|I N SA N I A |
Perempuan Tangguh Beringharjo Mereka membawa beban berat lebih dari 70 kilogram. Bekerja mengangkut barang setiap hari. Namun, mereka diupah sangat murah. Oleh: Rabiatul Adawiyah
110
M
bah Seneng. Semua orang memanggilnya begitu. Di mana-mana dia selalu dipanggil begitu. Perempuan tua berumur 65 tahun ini bekerja sebagai buruh gendong di Pasar Beringharjo. Dia sudah menjadi buruh gendong selama 35 tahun. Dia bahkan sudah tak ingat, dulu dia sudah menikah atau belum ketika bekerja sebagai buruh gendong. “Lupa,” katanya sambil tertawa. Istilah buruh gendong merupakan profesi gendong menggendong barang yang dilakukan oleh buruh perempuan. Biasanya dalam menggendong, buruh perempuan menyandang selendang kain. Istilah ini berbeda dengan buruh laki-laki yang biasanya disebut kuli. Mbah seneng tinggal di Sentolo, Kulon Progo. Jarak yang jauh tak menjadi halangan baginya untuk bekerja. Buruh gendong sudah menjadi pekerjaan utamanya. Dia bekerja dari jam 04.00 pagi hingga pasar tutup sekitar jam 16.00. Hal tersebut membuatnya jarang pulang ke rumah. “Paling pulangnya 3 atau 4 hari dalam sebulan,” katanya sambil tersenyum. Ketika pasar sudah tutup, Mbah Seneng biasanya menunggu azan Magrib di pasar. Setelah menunaikan ibadah salat Magrib, kemudian keluar untuk mencari tempat tidur. Dia biasanya tidur di depan pelataran toko, bank, ataupun yang lainnya bersama HIMMAH Edisi 01/Thn.L /MEI 2017
dengan buruh gendong yang lain. Katanya ada sekitar 40 buruh gendong. “Tidurnya ya di sana, kan diizinkan juga,” tuturya. Sebenarnya para buruh gendong biasanya tinggal di dalam pasar, namun sejak Gunung Merapi meletus pada tahun 2010 lalu, pihak pasar mewanti-wanti terjadinya bencana lagi. Sehingga, buruh gendong harus tidur di luar pasar atau sekitar pasar. “Ada juga yang tinggal di kos,” tambahnya. Namun, Mbah Seneng memang tidak ingin tinggal di kos selama masih diizinkan untuk tidur di sekitar pasar. Dia menyukai rutinitas para mahasiswa yang membawakannya makanan setiap malamnya. “Mereka mau bantu,” ujarnya sambil tertawa senang. Dulu, menjadi buruh gendong memang merupakan pilihan terakhir bagi Mbah Seneng. Tetapi sekarang, buruh gendong sudah menjadi pekerjaan yang dicintainya. Sebelum menjadi buruh gendong, dia sempat mencoba berdagang. Namun, karena tidak mendapatkan keuntungan, dia beralih menjadi buruh gendong. Menurutnya, buruh gendong adalah pekerjaan yang sederhana, pekerjaannya hanya mengangkat barang, kemudian dibayar. Sesederhana itulah pemikirannya tentang buruh gendong. Dia tak pernah memikirkan masalah upah yang sedikit. “Iya cuma bawa barang aja, gak terlalu berat, sekarang mbah menyesuaikan dengan