2 minute read

Desa Budaya Patimpeng Batulappa

Next Article
Chaeruddin Hakim

Chaeruddin Hakim

Foto bersama Anggota DPD/MPR RI. Dr. H.Ajiep Padindang. (Foto: Goenawan Monoharto).

TEMMu PaTTauNGENG

Advertisement

DESA BUDAYA PATIMPENG BATULAPPA

Festival Mabbarazanji dan Lomba Kreasi menata Male ( telur hias ) diikuti oleh lima desa pada acara “Temmu Pattaungeng 2021 Maulid Nabi Muhammad SAW” di Sao Raja Mattitowalie, Kecamatan Patimpeng, Desa Batulapppa, Kabupaten Bone, Minggu 17 Oktober 2021. Kegiatan ini dihadiri oleh Kepala Desa Batulappa, H.A. Haeruddin Malianti Petta Solong, sejumlah pemuka masyarakat, seniman dan budayawan Idwar Anwar, Yudhistira Sukatanya, Goenawan Monoharto, Syahril Daeng Nassa, Rahim Kallo dari Makassar dan warga setempat. Tradisi Mabbarazanji dalam persepsi masyarakat Kabupaten Bone, merupakan wujud kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW. Suatu ungkapan mencintai Rasulullah dengan cara selalu mengingat, menyebut namanya dan menceritakan kisahnya kepada orang lain. Barzanji sesungguhnya ketika dibaca memuat shalawat nabi. Cara Mabbarazanji Bugis dilantunkan dengan alunan khas yang mendayu. Pembacaan Mabbarazanji di Patimpeng Desa Batulapppa telah diselenggarakan secara berulangkali sesuai keperluan upacara. Tradisi ini dapat ditemukan dalam berbagai acara seperti upacara aqiqah, perkawinan, sunatan, selamatan dan lainnya. Tapi pelaksanaan tradisi ini kian berkurang. “Saya khawatir tradisi Mabbarazanji akan memudar karena menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Datangnya budaya baru seperti musik elekton, perangkat karaoke dan maraknya penggunaan gadget adalah tantangan kronis. Banyak hal yang secara sosiologis mesti disikapi dengan baik. Proses akulturasi Mabbarazanji dengan budaya Bugis lama sesungguhnya memerlukan upaya dan strategi kebudayaan yang persuasif. Tidak mudah melakukan penggantian pembacaan kitab La Galigo dengan tradisi pembacaan Barzanji, apalagi jika dipandang dari pemahaman budaya dan agama secara sempit. Maka salah satunya yang dapat dilakukan dengan

Acara Temmu Pattaungeng di Patimpeng-Bone. (Foto: Goenawan Monoharto).

cara menyelenggarakan acara yang menampilkan Mabbarasanji yang enak didengar, nyaman dihayati dan melibatkan banyak warga” terang Dr. H.Ajiep Padidang.,MM. Anggota DPD/MPR RI yang dikenal sangat giat menggairahkan kembali tradisi Mabbarazanji di Kampung halamannya. Lomba kreasi menata dan merangkai male juga tak kalah menariknya. Manampilkan telur yang warnawarni ini secara sosiologis berfungsi sebagi perekat antar keluarga dan antar warga anggota masyarakat. Tradisi ini juga merupakan kesempatan di mana para warga dapat bekerjasama dan bersilaturahmi kembali. “Secara spiritual, tradisi Mabbarazanji berfungsi sebagai media tranformasi nilai spiritualitas dan nilai budaya antar generasi.” Ungkap Rahmat Mandasini pelaksana kegiatan. Telur hias biasanya berasal dari sumbangan warga yang tinggal di sekitar masjid atau hartawan yang dermawan. Masyarakat bergotongroyong membuat aneka panganan dan buah-buahan yang melengkapi nasi ketan olahan yang kemudian dimasukkan di ember atau baskom yang dihiasi kertas warna-warni dan ditancapkan dengan bambu pada batang pisang seukuran 1 hingga 120 sentimeter. Setelah lengkap lalu dibawa ke lokasi perayaan. “Selasai acara maulidan telur rebus yang dihias itu dimaksudkan untuk bagi-bagikan ke warga dan anak-anak. Namun kadang karena kegembiraan dan kurang sabar, mereka langsung berebutan telur. Begitulah tradisi berebut telur rebus atau a rebu bayao barakka. Bagi sebagian besar masyarakat Bugis dipercaya bahwa telur hias yang diperebutkan adalah simbol keberkahan dari Tuhan Yang Maha Esa bagi keberhasilan hidup mereka di masa datang, “ ungkap Hajjah Hartina Ajiep- Juri lomba male. Begitulah Festival Mabbarazanji dan lomba kreasi menata Male pada Temmu Pattaungeng 2021 telah sukses menghadirkan kegembiraan dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Kecamatan Patimpeng, Desa Batulapppa, Kabupaten Bone. Untuk menjaga penularan dan penyebaran virus Covid-19 panitia tetap menarapkan protokol kesehatan yang ketat, membagikan masker, mewajibkan cuci tangan dan menjaga jarak antar warga bagi hadirin. [] (Dewi Ritayana).

This article is from: