12 minute read

pUSTAKA

Next Article
lAPORAN kHUSUS

lAPORAN kHUSUS

Eka, Perlawanan, dan Perempuan

Eka selalu menempatkan tokoh-tokoh dalam novelnya tentang manusia yang menghadapi sesuatu yang rumit dan menekan. Beberapa diwakilkan dengan suara perempuan.

Advertisement

Oleh: Nurcholis Ma’arif

Cantik Itu Luka

Tahun Terbit: 2004 Penerbit: Gramedia Pustaka utama Tebal: 496 halaman

Lelaki Harimau

Tahun Terbit: 2004 Penerbit: Gramedia Pustaka utama Tebal: 190 halaman

Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas

Tahun Terbit: 2014 Penerbit: Gramedia Pustaka utama Tebal: 243 halaman

O

Tahun Terbit: 2016 Penerbit: Gramedia Pustaka utama Tebal: 470 halaman

|PUSTAKA|

“Sore hari di akhir pekan bulan Maret, Dewi Ayu bangkit dari kuburan setelah dua puluh satu tahun kematian,” tulis Eka Kurniawan pada kalimat pertama novelnya, Cantik Itu Luka yang terbit tahun 2002.

Dewi Ayu, tokoh utama dalam novel ini merupakan perempuan keturunan Indo-Belanda yang “ditakdirkan” sebagai pelacur sebagaimana manusia lain ditakdirkan sebagai nabi atau lainnya, begitulah pengakuannya. Ia lahir dari perkawinan sedarah orang tuanya, Henri Stammler dan Aneu Stammler.

Henri merupakan anak dari Ted Stammler dengan ibunya, Marietje Stammler. Sedangkan Aneu lahir dari Ma Iyang yang merupakan perempuan pribumi yang dipergundik Ted. Ma Iyang sendiri memiliki kekasih sesama pribumi, Ma Gedik. Namun, kondisi kolonial serta kerakusan birahi Ted memisahkan kisah cinta Ma Iyang dan Ma Gedik.

Sejak dilahirkan, Dewi Ayu ditinggal oleh orang tuanya dan diasuh oleh kakek serta neneknya. Kondisi penaklukan Jepang terhadap kekuasaan kolonial Belanda mengharuskan kakeknya mengikuti perang, sementara neneknya mengungsi, sehingga Dewi Ayu harus hidup sendiri.

Pada saat itulah Dewi Ayu menikahi Ma Gedik—laki-laki yang sangat dicintai neneknya—secara paksa. Setelah beberapa hari menikah, Ma Gedik malah berlari menuju suatu bukit dan melompat sehingga tubuhnya hancur dan tewas. Tingkah Ma Gedik tak lain mengikuti kekasihnya, Ma Iyang yang lebih dulu melakukannya di bukit lain sebelahnya.

Dari sinilah petaka itu dimulai. Kelak, roh Ma Gedik dengan segala dendamnya mengantarkan bencana kepada kehidupan Dewi Ayu, empat anak hasil pelacurannya, serta cucu-cucunya. Tiga anak perempuan pertamanya, Alamanda, Adinda, dan Maya Dewi yang mewarisi kecantikan Dewi Ayu, pergi meninggalkan ibunya setelah memiliki suami. Saat hamil anak keempat, Dewi Ayu berharap anaknya akan buruk rupa. Baginya, kecantikan selalu membawa malapetaka dan luka kepada sang empunya. Harapannya menjadi kenyataan. Anak perempuan keempat tersebut berawajah buruk rupa dan kontras dengan nama yang diberikannya, Si Cantik.

Alur dan penokohan novel yang telah diterjemahkan ke dalam 33 bahasa ini dibangun berdasarkan sejarah Republik Indonesia. Tepatnya sejak masa penjajahan Hindia Belanda dan Jepang, masa-masa kemerdekaan Indonesia, lalu berlanjut sampai tragedi 1965. Sedangkan tokoh-tokoh yang berperan di dalamnya ialah Sang Shodanco mewakili tentara, Kamerad Kliwon, simpatisan komunis Indonesia dan Maman Gendeng, seorang preman.

Cantik itu Luka juga bermuatan unsur-unsur filsafat, kebudayaan setempat serta dongeng-dongeng. Bagi saya, yang membuat Cantik Itu Luka menarik adalah sosok Dewi Ayu. Ia menghadapi kehidupan penuh dendam yang diwariskan dari kakeknya. Serta segala sesuatu yang dihadapi setelahnya. Perasaan dendam, cinta, dan benci itu kemudian mengantarkan saya pada novel kedua Eka, Lelaki Harimau yang terbit pada tahun 2004.

Nuraeni, ibu dari Margio—tokoh utama dalam Lelaki Harimau—harus menjalani penderitaan dan sakit hati dalam kehidupan rumah tangganya. Sakit hati itu ia dapatkan sejak masih berpacaran dengan suaminya, Komar bin Syueb. Bukan hanya karena kehidupan miskin lantaran Komar hanya

|PUSTAKA|

seorang tukar cukur yang mangkal di sudut pasar di bawah pohon ketapang, tapi juga karena Nuraeni kerap mendapatkan kekerasan fisik dan seksual dari Komar. Margio dan Mameh, adik perempuannya, adalah buah persetubuhan kekerasan seksual yang diperoleh Nuraeni. Ia tak bisa menolak dan melawan kondisi tersebut.

Nuraeni adalah perempuan malang yang lahir dari sebuah keluarga di pedesaan. Nuraeni selalu mengadukan nasibnya dengan berbicara pada kompor dan panci di dapurnya yang beralaskan tanah. Sampai akhirnya kebahagiaan itu ia dapat dari tetangganya sekaligus suami majikannya, Anwar Sadat.

Di rumah Anwar Sadat, Nuraeni bekerja sebagai tukang cuci, bersih-bersih, dan memasak untuk Kasia, istri Anwar Sadat dan keluarganya. Anwar Sadat,hanyalah seorang pelukis dan lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah. Gaji dan warisan tanah istrinya sudah cukup untuk mencukupi kehidupan mereka.

Anwar Sadat telah memesona banyak gadis. Ia jadi pujaan para pecinta liar dan sering pula meniduri mereka. Tapi Anwar Sadat tidak pernah memiliki anak dari gundik-gundiknya selain tiga anak dari istri sahnya, Laila, Maesa Dewi, dan Maharani.

Anwar Sadat pun meniduri Nuraeni saat Kasia pergi. Ketika Nuraeni, pada siang hari, sedang bekerja di rumahnya. Ditiduri oleh Anwar Sadat, Nuraeni yang sejak perkawinannya selalu mendapat kekerasan seksual malah merasa bahagia. Nuraeni mendapatkan kelembutan dan sentuhan hangat dari Anwar Sadat, seolah-olah menjadi pengantin baru.

Nuraeni yang sebelumnya murung, kini menunjukkan kebahagiaannya. Margio dan Mameh melihat gelagat ibunya itu dari caranya merias diri dan mempersiapkan makanan untuk keduanya. Margio yang sebelumnya selalu gagal membuat ibunya bahagia melihat keanehan tersebut.

Karena penasaran, suatu hari Margio menguntiti ibunya sampai ke rumah Anwar Sadat dan melihat perselingkuhan itu terjadi di kamar anak ketiga Anwar Sadat, Maharani. Akibat perselingkuhan itu, Nuraeni hamil dan membuat Komar marah besar. Marian, anak hasil perselingkuhan tersebut hanya bertahan seminggu sebelum meninggal. Nuraeni kembali dirundung duka.

Kematian Marian, membuat Margio sangat marah. Akumulasi dendam kian memuncak karena Margio menganggap bapaknya biang penderitaan keluarga kecil tersebut. Di usianya yang sudah remaja, Margio bahkan berhasrat membunuh Komar. Tapi Mameh selalu menahannya. Margio juga harus minggat dari rumah untuk menahan amarah harimau putih gaib di dalam tubuhnya yang telah diwariskan dari kakeknya. Ia baru pulang setelah mendengar kematian Komar. Komar meninggal beberapa hari setelah kematian Marian akibat sakit.

Novel ini kian rumit karena Margio dan Maharani, anak ketiga Anwar Sadat ternyata saling menyukai satu sama lain. Maharani menyempatkan pulang dari aktivitas kuliahnya di luar kota untuk ikut berkabung atas kematian adik dan bapak Margio. Di malam selanjutnya, mereka bertemu untuk menonton film yang diadakan oleh suatu perusahaan jamu di lapangan bola. Maharani menyatakan cintanya kepada Margio. Namun, Margio menceritakan soal perselingkuhan kedua orang tua mereka. Cerita Margio membuat Maharani sakit hati dan berangkat kembali ke kota pagi-pagi sekali keesokan harinya.

Malam itu membuat Margio gelisah dan tak bisa tidur. Margio gelisah memikirkan antara kebahagiaan ibunya dan kisah cintanya dengan Maharani. Hingga ia memutuskan mendatangi Anwar Sadat sore harinya dengan “pikiran memalukan” : memintanya untuk menikahi ibunya. Anwar Sadat menolak permintaan tersebut dan berkata, “Lagi pula aku tak mencintai ibumu.” Saat itu amarah Margio menjadi-jadi dan harimau putih gaib dalam tubuhnya menerkam dan menggerogoti leher Anwar Sadat hingga tewas.

Potret Margio dan Nuraeni merepresentasikan bagaimana kehidupan keluarga miskin di pedesaan. Deskripsi yang padat dan lengkap pada novel setebal 190 halaman ini membuat kita membayangkan bagaimana jika kita berada di posisi Margio dalam kehidupan sebenarnya.

Lelaki Harimau memang merupakan novel psikologis. Kualitasnya makin teruji ketika novel ini masuk dalam nominasi The Man Booker International Prize 2016, bersama 13 buku dari berbagai negara lainnya. Hadiah ini merupakan penghargaan untuk karya fiksi yang diterbitkan dalam bahasa Inggris dan diedarkan di Inggris.

Ada rentang waktu yang cukup panjang untuk mengikuti novel Eka selanjutnya. Sekitar 10 tahun dari Lelaki Harimau yang terbit pada 2004, terbitlah Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas di tahun 2014. Pada sebuah wawancara, Eka sendiri mengakui tidak secara khusus menjadwalkan waktu menulisnya dan akan menulis saat mau dan berhenti saat tidak mau.

“Hanya orang yang enggak bisa ngaceng, bisa berkelahi tanpa takut mati.” Kalimat pertama pada novel Seperti Den-

|PUSTAKA|

dam Rindu Harus Dibayar Tuntas boleh jadi salah satu yang terbaik, dan akan diingat meramalkan keseluruhan kisah yang berpusat pada Ajo Kawir, sang tokoh utama.

Ajo Kawir memiliki masalah dengan burungnya yang tak bisa berdiri. Kejadian tersebut diawali saat ia diajak oleh kawannya Si Tokek untuk mengintip Rona Merah, gadis gila yang diperkosa dua orang polisi.

Ajo Kawir sudah melakukan berbagai cara agar membuat kemaluannya kembali terbangun. Dari mendatangi pelacur, mengolesinya dengan cabai, sampai menyengatnya dengan lebah. Ajo Kawir hampir memotong kemaluannya dengan kapak pemotong kayu kalau tak dicegah Si Tokek yang memergokinya.

Si Tokek pulalah yang menemaninya terus berkelahi untuk membuat Ajo Kawir membebaskan hasrat masa remaja yang tak bisa dikeluarkan melalui kemaluannya. Ajo Kawir bahkan menerima tawaran untuk membunuh Si Macan dari Pak Lebe, seorang taipan dari Jakarta yang kesal dengan Si Macan.

Sampai kemudian ia bertemu dengan Iteung. Keduanya saling jatuh cinta dan menikah. Namun, apa yang diharapkan dari pernikahan tanpa burung yang berdiri? Itu pula yang kemudian akhirnya membuat Iteung selingkuh dengan temannya, Budi Baik dan hamil.

Dengan latar puncak rezim tentara yang penuh kekuasaan, pada akhirnya Ajo Kawir memilih menjadi sopir truk setelah keluar dari penjara akibat membunuh Si Macan. Ajo Kawir menempuh jalan sunyi tanpa perkelahian dan kekerasan, mengikuti jalan burungnya yang tetap tidur dan damai.

“Kemaluan bisa menggerakkan orang dengan biadab. Kemaluan merupakan otak kedua manusia, seringkali lebih banyak mengatur kita daripada yang bisa dilakukan kepala. Itu yang kupelajari dari milikku selama bertahun-tahun ini,” begitulah ucap Ajo Kawir.

Di kap belakang truknya ia memberi tulisan sebagaimana terjadi pada banyak-banyak truk lainnya di indonesia, dengan gambar burung yang sedang tertidur serta tulisan: Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas.

Pada saat menjadi sopir truk inilah ia menemukan Jelita yang mirip dengan Rona Merah. Ajo Kawir merasakan keanehan saat bersama Jelita. Setiap kali ia tidur di sampingnya, ia mimpi basah dengan Jelita yang sebenarnya tak cantik. Akhirnya Ajo Kawir mendapati burungnya berdiri kembali.

Kita akan menemukan kehidupan yang keras dan kemesuman, sekaligus sikap yang tenang dari sosok Ajo Kawir. Eka mengakui Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas merupakan pecahan dari novel yang sebelumnya akan disatukan dalam satu proyek. Novel tersebut yang kemudian terbit dua tahun selanjutnya, 2016 dengan judul satu huruf, O. Model bertutur dan lebih banyak menonjolkan percakapan antar tokohnya menyamai kedua buku tersebut.

O, sang tokoh utama novel ini merupakan monyet perempuan yang ingin menjadi manusia. Ia menjadi sirkus topeng monyet yang dipelihara sang pawang Betalumur yang lebih mirip dengan seorang gelandangan. Dengan menjadi topeng monyet, ia berharap bisa menjadi manusia dan menyusul Entang Kosasih, kekasihnya yang lebih dulu menjadi manusia dan berprofesi sebagai kaisar dangdut.

O dan Entang Kosasih merupakan sepasang kekasih yang tinggal di Rawa Kalong. Entang Kosasih sangat terobsesi menjadi manusia setelah mendengar kisah Armo Gundul, monyet pertama yang berhasil menjadi manusia. Hingga suatu waktu Entang Kosasih tertembak di atas dahan pohon dan mayatnya tidak pernah ditemukan.

Dari sinilah perjalanan cinta dan keyakinan O dimulai. Dengan mengikuti petunjuk Manikmaya, si tikus peramal, ia pergi dari Rawa Kalong untuk mencari kekasihnya dan singkat cerita bertemu dengan Betalumur. Hingga saat ia melihat poster manusia Entang Kosasih sang Kaisar Dangdut, ia meyakini dialah kekasihnya.

Melalui kisah O kita akan menjumpai berbaurnya segala teori tentang evolusi, reinkarnasi, filsafat, kisah perwalian, sampai mitos-mitos. Jika Entang Kosasih dalam sosok manusia sebagai Kaisar Dangdut, maka O dalam tubuh manusianya menjadi perempuan penerima jasa telepon mesum.

“Itu untuk mengingatkan betapa hidup ini tak lebih dari satu lingkaran. Yang lahir akan mati. Yang terbit di timur akan tenggelam di barat, dan muncul lagi di timur. Yang sedih akan bahagia, dan yang bahagia suatu hari akan bertemu sesuatu yang sedih, sebelum kembali bahagia. Dunia ini berputar, semesta ini bulat. Seperti namamu, O,” ucap ibu O tentang nama yang diberikan bapaknya.

Novel ini merupakan semi-fabel yang diisi oleh tokohtokoh binatang: monyet, kakak tua, anjing, burung, tikus, dan babi. Eka seakan mencoba menghubungkan kebinatangan dengan kehidupan manusia seperti sebuah alegori.

Eka juga mengutip kalimat dari buku Animal Farm karya Goerge Orwell, “Hewan-hewan di luar menoleh dari si babi ke manusia, dan dari manusia ke babi, dan dari babi ke manusia lagi: tapi sudah tak mungkin membedakan yang satu dari lainnya.”

|PUSTAKA|

Agak sulit mendeskripsikan cerita O yang berjuang menjadi manusia karena banyaknya tokoh dan plot dalam novel setebal 470 halaman ini. Eka menjadikan beberapa kisah yang sebenarnya dapat berdiri sendiri menjadi satu kesatuan yang saling berhubungan.

Kita seperti membaca sebuah sinetron yang tak berujung namun tak mengurangi ketertarikan untuk membacanya sampai selesai. Novel ini lebih banyak mengambil latar tempat di pinggiran kota Jakarta. Berbeda dari tiga novel sebelumnya di pedesaan.

Aan Mansyur, seorang penulis puisi, dalam blognya menulis hasil wawancaranya dengan Eka Kurniawan perihal tokoh perempuan pada novel-novelnya. Menurut Aan, pada relasi antar tokoh di novel-novelnya, Eka selalu meletakkan perempuan dalam posisi yang rumit. Eka tampak dengan sengaja meletakkan mereka di tengah berbagai kekuasaan yang menekan

Saat diwawancarai, Eka menjawab bahwa ia selalu menulis tentang manusia menghadapi sesuatu yang menguasai dan merepresi dirinya, dan terkadang dia tidak punya kekuatan untuk melawan, sehingga melakukan apa pun untuk menghadapi itu. Bagi Eka, sosok perempuan paling mudah untuk merepresentasikan hal tersebut. Saat berbicara tentang sosok yang direpresi, yang paling terepresi adalah perempuan.

Setelah membaca keempat novel karya Eka serta menghimpun beberapa hasil wawancara dan ulasan bukunya yang diterbitkan dalam laman ekakurniawan.com, saya sepakat dengan Aan. Bagi saya perlawanan manusia dengan segala kompleksitas kehidupan dan bahwa beberapa di antaranya diwakilkan oleh suara perempuan merupakan hal yang pantas disoroti. Di tambah lagi latar tempat yang mengambil daerah pedesaan dan pinggiran kota serta pemilihan tokoh dari kalangan kelas menengah ke bawah, sangat mendukung tulisannya.

Kisahnya cenderung sederhana, mudah dimengerti dan seperti yang sering terjadi si sekitar kita. Ketika hal tersebut menjadi sebuah tulisan dalam balutan kisah, kita seperti berkaca dengan sebuah kompleksitas kehidupan sendiri. Dari sini kita akan menemukan dendam, marah, benci, kegilaan, dan seks yang barbaur menjadi satu. Tak hanya itu, karyanya juga membawa pesan-pesan moral dari kisah yang disajikan.

Pada Cantik Itu Luka Dewi Ayu menghadapi kekuasaan kolonial, pendudukan Jepang, politik setelah kemerdakaan, bahkan juga laki-laki. Pada Lelaki Harimau manusia melawan kekuatan supranatural dan etik keluarga yang susah dilawan. Pada Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas manusia melawan represi negara meskipun tidak disampaikan secara spesifik. Serta pada O, monyet perempuan yang menghadapi keyakinan cintanya dan menyaksikan persaingan dan keserakahan manusia.

Eka membungkus riset yang serius dalam kisahnya dengan balutan cerita horor, komedi, atau yang lainnya. Hal ini membuat karya Eka dapat menarik pembaca, baik dari kalangan yang ingin mendalami wacana dan isu serius dalam novelnya, atau pembaca yang hanya senang dengan cerita yang ditampilkan. Memang dalam alur ceritanya, kita kerap menemukan hal yang terjadi di luar nalar, horor dan mesum. Pengaruh ini Eka dapatkan dari membaca novel picisan Abdullah Harahap, Freddy S dan Enny Arrow saat masih remaja. Ketiganya merupakan penulis buku stensilan yang mesum dan horor di zamannya.

Eka tak tanggung-tanggung menyebut diksi kontol atau memek pada percakapan tokoh-tokoh dalam novelnya. Sedangkan sebagai narator, Eka masih menyebutnya dengan penis atau vagina. Hal ini didasari dari percakapan yang lazim terjadi pada tokoh-tokoh di kehidupannya. Eka juga kadang mengeksplorasi hal-hal berbau seksual antar tokohnya. Eksplorasi tersebut dapat dilihat dari motif dan konteks yang ditempatkan penulis. Misal kita tak akan bisa memaafkan Sang Shodancho yang mencoba memperkosa istrinya.

Selain telah menulis empat novel, Eka juga menerbitkan empat kumpulan cerpen yang sudah dibukukan: Corat-coret di Toilet (2000), Cinta Tak Ada Mati (2005), Gelak Sedih (2005) dan Perempuan Patah Hati Yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi (2015). Bersama Ugoran Prasad dan Intan Paramaditha, Eka juga meluncurkan antologi cerita horor berjudul Kumpulan Budak Setan (2010) sebagai penghormatan kepada Abdullah Harahap saat tutup usia. Satu karyanya yang non fiksi adalah skripsinya yang telah dibukukan, Pramoedya Anata Toer dan Sastra Realisme Sosialis (1999)

Benedict Anderson, seorang Indonesianis menyebut Eka sebagai penerus Pramoedya Ananta Toer dalam karyakaryanya. Eka yang merupakan lulusan Filsafat Universitas Gadjah Mada ini juga kerap disandingkan dengan beberapa penulis dunia sekaliber Gabriel Garcia Marquez dan Salman Rushdi, meskipun saya sendiri belum dapat memastikan karena belum membacanya. Tapi dari sini, menurut saya novel-novel Eka dapat menjadi pintu untuk membaca karyakarya mereka selanjutnya.q

This article is from: