| ME DI A |
Pers Mahasiswa,Riwayatmu Kini Pembungkaman pers mahasiswa (persma) di Indonesia terbanyak dilakukan oleh pihak rektorat universitas. Sedangkan isu pendidikan merupakan isu yang paling banyak diangkat oleh persma. Oleh: Sirojul Khafid
Siang itu, sekitar akhir April 2016, Lalu Bintang Wahyu Putra, Pemimpin Umum (PU) Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Poros Universitas Ahmad Dahlan (UAD) tidak sengaja berpapasan dengan Abdul Fadlil yang menjabat sebagai Wakil Rektor III UAD bidang Kemahasiswaan. Pada pertemuan singkat itu, Fadlil mengungkapkan kekecewaannya atas buletin yang diterbitkan Poros seminggu sebelumnya. Buletin yang dianggap mengecewakan itu mengangkat isu pembangunan gedung Fakultas Kedokteran (FK) UAD. Tertulis bahwa UAD belum siap membangun fakultas baru. Hal ini dilihat dari fasilitas umum mahasiswa yang masih belum terpenuhi secara baik. “Poros sekarang sudah dibekukan,” kata Bintang menirukan salah satu percakapannya dengan Fadlil. Pembekuan dilakukan secara lisan, tanpa Surat Keputusan (SK) pembekuan. Esoknya, Bintang berkunjung ke ruangan Fadlil untuk meminta penjelasan. Dalam pertemuan itu, tidak ada alasan jelas perihal alasan pembekuan Poros oleh pihak Rektorat UAD. Tidak ada juga keberatan dalam kerja jurnalistik yang Poros lakukan pada buletin. Keberatan lebih terhadap isu yang diangkat. Bahkan Poros sudah memberikan hak jawab kepada pihak rektorat UAD. “Rektorat sudah beberapa tahun yang lalu merencanakan pembangunan gedung FK. Takutnya dengan terbitnya buletin Poros tersebut, Kementerian Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi bisa membatalkan izin pengadaan FK yang sudah didapat,” tutur Bintang yang berperawakan tinggi dan berambut keriting. Dampak dari pembekuan secara lisan ini terasa dari kegiatan-kegiatan Poros yang terhambat. Salah satu contohnya perizinan Poros dalam melakukan kegiatan. Peminjaman ruang tidak diperbolehkan oleh Rektorat UAD. Bintang me ngatakan saat media lokal menanyakan hal ini kepada rektorat 116
UAD, mereka berdalih tidak ada SK pembekuan. “Memang secara administratif Poros tidak dibekukan. Namun secara kegiatan, Poros dibekukan,” papar Bintang. Kejadian Poros ini mendapat dukungan dari berbagai pihak seperti Aliansi Jurnalis Independen, Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia, Unit Kegiatan Mahasiswa UAD serta perseorangan baik dalam maupun luar UAD. Saat saya mengirim surat untuk mengklarifikasi hal tersebut, tidak ada respon dari pihak rektorat UAD. Pemimpin Redaksi Poros saat itu, Fara Dewi Tawainella, mencoba mengingat-ingat pembungkaman yang mereka alami tersebut. Fara menyatakan bahwa kemungkinan pembungkaman atas buletin yang mengangkat isu FK tersebut juga ada andil akumulasi kebencian karena Poros pada periode sebelumnya memang sering mengkritik kebijakan kampus. Namun Fara juga tak memungkiri bahwa kesalahan kerja jurnalistik yang pernah dilakukan pada pemberitaan sebelumnya. Berita Poros pernah ada yang tidak berimbang dan datanya tidak bisa dipertanggungjawabkan. “Dulu Poros kritiknya lebih banyak ke kampus, tapi sekarang mulai mengkritik di tataran mahasiswa juga. Solusinya sih lebih hati-hati lagi dalam penulisan, soalnya kadang reaksi datang cuman dari baca judulnya saja,” jelasnya sedikit menyarankan. Sama halnya dengan Poros, LPM Pendapa Tamansiswa Universitas Serjanawiyata Tamansiswa (UST) juga pernah dibekukan oleh pihak rektorat pada pertengahan November 2016. Pemberitaan dalam buletin Pendapa menjadi biang keroknya. Di akhir tahun 2015, Pendapa menerbitkan buletin dengan isu ditahannya akreditasi institusi program studi (Prodi) Pendidikan Matematika oleh Koordinator Perguruan Tinggi Swasta DIY yang menyebabkan para mahasiswa yang
HIMMAH Edisi 01/Thn.L /MEI 2017