Teras Pers Edisi XXXIV

Page 1

EDISI XXXIV

Duduk santai, Ngobrol serius, Tertawa lepas, Kritik pedas

Polemik Aksi Mahasiswa

LIPUTAN UTAMA

POLITIK KITA

LITBANG

ANTARA AKSI DAN DEMONSTRASI MAHASISWA

MENILIK KEBIJAKAN KAMPUS MENGENAI COVID-19

AKSI GEJAYAN MEMANGGIL CURI PERHATIAN, MAHASISWA UAJY DIMANA?

4

8

10


pemimpin umum

EDITOR

layout & desain

Wakil pemimpin umum

Rustiningsih Dian Clarisa Natania Elizabeth Sheila Nadia Revina Arthamevia

Flaviana Sekar Atyarista Mercy Grace Olivia Ellyn Priwanti Nesya Putri Ayomi Elizabeth Belinda

reporter

Marcomm

Reza Vivin Takririyah Inezia Zoe Putri Marsha Bremanda Ajeng Ayu Hapsari Immanuella Devina Nadya Rachella Daniel Kalis

Vincent Laurent Yesi Yuliana Gaby Lauren Yohanes Maharso Aretha Elizabeth

litbang

Agatha Tasya Gatari Paulina Irena

Agatha Tasya

Vincent Laurent

pemimpin redaksi

Rustiningsih Dian

wakil pemimpin redaksi Clarisa Natania

Maria Deianeira Vinka Kristy Alfonsus Oktavianus

Fotografer

Ilustrator Gisela Novenia Lais Danny Wibowo Titania Laurensya

teras pers Jl. Babarsari No. 6, Yogyakarta, 55281 (+62) 8537 6307 885 teraspersredaksi@gmail.com Instagram : @teraspers


DAFTAR ISI 2 4

COVER Oleh : Titania Laurensya Cover majalah Teras PERS edisi kali ini menggambarkan pihak kampus yang tidak memberikan izin bagi mahasiswa dalam aksi Gejayan memanggil, serta membatasi ruang mahasiswa dalam aksi tersebut.

8

Politik Kita Menilik Kebijakan Kampus Mengenai COVID-19

10

Litbang Aksi Gejayan Memanggil Curi Perhatian, Mahasiswa UAJY Dimana?

12 14

16

EDITORIAL Mahasiswa sejatinya dianggap mampu menjadi penyambung lidah dari rakyat kepada pemerintah. Beberapa waktu yang lalu, aksi mahasiswa diadakan kembali di beberapa wilayah, khususnya di Yogyakarta. Aksi tersebut menanggapi terkait adanya Revisi UU KPK, RKUHP, dan Tolak Omnibus Law. Aksi yang dinamai “Gejayan Memanggil” ini ramai diperbincangkan hingga menuai kontroversi. Salah satunya adalah masalah perijinan kampus kepada mahasiswa yang ingin memperjuangkan aspirasi mereka sebagai wujud kebebasan berpendapat. Lewat edisi ini, Teras Pers berusaha untuk menggali lebih dalam terkait kebijakan Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) mengenai himbauan mengikuti sebuah aksi hingga kepedulian mahasiswa pada isu-isu politik di luar kampus.

Liputan Utama Aksi Gejayan Memanggil : Aspirasi Mahasiswa Dibawa Ke Mana? Antara Aksi dan Demonstrasi Mahasiswa

Sudut Digital Library: Fasilitas Baru dari Kampus Djendela Rana Bienalle 2019: Pergelutan Asia Tenggara atas “Pinggiran” Sekitar Kita Gamplong: Dari Masyarakat untuk Masyarakat

18

Seni Budaya Pekan Budaya Difabel 2019: Titik Balik Lingkungan Inklusi di Yogyakarta

20

Sosok Rizky Kuncoro Manik: Saya Ingin Melestarikan Budaya Jawa

22

Komunitas Komunitas Bawayang Jogja: Pertunjukan dari Teman-Teman Tuli untuk Kita

24

Komik Gejayan Memanggil


liputan utama :

ANTARA AKSI DAN DEMONSTRASI MAHASISWA Oleh : Marsha Bremanda & Ajeng Ayu Illustrasi : Danny Wibowo Siapa yang tidak tahu dengan Aksi Gejayan Memanggil? Aksi yang sempat menimbulkan kontroversi dalam dunia perpolitikan ini terjadi selama dua kali dan diikuti oleh mahasiswa dari berbagai universitas di Yogyakarta. Namun, tidak semua universitas turut serta ikut karena ada beberapa universitas yang tidak memberikan izin kepada mahasiswanya untuk mengikuti demo. Hal ini dikarenakan masing-masing universitas tidak ingin mengambil resiko yang besar dari aksi demo tersebut. “Memang tidak semua universitas ikut serta turun ke jalan untuk melakukan aksi demo, masing- masing universitas punya aturannya sendiri. Terlebih, aksi ini kan hanya diikuti oleh orang-orang yang memiliki keresahan yang sama mengenai usulan RUU tersebut�, tutur Nailendra selaku Divisi Humas Aksi Gejayan Memanggil. Nailendra beropini bahwa alasan mengapa beberapa Universitas tidak mengikuti aliansi gejayan memanggil ini dikarenakan setiap Universitas memiliki sudut pandangnya masingmasing tentang aksi demo ini, mereka juga punya hak untuk mendukung atau tidak mendukung. Tapi ketika ada Universitas/institusi yang tidak mendukung, diharapkan agar tidak merepresi buruk terhadap gerakan ini sendiri. Nailendra juga mengatakan bahwa kampus yang tidak ikut serta dalam aksi ini, ada hal-hal yang diantisipasi mereka seperti keamanan karena dalam aksi tersebut memang tidak diketahui pasti siapa penanggung jawabnya. Semua partisipan yang ikut, datang karena memiliki keresahan yang sama 2 | Teras pers

dan tanpa membawa nama dari masing-masing institusi. Konsekuensi bagi kampus yang turut serta dalam aksi ini diharapkan bisa bertanggung jawab terhadap pilihannya tersebut.

Bagaimana dengan FISIP ATMA JOGJA? Universitas Atma Jaya Yogyakarta khususnya FISIP tidak menganjurkan mahasiswanya untuk ikut terlibat dalam Aksi Gejayan Memanggil. Kejadian seperti ini memang tidak dapat dipungkiri, walaupun dalam kegiatan demo politik di Indonesia, ada banyak universitas yang tak segan-segan menyebutkan institusinya dan membawa dalam aksi tersebut. Menanggapi Aksi Gejayan Memanggil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta mengeluarkan surat edaran yang berisi himbauan kepada mahasiswa untuk tidak


liputan utama mengikuti Aksi Gejayan Memanggil. Hal itu ditulis langsung oleh Prof. Ir. Yoyong Arfiadi, M. Eng., Ph.D., selaku Rektor Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Di balik larangan tersebut, universitas bukan melarang mahasiswanya untuk ikut berpartisipasi menyuarakan haknya sebagai rakyat Indonesia, namun menghimbau agar lebih baik para mahasiswa belajar saja karena saat itu Universitas Atma Jaya sedang mempersiapkan untuk Ujian Tengah Semester (UTS). Dari pernyataan Rektor Universitas Atma Jaya Yogyakarta ini, bisa disimpulkan bahwa ATMA JOGJA menghimbau mahasiswanya untuk tidak berpartisipasi dalam aksi demo Aliansi Gejayan Memanggil.

Menurut Mahasiswa Grace Geva, atau kerap dipanggil GG merupakan mahasiswi Ilmu Komunikasi UAJY angkatan 2017 yang mengikuti Aksi Gejayan Memanggil secara diam-diam. Alasan GG mengikuti aksi ini karena menurutnya jika RUU disahkan, maka dapat berpengaruh besar untuk masa depan Indonesia, sehingga sebagai seorang mahasiswa yang juga rakyat Indonesia, kita perlu mengingatkan pemerintah jika apa yang dianggap sebagai kepentingan masyarakat tidak berjalan sesuai dengan kepentingan masyarakat itu sendiri. GG mengungkapkan bahwa ia juga merasa kesal dengan tindakan kampus yang hanya diam dengan alasan untuk menjaga akreditasi kampus. “Tidak perlu menunggu kampus menyuruh kita bersuara, karena kita sadar mana yang patut untuk disuarakan, mana yang tidak.” tutur GG. Bahkan pada saat Aksi Gejayan Memanggil berlangsung, GG sama sekali tidak membawa nama kampus, ia hanya membawa diri sendiri tanpa ada institusi yang melindungi. Hal yang sama disampaikan oleh Reyna Meilitha, mahasiswi Ilmu Komunikasi angkatan 2017 yang mengikuti Aksi Gejayan Memanggil. Reyna mengatakan bahwa selama ia berkuliah di UAJY hingga kini ia sudah menginjak semester 5, FISIP tidak pernah ikut serta dalam aksi/kegiatan politik di luar kampus. Ketika ditanya oleh awak Teras mengenai apa alasan kampus FISIP UAJY tidak pernah mengikuti aksi-aksi atau kegiatan

politik tertentu, ia menjawab sebenarnya UAJY tidak melarang mahasiswanya untuk ikut kegiatan politik di luar kampus. Namun lebih merujuk pada himbauan kepada mahasiswa yang mana syaratnya adalah ketika aksi tersebut terjadi, jangan membawa nama kampus sebagai lembaga institusional. Bawalah diri kalian sendiri. Reyna mengikuti aksi demo ini bersama lima orang temannya yang memiliki perasaan kekhawatiran dan keresahan yang sama dari usulan RUU tersebut. Tentunya ketika mengikuti aksi demo tersebut, Reyna dan kelima temannya merasa sedikit takut. “Awalnya aku takut, jujur. Aku takut terjadi hal-hal buruk. Apalagi ditambah surat edaran dari kampus yang menghimbau mahasiswanya untuk tidak mengikuti aksi tersebut. Tapi aku bisa mengontrol kembali perasaanku karena selama kita berada di jalan yang benar, ketika terdapat suatu demo aksi politik seperti kasus diatas, maka bawalah diri sendiri. Jangan membawa nama kampus sebagai tameng kalian.” ujarnya.

FISIP ATMA JOGJA Punya Caranya Sendiri “Menurutku, kenapa kampus menghimbau mahasiswanya agar tidak mengikuti aksi Gejayan Memanggil karena kampus menghindari hal-hal yang tidak diharapkan. Karena di aksi tersebut, kita tidak tahu siapa sumbernya, apa motifnya, mengapa dilakukan aksi tersebut, dan lain-lain. Jadi agar tidak ada missed, sepertinya kampus melakukan tindakan preventif dengan aksi tersebut.” tutur Sofiana Damanik, salah satu mahasiswi Ilmu Komunikasi UAJY angkatan 2017. Sofi juga mengatakan bahwa dalam aksiaksi politik di luar kampus, tidak perlu sampai turun ke jalan. Contoh nyata saja, organisasi BEM kemarin sempat mengadakan diskusi terbuka dengan mendatangkan ahli-ahli terkait kasus KPK. Menurut Sofi, itu sudah kegiatan yang baik dalam beraksi politik. “Meskipun tidak secara nyata turun ke jalan, sepertinya FISIP ATMA JOGJA punya caranya sendiri untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik.” tutupnya.

3 | Teras pers


LIPUTAN UTAMA :

Aksi Gejayan Memanggil : Aspirasi Mahasiswa Dibawa Ke Mana? Oleh : Daniel Kalis dan Nadya Rachelia Ilustrasi : Titania Laurensya Aksi Gejayan Memanggil merupakan aksi yang dilakukan oleh mahasiswa Yogyakarta di Jalan Affandi, Gejayan. Maka dari itu aksi ini kemudian dinamai dengan Aksi Gejayan Memanggil. Aksi ini berlangsung dua kali, yakni pada tanggal 23 dan 30 September 2019. Ada sembilan hal yang menjadi tuntutan massa yang menamai diri dengan Aliansi Rakyat bergerak, yakni: 1.Hentikan segala bentuk represi dan kriminalisasi terhadap gerakan rakyat. 2.Tarik seluruh komponen militer, usut tuntas pelanggaran HAM, buka ruang demokrasi seluas-luasnya di Papua. 3.Mendesak pemerintah pusat untuk segera menanggulangi bencana dan menyelamatkan korban, tangkap dan adili pengusaha dan korporasi pembakar hutan, serta cabut HGU dan hentikan pemberian izin baru bari perusahaan besar perkebunan. 4.Mendesak presiden untuk menerbitkan

4 | Teras pers

Perppu terkait UU KPK. 5.Mendesak presiden untuk menerbitkan Perppu terkait UU Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan. 6.Mendesak pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. 7.Merevisi pasal-pasal yang dianggap bermasalah dalam RKUHP dan meninjau ulang pasal-pasal tersebut dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat sipil. 8.Menolak RUU Pertanahan, RUU Ketenagakerjaan, RUU Keamanan dan Ketahanan Siber, dan RUU Minerba. 9.Tuntaskan pelanggaran HAM dan HAM berat serta adili penjahat HAM. Aksi Gejayan Memanggil tersebut sangat menghebohkan seluruh masyarakat di Jogja sendiri dan menjadi perbincangan khususnya


liputan utama di kalangan mahasiswa. Selain itu, aksi demo ini membuat beberapa orang teringat akan peristiwa tahun 1998, yang mana terjadi kerusuhan besarbesaran pada waktu itu. Salah satunya Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Sherly Hindra Negoro. “Meskipun banyak orang mengklaim ini aksi damai, namun saya takut kerusuhan tahun ‘98 terulang kembali yang mana sumber kerusuhan pada waktu itu adalah dari suara mahasiswa. Saya khawatir hal-hal seperti itu akan terulang kembali,” ujarnya. Beberapa universitas di Yogyakarta mulai waspada akan aksi demo ini sehingga universitasuniversitas tersebut mulai mengeluarkan surat imbauan yang berisikan tanggapan kampus terhadap aksi ini. Beberapa universitas di Jogja menghimbau mahasiswa untuk tidak mengikuti aksi ini seperti UAJY dan Universitas Sanata Dharma. Kedua surat imbauan tersebut dirundingkan terlebih dahulu yang kemudian dikeluarkan dan disebarkan ke seluruh fakultasfakultas di Universitas tersebut. Surat himbauan yang dikeluarkan oleh Universitas Atma Jaya Yogyakarta berisi imbauan kepada mahasiswa agar tidak terprovokasi akan aksi Gejayan Memanggil dan sebaiknya tetap mengikuti perkuliahan di kampus. Menurut Rektor Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Prof. Iir. Yoyong Arfiadi, M. Eng., Ph.D., sebelum surat diedarkan, surat tersebut sudah lewat pertimbangan dari berbagai pihak terkait. “Jadi kami mengambil keputusan tidak serta merta tapi dengan banyak pertimbangan dan banyak usulan dari dosen-dosen, komunitas yang lain, dan sebagainya,” ujarnya. Ketika ditanya perihal alasan mengeluarkan surat tersebut, beliau mengatakan bahwa surat itu adalah bentuk sikap waspada terhadap kemungkinan buruk yang mungkin muncul selama aksi tersebut berlangsung. Terkait dengan kegiatan itu, kampus sebenarnya membebaskan segala macam aksi yang berhubungan dengan kebebasan berekspresi, menyatakan pendapat dan sebagainya. Kemudian yang harus diwaspadai adalah selebarannya itu kan munculnya tiba-tiba, di sana juga tidak jelas siapa yang mengkoordinasi. “Aksi itu kesannya tiba-tiba, jadi takutnya nanti ada penyusup

yang tidak jelas seperti sebelumnya. Kalau mau keluarkan pendapat silahkan saja, kami hanya menjaga supaya tidak ada mahasiswa kami yang menjadi korban.” Aksi ini dinilai juga bermasalah dalam hal perizinan dengan pihak kepolisian. Hal ini diungkapkan oleh Pupung Arifin, Wakil Rektor III Universitas Atma Jaya Yogyakarta. ”Aksi ini juga setahu saya izin ke kepolisiannya itu dilakukan setelah aksi berjalan. Padahal izin itu seharusnya dilakukan sebelum aksi itu berjalan. Kalau izin seperti itu sebenarnya bukan soal boleh tidak boleh tapi soal koordinasi dengan pihak-pihak terkait”. Ditanya soal tanggapan mengenai mahasiswa yang berangkat aksi secara diam-diam, beliau berharap bahwa mereka berangkat atas dasar kejelasan logika dan bukan hanya emosional. Harapannya mereka tidak terprovokasi, berdasarkan kesadaran penuh, dan sudah mengecek segala sumber informasi yang ada. Sementara itu, Rektor UAJY mengatakan bahwa kampus mempersilahkan mahasiswa untuk mengikuti aksi tersebut dan tidak ada skorsing yang akan mereka dapatkan. “Biarkan saja, kami tidak akan menskorsing mereka. Sejauh tujuannya baik, tidak merusak kami tidak apa-apa, tapi kalau sudah merusak, ranahnya sudah kepolisian karena merupakan tindakan kriminal. Isu-isu akan diskors itu tidak ada,” ujarnya. Beliau juga menegaskan bahwa pihak kampus tidak bisa mengontrol dan memberikan perlindungan terhadap mahasiswa yang mengikuti Aksi Gejayan Memanggil karena aksi tersebut dilakukan di luar kampus dan pihak kampus juga tidak mengetahui siapa saja yang berangkat ke sana. Mahasiswa diharapkan menjaga diri masing-masing.

Kampus sebagai Wadah dalam Menyampaikan Aspirasi Ketika Aksi Gejayan Memanggil diinfokan akan dilakukan di Yogyakarta, beberapa universitas kemudian gencar memberikan himbauan secara resmi kepada mahasiswanya untuk tidak mengikuti aksi tersebut. Meskipun begitu, kampus tetap menyediakan wadah untuk

5 | Teras pers


LIPUTAN UTAMA : mahasiswanya yang ingin menyampaikan aspirasinya terhadap pemerintah. Seperti di beberapa universitas berikut : 1.Universitas Atma Jaya Yogyakarta

mampu berpikir kritis lagi ke depannya,” ujar Sherly Hindra Negoro. 2.Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Source : bemfisipuajy (Instagram)

Di beberapa fakultas UAJY, salah satunya Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FISIP UAJY menyelenggarakan diskusi publik pada tanggal 25 September 2019 dengan mengangkat tema “KPK: Kebiri Pemberantas Korupsi”. Pembicara dari diskusi publik ini, yaitu Suryo Adi Pramana yang mana merupakan salah satu dosen FISIP UAJY dan Oce Madril yang merupakan akademisi hukum tata negara. Diskusi publik tersebut terbuka untuk seluruh fakultas UAJY dan juga mahasiswa bebas dalam menyampaikan opininya serta aspirasinya. “Diskusi publik yang diadakan BEM ini sangat bagus, membuat mahasiswa yang sebelumnya tidak tahu menjadi tahu. Mahasiswa juga diajak untuk berdiskusi mengenai RUU KPK dan juga mahasiswa diberikan pengetahuan mengenai RUU KPK. Selain itu juga membuka ruang pengetahuan dan membuat mahasiswa 6 | Teras pers

Source : bemusdyk (Instagram)

Sama seperti BEM --FISIP UAJY, Universitas Sanata Dharma juga mengadakan diskusi publik yang diselenggarakan BEM Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Diskusi tersebut menggunakan tema “Diskusi Publik UU KPK” dan terbuka untuk umum namun dengan kuota yang terbatas. Pada tanggal 3 Oktober 2019 diskusi ini diadakan dengan mengundang tiga pembicara, yaitu Rusamala Aritonang dari Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia, Dr. Stanislaus Sunardi yang merupakan dosen Universitas Sanata Dharma, dan Oce Madril dari Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada. Menurut salah satu mahasiswa Universitas Sanata Dharma, Fakultas Sains dan Teknologi, Prodi Teknik Informatika, Bayu Restu Adji mengatakan, “Adanya diskusi publik membantu


liputan utama para mahasiswa Universitas Sanata Dharma dalam menyampaikan aspirasinya dan berdiskusi bersama mengenai UU KPK bersama para ahli yang tentunya menambah pengetahuan mahasiswa akan UU KPK.”

Ada Aksi Lain Selain Turun ke Lapangan Selaku Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Sherly Hindra Negoro memberikan pesan bahwa mahasiswa bebas untuk menyuarakan aksinya tetapi diharapkan kritis, tidak mencerna informasi secara mentah-mentah. “Mahasiswa tidak menyerap informasi secara mentah untuk langsung ikut. Kalau kita ikut dampaknya seperti apa, sih, untuk diri kita, untuk hal-hal yang ada di sekitar kita. Mahasiswa juga bebas untuk berpolitik dan menyuarakan haknya, akan tetapi harus disesuaikan dengan keadaan. Keadaan yang dimaksudkan adalah mahasiswa harus mengetahui bahwa tanggung jawab serta kewajiban sebagai mahasiswa adalah belajar. Aksi Gejayan Memanggil kemarin juga berlangsung pada hari Senin yang bersamaan dengan aktivitas perkuliahan.”

merupakan salah satu bentuk aksi protes mahasiswa yang disampaikan secara tepat dan juga cerdas. Beliau juga berharap Aksi Gejayan Memanggil tidak hanya menjadi opsi tunggal tanpa ada opsi lain yang diambil. “Sebagai dunia akademik, saya berharap aksi itu nantinya tidak hanya menjadi opsi tunggal. Ketika turun ke lapangan, ada aksi lain nggak yang akan dilakukan? Karena selama ini yang terjadi di lapangan yang ada hanya memantik saja, tanpa ada efek yang langsung mengena. Dengan adanya diskusi, judicial review, roadshow, koordinasi berbagai macam bidang kajian tidak hanya hukum tetapi juga sosial dan lain-lain kita bisa melihat sudut pandang lain terhadap suatu masalah. Jadi jangan sampai ketika ada opsi ini yang opsi lain tidak diambil, tidak produktif jadinya bagi perkembangan negara ini. “Wawasan tentang berpolitik kita itu tidak hanya di kelas saja walaupun ada mata kuliah itu. Tetapi kita mengundang pihak eksternal yang datang ke kita itu sebenarnya penting juga untuk menguji apakah betul aspek-aspek teoritis yang disampaikan saat perkuliahan relevan atau tidak. Kita jadi punya wawasan tentang isu-isu tersebut.”

Beliau juga mengatakan bahwa kampus tidak hanya bertanggung jawab ke mahasiswa tapi juga kepada orangtua. Beliau bercerita bahwa di grup ada banyak dosen yang menyampaikan bahwa banyak orangtua yang bertanya kepada para dosen mengenai apa sebenarnya sikap kampus terhadap gerakan ini. Menurutnya, hal ini sebagai bentuk kekhawatiran mereka, orangtua terkadang tidak yakin dengan anaknya maka lalu melakukan konfirmasi ke kampus. Menurut Wakil Rektor 3, Pupung Arifin, ada cara lain yang dapat dilakukan dalam mengekspresikan diri atau menyampaikan aspirasi selain mengikuti aksi demo. Beliau memberikan contoh seperti cara yang dilakukan Reza Aldo Fagusta, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta yang mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi mengenai pasal dan UU Perdagangan. Hal tersebut menurutnya 7 | Teras pers


politik kita:

Menilik Kebijakan Kampus Mengenai COVID-19 Oleh: Yohanes Maharso Ilustrasi : Gisela Novenia Pada tanggal 2 Maret 2020 lalu, pemerintah pertama kali mengumumkan adanya dua orang di Indonesia yang positif terjangkit virus corona. Sampai saat ini, jumlah orang yang positif COVID-19 terus meningkat dengan signifikan. Bertambahnya jumlah kasus positif virus tersebut membuat banyak pihak membuat kebijakan untuk melakukan antisipasi terhadap pandemi COVID-19 ini. Universitas Atma Jaya Yogyakarta merupakan salah satu universitas yang menanggapi pandemi ini dengan membuat kebijakan terkait upaya mengantisipasi penyebaran virus COVID-19. Kebijakan Universitas Atma Jaya Yogyakarta terdapat dalam Surat Edaran Rektor Nomor 82/In/R tentang Antisipasi Penyebaran COVID-19 di Lingkungan UAJY. Dalam surat edarannya, Rektor UAJY, Prof. Ir. Yoyong Arfiadi menegaskan seluruh kegiatan pembelajaran UAJY untuk semester genap ini dilakukan secara online. Terkait dengan kebijakan ini, Bambang Kusumo Prihandono,S.Sos., MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UAJY menjelaskan secara rinci kepada awak Teras. Ia menjelaskan bahwa kebijakan ini merupakan sikap preventif yang dilakukan oleh UAJY dalam mengantisipasi penyebaran virus COVID-19 “Kebijakan ini dibuat untuk mengantisipasi penyebaran COVID-19 di lingkungan UAJY. Artinya, kebijakan ini sifatnya preventif. Universitas berusaha untuk menanggapi COVID-19 ini dengan cepat dan tepat,” tuturnya. Ia juga menegaskan bahwa kebijakan ini dibuat secara matang dengan mempertimbangkan berbagai hal. Selain itu, kebijakan ini juga dinilai sesuai dengan anjuran WHO dan pemerintah. “Kebijakan terkait COVID 19 ini kami pertimbangkan berdasarkan banyak aspek,

8 | Teras pers

dan sesuai dengan himbauan WHO, pemerintah pusat melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, serta pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta.” Bambang menyatakan bahwa kebijakan ini sebenarnya sebagai wujud nyata UAJY dalam menerapkan salah satu nilai utama yang dijunjung oleh UAJY yaitu humanis. Universitas mengutamakan keselamatan civitas akademika UAJY. Menurutnya, keselamatan jiwa civitas akademika UAJY lebih penting dibandingkan berbagai hal lain yang masih bisa ditunda pelaksanaannya. “Selain mengikuti anjuran WHO, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah, kebijakan ini dibuat karena kami mengutamakan kemanusiaan. Keselamatan jiwa civitas akademika UAJY lebih penting daripada banyak hal yang sebenarnya masih bisa ditunda. Kami menjamin kesehatan dari seluruh civitas akademika Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Ini juga wujud nyata atau penerapan konkret dari salah satu pilar UAJY yaitu humanis ,” tegas Bambang. Bambang juga menyampaikan bahwa kebijakan ini tidak akan optimal bila tidak ada kerjasama antara seluruh civitas akademika Universitas Atma Jaya Yogyakarta. “Kebijakan ini butuh


politik kita kerjasama dari berbagai pihak, tidak bisa dari universitas saja, semua harus ikut mendukung.” Terkait dengan penerapan kebijakan universitas, masing-masing fakultas menerjemahkannya dengan membuat kebijakan konkret yang sesuai dengan keadaan di fakultas masing-masing. “Kebijakan ini sudah diterjemahkan oleh masingmasing fakultas. Saya selaku Dekan FISIP sendiri telah mengeluarkan edaran yang berkaitan dengan proses belajar mengajar, dan kegiatan kemahasiswaan. Harapannya semua merespon dengan baik,”jelasnya. Kebijakan ini menimbulkan beragam tanggapan yang muncul dari mahasiswa. Beberapa mahasiswa menanggapi kebijakan ini dengan positif, tetapi ada juga beberapa mahasiswa yang merasa kecewa terutama dalam kebijakan mengenai kegiatan kemahasiswaan. Kekecewaan ini terutama dirasakan oleh mahasiswa yang terlibat dalam beberapa kepanitiaan yang telah mempersiapkan acara sejak beberapa bulan sebelumnya. Hal ini dituturkan oleh Annisa Rahmatian, mahasiswi Ilmu Komunikasi angkatan 2017, selaku ketua panitia Call For Research Competition 2020. “Saya pribadi dan teman-teman dalam kepanitiaan Call For Research Competition tentu merasa kecewa. Beberapa teman merasa apa yang sudah dipersiapkan sia-sia. Acara ini sudah dipersiapkan jauh-jauh hari dan telah menguras banyak tenaga dan materi.” Dalam menanggapi kekecewaan mahasiswa terkait kegiatan kemahasiswaan, Bambang selaku dekan FISIP merasa hal ini wajar. Akan tetapi, yang lebih penting menurutnya, fakultas tidak tinggal diam. Fakultas melalui Wakil Dekan 3 FISIP UAJY, memberikan solusi untuk kegiatan-kegiatan kemahasiswaan yang batal dilaksanakan. “Ini demi kebaikan semua. Kita coba bandingkan, beberapa kegiatan lain bahkan pada tinggal internasional pun dibatalkan. Kegiatan dibatalkan tentu lebih baik daripada menanggung resiko yang lebih tinggi. Fakultas juga memberikan solusi dengan menyiapkan kompensasi jika ada kerugian yang ditimbulkan dari pembatalan ini,”jelas Bambang. Terkait

dengan

solusi

yang

diberikan

kampus tentang kegiatan kemahasiswaan juga dibenarkan oleh Mikha Azarya, mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan 2018, selaku Ketua Panitia Comminfest 2020. Ia membenarkan bahwa pihak fakultas memberikan kompensasi dan tawaran-tawaran kepada beberapa kepanitiaan yang telah mempersiapkan acara sejak jauh-jauh hari. “Kampus memberikan solusi. Sebenarnya, kampus merekomendasikan untuk menunda kegiatan lomba Comminfest ini, atau mengubah bentuk lomba ini menjadi online. Tetapi, dari mata lomba merasa keberatan, dan akhirnya diputuskan untuk dibatalkan,” terang Mikha. Berlainan dengan beberapa mahasiswa yang merespon negatif terhadap kebijakan mengenai COVID-19, beberapa mahasiswa justru memberikan apresiasi. Salah satu mahasiswa yang memberikan apresiasi terhadap kebijakan ini adalah Christian, mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan 2019. Ia merasa kebijakan ini sudah sangat tepat, meskipun ada banyak kekurangan, namun universitas dengan cepat dan tepat menanggapi kekurangan yang ada. “Saya mengapresiasi langkah universitas dalam menyikapi pandemi COVID-19. Sangat cepat dan tepat. Meskipun ada kekurangan, seperti situs kuliah yang sering error, dan dosen yang belum mampu adaptif dengan teknologi, Universitas merespon dan memberikan solusi yang baik,” jelas Christian kepada awak Teras. Berbagai fasilitas yang memudahkan mahasiswa dalam menjalani kuliah online juga berusaha disediakan oleh universitas dengan bekerjasama dengan pihak lain, misalnya memberikan kuota gratis telkomsel, XL, dan indosat. “Universitas juga bekerja sama dengan beberapa provider dengan memberikan kuota gratis. Ini sangat membantu saya dalam kuliah online,” tambah Christian. Selain itu, menurutnya universitas juga sudah sangat baik dalam melakukan sosialisi mengenai kebijakan dan solusi yang diberikan sebagai dampak dari kebijakan tersebut. “Saya sangat terbantu dengan sosialisasi dari universitas melalui media sosial. Menurut saya, sosialisasi ini sangat baik dilakukan, agar mahasiswa dapat memahami kebijakan atau solusi yang diberikan kampus,” terangnya.

9 | Teras pers


litbang :

Aksi Gejayan Memanggil Curi Perhatian, Mahasiswa UAJY Dimana? Oleh : Maria Deianeira E dan Vinka Kristy A. Beberapa bulan yang lalu, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan perilaku pemerintah, tepatnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang dianggap asal-asalan. Munculnya Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang telah dirumuskan bersama ternyata meresahkan masyarakat Indonesia. Berbagai penolakan mewarnai beberapa daerah di Indonesia, salah satunya Yogyakarta. Yogyakarta terkenal sebagai kota pelajar, yang 80% penghuninya berstatus sebagai mahasiswa. Aksi Gejayan Memanggil merupakan salah satu gerakan mahasiswa di Indonesia yang berhasil mencuri perhatian masyarakat dan pemerintah tentunya. Aksi ini digelar sebanyak tiga kali, yaitu pada tanggal 23 September 2019, 30 September, dan 9 Maret 2020. Dua aksi pertama berisi tentang ketidaksetujuan mahasiswa terkait Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), sementara aksi ketiga berisi tentang penolakan mahasiswa terhadap kebijakan omnibus law yang direncanakan pemerintah. Ketiga aksi ini diikuti oleh mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang ada di Indonesia. Selain menyuarakan aksinya di jalanan, Gejayan Memanggil juga menyuarakan suaranya lewat media sosial, yaitu Instagram, dimana akun tersebut hingga saat ini telah memiliki 24.000 pengikut. Pada kesempatan kali ini, awak Teras melakukan survey terhadap mahasiswa UAJY mengenai tanggapan dan partisipasi mereka dalam Aksi Gejayan Memanggil. Partisipasi mahasiswa dalam aksi ini merupakan suatu pengalaman penting yang dapat diulik diluar sikap kampus menyikapi aksi 10 | Teras pers

ini. Mengingat pihak kampus memperbolehkan mahasiswa UAJY untuk mengikuti aksi tersebut dengan tidak menggunakan apapun atribut kampus. Awak Teras berhasil mengumpulkan data dari 56 responden yang diambil mulai dari bulan Desember 2019 hingga Maret 2020. Berdasarkan data yang ada, presentase mahasiswa UAJY yang mengikuti Aksi Gejayan Memanggil pada bulan September 2019 cukup kecil yaitu sebanyak 19,6%, sementara pada Aksi Gejayan Memanggil bulan Maret 2020 presentase mahasiswa yang mengikuti 1,8% dari jumlah total responden. Perbedaan yang cukup signifikan ini didasarkan pada beberapa alasan diantaranya, kegiatan tersebut dinilai bukan sesuatu yang mendidik dan hanya menghabiskan waktu serta tenaga, memprioritaskan kuliah, serta kegiatan tersebut mengganggu pengguna jalan dan masih banyak cara lain yang bisa dilakukan untuk berpartisipasi dan menyuarakan aspirasi masyarakat. Sementara itu, sebanyak 78,6% mengetahui adanya Aksi Gejayan Memanggil susulan yang terjadi pada bulan Maret 2020. Berdasarkan presentase ini, dapat dilihat bahwa aksi tersebut menyita perhatian publik, namun mahasiswa UAJY tidak banyak yang terlibat secara aktif dalam aksi tersebut. Hal ini terbukti dalam presentase yang sangat kecil yaitu hanya sebesar 1.81% dari total 56 responden. Tidak hanya melakukan survey, Awak Teras juga berhasil melakukan wawancara dengan beberapa mahasiswa terkait dengan partisipasi mahasiswa dalam Aksi Gejayan Memanggil. Gabriella Theovilia Soukotta yang akrab disapa


litbang Gaby merupakan mahasiswi program studi Hukum angkatan 2018 mengatakan bahwa ia mengetahui adanya Aksi Gejayan Memanggil ketiga pada tanggal 9 Maret 2020. Ia mengetahui aksi tersebut dari group chat LINE Fakultas Hukum. Ia sendiri tidak mengikuti Aksi Gejayan Memanggil sejak pertama aksi ini dilangsungkan. Menurutnya, sebagai seorang mahasiswa tidak perlu mengikuti aksi-aksi seperti itu, saat ini protes dapat dilakukan dalam bentuk apa saja salah satunya via online. Mahasiswa bisa melakukan penolakan salah satunya dengan membuat petisi online kemudian disebarkan melalui platform yang mereka miliki dimana penyebarannya dapat dilakukan secara luas dan lebih menghemat waktu. Ia mengungkapkan bahwa sebenarnya aksi-aksi seperti Gejayan Memanggil memiliki kekurangan dan kelebihan. Kekurangannya yaitu aksi ini dapat mengganggu pengguna jalan serta menimbulkan kericuhan yang meresahkan masyarakat, sementara kelebihannya aksi tersebut berpotensi untuk diliput sehingga tidak menutup kemungkinan pemerintah untuk mengambil keputusan lebih cepat dari biasanya.

11 | Teras pers


SUDUT :

DIGITAL LIBRARY: FASILITAS BARU DARI KAMPUS Oleh: Ajeng Ayu

Perpustakaan merupakan bagian yang penting bagi setiap perguruan tinggi, karena di sana terdapat buku yang akan menambah wawasan mahasiswa. Begitu pula dengan Universitas Atma Jaya Yogyakarta yang memperhatikan pentingnya kehadiran perpustakaan. Perpustakaan Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) terletak di Kampus 1 Gedung Santo Alfonsus dan kampus 4 UAJY Gedung Bunda Theresa atau dikenal dengan kampus FISIP UAJY. Perpustakan UAJY yang berada di Kampus 4 Babarsari terdiri dari tiga lantai ditambah dengan lantai basement. Lantai basement terdapat ruang buku referensi di mana mahasiswa dapat mencari referensi buku sesuai bidang masing-masing meskipun buku yang ada di ruang literasi tidak dapat dipinjam. Selain ruang literasi ada ruang untuk membuat skripsi,

12 | Teras pers

ruangan ini biasanya dipenuhi oleh mahasiswamahasiswi ahkir yang sedang berjuang dengan skripsinya. Ada pula ruang audiovisual yang dilengkapi dengan beberapa komputer di sana. Jadi, apabila kalian memiliki tugas dan lupa tidak membawa laptop tidak usah khawatir karena di ruang audiovisual ini ada komputer yang boleh kalian pinjam. Sementara itu lantai satu dan dua perpustakaan diisi dengan rak-rak buku serta beberapa ruang diskusi mahasiswa. Di sana juga disediakan komputer untuk mencari buku apa yang kalian butuhkan, jadi kalian tidak akan kesulitan ketika akan meminjam buku. Kata perpustakaan erat dengan buku dan kesan yang membosankan, namun rasa bosan tidak akan kalian rasakan jika berkunjung ke perpustakan UAJY Kampus 4 sebagai digital library. Perpustakaan


SUDUT

ini di desain secara unik dan modern yang tentunya akan membuat mahasiswa nyaman belajar di perpustakaan. Selain basement, lantai satu, dan lantai dua, UAJY baru saja membuka lantai tiga sebagai digital library. Digital library yang berada di lantai tiga perpustakaan sangat menarik untuk dikunjungi, bahkan tempatnya estetik dan tidak kalah dengan kafe-kafe di luar sana. Fasilitas yang ditawarkan cukup beragam seperti tiga ruangan diskusi yang dilengkapi dengan TV touchscreen, AC, spiker, serta tempat duduk yang nyaman dengan begitu mahasiswa akan lebih betah ketika berdiskusi. Selain itu ada Clinic Station bentuknya seperti tabung dan menariknya di dalamnya terdapat TV touchsreen yang terhubung dengan internet. Selain dua ruangan tersebut terdapat bangku dan meja yang dilengkapi dengan stopkontak. Selain itu lagi-lagi buat kalian yang lupa membawa laptop, perpustakaan memberikan fasilitas peminjaman iMac di lantai tiga. Untuk ruang diskusi dan juga peminjaman iMac sangat mudah kalian cukup ke bagian information desk yang ada di lantai tiga dan bilang, deh, kalau mau meminjam ruangan atau iMac. Cukup menggunakan kartu mahasiswa kamu dapat menikamati fasilitas yang disediakan di digital library. Mahasiswa Universitas Atma Jaya pun menyambut dengan antusias atas dibukanya lantai tiga sebagai digital library, salah satunya ada Stephanie Yockey yang merupakan mahasiswa Ilmu Komunikasi UAJY angkatan 2018. Menurut Yockey, “Perpustakan lantai tiga itu nyaman buat japok (kerja kelompok) karena ada fasilitas yang disediakan, seperti ruang diskusi. AC di dalam perpustakaan juga nambah rasa nyaman buat belajar dan berdiskusi bersama di perpustakaan. Cara

peminjaman ruangan juga mudah dan nggak ribet.� Selain dari pengunjung, menurut Angel sebagai student staff di perpustakaan UAJY memapaparkan, “Pengunjung perpustakaan bertambah setelah dibukanya digital library lantai tiga. Ruang diskusi juga selalu penuh dipinjam oleh mahasiswa.� Hal ini menandakan bahwa tujuan pembukaan digital library tercapai banyak mahasiswa yang merasa nyaman berdiskusi dan belajar bersama di perpustakaan. Nah, tunggu apa lagi, yuk, segera kunjungi perpustakan UAJY!

13 | Teras pers


djendela rana:

Bienalle 2019: Pergelutan Asia Tenggara atas “Pinggiran” Oleh : Agatha Tasya & Paulina Irena Pameran ini merupakan sebuah pertunjukan hasil karya para seniman Indonesia yang bekerjasama dengan seniman di Asia Tenggara dan diselenggarakan oleh Yayasan Biennale Yogyakarta. Pameran ini sendiri diselenggarakan di lima tempat, yakni Taman Budaya Yogyakarta, Jogja Nasional Museum, Kampung Jogoyudan, Helutrans Art Space, dan PKKH UGM. Karya-karya yang mereka buat merupakan ungkapan rasa mengenai isu-isu pinggiran. Isu-isu pinggiran yang didalami melalui pertunjukkan karya seni ini terdiri atas beberapa hal. Pertama, isu pinggiran yang dikaitkan dengan cara pandang subjek-subjek pinggiran terhadap kawasan Asia tenggara dan dunia global. Kedua, pinggiran sebagai sarana untuk memahami kondisi saat ini mengenai kekuasaan yang pada kasusnya terdapat kelompok penindas dan yang ditindas. Ketiga, yakni pentingnya untuk kita dapat memhami konflik atau apa yang terjadi pada mereka yang disebut “Pinggiran”. “Para seniman memilih isu pinggiran karena masih banyaknya perlakuan tidak adil pada kalangan masyarakat yang kurang mampu. Kemudian, masih banyaknya orang-orang yang menganggap bahwa negara-negara di Asia Tenggara seperti Vietnam dan Timor Leste merupakan negara yang belum mampu dan menganggapnya sebagai ‘Pinggiran’,”jelas Wulan sebagai panitia penyelenggara kegiatan tersebut. Pada intinya, pameran ini dijadikan media untuk berbagi permasalahan yang sama di negara mereka melalui karya yang telah dibuat. Hal ini didukung dengan karya yang ditampilkan oleh seniman dari Indonesia yang memperlihatkan karyanya dengan makna bahwa Indonesia bukan negara pinggiran. Melainkan negara khatulistiwa yang memiliki banyak kekayaan.

14 | Teras pers

Wulan, sebagai salah seorang panitia dalam penyelenggaran Pameran yang diadakan di Taman Budaya Yogyakarta mengungkapkan bahwa seniman yang ikut dalam acara ini terdiri atas banyak negara di Asia Tenggara, seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, Myanmar, Timor Leste, dan terutama Indonesia. Akan tetapi, pada Pameran Bienalle 2019 ini yang diselenggarakan di Taman Budaya Yogyakarta, negara yang paling dominan dalam menampilkan hasil karyanya yakni negara Thailand, Vietnam, dan Myanmar. Pameran ini dilaksanakan pada 20 Oktober - 30 November 2019. Pameran ini diadakan setiap dua tahun sekali. Tidak hanya pertunjukkan hasil karya yang ada di sini, melainkan juga ada fasilitas bermain untuk anak-anak. Pengunjung juga berasal dari berbagai kalangan. Dari yang usia muda hingga usia tua. Devi, sebagai salah satu pengunjung mengatakan bahwa ia senang atas terselenggaranya pameran ini. Karena ia sebagai mahasiswa seni bisa mendapatkan banyak inspirasi atas karya-karya yang telah dibuat oleh seniman yang berasal dari berbagai negara di Asia Tenggara.

Paulina Irena Hasil karya salah satu seniman dari Asia Tenggara yang dibuat melalui media tikar.


djendela rana

Agatha Tasya Berbagai wujud karya seni para seniman, dari yang digantung hingga yang berasal dari media jerami. Agatha Tasya Hasil karya seniman yang ditempel di dinding menunjukkan gambaran keadaan negara Asia Tenggara yang dikaitkan dengan isu Pinggiran. Maka dari itu, gambar yang tampak yakni penduduk yang sedang berjualan.

Paulina Irena Terdapat Kids Corner yang dilengkapi buku-buku dan beberapa alat tulis untuk anak-anak bersantai sejenak.

15 | Teras pers


SEKITAR KITA:

GAMPLONG: DARI MASYARAKAT UNTUK MASYARAKAT Oleh : Inezia Zoe Foto : Agatha Tasya

Bagi Anda para pecinta industri film di Indonesia atau bahkan pecinta sastra, mungkin sudah tidak asing dengan nama “Bumi Manusia” ini. Jelas tidak, Bumi Manusia merupakan judul salah satu penulis ternama di Indonesia, yaitu Pramoedya Ananta Toer. Novel yang pada masa orde baru dilarang peredarannya ini, akhirnya diangkat menjadi sebuah film oleh Hanung Bramantyo dengan judul yang sama. Hanung Bramantyo menggandeng Iqbaal Ramadhan dan Mawar Eva de Jongh sebagai pemeran utama dalam film ini. Ada pepatah mengatakan, “tak kenal, maka tak sayang,” untuk mengetahui seluk beluk pembuatan film ini, video-video behind the scenes pun diunggah oleh Falcon Pictures ke dalam akun YouTube mereka, sehingga dapat ditonton oleh masyarakat luas. Tapi apakah Anda juga tahu jika pengambilan gambar film ini diambil di Yogyakarta? Film Bumi Manusia ini, diproduksi di Yogyakarta,

16 | Teras pers

tepatnya di Studio Alam Gamplong. Studio ini awalnya dimiliki oleh Mooryati Soedibyo, selaku Presiden Direktur Mustika Ratu Group dan akhirnya dihibahkan kepada Bupati Sleman pada 15 Juli 2018. Studio ini telah menjadi latar tempat berberapa film lain selain film “Sultan Agung: The Untold Story” dan “Bumi Manusia”, salah satunya adalah film “Habibie Ainun 3”, yang baru saja dirilis pada tanggal 19 Desember 2019 lalu. Studio Alam Gamplong ini tepatnya berada di Gamplong 1, Sumberrahayu, Moyudan, Dukuh, Sumberrahayu, Sleman, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Studio ini sekarang sudah menjadi salah satu tempat pariwisata yang dapat dikunjungi oleh masyarakat luas. Akses menuju ke studio ini pun sudah bisa dianggap baik, dikarenakan studio ini, lokasinya, sudah terdapat di peta-peta elektronik seperti Google Maps dan Waze. Jalan yang harus ditempuh pun juga sudah beraspal, sehingga tidak menyusahkan masyarakat untuk pergi ke sana.


SEKITAR KITA

Biaya yang dikenakan pun untuk masuk ke dalam studio ini juga merupakan biaya sukarela. Akan tetapi, jika Anda ingin menggunakan kamera profesional atau kamera selain kamera telepon genggam Anda, Anda harus menggunakan kartu izin terlebih dahulu yang dikenakan biaya Rp10.000,00 saja. Salah satu tempat wisata yang paling banyak dikunjungi oleh masyarakat merupakan Rumah Anneliese, yang dijadikan sebagai museum di sana. Dengan biaya tambahan Rp10.000,00 lagi, Anda dapat menghabiskan waktu selama 30 menit di dalam museum tersebut. Di dalam Studio Alam Gamplong ini juga terdapat sebuah restoran yang menggunakan salah satu tempat set dalam film Bumi Manusia, yaitu Warung Nyai Ontosoroh dan dengan latar tempat shooting yang sama persis seperti di dalam film, sehingga masyarakat dapat ikut menapak tilas proses pembuatan film ini sendiri.

Studio ini boleh digunakan secara bebas oleh masyarakat,�tutur salah seorang pekerja di Studio Gamplong yang menjaga Rumah Anneliese. Para pekerja lainnya juga menambahkan bahwa studio ini boleh digunakan sebagai setting film tugas kuliah oleh mahasiswa dan lainnya. Akan tetapi, untuk shooting “besar�, misalnya untuk lokasi shooting acara televisi, Anda diharuskan meminta izin pada pihak dari Studio Alam Gamplong ini terlebih dahulu dengan memasukan surat atau proposal mengenai detail acara dan lain-lain. Studio ini menyediakan beberapa latar tempat yang beragam seperti adanya latar tempat perkotaan, pedesaan, hingga ada properti-properti yang dapat digunakan oleh masyarakat, yaitu gerbong kereta api yang benar-benar bisa berjalan di atas rel yang disediakan. Dengan membayar Rp5.000,00, Anda dapat menaiki kereta tersebut dan merasakan diri Anda menjadi bagian dari film Bumi Manusia ini. Keunikan lainnya dari Studio Alam Gamplong ini sendiri adalah bahwa para pekerjanya, dimulai dari penjaga parkir, penjaga loket, penjaga museum, hingga pengurus restoran di sana, semuanya berasal dari masyarakat sekitar. Semua proses pengelolaan dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar Studio Alam Gamplong ini. Nah, kapan nih kalian dan teman-teman berkunjung ke sana?

17 | Teras pers


seni budaya :

PEKAN BUDAYA DIFABEL 2019: TITIK BALIK LINGKUNGAN INKLUSI DI YOGYAKARTA Oleh: Immanuella Devina F. Sihaloho Foto: Paulina Irena

Tanda Pekan Budaya Difabel 2019 di depan Gedung Societet. (19/11)

Salah satu keistimewaan dari Daerah Istimewa Yogyakarta adalah posisinya yang berada di persilangan budaya dan keberagaman. Hal ini pun menuntut diciptakannya konsep lingkungan inklusi. Lingkungan inklusi sendiri dimaknai sebagai sebuah pendekatan untuk membangun lingkungan yang semakin terbuka bagi siapa saja. Salah satu pemenuhan lingkungan inklusi adalah melalui pemenuhan hakhak penyandang disabilitas. Oleh karena itu, sebagai perpanjangan tangan pemerintah, Dinas Kebudayaan (Khundang Kabudayaan) Daerah Istimewa Yogyakarta mengadakan acara “Pekan Budaya Difabel 2019.”

18 | Teras pers

Acara “Pekan Budaya Difabel 2019” diadakan dari tanggal 16-20 November 2019. Acara ini diadakan di Gedung Societet, Taman Budaya Yogyakarta. Pekan Budaya Difabel adalah pengembangan dari “Jambore Difabel” yang telah diadakan oleh Dinas Kebudayaan DIY sejak tahun 2016 sampai 2018. Pada tahun ini, tema yang diangkat adalah “Turning Point” atau titik balik. Menurut pemaparan Depatya Wikantri Asari, sebagai sekretariat Pekan Budaya Difabel 2019, kegiatan ini diharapkan menjadi titik balik demi terwujudnya lingkungan inklusi bagi difabel di Yogyakarta. “Kegiatan ini diharapkan mampu menyadarkan masyarakat umum untuk tidak merendahkan dan mau menghormati teman-teman difabel. Hasil karya mereka di sini menjadi bukti bahwa teman-teman difabel mampu menghasilkan sesuatu yang bagus,” jelas Depatya. Acara dalam sepekan tersebut diisi dengan kegiatan yang beragam. Melalui tema yang ada, diadakanlah beragam workshop yang berbeda setiap harinya, seperti workshop parenting, workshop pemasaran untuk difabel yang mandiri, workshop tari, workshop Art Therapy, dan workshop bahasa isyarat. Tidak hanya mendapatkan ilmu melalui workshop, pengunjung juga mendapatkan cerita dari teman difabel melalui Seminar dan Launching Buku “Turning Point” dengan tema “Menciptakan Titik Balik Menuju Budaya Inklusi.” Daily performing dari teman-teman difabel juga turut dihadirkan, mulai dari Bawayang yang menampilkan beatbox dan pantomim oleh temanteman tuna wicara, pertunjukan tari dari Nalitari, pertunjukan dance dan aransemen lagu oleh Arif One Leg bersama dengan Ari WVLV, sampai Puser Bumi

Workshop Art Therapy oleh MOEKTI. (19/11)


seni budaya Yaketunis. Semua pertunjukkan ini dapat disaksikan secara gratis, termasuk pertunjukkan spesial pada 20 November 2019 yaitu Operet “Jalan Menuju Cahaya”. Pengunjung hanya perlu mengambil tiket pada pukul 16.00 atau 19.30 untuk menonton Operet. Selain itu, pengunjung akan melihat pameran produk kreatif yang diproduksi atau dibuat langsung oleh teman-teman difabel. Totalnya sepuluh produk personal dan lima produk dari lembaga. Produk kreatif tersebut diantaranya ada batik, lukisan, rajutan, tas, keripik tempe, salad buah, wedang, dan madu murni. “Sebelum kegiatan ini dimulai, kami membuka pendaftaran untuk promosi produk sampai 14 November 2019. Teman-teman difabel hanya perlu mengisi form serta mengantarkan produknya ke sini. Mereka senang karena produk mereka laku dan kami di sini menjaga produk mereka,” jelas Okta selaku Koordinator Produk Pameran. Selain produk kreatif, di sana juga terdapat layanan reparasi kursi roda dan pameran alat bantu difabel.

pemahaman tentang lingkungan inklusi dan difabel, Lintang Kirana Anindya Jata, salah satu difabel daksa, bersyukur dengan adanya acara ini. Lintang adalah salah satu penulis dari buku Turning Point, yaitu buku yang menceritakan difabel dan ditulis dari berbagai pihak seperti wartawan, pengamat pendidikan, dan orangtua dengan anak difabel. Lintang melihat bahwa kegiatan ini membantu menunjukkan potensi dari teman-teman difabel. “Ada difabel yang bisa membuat kopi. Ada juga difabel yang bisa melukis. Kegiatan ini memberikan ruang bagi kami serta menunjukkan bahwa sebenarnya kehidupan kami sama saja seperti orang normal lainnya, hanya saja kami memiliki limit tertentu,” ujar Lintang.

Dinas Kebudayaan juga melakukan kolaborasi dengan beberapa lembaga untuk membantu acara menjadi aksesibel dan menunjang kegiatan ini. Lembaga-lembaga tersebut di antaranya SLB Yaketunis, REHAB CRAFT, CUPABLE, Lembaga UCP, Pusat Rehabilitasi YAKKUM, OHANA, SAPDA (Sentra Advokasi Perempuan, Difabel, dan Anak), SIGAB Indonesia, CIQAL, dan IVAA (Indonesia Visual Art Archive). “Kolaborasi ini membantu teman-teman difabel untuk mendapatkan akses, seperti rem dan adanya toilet untuk difabel,” ujar Depatya. Acara dalam sepekan ini mendapatkan respon positif dari pengunjung karena membantu mengedukasi pengunjung tentang difabel. Awak Teras sempat bertanya kepada dua mahasiswa pengunjung acara ini. “Kegiatan ini menarik. Di sini kami bisa belajar bahasa isyarat. Ternyata bahasa isyarat itu ada dua macam, bahasa isyarat dengan satu tangan lalu yang dua tangan,” tutur Iki (25). Mereka juga berharap bahwa kegiatan seperti ini semakin banyak sehingga bisa mengedukasi masyarakat. “Pekan Budaya seperti ini sudah hampir punah dan jarang diminati untuk anak muda. Acara ini dapat membantu mengenalkan kita dengan teman-teman difabel,” ujar Brilly (25).

Lintang yang sedang menghadiri Pekan Budaya DIfabel 2019 (19/11)

Respon positif pun tak ketinggalan diberikan oleh teman-teman difabel. Melihat kurangnya

19| Teras pers


SOSOK :

Rizky Kuncoro Manik: Saya Ingin Melestarikan Budaya Jawa Oleh : Daniel Kalis

Rizky bersama kakeknya, Mbah Suyat. (4/12)

Berbicara mengenai Keraton Yogyakarta, tidak bisa dilepaskan dari sosok abdi dalem. Mereka adalah orang-orang yang mengabdikan dirinya kepada Keraton. Abdi dalem identik dengan orang-orang yang sudah berusia lanjut, jarang ditemukan anak muda yang rela mengabdikan diri kepada Keraton. Namun, di tengah krisis regenerasi yang melanda abdi dalem Keraton, munculah sosok anak kecil bernama Rizky Kuncoro Manik. Rizky Kuncoro Manik atau biasa disapa Rizky adalah seorang pembantu abdi dalem berusia 11 tahun. Nama aslinya adalah Rizky Al Faris, sedangkan nama Kuncoro Manik diberikan oleh adik Sultan, Prabu Jayakusuma saat dirinya masih balita. Saat ini Rizky bersekolah di SDN 1 Glagah. Sejak kecil, Rizky diasuh oleh kakeknya. Keinginannya untuk mengabdi kepada Keraton berasal dari dirinya sendiri.

20 | Teras pers

“Rizky ingin kesini itu kemauannya sendiri, dia bilang ke saya Pak aku ingin datang ke Keraton tetapi seperti Bapak pakai jarik, keris, kamus, timang, pranakan, iket, keris,� ujar Suyatimaan Cermo Wicara, kakek dari Rizky yang akrab disapa Mbah Suyat. Kecintaannya kepada Keraton dapat dipahami karena sejak kecil dirinya sudah diajari tata krama dan sopan santun dari kakeknya tersebut. Saat Rizky masih duduk dibangku taman kanakkanak (TK) hampir setiap hari dirinya berada di Keraton. Akan tetapi, semenjak anak yang lahir pada 27 Oktober 2008 ini menginjak bangku sekolah dasar (SD), dengan jadwal lima hari sekolah membuat dirinya hanya dapat pergi ke sana setiap hari Sabtu dan Minggu. Di Keraton, Rizky dan Mbah Suyat bertugas membantu di bagian pedalangan. Tugas yang ia lakukan seperti menjemur wayang, ngisis wayang,


SOSOK serta mengurus pakaian untuk wayang orang. “Si Rizky ini dia tidak pernah mengeluh ketika diminta membantu menata gamelan, mengangkat wayang, dan lain-lain,” ujar Mbah Suyat diiringi suara gamelan yang mulai dimainkan. Saat Keraton sedang mengadakan acara atau prosesi adat, Rizky pun turut serta di dalamnya. Contohnya ketika acara Grebeg Keraton, ia bersama kakeknya dan abdi

dalem lain ikut berjalan mengawal gunungan Grebeg dari Keraton ke Pakualaman tanpa alas kaki. Ia juga selalu hadir dalam acara Syawalan Abdi Dalem, Labuhan Merapi, dan masih banyak acara Keraton lainnya. Meski Rizky sudah dikenal banyak orang sebagai abdi dalem, tetapi ia tetap menjalankan aktivitas selayaknya anak SD pada umumnya. Setiap sore, ia sering bermain sepakbola dan bulutangkis di dekat rumahnya. Ia juga mengikuti les di sekolah tempatnya belajar. Hal menarik saat Rizky sudah beranjak SD ini adalah Mbah Suyat tidak lagi memboncengkannya dengan sepeda onthel seperti saat Rizky kecil dulu. Sekarang mereka menggunakan ojek daring ketika pergi ke Keraton. Meski sudah berpakaian sama seperti abdi dalem lainnya, Rizky belum bisa dibilang sebagai abdi dalem karena untuk menjadi abdi dalem, ia harus diwisuda terlebih dahulu. Namun meski belum resmi, sosoknya telah disambut baik oleh abdi dalem lain. Pengaruh lingkungan Keraton membentuk dirinya menjadi sosok yang sangat menjunjung tinggi sopan santun dan tata krama kepada siapa saja. Lingkungan Keraton jugalah yang membuatnya memiliki kepekaan seni tinggi terhadap kesenian Jawa. Di usia yang masih sangat muda, ia sudah hafal banyak tembang Jawa dan tokoh-tokoh pewayangan. Semua itu dilakukannya dengan tujuan untuk melestarikan budaya Jawa. “Saya suka berada di Keraton karena dapat melestarikan budaya Jawa dan saya juga bercita-cita menjadi seorang dalang dan penari,” ujarnya. Saat melakukan percakapan, seperti saat penulis mewawancara, dirinya juga selalu menggunakan bahasa Krama Inggil ketika menjawab pertanyaan. Berkat kepopulerannya, Rizky sudah sering diliput oleh media, bahkan ada media yang sampai membuntuti aktivitasnya selama satu hari penuh. Rizky mengaku jika dirinya sering diajak berfoto oleh wisatawan yang berkunjung ke Keraton. Tidak hanya itu, orang-orang terkenal juga pernah berfoto bersama anak yang gemar minum teh manis ini. Mbah Suyat lalu menunjukkan foto-foto yang dibawanya. Di antara foto-foto itu, ada foto Rizky dengan Omesh dan Pangeran Jayakusuma. Sebagai penutup, ia menyampaikan harapannya kepada cucunya itu, “Semoga ia bisa terus nguri-uri budaya Jawa,” ujarnya menutup percakapan kami siang itu.

Rizky bersama salah satu pemain gamelan yang ada di Keraton. (4/12)

21 | Teras pers


komunitas:

KOMUNITAS BAWAYANG JOGJA: pERTUNJUKAN DARI TEMAN-TEMAN TULI UNTUK KITA

Oleh : Marsha Bremanda Foto : Marsha Bremanda

Komunitas Bawayang (Bayangan Wayang) merupakan suatu komunitas yang menjadi wadah perkumpulan bagi teman-teman tuli yang ada di daerah Yogyakarta. Komunitas ini pada awalnya bernama Deaf Art Community yang didirikan pada tanggal 23 November 2018. Namun, karena pada saat itu DAC sedang tidak memiliki kegiatan apapun dan teman-teman tuli yang lain sibuk dengan kegiatan mereka sendiri, maka DAC pun dibubarkan. Para anggota senior DAC pun kemudian berkumpul dan mendiskusikan untuk membentuk komunitas serupa agar teman-teman tuli yang berada di Yogyakarta memiliki tempat untuk saling berbagi cerita. Maka, terbentuklah komunitas Bawayang ini yang disahkan pada bulan Februari 2019 yang memiliki beberapa kegiatan di antaranya ada Pertunjukkan Bayangbayang Wayang, teater, menari, bahasa isyarat, dan pantomin. Padepokan Senthong, Patehan, Alun-alun Kidul Yogyakarta pun menjadi tempat mereka berlatih untuk pertunjukan, sebagai tempat nongkrong dan kumpul-kumpul bagi teman-teman tuli. Alasan mengapa teman-teman tuli memilih untuk

22 | Teras pers

menampilkan pertunjukan seperti teater, menari, lalu ketrampilan berbahasa isyarat adalah karena mereka semua mempunyai passion dalam bidang tersebut. Mereka senang untuk memainkan suatu peran dan menari.

Pada 30 November 2019, Komunitas Bawayang menampilkan pertunjukan dengan judul “Rumah Impian� yang bertempat di Padepokan Senthong, Patehan, Alun-alun Kidul Yogyakarta. Pertunjukan ini dimulai pada pukul 20.00 WIB dengan jumlah penonton sekitar 30 orang. Teman-teman tuli


KOMUNITAS

menampilkan Pertunjukan Bayang-bayang Wayang yang menceritakan kisah lima lebah yang merupakan jelmaan dari lima anggota senior Bawayang itu sendiri. Diceritakan bahwa para lebah tersebut merasa bosan tinggal di rumah mereka sendiri, lalu mereka pun berkelana menuju tempat satu ke tempat yang lain untuk mencari mana tempat yang paling nyaman untuk ditinggali. Dalam pencarian tempat tersebut, ada yang merasa lelah karena tidak menemukan tempat yang diinginkan. Ada juga yang merasa kesal karena setiap kali mereka singgah, baru sebentar saja sudah merasa bosan. Banyak rintangan yang harus mereka hadapi dalam pencarian tempat tersebut. Hingga pada akhirnya mereka kembali ke rumah mereka sendiri dan sadar bahwa rumah merekalah tempat yang paling nyaman. Dari pertunjukkan tersebut memiliki pesan bahwa di manapun kita berada, senyaman apapun tempat yang sedang kita singgahi, tetaplah rumah kita sendiri yang paling nyaman. Selain pertunjukan “Rumah Impian”, Bawayang juga menampilkan sebuah tarian yang ditarikan oleh teman-teman tuli dengan diiringi alunan beatbox dari komunitas BEJO (Beatboxing Of Jogja). Hal ini cukup menarik perhatian penonton karena temanteman tuli menari dengan iringan beatbox tersebut, sedangkan mereka tidak bisa mendengar alunan musiknya. “Memang kami (teman-teman tuli) tidak dapat mendengar alunan musiknya, tapi kami dapat merasakan getaran musik itu ada. Ini yang menjadikan kami istimewa,” kata Wahyu, selaku Ketua Komunitas Bawayang. Wahyu juga mengatakan, “Tari yang kami tampilkan memiliki pesan bahwa biasanya kami yang

tidak paham saat kalian berbicara, kini gantian kami yang membuat kalian tidak paham dengan bahasa kami. Apa salah kami di dunia ini. Kami juga dilahirkan dari dunia cinta. Kesempurnaan hanya untuk mereka yang bisa mendengar. Dan ketidaksempurnaan hanya untuk orang yang tidak bisa mendengar. Tapi mereka memiliki satu keyakinan yaitu mereka masih punya kelebihan yang tidak bisa dimiliki kita,” tuturnya. Menurut teman-teman tuli, terkadang mereka juga ingin dianggap “ada” dan tidak ditakuti oleh teman-teman yang normal. Hal tersebut karena pada kenyataannya, setiap teman-teman tuli mencoba untuk berinteraksi dengan teman-teman yang normal malah dijauhi dan ditakuti. Teman-teman tuli mengakui adanya rasa sedih atas perilaku tersebut. Pesan dari teman-teman tuli untuk teman-teman yang normal adalah ketika bertemu dengan teman-teman tuli, jangan pernah merasa takut dan menjauh. “Kami juga manusia yang ingin berinteraksi dengan sesama. Teman-teman tuli juga ingin dianggap ‘sama’ dengan teman-teman yang normal,” tambah Wahyu. Teman-teman tuli pun pada akhirnya menyampaikan pesan bahwa kita harus saling menghargai satu sama lain. Kita tidak boleh saling mengunggulkan diri kita. Ketika kita merasa bahwa diri kita sudah istimewa, ingat bahwa mereka (teman-teman tuli) lebih istimewa dibanding diri kita sendiri. Jangan menjauhi temanteman yang berbeda dengan kita, justru kita harus bisa merangkul dan mengajak mereka agar kita dapat saling melengkapi satu sama lain.

23 | Teras pers



Agatha Tasya

Pengunjung yang tampak mengamati hasil karya yang dibuat oleh seniman.



Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.