TERAS PERS Edisi XXXII

Page 1

edisi xxxIi maret 2019

DUDUK SANTAI, NGOBROL SERIUS, TERTAWA LEPAS, KRITIK PEDAS

gedung masa depan liputan utama :

menanti pengembangan atma jogja 2

politik kita :

bimbingan akademik sekadar formalitaskah? 8

SUDUT :

menyelisik university clinic uajy 10


pemimpin umum Rica Yulianna Wakil pemimpin umum Yo Handry pemimpin redaksi David Christian The wakil pemimpin redaksi Bea Putri

EDITOR Albertus Sindoro Bea Putri Rayu Gulshan Tessalonika Priscilla David Christian The reporter Bea Putri Rica Yulianna Narda M Sinambela Albertus Sindoro Rayu Gulshan Lidwina Vallery Bonaventura Bagas Clarisa Natania Putri Elizabeth Sheila Rustiningsih Dian Reza Vivin litbang Fransisca Jovinca Maria Deianeira Revina Arthamevia

teras pers Jl. Babarsari No. 6, Yogyakarta, 55281 (+62) 8537 6307 885 teraspersredaksi@gmail.com Instagram : @teraspers

layout & desain Yosef Keriliwi David Christian The Yo Handry Elisabeth Belinda Flaviana Sekar A. Elvina Caesar Marcomm Tessalonika Priscilla Paramitha Maharesmi Angelica Destini Laurensia L. Vincent Lauren Yesi Yuliana Gabriella Yinoe Ega Fotografer Gabriella Larasati Dimas Septian Lucky Budiman Agatha Tasya Gatari Nadia Damarsasi Ilustrator Daniel Susanto Intan Permatasari Gisela Novenia Lais Vinny Harlin


DAFTAR ISI 2 4

COVER Oleh : Daniel Susanto Cover Teras PERS edisi kali ini menggambarkan pengembangan berbagai fasilitas di kampus Thomas Aquinas Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Berbagai fasilitas dibangun untuk mempermudah berbagai aktivitas mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

EDITORIAL Pendidikan merupakan hal yang penting dan merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi. Universitas merupakan satu dari sekian banyak penyelenggara pendidikan. Dalam penyelenggaraannya, diperlukan fasilitas yang diharap dapat mendukung berjalannya proses belajar mengajar. Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) beberapa tahun terakhir menyuarakan tentang rencana pembangunan fasilitas baru seperti student center, asrama putri, dan beberapa fasilitas lain yang diperlukan. Bahkan, rencana adanya program studi baru juga sempat beredar di tengah warga kampus. Lewat edisi kali ini, Teras Pers akan mengajak civitas akademik untuk menggali lebih dalam mengenai rencana pengembangan fasilitas yang sejak lama disuarakan. Apakah hanya menjadi wacana?

6 8

Liputan Utama Menanti Pengembangan Atma Jogja Gedung dan Fasilitas Baru: Kebutuhan Menuntut Kepastian Politik Kita Bimbingan Akademik Sekadar Formalitaskah? Litbang Jajak Pendapat Mahasiswa UAJY Terhadap Rencana Pembangunan Gedung Belakang Kampus 2 UAJY

10

Sudut Menyelisik University Clinic UAJY

12

Djendela Rana Butik 90-an di Pasar Malam Sekaten Jogja

14

Sekitar Kita Kawasan Malioboro Bebas Kendaraan Bermotor: Wacana Sejak Lama

16

Seni Budaya Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta, Pemikat dan Pemersatu Warga Yogya

18

Sosok Arjuna Namanya, Tak Putus Mengejar Asa

20

Komunitas Pendar: Barang Bekas Sebagai Wujud Nyata Gerakan Sosial

22

Special Page Picnic Drawing Club

23 24

Komik “Si Gembel� Maha Netizen Kampus Idaman


liputan utama :

menanti pengembangan atma jogja Oleh : Rustiningsih Dian & Albertus Sindoro Ilustrasi : Vinny Harlin

“Atma Jogja”, menjadi slogan baru yang digaungkan oleh seluruh civitas Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY). Brand yang mulai digaungkan sejak awal semester gasal 2018/2019 ini rupanya juga digunakan sebagai sarana untuk mempromosikan hal-hal baru yang menjadi cita-cita UAJY sejak lama. Kampus yang sudah berdiri sejak 1965 ini terus berbenah menghadapi perubahan zaman. Beberapa hal dipersiapkan pihak yayasan dan universitas untuk menghadapi tantangan lembaga pendidikan di masa kini. Selama beberapa waktu belakangan, di internal kampus sendiri berkembang beberapa informasi berkaitan dengan pengembangan universitas. Mulai dari rencana pengembangan lahan, pembangunan gedung baru hingga pembukaan program studi dan fakultas baru. Informasi tersebut sudah mulai dibicarakan oleh beberapa mahasiswa yang mengetahui informasi-informasi tersebut dari pihak universitas. Awak Teras Pers yang sejak beberapa lama memperhatikan kondisi ini merasa perlu mendapatkan kebenaran ‘desas-desus’ yang berkembang terutama di internal kampus empat Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Untuk mencari kebenaran informasi yang berkembang 2 | TERAS PERS

tersebut, awak Teras Pers berusaha untuk mewawancarai pihak universitas untuk mendapat kejelasan mengenai apa yang sudah berkembang selama ini. Setelah mencoba merunut arus informasi mengenai pengembangan kampus melalui beberapa lembaga internal, pihak Teras Pers pada akhirnya mendapat titik terang informasi dari Wakil Rektor II Universitas Atma Jaya Yogyakarta. H. Andre Purwanugraha, S.E., M.B.A selaku Wakil Rektor (Warek) II Bidang Administrasi, Keuangan, dan Sumber Daya Manusia. Lelaki berkacamata tersebut mula-mula menjelaskan rencana tentang pengadaan program studi (prodi) baru untuk UAJY. “Rencananya kan ada S3 Ilmu Hukum, S3 Manajemen, prodi Pendidikan Dokter dan Profesi Dokter, bukan Fakultas Kedokteran,” tutur Andre. “Kalau itu (pendirian prodi Pendidikan Dokter dan Profesi Dokter, red) sudah citacita sejak 2014 sebenarnya. Tapi, sekarang kan isunya baru benar-benar berkembang. Tapi kita baru benarbenar memasukkan ke Kemenristekdikti itu 2017.” Meskipun pihak universitas sudah mengajukan izin untuk membuka program studi baru ke Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekditi) sejak


liputan utama tahun lalu, namun tidak serta merta rencana yang sudah dicanangkan kampus ini ‘direstui’ oleh Kemenristekdikti. Proses birokrasi berkaitan dengan proposal pengajuan program studi baru rupanya memerlukan waktu yang agak lama, sehingga sampai sekarang, Andre menuturkan bahwa proses perizinan terkait pembukaan program studi baru masih berstatus “segera diumumkan”. Andre mengakui bahwa pihak rektorat memang sudah memberikan penjelasan kepada seluruh mahasiswa UAJY tentang pengadaan program studi baru. Namun, ketika Awak Teras Pers bertanya tentang pengadaan fasilitas yang diperlukan untuk program studi yang direncanakan terutama fasilitas untuk program studi Pendidikan Dokter dan Profesi Dokter, Andre memiliki jawaban tersendiri yang berbeda dengan informasi yang belakangan ini sudah berkembang. Ia kemudian meluruskan informasi yang selama ini berkembang bahwa dalam beberapa tahun ke depan, Universitas Atma Jaya Yogyakarta akan memiliki fasilitas perkuliahan baru di luar kompleks Atma Jogja Babarsari. “Karena kalau rencana pasti ada. Tapi kan untuk pengembangan secara komprehensif kita juga belum berani ngomong semuanya. Karena kan jangka panjang. Nah kalau di sini tulisannya “membuka kampus baru”, bayangan kalian kan ada kampus di sana (di luar Babarsari, red).” tutur Andre. Untuk mendukung program studi baru, terutama Pendidikan Dokter dan Profesi Dokter, universitas melakukan kerja sama dengan lembaga yang dapat membantu perkembangan program studi baru tersebut. Berdasarkan penuturan Warek II UAJY, universitas menggandeng Rumah Sakit Panti Rapih sebagai rumah sakit pembina, serta Fakultas Kedokteran Universitas Atma Jaya Jakarta sebagai fakultas pembina. Dengan Rumah Sakit Panti Rapih, UAJY menjalin kerja sama melalui Yayasan Slamet Riyadi dengan Yayasan Panti Rapih yang menaungi beberapa rumah sakit Katolik di Yogyakarta, salah satunya Rumah Sakit Panti Rapih yang terletak di jalan Cik Di Tiro Kota Yogyakarta. Kerja sama antar lembaga yang dilakukan oleh universitas merupakan cara untuk menyelesaikan permasalahan peraturan dan prosedur yang sangat rumit yang merupakan kesepakatan antara Kemenristekdikti, BAN-PT (Badan Akreditasi Nasional-Perguruan Tinggi), Kementerian Kesehatan dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) terkait standarisasi institusi pendidikan kedokteran membuat pihak UAJY masih terus mengusahakan agar prodi Pendidikan Dokter dan Profesi Dokter ini dapat berdiri dengan kualitas yang baik. Jika sudah resmi beroperasi, direncanakan program studi Pendidikan Dokter dan Profesi Dokter UAJY

hanya menerima mahasiswa sebanyak 50 mahasiswa. Jumlah tersebut menurut Andre merupakan jumlah yang diatur dalam peraturan oleh Kemenristekdikti terkait program studi Pendidikan Dokter. Jumlah mahasiswa yang sedikit pada akhirnya memberi dampak terhadap biaya perkuliahan program studi Pendidikan Dokter dan Profesi Dokter yang mahal. Dana yang besar tersebut merupakan konsekuensi dari kebutuhan sarana yang menunjang pendidikan dokter itu sendiri. Adapun sarana dan alat penunjang pendidikan yang perlu diadakan dalam program studi Pendidikan Dokter antara lain: cadaver, ruang anatomi, dan lain sebagainya. Bahkan, UAJY juga sudah merencanakan kurikulum yang akan digunakan. Dosen yang nantinya mengisi kuliah di prodi baru tersebut merupakan dosen praktisi. Artinya, UAJY mencari dosen yang juga menjadi dokter, bukan mencari dokter yang menjadi dosen, karena value yang dihasilkan tentu akan berbeda, demikian yang diungkapkan oleh Warek II UAJY. Andre selanjutnya menyebutkan bahwa kegiatan perkuliahan bagi prodi baru ini (Pendidikan Dokter, red) akan diadakan di gedung baru Kampus 2 UAJY bersama dengan Fakultas Teknobiologi. Hal tersebut dijelaskan oleh Andre dikarenakan beberapa laboratorium antara Program Pendidikan Dokter dan Profesi Dokter dengan Fakultas Teknobiologi dapat digunakan secara bersama. Dalam perencanaannya, Fakultas Teknobiologi akan dipindah ke lahan belakang Kampus 2 UAJY. Hanya saja, karena terkendala oleh pergantian terkait Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Gedung menjadi IMB Kawasan, maka pembangunan direncanakan baru akan dimulai tahun 2019. “Rencananya nanti di belakang kan ada laboratorium, asramanya nanti ada 2 sayap, cowok dan cewek. Sekarang baru ada cowok dan cuma berapa. Itupun kita belum benar-benar murni memanfaatkan secara penuh karena kan itu milik negara,” tambah Andre. Ia menunjuk penggunaan lahan parkir belakang kampus dua yang akan dikembangankan menjadi laboratorium dan asrama. Rencana pembangunan fasilitas kampus Atma Jogja serta program studi baru ini tidak hanya untuk kepentingan universitas saja, melainkan juga sebagai sarana pengembangan diri mahasiswa. Apabila lingkungan kampus menjadi semakin baik, maka mahasiswa pun akan semakin nyaman dalam berkreasi dan berkembang di kampus. Sama halnya dengan pengadaan prodi baru khususnya Pendidikan Dokter dan Profesi Dokter. Kehadiran fasilitas dan program studi baru di kampus Atma Jogja diharapkan dapat membantu menciptakan mahasiswa yang kompeten dan dapat mengamalkan nilainilai yang dijunjung oleh Universitas Atma Jaya Yogyakarta. 3 | TERAS PERS


liputan utama :

Gedung dan Fasilitas Baru: Kebutuhan Menuntut Kepastian Oleh : Elizabeth Sheila & Bea Putri Ilustrasi : Gisela Novenia Lais

Sudah menjadi harapan setiap mahasiswa dan para dosen untuk dapat menikmati fasilitas kampus yang memadai. Baik dari segi tempat, laboratorium, hingga kantor-kantor kemahasiswaan, demi perkuliahan yang baik dan lancar. Tidak terkecuali, para mahasiswa juga warga Fakultas Teknobiologi (FTB) Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) yang merasa membutuhkan perluasan. Rencana akan adanya pembangunan sudah lama hadir menjadi wacana, namun masalah kepastian masih belum terdengar. Dr. Dra. Exsyupransia Mursyanti, M.Si selaku Dekan Fakultas Teknobiologi juga mengatakan hal yang serupa. “Informasi yang diberikan masih simpang siur. Universitas sendiri belum jelas menempatkan FTB, Fakultas Teknik (FT), dan asrama di mana,” ujar Mursyanti. Diakui bahwa FTB memang belum mempunyai gedung sendiri dan pernah bergabung bersama Universitas Gajah Mada (UGM) dalam pemakaian laboratorium. Namun pada akhirnya, warga FTB berjuang dan berhasil membangun laboratorium seadanya di lantai basement 4 | TERAS PERS

Gedung Thomas Aquinas. Hingga saat ini, fungsi dan pemakaiannya masih sering dicampur aduk. Pembelajaran, penelitian juga praktikum masih pada satu tempat. Padahal sebenarnya, FTB membutuhkan beberapa laboratorium yang berbeda-beda fungsinya. Tidak berhenti di situ, awak Teras juga menemui Drs. B. Boy Rahardjo S., M.Sc selaku Kepala Laboraturium (Ka. Lab) Teknobiologi. Boy mengatakan bahwa perencanaan pembangunan fasilitas kampus, seperti Gelanggang Olahraga (GOR) sudah ada sejak tahun 2011. Pembangunan dimulai sejak Dr. R. Maryatmo, MA masih menjabat menjadi rektor. Namun sayang, adanya beberapa kendala membuat pro– ses pembangunan GOR tersebut terhambat. “Nantinya akan dibuat Gelanggang Olahraga (GOR), student center, dan asrama. Kemudian, letak student center ada di sekeliling GOR dan berfungsi sebagai kantor kemahasiswaan seperti, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), komunitas kampus, juga Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS),” tuturnya dengan jelas.


liputan utama Selain itu, pembangunan asrama putri juga menjadi sorotan warga kampus. “Asrama putri mendapat bantuan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), lahan punya kita namun pembangunan dibantu oleh kementerian tersebut,” jelas Boy mengenai pembangunan asrama putri. Bantuan dari Kementerian PUPR pun baru digunakan pada semester ini karena syarat perizinan dan birokrasi administrasi dengan pemerintah baru terpenuhi. Namun sebenarnya, pembangunan ini sudah dimulai sejak rektor Maryatmo menjabat. Walaupun begitu, pembangunan dan penggalian untuk FTB masih belum terlaksana. Boy juga sempat mengatakan bahwa kelanjutan pembangunan GOR akan dimulai dalam waktu dekat ini, tapi untuk tanggal pastinya masih belum jelas. Laboratorium juga menjadi aspek yang penting bagi warga FTB. Faktanya, hampir semua mata kuliah FTB disertai kegiatan praktikum. Banyaknya laboratorium FTB membuktikan bahwa kegiatan warga FTB memang terpusat di tempat tersebut. Sebenarnya, rencana pembangunan laboratorium yang ideal sudah ada sejak tahun 2007. Akan tetapi, rektor yang saat itu sedang menjabat jatuh sakit dan meninggal dunia, sehingga rencana pembangunan terhambat kembali. “Sebenarnya, yang terkhusus adalah laboratorium itu sendiri, karena tujuannya untuk melayani mahasiswa. Namun, hingga saat ini belum ada kepastian. Hal ini karena masih terganggu adanya perizinan seperti Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Selain itu, yang punya hak untuk mengatakan ya atau tidak hanya yayasan sehingga rektor yang sekarang juga belum berani melanjutkan,” kata Boy, Kamis (6/12). Tak hanya laboratorium, tata letak FTB pun patut untuk segera dibenahi. Boy juga memberi penjelasan bahwa ruang kelas juga ruang dosen masih terpisahpisah. Dengan begitu, untuk mencari dan berdinamika dengan sesama dosen pun sering tersekat. “Impian kami, mulai dari laboratorium, ruang dosen, tata usaha (TU) hingga kelas berada pada satu wilayah, sehingga semuanya dimudahkan. Untuk itu sudah saatnya kami (Kampus FTB) segera dibangunkan,” tegas Boy. Yohana Primadewi, mahasiswa FTB angkatan 2016, ikut mengutarakan pendapatnya. Yohana mengakui bahwa para mahasiswa FTB terpaksa harus menggunakan ruang audiovisual sebagai kelas karena kurangnya ruang. “Menurutku, tetap harus diperluas karena jumlah mahasiswa dengan luasnya

kadang nggak sebanding,” ujar Yohana. Selain Yohana, tanggapan lain dipaparkan oleh Jessica Milenia bersama mahasiswa FTB lain yang juga membicarakan berita ini. Jessica dalam hal ini setuju dengan adanya perpindahan FTB, “Pembangunan kampus baru FTB akan sangat membantu FTB untuk lebih berkembang lagi,” ujar mahasiswa angkatan 2018 ini. Belum selesai mengenai isu pengembangan kampus 2 Gedung Thomas Aquinas, beredar pula wacana penggabungan FTB dengan fakultas baru UAJY yaitu Fakultas Kedokteran (FK). Kabar ini juga sampai terdengar di telinga mahasiswa hingga para dosen. Boy dalam isu ini juga ikut angkat bicara. Menurutnya, penggabungan fakultas ini disebabkan adanya kemiripan serta kedekatan ilmu yang dipelajari. Selain itu, Boy juga meyakini bahwa memang benar Yayasan Slamet Riyadi memiliki tanah di Kulon Progo mendekati lahan Rumah Sakit Panti Rapih yang juga ada di sana. Dengan begitu FK akan bekerja sama dengan Panti Rapih sehingga dalam hal praktik dan kebutuhan lainnya lebih dekat. Perpindahan juga tidak lepas dari resiko seperti kerusakan dan kerugian, untuk itu tetap dibutuhkan biaya tambahan. Lokasi perpindahan FTB pun masih menjadi tanda tanya. “Memang rencananya, FTB akan diletakkan di belakang GOR dekat dengan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) namun kami juga belum tau apakah jadi di sana atau malah dipindahkan ke Kulon Progo,” ungkap Boy. Selain itu, perpindahan juga menghasilkan dampak bagi pengurus, dosen dan mahasiswa FTB. “Kalau dipindahkan ke belakang tidak menjadi masalah karena masih satu kompleks. Kecuali di Kulon Progo, barangkali akan menjadi masalah khususnya dalam hal tempat tinggal mahasiswa. Selain itu, bagaimanapun kan wilayah tersebut bukan kota, sehingga mungkin saja kurang menarik,” tambahnya. Akan tetapi, kepastian pembangunan dan fasilitas kampus masih belumlah jelas. Walaupun rencana di atas kertas sudah berjalan, namun dalam hal praktik masih belum terlaksana. Untuk itu, Mursyanti dan Boy bersama dengan mahasiswa FTB berharap agar segera dilakukan pembangunan. Wacana tidak hanya sekadar menjadi wacana, namun berubah menjadi fakta. “Kami merasa kebutuhan sudah mulai mendesak, untuk itu kami benar-benar membutuhkan ruang. Jumlah mahasiswa kami pun, sudah stabil tiga kelas dalam sepuluh tahun ini,” tutup Boy sambil mengingat susahnya mencari mahasiswa pada awal dibukanya FTB ini. 5 | TERAS PERS


politik kita:

BIMBINGAN AKADEMIK SEKADAR FORMALITAS KAH ? Oleh: Reza Vivin Takririyah & Narda M. Sinambela Ilustrasi: Intan Permatasari

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Atma Jaya Yogyakarta (FISIP UAJY) baru saja merilis kebijakan baru pada semester gasal 2018/2019. Kebijakan baru itu mengenai jumlah pertemuan pada bimbingan akademik di FISIP UAJY. Pada tahun ajaran yang lalu, bimbingan akademik hanya dilakukan sebanyak dua kali dalam satu semester. Akan tetapi, pada tahun ini (red: gasal 2018/2019) bimbingan dilakukan sebanyak empat kali dalam satu semester. Perubahan jumlah bimbingan tersebut didasari oleh berbagai alasan dan pertimbangan berbagai hal. Awak Teras Pers kemudian mencari tahu terkait perubahan jumlah bimbingan akademik FISIP UAJY 6 | TERAS PERS

kepada Alexander Beny Pramudyanto, M.Si selaku Wakil Dekan (Wadek) I FISIP UAJY yang menangani bidang akademik. Secara rinci, ia menjelaskan bahwa kebijakan tersebut dilatarbelakangi oleh adanya peningkatan prestasi akademik mahasiswa. “Dengan adanya bimbingan akademik, mahasiswa lebih terkontrol dan dapat menyampaikan keluhan-keluhan mengenai masalah kuliah ke dosen pembimbingnya,” ujar Wadek I. Selain itu, ia juga menjelasakan bahwa bimbingan akademik bertujuan untuk membantu kegiatan perkuliahan mahasiswa supaya berjalan lancar. “Ketika hanya Kartu Rencana Studi (KRS) saja itu tidak cukup, KRS lebih banyak ke bagaimana ngecek alur kurikulumnya, sudah benar atau belum,” tambahnya.


politik kita Wadek I menuturkan bahwa penambahan jumlah bimbingan akademik menjadi empat kali untuk mendorong mahasiswa bercerita mengenai gangguan perkuliahan ke dosen pembimbingnya. Dengan begitu, kedepannya, tingkat kelulusan mahasiswa juga semakin meningkat serta meminimalisasi tingkat pemutusan hak studi akibat masalah perkuliahan yang tak kunjung diselesaikan. “Jumlah empat kali tersebut memacu dosen untuk meluangkan waktu agar dapat bertemu dengan mahasiswanya secara intens,” ujar Beny. Mario Antonius Birowo, Ph. D. sebagai Dosen Ilmu Komunikasi FISIP UAJY memaparkan bahwa alasan dari bimbingan empat kali akademik merupakan syarat dari akreditasi perguruan tinggi dan pemerintah. Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT) mensyaratkan adanya perjumpaan antara dosen dan mahasiswa bimbingannya tidak hanya di KRS atau penyusunan awal, akan tetapi selama satu semester dibutuhkan empat kali pertemuan. Hal ini sebagai ukuran dari sistem pendidikan yang berjalan dengan baik atau tidak. “Awalnya setahu kami, yang formal itu adalah saat awal semester untuk KRS. Formal artinya tanda tangan, mengisi dan segala macam, karena pada kenyataannya bisa 1-2 mahasiswa mendatangi dosen pembimbingnya di saat KRS tapi seterusnya,” tambahnya. Banyak spekulasi yang muncul bahwa bimbingan akademik lebih tepat dilakukan saat penjurusan di semester lima. Hal ini dikarenakan, saat itulah mahasiswa akan melakukan pengisian KRS. Hal itu senada dengan pernyataan Anton, “Saya pikir demikian, karena dilihat dari pelaksanaannya mahasiswa yang datang ke saya untuk melakukan bimbingan selama satu semester ini juga tidak banyak. Mahasiswa merasa tidak perlu membutuhkan itu,” ujarnya. Fakta di Lapangan Pada Selasa (27/11) diadakan bimbingan untuk Program Studi (prodi) Ilmu Komunikasi kelas C dan D semester gasal 2018/2019 angkatan 2017, Awak Teras menemukan hanya sepuluh mahasiswa yang datang untuk melakukan bimbingan. Tidak hanya itu, banyak dari presensi mahasiswa yang kosong dari awal pertemuan sampai pertemuan keempat. Hal ini dapat diakibatkan oleh adanya benturan dengan jadwal kelas, kesibukan mahasiswa yang lain, dan keapatisan mahasiswa yang menganggap bahwa bimbingan akademik tidak terlalu penting.

Dampak Perubahan Bimbingan Akademik Terkait perubahan jumlah bimbingan akademik yang berdampak kepada mahasiswa, Awak Teras juga mewawancarai beberapa mahasiswa. Salah satunya Mahasiswi Ilmu Komunikasi FISIP UAJY angkatan 2018, Titania Lauensya, mengatakan bahwa bimbingan akademik sebanyak empat kali tidak perlu dilakukan karena kurang efektif. “Mahasiswa kurang dapat mencurahkan masalahnya secara langsung, lebih baik diadakan sistem personal chat agar obrolannya lebih intens,” tambahnya. Sama seperti yang diungkapkan oleh Titania, Luh Tresna Ningsih Mahasiswi Ilmu Komunikasi FISIP UAJY Angkatan 2017 yang baru sekali datang bimbingan akademik selama satu semester. Saat bimbingan, ia hanya datang lalu tanda tangan dan ditanyakan perihal permasalahan di kuliahnya. Jika ia mengatakan baik-baik saja, dosen tidak akan menanyakan secara lebih lanjut apakah benar begitu. “Jadi menurut aku bimbingan yang ada di UAJY ini cuman formalitas saja. Tidak berjalan sesuai dengan yang menjadi tujuan dari bimbingan itu sendiri,” ujar mahasiswa yang akrab disapa Nining. Lebih lanjut, Nining mengatakan agar bimbingan berjalan secara efektif, perlu adanya ruang privasi untuk mahasiwa. Hal itu agar mahasiswa dapat menceritakannya secara santai kepada dosen tanpa harus diketahui oleh banyak pihak. Berbeda dengan apa yang diinginkan Nining, pendapat Anton mengenai ruang dosen yang terbuka dengan adanya kaca, membuat dosen dan mahasiswa dapat bertemu kapanpun sejauh waktunya ada. Selain itu, menurut Anton aturan yang berkaitan dengan bimbingan konsultasi harus dibaca bukan hanya formalitas. “Yang paling penting adalah masing-masing bisa bertemu dan saling membantu. Kapan pun, kalau Anda merasa minggu ini harus bertemu dua kali dengan dosen. Why not?,” tutur Anton. Besar harapannya agar pihak FISIP UAJY dapat meninjau kembali keefektifan bimbingan akademik empat kali yang hanya menjadi ajang formalitas demi kebaikan semua pihak.

7 | TERAS PERS


litbang:

Jajak Pendapat Mahasiswa UAJY Terhadap Rencana Pembangunan Gedung Belakang Kampus 2 UAJY Oleh: Maria Deianeira, Revina Arthamevia & Fransisca Jovinca Rencana pembangunan gedung baru di belakang kampus 2 Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) sudah terdengar sejak lama. Mulai dari teman hingga dosen pernah menyinggung hal tersebut. Kabarnya, gedung baru yang hendak dibangun bertujuan untuk menunjang kegiatan mahasiswa di kampus, seperti student center, laboratorium Fakultas Teknik Biologi, serta asrama. Mahasiswa pun bertanya-tanya akan tindakan nyata dari pihak kampus. Hal ini tentunya menimbulkan beragam pendapat dari mahasiswa. Pada edisi kali ini, Teras Pers tertarik untuk mengulas tentang pendapat yang muncul di kalangan mahasiswa aktif UAJY, mengenai rencana pembangunan gedung baru di belakang Kampus 2 UAJY. Hal ini dilakukan karena mahasiswa masih berharap bahwa rencana tersebut dapat direalisasikan oleh pihak kampus. Selain menyebarkan 75 kuesioner kepada responden, Teras Pers juga mewawancarai beberapa mahasiswa yang dinilai dapat mendukung tulisan ini. Berdasarkan hasil survei yang diisi oleh mahasiswa aktif UAJY, sebanyak 49,5 % responden pernah mendengar rencana pembangunan gedung baru di belakang Kampus 2 UAJY. Sebanyak 24,3 % responden mendengar rencana tersebut saat berada di dalam kelas, dan sebanyak 21,6% 8 | TERAS PERS

responden mendengar rencana tersebut saat kegiatan inisiasi. Hal ini menunjukkan bahwa rencana pembangunan gedung baru kerap diperbincangkan oleh warga kampus UAJY. Data menunjukkan bahwa sebanyak 97,3% responden setuju jika rencana pembangunan gedung baru dapat terealisasikan secepatnya. Sejumlah 45,3% responden juga akan memanfaatkan fasilitas dengan baik apabila rencana tersebut dapat terwujud. Hal ini menunjukan bahwa mahasiswa memiliki harapan dan antusias yang cukup tinggi dengan rencana tersebut. Di sisi lain, sejumlah 85,3% responden mengaku belum melihat perkembangan dari rencana pembangunan gedung baru di belakang Kampus 2 UAJY. Hal ini menunjukkan bahwa pihak kampus belum menindaklanjuti rencana tersebut. Selain opini yang didapat melalui survei, Teras Pers juga mendapatkan opini lain melalui wawancara yang dilakukan dengan mahasiswa UAJY. Brigitta Nathasya mahasiswi Universitas Atma Jaya Yogyakarta Jurusan Manajemen 2017 turut menyampaikan pendapatnya, “Kalau menurutku sih lebih baik direalisasikan saja soalnya memang membantu dalam fakultas teknobionya sendiri, trus sama membantu orangorang yang ingin kuliah di Atma Jaya dalam


masalah mencari kos, karena kan banyak yang bingung cari kos bahkan ada yang nggak dapat kos�, kata Brigitta. Brigitta mengetahui rencana tersebut dari salah satu temannya. Berbeda dengan Brigitta Nathasya, Giancia Tan salah satu mahasiswi Universitas Atma Jaya jurusan Teknik Informatika 2016 mengaku belum pernah mendengar rencana tersebut, “Kalau terealisasikan mungkin lebih baik ya, kan itu juga bisa meningkatkan nama universitas juga, dan kalo benarbenar terealisasikan, yang asrama putri itu bagus sih, jadi kita nggak susah cari tempat kos yang jauh, dan juga akses ke kampus lebih mudah, aku juga mau, apalagi yang student center itu�, pungkasnya. Giancia sangat berharap agar rencana ini dapat terwujud dan akan memanfaatkan fasilitas yang tersedia sebaik mungkin. Selain itu, Teras Pers juga mewawancarai dua mahasiswi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik angkatan 2018. Keduanya tidak mengetahui adanya rencana ini, namun, keduanya sangat mendukung terelasasikannya isu ini. Semua data yang didapatkan oleh Teras Pers menunjukkan bahwa mahasiswa sangat antusias menyambut pembangunan gedung baru di belakang Kampus 2 UAJY.


sudut :

Menyelisik University Clinic UAJY

Oleh : Bonaventura Bagas & Rica Yulianna Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) atau yang sekarang dikenal dengan Atma Jogja memiliki komitmen untuk terus mengembangkan mutu pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia. Salah satu langkah yang ditempuh yakni dengan menyediakan berbagai fasilitas yang menunjang kegiatan seluruh warga Atma Jogja. University Clinic merupakan salah satu fasilitas yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan kesehatan seluruh warga Atma Jogja, mulai dari dosen, karyawan, juga mahasiswa. Akan tetapi, kehadiran fasilitas ini masih dirasa kurang digunakan dengan maksimal oleh civitas universitas, khususnya mahasiswa. Fasilitas University Clinic milik UAJY terletak di

Rica Yulianna Tanda University Clinic di depan ruangan (15/12)

kampus dua Gedung Thomas Aquinas UAJY, Jalan Babarsari Nomor 44, Yogyakarta dan di kampus satu Gedung Alfonsus UAJY, Jalan Mrican Baru Nomor 28, Yogyakarta. University Clinic beroperasi pukul delapan hingga dua siang. Klinik kampus dua buka setiap hari Senin, Rabu, dan Jumat, sementara klinik kampus satu buka setiap hari Selasa dan Kamis. Awak Teras Pers berkesempatan mengunjungi University Clinic kampus dua dan bertemu dengan Dokter Monika Puspita Sari dan Suster Lita Istiana. Mula-mula, mereka menjelaskan bahwa sistem jaga pada University Clinic menggunakkan sistem bergilir. Artinya, masing-masing dokter mempunyai jadwal jaga. “Sistem di sini bergilir, kebetulan hari ini saya sedang jaga menggantikan Dokter Silvia. Dokter Silvia itu penanggung jawab di sini,” ujar Dokter Monik. Kemudian, jadwal jaga setiap dokter ditetapkan hanya dua jam setiap harinya, sementara perawat berjaga full time. “Dokter hanya diminta jaga dua jam perhari, selebihnya di klinik hanya ada perawat. Jadi, mahasiswa yang mau konsultasi langsung ke dokter harus bikin janji. Tapi kalau sekadar konsultasi ringan masih bisa dikonsultasikan dengan perawat, seperti mengukur tensi, minta obat flu, dan lain sebagainya,” papar Dokter Monik. Ketika ditanya mengenai jam operasional klinik yang terkesan ‘terbatas’ tersebut, Dokter Monik dan Suster Lita menjelaskan bahwa ketersediaan tenaga kesehatan menjadi alasannya. Kedua orang ini sepakat bahwa University Clinic seharusnya beroperasi setiap hari. “Kami di sini hanya enam dokter dan satu perawat untuk dibagi jaga dua kampus. Belum lagi masing-masing dokter punya pekerjaan lain di luar, seperti saya kan juga mengajar di Fakultas Kedokteran UKDW (Universitas Kristen Duta Wacana, red),” jelas Dokter Monik. Terkait keterbatasan tersebut, ternyata banyak pula keluhan dari mahasiswa yang mengharapkan University Clinic beroperasi hingga sore dan setiap hari, mengingat jadwal perkuliahan yang juga berlangsung hingga matahari terbenam. Menanggapi hal tersebut, Suster Lita menjelaskan bahwa ia sempat menyampaikan keluhan tersebut pada Wakil Rektor II, namun hasilnya nihil. “Katanya biarlah seperti ini dulu saja,” ujar Suster Lita. Selain itu, sempat ada rencana dari pihak universitas untuk membangun University Clinic baru di kampus tiga, hanya saja hingga saat ini rencana tersebut belum terealisasikan. Fasilitas di University Clinic Untuk kelengkapan fasilitas, Dokter Monik menganggap bahwa fasilitas klinik dirasa sudah cukup

10 | TERAS PERS


Bonaventura Bagas Suasana di dalam University Clinic (15/12)

memenuhi standar klinik universitas kebanyakan. Kegiatan di kampus hanya sebatas kegiatan belajar mengajar yang mempunyai resiko celaka kecil sehingga tidak terlalu memerlukan alat-alat kedokteran yang besar dan mahal. “Karena kan penyediaan alat itu disesuaikan sama intensitas penggunaannya juga, kalau gak terlalu terpakai ya sebenarnya gak perlu,” tukas Dokter Monik. Hanya saja, Suster Lita menambahkan satu fasilitas yang ia harapkan ada di University Clinic, “harusnya ada wastafel, supaya mudah juga,” ujar Suster Lita sembari tersenyum. Dari sisi penyediaan obat-obatan juga dirasa cukup, meski bisa dibilang terbatas. “Obat-obatan di sini sifatnya standar, seperti di Puskesmas lah,” tutur Dokter Monik. Keluhan mengenai penyakit tidak hanya datang dari mahasiswa, melainkan juga dari para dosen dan karyawan. “Kalau karyawan seringnya cek tensi, gula darah, kolesterol, dan asam urat. Jadi, untuk karyawan seringnya keluar obat untuk hal-hal seperti itu. Tapi kalau mahasiswa biasanya cuma minta obat-obat untuk

infeksi saluran pernapasan atas aja, kayak batuk, flu, atau kayak lemes-lemes, pegel, kurang tidur, terus butuh vitamin,” jelas Dokter Monik. Selebihnya, Dokter Monik menjelaskan bahwa semua obat, pelayanan, serta konsultasi di University Clinic bersifat gratis. Hanya untuk obat-obat yang belum tersedia, nantinya akan diberikan resep obat untuk dicari di apotek. Berbicara soal harapan akan University Clinic Atma Jogja ini, Dokter Monik menekankan pada jadwal jaga dokter. “Kedepannya, semoga bisa disepakati lagi tentang jadwal dokter supaya mahasiswa tidak kesulitan ketika ingin konsultasi dan bertemu dokter,” ujar Dokter Monik. Sementara Suster Lita menambahkan, “ada kerja sama dengan pihak lain seperti BPJS Kesehatan. Selain itu, diadakan pelatihanpelatihan Tim P3K untuk acara-acara kampus supaya anggota Tim P3K tidak hanya tahu pegang obat, tapi tahu juga menggunakannya dengan tepat.”

11 | TERAS PERS


Djendela rana :

BUTIK 90-an DI PASAR MALAM SEKATEN JOGJA Oleh: Nadia Damarsasi Foto: Gabriella Larasati Matahari sudah mulai tenggelam, alunan lagu dangdut yang merupakan ciri khas dari wahana Sekaten mulai terdengar di kawasan Ngupasan, Gondomanan, Kota Yogyakarta atau yang sering disebut dengan Alun-Alun Utara. Terlihat banyak pengunjung yang berdatangan dan meramaikan alun-alun. Antusias pengunjung sangat terlihat karena adanya event tahunan yaitu Sekaten yang merupakan acara peringatan ulang tahun Nabi Muhammad yang diselenggarakan oleh Keraton Yogyakarta. Tahun ini, Pasar Malam Yogyakarta diselenggarakan mulai dari tanggal 2 November 2018 hingga 19 November 2018. Salah satu ikon yang kerap diburu oleh semua kalangan dari anak muda hingga orang tua saat Pasar Malam Sekaten dimulai yaitu awul-awul. Menyajikan pakaianpakaian bekas impor dari berbagai negara mulai dari Korea Selatan, Jepang, Amerika, dan negara lainnya. Dibanderol dengan harga yang sangat murah, mulai dari Rp. 5.000 hingga Rp. 35.000, Awul-awul tidak pernah sepi pengunjung.

pas saya,” ungkapnya. Pakaian impor memang dilihat sebagai pakaian yang berbahan bagus dan nyaman digunakan meskipun sudah menjadi barang bekas. Wahyu juga mengatakan bahwa jaket berbahan jeans dari Awul-awul merupakan barang yang dulu kerap kali beliau cari hingga berebutan dengan orang lain ketika memilihnya, “Dulu itu sering banget rebutan sama orang kalau lagi milihin jaket jeans, karna numpuk-numpuk gitu kan jadi susah milihnya, harus dilihat bolak-balik dulu buat milih yang bagus,” jelasnya. Wahyu menyarankan untuk mencuci pakaian awul-awul dengan benar, “Di rendam dulu pakai air panas sampai airnya dingin, kalau saya biasanya dua kali ngerebusnya biar kuman-kumannya mati.”

Oscar yang merupakan salah satu pengunjung selalu menyempatkan diri bersama teman-temannya untuk datang ke Pasar Malam Sekaten dengan tujuan berburu pakaian di Awul-awul, mereka sudah mengganggap hal ini seperti tradisi setiap tahun. Oscar berkata bahwa menyenangkan berburu baju di awul-awul, “Seru nyarinya, harus pinter-pinter milih bajunya, kalo teliti dan bejo ya kita bisa dapet baju yang bagus,” katanya. Jika ada orang ditanya mengenai alasan berburu pakaian di awul-awul, jawabnnya adalah karena pakaian-pakaian impor tersebut disajikan seperti tumpukan gunung, baju, celana, jaket dan lainnya dicampur menjadi satu. Maka dari itu Oscar berkata bahwa harus teliti dalam berburu pakaian di sana. Wahyu juga merupakan salah satu orang tua yang suka berburu pakaian di awul-awul Pasar Malam Sekaten. “Dari zaman saya kuliah saya langganan beli baju sama jaket di awul-awul. Kalau celana kurang bisa dapet yang 12 | TERAS PERS

Trend Fashion yang kembali ke tahun 80-an dan 90-an, gadis cantik ini tidak mau kalah dan turut terjun ke Awulawul Pasar Malam Sekaten.(18/11)


(18/11) Ibu dan anak perempuannya dalam kerumunan, mencari dan memilih pakaian di tumpukan gunung pakaian Awul-awul Pasar Malam Sekaten. (Atas)

(18/11) Banyaknya pilihan baju, membuat perempuan ini bingung.

(18/11) Celana Jeans diobral hingga Rp 15.000. (18/11) Sensasi memilih sebuah baju yang pas dari tumpukan baju di awul- awul. 13 | TERAS PERS


sekitar kita :

KAWASAN MALIOBORO BEBAS KENDARAAN BERMOTOR: WACANA SEJAK LAMA Oleh : David Christian The & Paramitha Maharesmi Foto: Lucky Budiman

Lucky Budiman Suasana jalan Malioboro di sore hari. (30/1) Setiap tahunnya, Yogyakarta menjadi salah satu kota tujuan liburan paling digemari masyarakat. Malioboro sebagai kawasan perbelanjaan, ekonomi hingga politik menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan untuk berkunjung. Namun, padatnya wisatawan dan kendaraan yang melintasi Malioboro membuat kawasan ini terasa sesak dan seringkali menjadi mengalami kemacetan panjang. Melalui masalah tersebut, Pemerintah Daerah (Pemda DIY) berencana membuat kawasan Malioboro untuk bebas dari kendaraan bermotor. Rencana tersebut telah simpang siur sejak lama. Dua tahun lalu rencana kawasan Malioboro bebas kendaraan bermotor di malam hari hanya 14 | TERAS PERS

berujung wacana. Wacana tersebut akhirnya hanya terealisasi di setiap malam pergantian tahun saja. Kembali munculnya wacana ini, secara otomatis menyeret Dinas Perhubungan Daerah Istimewa Yogyakarta (Dishub DIY) untuk ikut andil. Ditemui di kantornya, Kepala Dishub DIY, Sigit Sapto Rahardjo menerangkan bahwa rencana tersebut masih dalam tahap pembahasan dan pengkajian. “Kami telah mengadakan pertemuan dengan Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (FLAJ) beberapa waktu lalu untuk membahas mengenai konsep ini, bagaimana tingkat kesiapannya, bagaimana dampaknya nanti, bagaimana solusinya, dan lain sebagainya,� tuturnya (26/11).


Lucky Budiman Taman Parkir Abu Bakar Ali, kawasan parkir wisata Malioboro Yogyakarta. (30/1) Sigit juga menuturkan bahwa konsep kawasan Malioboro bebas kendaraan bermotor tidak secara menyeluruh melarang semua kendaraan bermotor apapun untuk melintas, beberapa kendaraan khusus diperbolehkan untuk melintas antara lain kendaraan umum seperti TransJogja, kemudian kendaraan lain seperti becak kayuh dan andong. Keterangan lain kami dapatkan dari Ketua Bidang Lalu Lintas Dinas Perhubungan (Dishub) DIY, Anna Rina, menurutnya memang rencana kawasan Malioboro bebas kendaraan bermotor memang tidak dapat terjadi begitu saja. Salah satu yang ia soroti adalah masih kurangnya ketersediaan infrastruktur yang memadai, khususnya kawasan parkir. “Memang rencana ini sudah lama dicetuskan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) DIY, namun tetap harus ada riset dan persiapan yang dilakukan terlebih dahulu. Saat ini kawasan parkir yang sudah ada menurut kami masih kurang memadai dan perlu ditambah,” ungkapnya ketika ditemui, Senin (3/12) di kantornya. Anna mengatakan bahwa saat ini kawasan parkir yang sudah tersedia antara lain Taman Parkir Abu Bakar Ali, Parkir Ngabean, Senopati dan Beskalan memang masih dinilai kurang memadai. Sehingga di tahun 2019

ini, terdapat rencana pembangunan kawasan parkir di Gedung Jogja Planning Gallery (JPG) yang memang saat ini masih menjadi tempat Dinas Pariwisata Jalan Bahwasanya, tidak semua masyarakat setuju apabila Malioboro ditutup untuk menunda kemacetan di Yogyakarta. “Malah semakin macet karena jalan yang harusnya dilalui kendaraan malah ditutup. Tapi, ya terserah saja kalau memang mau dibuat bebas kendaraan bermotor.” ujar Abed (19), mahasiswa di salah satu universitas di Yogyakarta. Malioboro merupakan salah satu poros yang cukup penting untuk dilewati kendaraan bermotor yang jumlahnya membludak di Yogyakarta, kebijakan tersebut dirasa menghilangkan salah satu akses jalan. Tak hanya mahasiswa, masyarakat cenderung kontra dan masih menanyakan tujuan mengenai kebijakan tersebut. “Kalau mau fair, tidak apa-apa kebijakan tersebut dilaksanakan, tetapi harusnya kalau memang mau meminimalisir kemacetan bukan semata-mata menutup Malioboro lalu masalah selesai. Tapi ya membuat jalan-jalan di pinggiran Malioboro, gimanagimana daerah Malioboro dan sekitarnya termasuk jalan yang sering dilalui banyak masyarakat dan termasuk jalan penting.” tutur Rini, ibu rumah tangga. 15 | TERAS PERS


SENI BUDAYA :

Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta, Pemikat dan Pemersatu Warga Yogya Oleh : Rayu Gulshan & Angelica Destini PBTY memiliki visi menjadikan Yogyakarta sebagai City of Tolerance. Selain itu, perayaan ini dilaksanakan untuk memberikan kontribusi positif dalam bidang ekonomi, pariwisata, dan hiburan pendapatan daerah.

Dokumentasi Koko Cici Yogyakarta & @beda.unik Jalan Malioboro yang padat terlihat unik dihiasi lampion dan bernuansa merah. Baik warga Yogyakarta maupun wisatawan dengan sabarnya menanti parade budaya Tionghoa yang hendak melintasi Jalan Malioboro menuju titik utama Kampung Ketandan, tempat ikonik bernuansa Tionghoa di wilayah kota Yogyakarta. Parade ini sendiri merupakan rangkaian dari kegiatan Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY). Sejak tahun 2006 hingga 2018, acara ini rutin diselenggarakan tiap tahun selama seminggu untuk merayakan Tahun Baru Imlek dengan tujuan memperkenalkan dan melestarikan budaya etnis Tionghoa serta budaya lokal sebagai salah satu cara untuk membangun Indonesia dari sisi budaya. Tidak hanya sebagai sarana hiburan pariwisata, Jogja Chinese Art & Culture Center (JCACC) sebagai penyelenggara 16 | TERAS PERS

Gelaran PBTY lahir karena dilatari oleh keprihatinan terhadap kasus 1998 ketika etnis Tionghoa menjadi sasaran kekerasan massa. Dari peristiwa tersebut, JCACC kemudian memutuskan untuk menegakan esksistensi etnis Tionghoa sebagai bagian dari bangsa Indonesia melalui PBTY yang memikat warga dan wisatawan di Yogyakarta melalui kegiatan seni budaya serta kenikmatan kuliner khas Tionghoa. Selain menjajakan kuliner, rangkaian JCACC juga dimeriahkan oleh atraksi Liong Samsie, wayang Po Tay Hie, karnaval budaya dan beberapa pertunjukan menarik lainnya. Acara yang telah dilaksanakan sebanyak tiga belas kali ini bersifat terbuka untuk umum dan selalu dibanjiri pengunjung serta tenant bazaar dari berbagai kalangan. Kehadiran pengunjung dan penyewa tenant pada gelaran PBTY memberikan bukti bahwa kondisi sosial di Yogyakarta dibentuk bersamaan dengan nilai pluralisme yang dijunjung tinggi. Dengan seni budaya, perbedaan justru terlihat memikat dan berhasil memperkokoh pluralisme warga Yogya. Terkait visi yang berkelanjutan terhadap gelaran ini, maka sejak tahun 2015 JCACC juga membentuk ajang Koko Cici pada pagelaran PBTY. Koko Cici adalah suatu ajang pemilihan duta budaya Tionghoa sekaligus duta pariwisata dan duta sosial. Ajang ini bertujuan untuk menjaring anak-anak muda yang tertarik dan ingin belajar mengembangkan dan melestarikan kebudayaan Tionghoa. Ajang Koko Cici yang berada dibawah naungan Koko Cici Indonesia ini tidak hanya diselanggarakan di Yogyakarta, melainkan di kotakota lain di seluruh Indonesia. Ajang ini konsisten diselenggarakan setiap bulan pertama tanggal lima belas penanggalan kalender Tionghoa yang bertepatan dengan


Dokumentasi Koko Cici Yogyakarta & @beda.unik penutupan hari raya Imlek yang kerap disebut Cap Go Meh. Malam puncak pemilihan Koko Cici yang digelar di panggung utama PBTY selalu dibarengi dengan antusiasme dan tingginya angka kehadiran pengunjung.

siapapun tanpa memandang dari mana suku, ras, agama orang tersebut. Harapannya sih yang biar masyarakat bisa menerima yang namanya perbedaan itu sendiri,” tambah lelaki yang merupakan mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Atma Jogja tersebut.

Tidak hanya sekadar menonton, rupanya masyarakat yang ingin mengikuti ajang ini setiap tahun bertambah banyak. Hal ini dibuktikan dari pelaksanaan ajang Koko Cici Yogyakarta. Pada periode tahun 2015-2017, pemilihan Koko Cici Yogyakarta dilakukan setiap dua tahun sekali. Namun, dikarenakan banyaknya peminat dan antusias masyarakat akan ajang ini, setelah tahun 2017, ajang Koko Cici Yogyakarta dilakukan satu tahun sekali. Ajang ini dalam waktu dekat akan dilaksanakan pada tahun 2019. Bagi yang berminat, persyaratan yang diajukan tidak begitu sulit, yaitu berusia 17-24 tahun, tinggi 165 cm untuk Cici dan 170 cm untuk Koko, berdomisili di Yogyakarta dan yang terpenting adalah calon peserta harus memiliki komitmen dan kepedulian untuk mengembangkan budaya Tionghoa. Syarat unik dari ajang ini ialah peserta justru tidak diwajibkan berdarah Tionghoa. Berkenaan dengan ajang ini pula, awak Teras Pers sempat mewawancarai salah seorang peserta ajang Koko Cici Yogyakarta tahun 2018. “Untuk penolakan sendiri sih selama saya di koko cici ini belum pernah ngerasain, malah disambut antusias dengan warga Jogja!” tutur Ferdyanto Wijaya selaku koordinator media relation ajang Koko Cici Yogyakarta yang pada tahun 2018 terpilih menjadi Koko Jogja People’s Choice. “Kami juga bersosialisasi dengan

Dokumentasi Koko Cici Yogyakarta & @beda.unik 17 | TERAS PERS


sosok :

Arjuna Namanya, Tak Putus Mengejar Asa Oleh : Lidwina Vallery

Langit mendung di sore hari kala itu tidak menyurutkan semangat Arjuna untuk tetap melanjutkan berjualan (27/11). Sudah hampir empat tahun bocah berumur 14 tahun itu berjualan di kawasan Malioboro. Tepatnya pada hari raya Idul Fitri tiga tahun lalu, ia mulai menyambangi Malioboro untuk mencoba peruntungannya berjualan leker. Leker yang dijualnya adalah leker buatannya bersama ibunya, yang saat ini harus berjuang menghadapi kanker rahim. Hasil dari kegigihannya menjual leker sepulang sekolah ia gunakan untuk meringankan biaya pengobatan ibunya. Syukur, Arjuna mengatakan bahwa kondisi ibunya telah lebih baik dari sebelumnya. “Sudah lumayan, ibu sudah turun stadium, awalnya stadium IV sekarang sudah stadium II,” ujar Arjuna yang menjabat sebagai Ketua OSIS di sekolahnya. Nama Arjuna sudah tidak asing lagi saat banyak orang mempublikasikan kisahnya di media sosial. Dari situ, rezeki pun dapat mengalir kepada keluarganya. Akan tetapi, bantuan dari orang-orang di media sosial tidak selancar yang ia harapkan. Ia mengungkapkan bahwa uang yang seharusnya diberikan kepada keluarganya justru kadang mandek di tangan orang-orang yang membantunya eksis di dunia maya. “Bilangnya saudara, terus kalau ada yang transfer lima juta, ntar sampainya kadang cuma 50 (ribu, red),” ucapnya. Ia sangat menyayangkan orang-orang yang bertindak demikian. “Itu kayak mengambil hak orang lain,” paparnya sedih.

Agatha Tasya Juna si penjual leker sedang menjual leker di kawasan Malioboro (27/11)

18 | TERAS PERS

Dihimpit oleh berbagai kendala, Arjuna yang akrab disapa Juna, tetap menunjukkan gelora semangat saat berjualan leker. Karakter Juna yang ramah, ceria, dan suka bercanda menjadikan sosok Juna terlihat tegar dan penuh semangat. Ia tidak takut mengajak bicara dan bergurau dengan siapapun yang berada di dekatnya. Hal ini membuat para pengunjung Malioboro mengenali Juna karena lawakan yang selalu dilontarkannya saat pembeli mendatanginya. Bahkan, salah satu pembeli wanita paruh baya pun berkata, “Lha, ini pelawaknya sudah mulai beraksi,”saat wanita tersebut hendak membeli lekernya. Keceriaan dan candanya yang menggelitik membuat


SOSOK

David Christian The Juna dengan kotak dagangannya yang masih penuh terlihat lelah berjualan (27/11) pembeli merasa terhibur setiap kali membeli lekernya. Ekspresi kekaguman tentunya tak lepas dari pandangan para pembeli saat Juna menceritakan kisah keluarganya, namun tetap bisa membumbuinya dengan candaan. Tubuhnya yang kecil membuatnya dianggap masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Ia mengakui bahwa banyak pembeli yang tidak percaya saat ia mengatakan sudah kelas satu SMP. Anak ketiga dari enam bersaudara ini menceritakan bahwa tubuh kecilnya disebabkan oleh penyakit yang pernah dideritanya. “Dulu waktu kecil aku sakit autis, makanya sekarang tubuhnya kecil, kata Ibu karena terlalu pintar,� katanya saat ditemui di depan Hotel Mutiara Malioboro. Rutinitas hariannya menjadi seorang pelajar di SMPN 1 Kalasan sekaligus penjual leker tidak membuatnya kehabisan waktu. Sepulang sekolah, ia bergegas ke Malioboro menggunakan bus Trans Jogja. Perjalanan dari rumahnya ke Malioboro membutuhkan waktu satu

setengah jam. Ia biasa berjualan leker di depan Hotel Mutiara. Namun, seringkali Ia berkeliling ke kawasan Malioboro lainnya jika sampai sore hari jualannya belum habis. Pengecualian pada hari Selasa Wage, Ia tidak berjualan karena seluruh Pedagang Kaki Lima (PKL) dan aktivitas jual beli lainnya diwajibkan libur. Seperti anak SMP pada umumnya, Juna sedang kecanduan bermain game online, terutama Point Blank. Ke depannya, Ia ingin menabung uang untuk membeli smartphone seperti yang dimiliki temantemannya. “Biar nggak minjem temen-temen lagi, terus kalau mau main game nggak usah ke game net. Aku sempet di-bully juga karena ini,� katanya. Selain untuk membantu biaya pengobatan ibunya, keinginan untuk membeli gawai ini menambah motivasi Juna untuk lebih semangat berjualan leker.

19 | TERAS PERS


komunitas:

PENDAR : BARANG BEKAS SEBAGAI WUJUD NYATA GERAKAN SOSIAL Oleh : Clarisa Natania

Dok. Komunitas Seorang volunteer membagikan alat tulis kepada seorang anak di pinggir jalan Pendar Foundation dikenal sebagai suatu komunitas yang bergerak di bidang sosial di Yogyakarta. Pendar Foundation didirikan pada tahun 2015 oleh dua mahasiswa dari Yogyakarta yaitu Fadhil Setyanegara (Fadhil) dan Indah Gitaningrum (Ica). Awal mula berdirinya Pendar Foundation ini karena sebuah kebiasaan yang dilakukan Fadhil dalam hal memberikan makanan kepada orang-orang yang hidup di pinggir jalan. Kebiasan ini diketahui oleh Ica ketika mereka pergi bersama. Awalnya Ica masih belum berani untuk melakukan hal tersebut, tetapi lambat laun ia merasa bahwa membantu orang lain yang membutuhkan itu 20 | TERAS PERS

sangat asyik. “Saya mikir, ‘kenapa cuma kita doang yang melakukan ini? kenapa gak ngajak yang lain?’ Sementara temen-temen dekat saya sering bilang kepengen cuma takut, gak berani, takut sungkan sama orang yang dikasih. Kadang kan kita ngerasa gitu ya, mau ngasih malah maju mundur maju mundur,” ujarnya. Oleh karena itu, Ica akhirnya memberikan sebuah ide kepada Fadhil untuk mendirikan sebuah komunitas sosial agar orang lain juga dapat turut membantu orangorang yang kesulitan khususnya di bidang ekonomi, dan akhirnya terbentuklah komunitas sosial ini.


komunitas Pendar Foundation membuka pendaftaran untuk keanggotaan baru setiap setahun sekali. “Kenapa kita punya project per enam bulan? Karena nanti akan ada dua kali termin untuk project sebelum dia masuk ke Pendar. Setelah dia keterima oprec nih, dia akan masuk masa-masa probation satu bulan, menyesuaikan,� ujar Ica. Hal ini dilakukan agar setelah satu bulan mereka dapat melakukan evaluasi bersama.

Dok. Komunitas Pendar Foundation sebelum melakukan kegiatan berbagi sembako dan alat tulis di pinggir jalan Awalnya, komunitas ini bernama Komunitas Babe yang merupakan singkatan dari Barang Bekas. Seiring berjalannya waktu, banyak orang yang salah mengenal Komunitas Babe sebagai portal online berita Babe, mereka memutuskan untuk mengubah nama tersebut dengan bertanya kepada dosen Hubungan Internasional (HI) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) bernama Adde Marup Wirasenjaya. Adde merupakan supervisor dari komunitas ini, dan memilih nama Pendar sebagai nama baru untuk Komunitas Babe. Dengan begitu, nama Komunitas Babe berubah menjadi Pendar Foundation.

Setelah itu, volunteer yang bersangkutan akan ditanyakan apakah lanjut atau tidak di Pendar Foundation sebagai volunteer tetap. Jika tidak, maka dari Pendar Foundation sendiri tetap akan menghargai semua keputusan akhir karena yang terpenting adalah mereka sudah belajar banyak selama satu bulan di Pendar Foundation. Ica sebagai co-founder dan direktur di Pendar Foundation berharap dari setiap volunteer yang bergabung dalam Pendar Foundation bisa belajar berbagai hal, seperti soft skill maupun leadership. “Kita tuh pengen semuanya berkembang, bukan hanya mereka mengembangkan Pendar tetapi Pendar juga membantu mereka berkembang.� tutupnya.

Pendar Foundation memiliki tiga project atau kegiatan, yaitu Ruang Berbagi, Secondhandpreneur, dan Sekolah Desa. Kegiatan Ruang Berbagi merupakan kegiatan pengurus dan para volunteer membagi-bagikan makanan. Lalu, untuk Secondhandpreneur merupakan kegiatan dimana mereka menjual barang-barang bekas untuk mendapatkan dana. Kegiatan ini dilakukan setiap 1-2 kali dalam seminggu. Hasil dari penjualan di Secondhandpreneur menjadi dana untuk keberlangsungan dari Ruang Berbagi dan Sekolah Desa. Terakhir, kegiatan Sekolah Desa ini berjalan sejak tahun 2016 di daerah Bangunwijaya. Setelah setahun lebih berjalannya Sekolah Desa di daerah tersebut, mereka menjalankan kegiatan baru di Desa Sanden yaitu daerah perbatasan Magelang dengan Boyolali. Ketiga kegiatan ini tentu saja tidak dilakukan sendirian, tetapi juga didukung dengan bantuan dari para volunteer yang kebanyakan merupakan mahasiswa.

Dok. Komunitas Volunteer yang berbagi makanan kepada seorang nenek di pinggir jalan 21 | TERAS PERS


special page:

picnic drawing club Oleh: Gepeng

Santa Claus

Wolf and Moon



Oleh: Gisela Novenia Lais


Anak-anak sedang bermain di pantai dengan gembira (11/05). (Agatha Tasya)



Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.