
4 minute read
ANZul JuRAGAN KAmpuNG GARAm
Yudhistira Sukatanya. Penulis Tinggal di Makassar
Mengapa kampung garam? Pertanyaaan demikian itu sering diajukan saban kali bertemu Ahmad Anzul yang akrab disapa Choy. Saya pun mengajukan pertanyaan yang sama saat pertemuan di Gallery de Lamacca, Jalan Borong Raya No 75a Makassar, Juli 2021 lalu. Ketika itu Anzul berpameran bersama sohibnya Ahmad Fauzi dalam konteks L Project. Pria berdarah Bone, kelahiran Makassar 11 September 1967 ini pernah menjadi anggota departemen seni rupa di Dewan Kesenian Makassar. Setelah non aktiv di Dewan Kesenian Makassar, Anzul bergabung di Yayasan Findart Space di daerah Antang, Makassar yang kerap melaksanakan workshop bagi anak sekolah, membuat seni kriya dan lainnya. Sejak 2018 Choy aktiv di Makassar Art Inititive Movement (MAIM). Ketika didesak menjawab pertanyaan mengapa kampung garam, tiba-tiba ia mencair, mengalir dan menceritakan panjang lebar pilihan konsep artistik penciptaannya “Kampung Garam”. Dimasa kanak-kanak ia memang suka menggambar. Meski pada awalnya, sebagai anak pesisir ia hanya menggambar di pasir. Dari tepi pantai ia mulai mengenal laut, kapal, ikan, udang, kepiting, bakau yang semuanya mengendap kealam bawah sadarnya. Saat SMA Choy mulai ikut membuat dekor dan janur pengantin. Coi merangkai kembali peristiwa bagaimana awal riwayat penemuan ide ‘Kampung Garam’. Konsep karya yang selanjutnya konsisten dieksplorasinya. “Saya hanya mengambil dari peristiwa yang saya alami sendiri, ada disekitar saya, apa yang saya rasakan dan paling mudah saya wujudkan jadi karya.” Lanjut Anzul bercerita. Pengalamannya bermula ketika sang istri yang ia nikahi pada hari Bahari Nasional, saban kali menyajikan menu telur dadar maka Anzul selalu kebagian potongan telur dimana garamnya berkumpul. Itu yang membuat wacana garam melekat dalam benak ayah dua putri ini. Lalu tentang pilihan konsep “Kampung Garam” itu kian mantap dan menguat sepulang dari Baloyya,
Advertisement
Selayar. Saat itu Anzul baru saja membantu mengerjakan artistik karya Tugas Akhir S2 Penciptaan sahabatnya Hamrin Samad (almarhum). Pada sekira jam 14 siang, terik, rombongan mobil yang ditumpangi tiba-tiba berhenti di Jeneponto tepat di daerah yang terkenal sebagai sentra produksi garam rakyat. Saat turun dari mobil, Coi menghirup aroma ladang garam yang merasuki tubuhnya. Lalu merenungkan tentang garam dan manfaatnya. Garam tidak hanya menjadi salah satu bumbu dapur pemberi rasa pada makanan, karena faktanya garam juga digunakan untuk industri kimia, pakaian, pengawetan, pengepakan, pengolahan daging dan sebagainya. Bahkan sejak jaman peradaban kuno garam berfungsi untuk mengawetkan mumi, dan ritual persembahan kepada dewa-dewi. Anzul pun merasakan persinggahan di ladang garam Jeneponto itu tidaklah hanya menuai panas, gersang, dan gerah. Ia justru menuai rasa dan hal sebaliknya, seperti ada kupu-kupu yang membawa es batu yang membuat rasa sejuk. Itulah tumpuan dasar ide konsepnya.” Saya mesti membuat karya yang menyejukkan hati orang lain” Kilahnya. Jadilah ia juragan ide “Kampung Garam.” Kemudian di bulan 9 s.d 20 November 2021 akan memamerkan karya instalasinya di Fort Roterdam Makassar yang terbilang besar bersama sembilan perupa lainnya di komunitas senirupa MAIM. Sebagai perupa autodidak ia serius berupaya mematangkan konsep kerjanya dengan intens berdiskusi bersama sahabatnya Ahmad Fauzi, Budi Haryawan, seniornya Amrulah Syam, Asdar Muis RMS (almarhum ) dan sejumlah aktivis perupa, pegiat seni pertunjukan Makassar lainnya. “Bagi saya seni itu berbicara tentang hidup dan kehidupan yang maha luas, bukan yang lain. Karenanya kita bisa mengambil, mendayagunakan dan memanfaatkannya dari sisi mana saja, juga untuk berkarya.” Ujar Anzul serius, karya-karya yang lain banyak menjadi cover buku terbita de la macca?garis Khatulistiwa termasuk Majalah Macca edisi Novermber 2021. Anzul juga bercerita bahwa hingga kini ia telah menyelesaikan sejumlah karya. Diantaranya ada tentang karya instalasi ikan asin kering yang dipajang pada karyanya karena itulah panganan pertama yang diasup anaknya ketika berumur 5 bulan. Berpameran pada “Makassar Art Forum 99”; Menampilkan karya di Stasiun 9 – Festival Kampung Mangasa diinisiasi perupa Rimba Kasumba; Menyajikan seni pertunjukan “Kampung Garam” di halaman depan rumah Asdar Muis di Sudiang; Melalang ke Bali atas undangan seniman tari Prapto Surtodarmo untuk pertunjukan ritual “ Segenggam Tanah” ( Trilogi: Tanah ) ia membawa tanah, menanam pohon rambutan dan kelapa pada Collaboration AsiaEropa in Art and Environment di Tejakula, Singaraja 2000; Pameran semi rupa “Kalimantan Art Exibition II”, di Hotel Dusit, Balikpapan, 2005; Bersama Amrullah Syam mengerjakan patung tiga tokoh dunia, Nelson Mandela, Syech Yusuf Almakassary, Mahatma Gandhi di anjungan pantai Losari tahun 2016; Tampil dalam Makassar Biennale 2017 dan 2019. Kini sedang mempersiapkan pameran 999 karya lukis di Gallery de La Macca. Pada pameran tanggal 5 Juli hingga 5 September 2021, event yang diprakarsai L Project dalam Indonesia Art Expo 2021, Anzul memamerkan karya lukis abstrak yang berjudul “Energi Balance # 2”, “Tiga Batu”, “Bayang, Garis dan Saya” “Spirit Carries On #2, “Hope”Raja. Semua karya tahun 2021. Mengingat pameran dilaksanakan masih pada masa pandemi Covid-19 hingga memaksa seniman dan pengelola galeri mengadaptasi perubahan yang terjadi, memanfaat teknologi internet agar memungkinkan pembukaan pameran dapat disaksikan via daring. Harapannya dengan on line maka peristiwa ini dapat disaksikan oleh apresian yang sangat luas, tak terbatas, lintas lokal, nasional hingga Internasional dalam rentang jaringan dunia maya. “Dalam konteks L Project satu karya saya tidak lolos kurasi” Akunya jujur, sambil menghela nafas dan geleng-gelengkan kepala penanda ketidak mengertian, mengapa tak ada penyampaian alasan penolakan dari kuratornya. Kalau model kuratorialnya begini lalu kita harus menyikapi bagaimana?” Kesah sang juragan Kampung Garam sebagaimana dalam puisinya;
Telah kuketuk pintu itu Tak terbuka Telah kuketuk pintu itu Aku Takut Tak punya kunci
(Antologi puisi rupa: Tanam Jarum Lautan Hati Jutaan Garis Menjahit Kisah)
Masalah kuratorial dan elaborasi tampilan karya digital memang masih menjadi ruang hampa yang strategi pemanfaatannya masih perlu diberi isi muatan dan penguatan pemahaman tentang tugas dan fungsinya. []