
1 minute read
LIPUTAN UTAMA
“Bahkan divisi acara ada total 8 orang dan 6 orang dari luar BEM. Lalu, 3 di antaranya dari prodi Sosiologi. Jadi, setengah divisi acara ada anak Sosiologi sehingga kita tidak ada kotak-kotak di situ,” jelas Angel.
Pihak BEM pun melakukan riset kepada mahasiswa Sosiologi angkatan 2021 melalui diskusi kelompok terpumpun atau yang lebih dikenal dengan Focus Group Discussion (FGD). Hasilnya, mereka mengatakan bahwa mahasiswa Sosiologi angkatan 2021 tidak merasa dikucilkan dan tidak merasa ada kesenjangan di antara kedua program studi tersebut.
Advertisement
Dengan begitu, Bastian dan Angel merasa tidak memiliki kebutuhan tersendiri untuk mengkhususkan salah satu program studi dalam perekrutan kepanitiaan yang dibuka oleh BEM.
Menanggapi isu eksklusif dari BEM, Bastian pun mengatakan bahwa hal tersebut sebagai pedang bermata dua. Di satu sisi, ini adalah hal yang negatif bagi BEM. Namun, di sisi lain dapat berarti positif karena BEM mampu menunjukkan sisi keakraban dalam mengerjakan program kerja yang ada.
“Silakan, itu asumsi mereka dan bukan kewajiban kami untuk mengaburkan itu. Kewajiban kita hanyalah memberi wadah aspirasi dan sertifikat yang bisa kita berikan juga. Bukan hanya mendengar isu, tapi memberikan ruang bagi mahasiswa” jelas Bastian menanggapi hal ini.
Menanggapi hal ini, terdapat harapan besar datang dari Oma dan Wenda mengenai peningkatan nilai inklusif dari BEM. Mereka berharap bahwa BEM harus lebih sering mengadakan kegiatan-kegiatan yang melibatkan para mahasiswa Ilmu Komunikasi dan Sosiologi.
Berbeda dengan Oma dan Wenda, Adrian berharap untuk BEM agar ke depannya mampu mematahkan stigma eksklusif BEM.
Penulis : Trifena Oktavia, Maria Ingridelsya, dan Michelle
Mabelea
Editor : Dionisius Yuan
Layouting : Jennifer Kakisina
Ilustrator : Dhea Saymi