Majalah MACCA Edisi 3 November 2021

Page 40

Seni Tradisi

Tafsir Kelong

(Bagian 2)

Oleh Chaeruddin Hakim “Kedalaman” menurut Scheler dibagi atas tingkat kepuasan. Kepuasan menurut Scheler, berasal dari persepsi sentimentil atas satu nilai yang lebih dalam daripada nilai yang lain, manakala eksistensinya tampak tidak tergantung pada persepsi sentimentil atas nilai yang lain, dan ‘kepuasan’ dicapai sesudah itu. Sekalipun relativitas demikian, yang belakangan tergantung pada yang terdahulu. 5) Relativitas Scheler menyatakan bahwa meskipun objektivitas bersangkutan dengan semua nilai dan hubungan esensi mereka tidak tergantung, baik pada realitas maupun pada hubungan aktual dengan benda tempat nilai direalisasikan. Di antara berbagai nilai terdapat perbedaan skala relativitas. Menurut Scheler, nilai yang “relatif” tidak membuatnya “subjektif”. Satu objek yang berbadan yang tampak sebagai halusinasi adalah “relatif” bagi individu, tetapi tidak subjektif dalam arti perasaan. Nilai menjadi “relatif” bagi orang yang dikarunia perasaan sensitif. Sebaliknya, nilai adalah “mutlak” yang ada demi tujuan emosi murni, yaitu bagi satu emosi yang tidak tergantung pada esensi sensibilitas (hakikat indra) dan esensi hidup. Nilai moral termasuk dalam kategori yang terakhit ini. Semakin kurang keralitivan nilai, semakin tinggi keberadaannya. Nilai yang tertingi dari semua nilai adalah nilai mutlak, (Frondizi, 2001: 132-137). Preferensi (kecendrungan) penerapan kelima urutan kriteria yang telah diuraikan di atas, bagi Scheler diuraikan ke dalam tiga tingkatan nilai. 1) Nilai “kenikmatan” dan “ketidaknikmatan”, yang sesuai dengan suasana afektif nikmat dan rasa sakit yang bersifat indrawi. 2) Nilai vital. Nilai ini tidak tergantung dan tidak dapat direduksi dengan kenikmatan dan ketidak 39 | Macca No. 3/ November 2021

nikmatan. 3) Nilai spiritual. Dalam kehadiran nilai ini, nilai vital maupun nilai kenikmatan harus dikorbankan, (Frondizi, 2001: 138). Nilai spritual dapat dibedakan atas tiga tingkatan, yakni: (1) nilai keindahan dan kejelekan dan berbagai nilai estetik murni yang lain; (2) nilai keadilan dan ketidakadilan yang seharusnya tidak dikacaukan dengan “benar” dan “salah” karena ini mengacu pada satu iritan yang ditetapkan oleh hukum; (3) nilai “pengetahuan murni tantang kebenaran” yang diusahakan untuk direalisasikan oleh filsafat yang dilawankan dengan ilmu positif yang beraspirasi pada pengetahuan dengan tujuan untuk mengendalikan kajadian-kejadian. Di atas nilai spiritual, terletak kelompok nilai yang terkahir, yaitu nilai religius. Nilai religius tidak dapat direduksi menjadi nilai spiritual dan memiliki keberadaan khas yang menyatakan diri kepada kita dalam berbagai objek yang hadir untuk kita sebagai yang mutlak. Karena nilai pada umumnya tidak tergantung pada benda dan semua bentuk historis, sehingga Scheler menyatakan bahwa nilai religius sama sekali bersifat independen dalam kaitannya dengan segala sesuatu yang sejak semula dipandang suci dalam perjalanan sejarah, termasuk bagian “konsep Tuhan yang paling murni”. Menurut Frondizi, kondisi yang sesuai dengan nilia religius adalah kegembiraan yang luar biasa (ekstasi) dan kehilangan harapan (desperasi), yang diukur dari yang suci. Reaksi khusus yang sesuai adalah keyakinan, pemujaan, dan penyembahan. Sebaliknya, cinta merupakan aksi, yang dengan itu kita menangkap nilai kesucian, (Frondizi, 2001:139). Di manakah letak hubungan antara nilai dan kebudayaan dimana sastra, khususnya sastra


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.