3 minute read

Indeks Prestasi Kumulatif, Penentu Masa Depan Mahasiswa?

Kurikulum pendidikan tinggi adalah perangkat yang ditetapkan untuk menjalani proses pendidikan. Berdasarkan Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 dalam pasal 35 ayat 1, kurikulum diartikan sebagai sebuah rancangan yang mengandung unsur capaian pembelajaran, penilaian, serta proses pembelajaran (Junaidi, dkk, 2020, h. 3). Salah satu tolak ukur penilaian dan capaian belajar seorang mahasiswa adalah indeks prestasi kumulatif atau biasa disingkat menjadi IPK. Indeks prestasi kumulatif dalam perguruan tinggi merupakan transkrip akademik dalam bentuk dokumen resmi institusi pendidikan tinggi dan sebagai bukti hasil capaian pembelajaran setiap mata kuliah (Junaidi dkk, 2020, h. 77). IPK menjadi tolak ukur keberhasilan mahasiswa dalam jenjang perkuliahan. Purwanto (dalam Hakam, dkk, 2015), mengatakan bahwa terdapat beberapa faktor internal maupun eksternal yang dapat memberikan pengaruh pada capaian belajar mahasiswa. Beberapa faktornya yaitu uang saku, usia, keterlibatan dalam organisasi, intensitas penggunaan internet, dan durasi belajar. Berdasarkan buku panduan penyusunan kurikulum pendidikan tinggi, IPK menyatakan hasil pencapaian pembelajaran lulusan program studi. Mahasiswa berprestasi akademik tinggi adalah mahasiswa yang memiliki indeks prestasi semester (IPS) lebih besar dari 3.5 dan memenuhi etika akademik (Junaidi, dkk, 2020, h. 58).

Sebagai sesama mahasiswa, kita tidak jarang mendengar atau bahkan melihat fokus utama mayoritas mahasiswa yaitu meraih angka IPK semaksimal mungkin. Hal tersebut tidak semata-mata bertujuan untuk menjadi lulusan terbaik atau lulus dalam waktu kurang dari 4 tahun saja. Namun nyatanya, masih banyak mahasiswa yang bertujuan meraih IPK maksimal agar mendapatkan pekerjaan yang menjamin hidupnya di masa depan. Menjadi pergulatan besar untuk menjawab, apakah IPK menjadi sangat penting dalam meraih pekerjaan yang menjamin hidup seseorang kelak? Tidak ada jawaban yang pasti akan hal itu dan tentu menjadi pertanyaan yang akan terus-menerus timbul dalam benak setiap mahasiswa.

Advertisement

Dalam pembahasan terkait seberapa penting IPK bagi mahasiswa, hal ini akan sangat bergantung pada diri setiap mahasiswa. IPK tentunya penting sebagai data pelengkap dari capaian akademik, tetapi bukan menjadi penjamin kesuksesan karir seseorang. Angka yang diakumulasikan, sangat bergantung pada faktor tertentu. Mahasiswa memiliki berbagai faktor pendukung dan penghambat dalam menjalani kehidupan akademik. Faktor yang secara langsung maupun tidak langsung inilah yang dapat memengaruhi tingkat motivasi belajar mahasiswa.

Tidak ada seorang pun yang bisa menjamin bahwa mahasiswa dengan predikat cumlaude dan IPK hampir sempurna akan menjadi sukses dalam dunia pekerjaan. Walaupun memang, masih banyak stigma dari generasi sebelumnya yang mempercayai bahwa IPK adalah jaminan untuk pekerjaan layak. Namun realitasnya kini, IPK hanyalah sebuah angka dari serangkaian proses yang sudah dilalui. Dunia pekerjaan dan industri lebih memerlukan sebuah skill yang bisa berguna di dunia kerja daripada hanya sekadar IPK semata.

IPK dapat dianalogikan seperti sebuah tiket masuk sebuah wahana. Untuk memasuki kawasan wahana dan menggunakan fasilitas yang ada diperlukan tiket masuk dengan harga yang beragam. Kemampuan seseorang membeli sebuah tiket pun bergantung pada uang yang dimiliki. Ketika seseorang mampu membayar tiket yang paling mahal, maka ia akan mendapatkan fasilitas yang lebih baik daripada seseorang yang membeli tiket dengan harga reguler.

Analogi di atas untuk menggambarkan kegunaan IPK dalam memasuki dunia kerja. Ia bukan sebagai penjamin kesuksesan akan masa depan, tetapi sebagai perangkat dokumen yang akan mempermudah jalan masuk ke dunia kerja. Ketika mahasiswa memiliki IPK yang tinggi serta kemampuan yang mendukung, maka perusahaan akan lebih mempertimbangkan hal tersebut. Demikian halnya, IPK dianalogikan sebagai uang membeli tiket untuk masuk dalam sebuah perusahaan. Semakin bermutu dan spesial kemampuan yang dimiliki, maka ia akan mendapatkan peluang kerja yang lebih baik. Tolak ukur tersebut akan menjadi salah satu faktor sebuah perusahaan mempertimbangkan keputusan untuk menerima lamaran kerja seseorang.

IPK digunakan sebagai bukti bahwa seorang mahasiswa mampu bertanggung jawab, layaknya bertindak sebagai pribadi yang berpendidikan. Dalam dunia kerja, IPK akan dilihat untuk mengetahui seberapa mampu seseorang bertanggung jawab atas tugasnya dan layak diberikan kepercayaan. Apabila pertanyaannya adalah, apakah IPK penting? Jawabannya tentu saja penting, tetapi bukanlah prioritas utama. Tolak ukur penting atau tidaknya sebuah IPK, sangat bergantung pada pribadi seseorang. Hanya saja, bagi sebagian orang akan jauh melihat seberapa besar skill yang dikuasai. Tidak melihat berdasarkan angka saja, tetapi kemampuan yang dapat diaplikasikan dalam dunia nyata terkhusus pekerjaan.

Pertanyaan besar pun akan timbul jika IPK yang dihasilkan tinggi, tetapi keahlian atau kemampuan yang dimiliki ternyata tidak berbanding lurus. Maka, kembali lagi pada pernyataan sebelumnya bahwa IPK sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Sebaliknya, seseorang dengan IPK yang lebih rendah bisa saja memiliki keahlian yang jauh lebih baik. Artinya, keahlian seseorang tidak bisa dibandingkan begitu saja dengan angka indeks prestasi yang diperolehnya. Pada akhirnya, IPK hanya berperan sebagai syarat normatif sebuah kelulusan, tanpa menjamin seberapa mampu mahasiswa mengaplikasikan pemahaman serta pengetahuannya dalam dunia kerja.

Argumentasi ini berkaitan dengan pernyataan Philia Wibowo, Managing Partner McKinsey Indonesia. Ia mengungkapkan bahwa akan terjadi peralihan dari tenaga manusia menjadi tenaga mesin, sehingga tenaga kerja Indonesia hendaknya mempersiapkan keterampilan baru untuk meraih peluang pekerjaan tersebut (CNN Indonesia, 2020). Sejalan dengan pernyataan tersebut, maka IPK bukan menjadi angka yang diprioritaskan dalam dunia kerja. Sebaliknya, keahlian yang dikuasailah yang menjadi penentunya. Angka dalam IPK hanya dili- hat sebagai seberapa tinggi motivasi belajar seorang mahasiswa.

Seseorang bekerja tentu dengan berbekal segala keahlian dan pemahaman yang dimilikinya. Dalam menghadapi tantangan digitalisasi saat ini, kemampuan dan keahlian menjadi alat tempur yang amat penting dibutuhkan. Memang menjadi perdebatan dan pertimbangan besar untuk meraih IPK maksimal atau secukupnya saja di masa kini. Namun, alangkah lebih baik mempelajari ilmu sebanyak-banyaknya dan memaksimalkan peluang untuk belajar mengaplikasikan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari. Berbekal keterampilan, menjadi peluang besar bagi seseorang untuk mempersiapkan diri dalam dunia pekerjaan. Bukankah lebih penting mengerucutkan fokus kegunaan pendidikan akademik pada tujuan kehidupan pekerjaan, dibandingkan fokus pada hasil capaian belajar yang didapatkan?

Penulis : Christophora Ivannia Yovita

Editor : Henrikus Harkrismoyo Vianney

Layouting : Jennifer Kakisina

This article is from: