapun di sini, hanya aku. Dengan cepat, aku menggerakkan ibu jariku menuju aplikasi berwarna hijau dengan gambar telepon. Aku mencari nama Lucia di sana. Tanpa aba-aba, aku mengirimkannya pesan.
Naomi: Aku mau ikut organisasi.
Tak perlu waktu lama, Lucia terlihat tengah mengetik sesuatu. Aku sedikit gugup untuk mengetahui jawabannya, mengingat bahwa akulah orang yang sering mengatakan bahwa tidak ada gunanya untuk aktif di organisasi kampus, selagi masih bisa lulus dengan nilai yang bagus.
Lucia: Kenapa?
Lucia: Sebentar, aku masih rapat.
Aku kembali memikirkan matang-matang keinginanku. Perasaan malu mulai merayap di dalamku.
Naomi: Nggak jadi. ...
“Aku kaget banget, loh,” ujar Lucia sembari mencoba memberikan ekspresi kagetnya. Aku hanya memalingkan wajahku malu. Ya, Lucia datang ke kosku untuk menanyakan perihal spontanitasku tadi.
“Aku cuma bercanda, serius banget,” balasku singkat. Lucia tertawa terbahak-bahak. “Kamu jarang banget bercanda, kok tiba-tiba banget?” katanya.
“Memang nggak boleh?”
“Aku nggak mau ikut kegiatan nggak jelas. Males rapat-rapat, males kurang tidur, males pulang sore atau malam, males nggak bisa main handphone.” ujarku. Tawa Lucia mereda. Aku tidak menyangka ia bisa tertawa sampai menangis hanya karena hal seperti ini. “Siapa bilang kayak gitu?” tanya Lucia. “Aku malah bingung, kok kamu betah jadi mahasiswa kupu-kupu?” lanjutnya.
“Padahal kamu sendiri yang kasih contoh dengan tidur di kelas,” balasku.
Lucia menepuk dahinya pelan. “Aku nggak bisa menyangkal kalau soal itu,” Ia terdiam sejenak. “Tapi aku lebih nggak bisa menyangkal kalau ada orang yang bilang seberapa banyak kegiatanku yang aku lakukan sekarang, bikin diriku semakin berkembang.”
“Alay,”
“Memang,”
“Aku cuma nggak suka sendiri, sepi banget,” “Ayo ikut organisasi,” rayu Lucia.
“Nggak mau,”
“Volunteer?”
“Nggak mau juga,”
Lucia kembali menepuk dahinya untuk yang kedua kalinya. “Buka warmindo aja kalo gitu,” ujarnya.
Aku mendengus kesal yang dibalas dengusan kesal juga oleh Lucia. Ia terlihat benar-benar kesal denganku.
“
I don’t want to live an unhealthy life, as what you are living in now.” kataku.
“Good things will comes to you. Kalau aku bisa bilang, aku seneng bisa dikasih kesempatan yang banyak untuk ketemu orang-orang baru, orang-orang keren, punya banyak relasi yang mungkin bisa bantu aku untuk ke depannya. Jangan takut sebelum kamu mencoba dan percaya sama dirimu sendiri. Aku percaya kamu, sedih banget kalau kamu nggak percaya sama diri sendiri, Naomi,” Lucia terdiam sejenak. Ia melanjutkan, “It’s an honor to be in a group full of people. It’s a great thing to have an opportunity to improve yourself to be a better person. Dilawan malesnya, kalau mas-mas warmindo males, mereka nggak bakal punya penghasilan. Same as you.”
Aku tertegun mendengar ucapannya, meskipun sedikit bingung karena ia menyebut mas-mas
warmindo di akhir kalimatnya. Lidahku seakan-akan lumpuh tak bisa menjawab.
“You are the one who knows the best for yourself,” akhir Lucia.
Selama tiga tahun aku berteman dengan Lucia, ia bukanlah seseorang yang akan berbicara serius di keadaan informal. Sejak kapan ia menjadi seserius itu?
Sudah tiga puluh menit tepat sejak Lucia kembali ke kampus untuk kumpul dengan rekan-rekannya, melakukan kegiatan apa yang bahkan aku tidak ingin tahu. Yang aku ingin tau hanyalah mengapa setiap kalimat yang Lucia ucapkan tadi terus berputar di pikiranku, tanpa henti. Hampir selama sembilan belas tahun hidup tidak pernah terpikirkan olehku bahwa aku akan ingin untuk menjadi orang sibuk, yang bahkan untuk makan saja sering lupa.
Memang, hanya aku yang tahu apa yang terbaik untuk diriku sendiri. Hanya aku yang tahu bagaimana caranya untuk mengembangkan apa yang aku miliki saat ini. Hanya aku yang bisa melawan rasa kesepian yang hampir setiap hari berusaha melahapku kapanpun aku merasa sendiri.
Sudahlah, akan aku biarkan ruang hampa ini sementara tetap menjadi ruang hampa penuh dengan pikiran yang saling bersaut milik penghuninya. Siapa tahu, ruang hampa ini sebentar lagi tidak akan menjadi ruang hampa lagi.
Penulis : I Dewa Ayu Sukma Advaita Maheswari
Editor : Frisca Sarastuti Amandari
Layouting : Septian Nugroho
Ilustrator : Dhea Saymi
Melihat, memandang, merasa
Ku terlibat, Apa ini rasa penasaran atau keharusan?
Tempatku bernaung sejenak membuatku terpikat
Sekilas tampak sebuah tempat dengan kualitas
Namun hanya realitas yang terkuak bebas
Daya juang terkuras jadi rasa gundah
Dalam lingkar berlapis dengan embel megah katanya
Ragam jadi makin kuat, sejenak terlintas namun hanya formalitas
Apakah ini tempat yang ku inginkan?
Kini, semua mata melihat dengan jelas
Harapan yang muncul sekejap dalam makna bias
Ini bukan soal paksaan atau permintaan
Hanya pengakuan dengan sedikit tanggungan
Ku tak tahu, mengapa merasa begitu
Hanya sebatas pemahaman dasar seorang pengamat
Yang memandang insan pelajar butuh penghargaan
Sebagai upaya pemberdayaan untuk masa yang akan datang
Penulis : Pyar Nuras Lamanau
Layouting : Septian Nugroho
Ilustrator : Dhea Saymi
Lingkungan akademis bagai balai pelajar
Nyatanya alam siksa bukan pelipur
Merangkai sesak, gumpalan asap menjalar
Mengundang kematian bagi sekitar
Sorak gemuruh ucap angkasa bebas asap
Hanya kicauan kosong yang kian senyap
Lukisan tatanan semata pelengkap
Bak sangkar yang isinya lenyap
Asap putih melambung
Bergumpal menyusuri ruang
Ritual sebatang selepas kelas memanggil terang
Keindahan penuh gelora angan benderang
Sudahkah kita pikir?
Sudahkah kita sadar?
Api yang berkunjung mekar
Mendorong petaka bagi hidup sekitar
Hidup tak serta merta bebas
Berjalan dalam aturan nan membius
Yang terkukung asap menjerit keras
Meronta meminta kesegaran lekas
Tiada duga, denyut senantiasa terkenang asa
Tak menimbang, jiwa sekadar nikmat senantiasa
Jikalau pikirmu berputar mencapai batas alang belaka
Maka, tataplah dunia seluas cakrawala
Penulis : Anastasia Benita Kennedy
Layouting : Septian Nugroho
Ilustrator : Dhea Saymi
Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) memiliki cleaning service di setiap gedungnya. Tidak terkecuali di Gedung Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UAJY atau Kampus 4. Layanan cleaning service di UAJY termasuk dalam jenis commercial cleaning, yaitu layanan kebersihan untuk area komersial dan terikat kontrak. Keberadaan mereka adalah salah satu aspek penting dalam sistem manajemen kampus. Sebab, mereka bertanggung jawab terhadap kebersihan interior maupun eksterior gedung kampus serta kenyamanan civitas academica UAJY.
Mereka bertugas ketika proses perkuliahan sedang berlangsung, jeda sesi istirahat perkuliahan, dan perkuliahan selesai. Di bagian eksterior atau luar gedung, cleaning service mengatur dan merapikan kendaraan bermotor mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan yang parkir di gedung-gedung kampus UAJY.
Selain di bagian eksterior, mereka juga berurusan dengan kebersihan ruang kelas, auditorium, dan ruang lainnya yang ada di kampus. Hal ini bisa termasuk dalam bagian interior kampus. Sebab, kebersihan ruangan bisa menjadi salah satu indikator kenyamanan bagi penggunanya. Oleh sebab itu, cleaning service bertanggung jawab untuk hal tersebut.
Di balik peran cleaning service yang sangat besar untuk mencapai tujuan organisasi dan menciptakan kenyamanan bagi segenap civitas academica
UAJY, sayangnya peran mereka jarang disadari. Mereka kerap diabaikan dan minim mendapat apresiasi walau hanya dengan ucapan terima kasih dari mahasiswa. Padahal, mereka memiliki andil yang besar dalam mendukung proses belajar dan mengajar di UAJY.
Selain cleaning service, ada juga satu peran yang tidak kalah penting yaitu satpam. Satpam adalah singkatan dari ‘satuan pengamanan’. Mereka bertugas untuk menjaga keamanan dan ketertiban di lingkungan tempat kerjanya. Sama halnya seperti cleaning service, satpam juga ditempatkan di ruang publik dan gedung-gedung. Fungsi satpam adalah melindungi dan mengayomi lingkungan atau tempat kerjanya dari berbagai gangguan keamanan, menegakkan peraturan, dan tata tertib yang berlaku di tempat kerjanya.
Dalam hal ini, UAJY juga tentu memiliki satpam yang bertugas di setiap gedung kampus. Mereka memiliki tugas yang sama yaitu untuk menjaga keamanan dan ketertiban di UAJY. Satpam biasanya sudah mulai bekerja sebelum pukul 07.00, yang mana jam tersebut sebelum dimulainya sesi 1 perkuliahan, banyak kendaraan keluar masuk, serta mahasiswa yang ingin menyebrang.
Selama perkuliahan berlangsung, satpam juga akan berjaga di dalam dan sekitar luar pos. Di dalam pos, ada satpam yang berjaga untuk me
lihat CCTV dan membantu mahasiswa atau dosen memarkirkan mobil mereka di tempat parkir mobil. Terkadang, mereka juga terlihat berbaris sambil melaporkan sesuatu kepada pimpinannya.
Seperti halnya cleaning service, satpam di UAJY juga kurang mendapat sorotan dari publik. Padahal, mereka memiliki peran yang sangat penting untuk menjaga kampus tetap aman dan tertib. Maka, sudah semestinya cleaning service dan satpam mendapat apresiasi karena tanpa peran keduanya, baik mahasiswa, dosen, maupun tenaga kependidikan tidak akan bisa melakukan proses perkuliahan dengan baik dan lancar.
Seorang satpam terlihat menyeberangkan mahasiswa dari kampus IV ke kampus II UAJY (Teras Pers/Dostry Amisha)
Penulis : Dostry Amisha dan Elizabeth Meyliana Tambunan
Editor : Henrikus Harkrismoyo Vianney
Layouting : Septian Nugroho
Ilustrator : Dhea Saymi