1 minute read

2022 Makassar Bebas Gelandangan dan Pengemis

Next Article
Chaeruddin Hakim

Chaeruddin Hakim

Petugas sosial menertibkan anak jalanan. (foto: Humas Dinas Sosial Kota Makassar)

BUDaYa NGEMIS DI TENGaH JaLaN

Advertisement

2022 Makassar Bebas Gelandangan dan Pengemis

Begitu lampu traffic light merah, setentak anak jalanan, pengemis, pak Ogah, atau apapun namanya serentak menyerang para pengendara yang berhenti dengan menengadahkan tangannya atau dosnya meminta bantuan. Kata-kata yang diucapkan dan ekspresi bila berhadapan dengan pengguna jalan beraneka ragam. Ada dengan gaya memelas, pura - pura dungu ada pula yang berekspresi seperti menggertak dan memaksa untuk merogoh kocek untuk diberikan padanya. “Ngemis sudah merupakan budaya di kota besar”, kata salah seorang budayawan di kota Makassar. Situasi yang begini, menjadi santapan harihari bagi warga kota Makassar, karena saat ini hampir sejumlah jalan, titik yang memiliki lampu merah dikuasai anak jalanan dengan profesi pengemis. Warga yang berhadapan situasi yang begini, kasihan mereka tak dapat berbuat banyak, paling hanya tersenyum sambil menaikkan tangannya sebagai simbol “lagi kosong atau lain kali”. Pengemis yang jam terbang masih rendah cukup mengerti, dan langsung berlalu atau pindah posisi kepengguna jalan yang lain. Namun jika pengemis yang sudah senior dan pengalaman bersikap sebaliknya, tak mau tinggalkan tempat, memperlihatkan wajah yang berkesan sangar dan memaksa.

This article is from: