PENDAHULUAN
Perubahan iklim menjadi masalah terbesar yang dihadapi dunia saat ini. Menurut UU Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan, langsungatautidaklangsung,olehaktivitas manusia yang menyebabkan perubahan komposisi atmosfer secara global serta perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan. Salah satu penyebab utama terjadinya perubahan iklim adalah pemanasan global (global warming). MenurutAldrian(2011),pemanasanglobal merupakan kenaikan suhu rata-rata bumi yang terus berlangsung dalam beberapa kurunwaktuterakhir.Penyebabutamadari pemanasanglobaliniadalahmeningkatnya konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer. Peningkatan konsentrasi GRK akanmeningkatkanenergidiatmosferyang lebih lanjut akan berubah menjadi energi panas. Oleh karena itu, terjadi pemanasan permukaanbumikarenapeningkatanemisi GRKdiatmosfer.Halinidikuatkandengan adanya peningkatan konsentrasiglobal sebesar 20 ppm per dekadenya sejak tahun 2000. Peningkatan ini terjadi 10 kali lebih banyak dari 800.000 tahun terakhir (IPCC, 2018). Dengan demikian, emisi GRK
memiliki hubungan secara tidak langsung denganperubahaniklim.
Berdasarkan laporan Global warming of 1.5°C oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), penyebab utama dari pemanasan global sejak pertengahan abad ke-20 adalah aktivitasmanusia.Sejaktahun1800hingga tahun 2012, terjadi peningkatan suhu bumi sebesar 0,85°C yang memberikan dampak kepada alam, meliputi terjadinya cuaca ekstrem, naiknya permukaan laut, peningkatan kekeringan, banjir, hingga hilangnya keanekaragaman hayati. Selain itu,dampakdarikenaikansuhubumidapat dirasakan langsung oleh manusia, yaitu pada sektor sosial-ekonomi, kesehatan, infrastruktur,dansektorlainnya.Salahsatu dampak yang dapat dirasakan langsung oleh manusia yaitu penurunan ketahanan pangandanmeningkatnyakemiskinan. Sebagai salah satu faktor penting dalam menopang kebutuhan manusia, sektor energi menjadi salah satu sektor penyumbangemisigasrumahkacaterbesar di dunia. Mulai dari keperluan sederhana seperti kegiatan rumah tangga, mobilisasi dalam transportasi, hingga keperluan industri memerlukan pasokan dari sumber energi. Dengan banyaknya kebutuhan tersebut, permintaan akan sumber energi punterusmeningkatdaritahunketahun.Di
1
Indonesia sendiri, pada tahun 2019, sektor energi menempati posisi kedua penyumbang emisi GRK terbesar setelah sektor FOLU dengan jumlah emisi mencapai 638.452 Gg CO2Ce. Emisi ini utamanyabersumberdariindustriprodusen energi (43,83%), transportasi (24,64%), industri manufaktur dan konstruksi (21,46%), emisi fugitive dari minyak bumi dan gas alam (4,81%), emisi fugitive dari bahan bakar padat (0,42%), sektor lainnya (4,13%), dan sumber lain (0,69%) (Kementerian ESDM, 2020). Tidak hanya berhenti di situ, emisi GRK yang bersumber dari sektor energi terus mengalami peningkatan sebesar 4,32% per tahun jika dibandingkan dengan tahuntahunsebelumnya.
Dalam memenuhi kebutuhannya akan energi, Indonesia masih bergantung pada batubara sebagai tumpuan sumber energi utama. Berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada tahun 2021, Indonesia memiliki cadangan batubara sebesar 38,84 miliar ton dengan jumlah produksipertahunsebesar600jutatonatau sekitar 2,2% dari total cadangan global yang membuat Indonesia menempati peringkat ke-9 dunia. Dengan jumlah ini, diperkirakan bahwa cadangan batubara yang kita miliki akan bertahan hingga 65 tahun ke depan. Di luar dari banyaknya cadangan tersebut, Indonesia masih
memiliki potensi cadangan batubara yang lebih besar. Sebagai contoh, pulau Kalimantan menyimpan 62,1% potensi cadangan Indonesia yaitu sebesar 88,31 miliar ton dan 25,84 miliar ton cadangan. Sementaraitu,pulauSumateramenyimpan 55,08 miliar ton potensi cadangan dan 12,96 miliar ton cadangan. Dari total cadangandanpotensiyangada,per26Juli 2021, Indonesia memproduksi batubara sebesartotal328,75jutatondenganrincian 96,81 juta ton untuk domestik, 161,99 juta ton diekspor, dan 52,22 juta ton untuk Domestic Market Obligation (DMO). Diketahui pada tahun 2020, konsumsi energi Indonesia sebagian besar berupa bahan bakar fosil, yaitu batubara 51%, Bahan Bakar Minyak (BBM) 35%, dan bahanbakargas14%.
Pemanfaatan terbesar batubara di Indonesia adalah untuk pembangkit listrik. Konsumsi listrik di Indonesia terus meningkat sekitar 26%. Untuk memenuhi peningkatan kebutuhan listrik yang terus terjadi, Indonesia masih mengandalkan energi fosil. Berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN tahun 2021 – 2030, pada tahun 2030 diproyeksikan bauran energi untuk penyediaan listrik memiliki rincian berupa batubara 64%, gas alam 11,5%, BBM 0,4%, dan potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) 1,2%. Dengan strategi itu, pada tahun 2025 bauran energi untuk EBT akan
2
meningkat sebesar 23%. Akan tetapi, dengan strategi tersebut, pada tahun 2030, penggunaan batubara masih menjadi sumber utama pembangkit listrik Indonesia.
Penggunaan batubara sebagai sumber energi utama telah lama dijadikan persoalan, terutama dalam kaitannya terhadap emisi GRK dan pelestarian lingkungan. Dibandingkan dengan bahan bakar fosil lainnya, batubara lebih “kotor” baik dalam pembakaran maupun transportasinya (Nugroho, 2017). Meningkatnya penggunaan batubara untuk memenuhi kebutuhan akan energi semakin meningkatkan potensi pencemaran lingkungan oleh bahan-bahan pencemar. Lebih lanjut, bahan-bahan pencemar seperti SO2, NOx, CO2 sangat berdampak negatif terhadap kesehatan manusia hingga berdampak pada pemanasan global. Dari permasalahan tersebut, akhirnya dikembangkan solusi baru dalam pengolahan batubara bernama teknologi batubara bersih (dalam bahasa
TINJAUAN PUSTAKA
Emisi Karbon dan Emisi Gas Rumah Kaca
Berdasarkan Peraturan Presiden RepublikIndonesiaNomor98Tahun2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target
inggris, clean coal technology) atau biasa disingkatsebagaiCCT.Teknologibatubara bersih ini ditujukan untuk mengurangi dampak emisi dan pengaruh terhadap kerusakan lingkungan dengan tetap memanfaatkanpenggunaanbatubarasecara optimal. Namun demikian, dalam pelaksanaannya, teknologi ini menuai pro kontra dari banyak pihak. Penggunaan teknologibatubarabersihdianggapsebagai “label kosong” energi ramah lingkungan untuk meneruskan penggunaan batubaraalih-alih memanfaatkan sumber energi terbarukan yang sejak awal telah terbukti ramahlingkungan.Anggapaninididukung puladengandimasukkannyaprodukolahan teknologi batubara bersih ke dalam istilah Energi Baru dalam Rancangan UndangUndang Energi Terbarukan. Di sisi lain, beberapa studi masih menganggap bahwa teknologi batubara bersih dapat dijadikan sebagai solusi penggunaan batubara untuk mengurangi pengaruh negatif terhadap lingkungan.
Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional,gasrumahkacayangselanjutnya disingkatGRKadalahgasyangterkandung dalam atmosfer, baik alami maupun antropogenik, yang menyerap dan memancarkan kembali radiasi inframerah.
3
Sedangkan, emisi GRK adalah lepasnya GRK ke atmosfer pada suatu area tertentu dalam jangka waktu tertentu. GRK yang dominan dihasilkan antara lain, Karbondioksida (CO2), Metana (CH4), Nitro Oksida (N2O), hydrofluorocarbons (HFCs), Perfluorocarbons (PFCs), Sulphur Hexafluoride(SF6). SalahsatuGRKyang dilepaskan ke atmosfer adalah karbon, di manaemisikarbonadalahlepasnyagasdari pembakaran senyawa yang mengandung karbon seperti, solar, bensin, LPG, dan bahanbakarlainnya(TimCFPIPB,2020).
Energi Baru Menurut Rancangan UndangUndangEnergiBarudanTerbarukan(draft 25 Januari 2021), Energi Baru adalah semua jenis energi yang berasal dari atau dihasilkan dari teknologi baru pengolahan sumberEnergitidakterbarukandansumber Energi terbarukan, di mana sumber Energi Baru terdiri atas nuklir dan Sumber Energi Baru lainnya. Berdasarkan UndangUndang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi,sumberenergilainnyadapatberupa hidrogen, gas metana batubara (coal bed methane), batubara tercairkan (liquified coal), dan batubara tergaskan (gasified coal). Berdasarkan sumbernya, terdapat beberapacapaianbidanganekaenergibaru dan energi terbarukan, yaitu energi aliran dan terjunan air, energi surya, dan energi angin(KementerianESDM,2016).
Batubara
Batubara merupakan salah satu sumber energi yang berasal fosil dan digolongkan ke dalam sumber energi tidak terbarukan.DiIndonesia,batubaramenjadi salah satu sumber energi terbesar sehubungan dengan banyaknya cadangan batubara yang dimiliki Indonesia dibandingkan dengan bahan bakar fosil lainnya. Peraturan Pemerintah 79/2014 bahkan mengarahkan pangsa batubara minimal 30% dan 25% dalam bauran penyediaan energi primer nasional pada tahun2025dan2050(Nugroho,2017).
Clean Coal Technology
Clean Coal Technology (Teknologi Batubara Bersih) atau yang biasa disingkat CCT merupakan teknologi yang dikembangkanuntukmengurangiemisigas CO2 atau bahan pencemar lainnya yang ditimbulkan dari pengolahan batubara. Penerapan CCT bertujuan untuk mengembangkansistemtermalyangefisien dengan cara menghasilkan jumlah energi yang sama, tetapi menggunakan batubara yang lebih sedikit (Zaman dan Suedy, 2020).
Pre-Combustion Method
Merupakansalahsatubagian Clean Coal Technology yang menerapkan teknologi batubara sebelum proses pembakaran (pre-combustion). Metode ini berfokus pada pembersihan/pencucian batubara untuk menghilangkan kotoran sehingga mengurangi emisi ketika
4
pembakaran.Teknologiinidibagikedalam 3 bagian, di antaranya physical cleaning, chemical cleaning,dan biological cleaning (Suarna,2011).
Combustion Method
Merupakansalahsatubagian Clean Coal Technology yang menerapkan teknologi batubara selama proses pembakaran. Teknologi ini dilakukan dengan menghilangkan bahan pencemar dalam batubara ketika proses pembakaran, misalnya melalui pengendalian parameter pembakaran. Teknologi ini terbagi ke dalam 3 bagian, di antaranya Furnance Sorbent Injection (FSI), Atmospheric Fluidized Bed Combustion (AFBC), dan Pressurized Fluidized Bed Combustion (PFBC)(Suarna,2011).
Post-Combustion Method
Merupakansalahsatubagian Clean Coal Technology yang menerapkan teknologi batubara setelah proses pembakaran. Teknologi ini dilakukan dengan membersihkan gas pembakaran untuk mengurangi emisi-emisi GRK serta partikel debu dari cerobong. Teknologi ini terbagi ke dalam 3 bagian, di antaranya Flue-gas Desulfurization (FGD), Regenerable Flue-gas Desulfurization Systems, dan Selective Catalytic Reduction (SCR)(Suarna,2011).
Metode CCT Konversi Metode lain dari CCT adalah metode konversi, di mana batubara padat
akan diubah dalam bentuk gas (gasifikasi) atau bentuk cair (likuifaksi). Metode gasifikasiadalahmetodekonversibatubara padat menjadi gas melalui reaksi antara campuran reaktan udara, oksigen, uap air, dan karbon dioksida. Hasil dari gasifikasi batubara disebut combustible gas berupa CO, H2, CH4, dan gas lainnya. Proses gasifikasi batubara terdiri dari beberapa tahapan secara berurutan dari awal hingga akhir, yaitu pengeringan, devolatilisasi, oksidasi,danreduksi.Tahapanpengeringan bertujuan menghilangkan atau mengeluarkan kandungan air dalam batubara. Selanjutnya, pada tahapan devolatilisasi batubara dipanaskan hingga terjadidekomposisimenjadiarang,tar,dan gas. Pada tahapan oksidasi, pembakaran hasil devolatilisasi dilanjutkan hingga sebagian arang teroksidasi dan sebagian lainnya mengalami tahapan reduksi. Pada tahapan reduksi akan dihasilkan gas CO dan H2 dimana linear dengan menurunnya kandungangasCO2(Ardrabiz,2022).
Metode likuifaksi adalah metode konversi batubara padat menjadi cair, dimana H2 bereaksi dengan batubara pada suhu dan tekanan yang tinggi. Tujuan dari likuifaksi batubara adalah meng-upgrade batubara yang memiliki nilai kalor rendah menjadibahanbakardengannilaiekonomi tinggi. Metode ini dibedakan menjadi dua, yaitu likuifaksi langsung dan likuifaksi tidaklangsung.Likuifaksilangsungterbagi
5
kembalimenjaditigaproses,yaitupirolisis, likuifaksi solvent, dan likuifaksi katalis, di mana prinsip likuifaksi batubara langsung adalah diproses untuk menjadi cair. Sementara itu, likuifaksi tidak langsung
PEMBAHASAN
akanmengubahbatubarapadatmenjadigas berupa CO dan H2, kemudian gas tersebut dimurnikan dengan direaksikan dengan katalis hingga menjadi cair (Naimah dkk, 2017).
Batubara sebagai Sumber Energi Utama Indonesia
Dari tahun ke tahun, sektor energi menjadi salah satu sektor penyumbang emisigasrumahkacaterbesardiIndonesia. Dalam Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca olehKementerianLingkunganHidup dan Kehutanan, sektor energi menempati peringkatkeduasebagaipenyumbangemisi gas rumah kaca terbesar setelah FOLU (Forestry and Other Land Use) dan lahan gambut. Kategori sumber emisi dalam sektor energi tersebut meliputi eksplorasi dan eksploitasi sumber-sumber energi primer, konversi energi primer menjadi energi sekunder (mencakup konversi batubara menjadi tenaga listrik pada pembangkit listrik), serta kegiatan penyaluran dan distribusi energi. Industri energi sendiri tercatat menghasilkan emisi sebanyak 289.001 Gg CO2e pada tahun 2019.
Penggunaan batubara di Indonesia telah berada dalam jumlah yang cukup banyak. Dari segi produksi sendiri, Indonesia telah memproduksi ratusan juta tonbatubarapertahununtuksumberenergi atau pemanfaatan lainnya. Pada tahun
2021, produksi batubara Indonesia bahkan mencapai angka 614 juta ton (Badan Pusat Statistik). Masifnya produksi ini sehubungan dengan kebijakan pemerintah yang masih mengandalkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dalam sektor ketenagalistrikan. Data dari Kementerian ESDM menunjukkan bahwa konsumsi bahanbakartahun2010hingga2019masih didominasi oleh batubara, dengan pangsa sebesar 55,12% yang meningkat hingga 76,22%. Tingginya konsumsi batubara ini tentunya sebanding dengan emisi GRK yang dihasilkan. Emisi GRK dari pengolahan batubara dapat dihasilkan mulai dari proses eksplorasi sumber batubara, proses eksploitasi sumber energi batubara, konversi energi batubara pada pembangkit listrik, proses combustion (pembakaran) batubara, ataupun emisi fugitive yang tidak sengaja terlepas pada kegiatan produksi dan penyediaan batubara, dengan emisi GRK mencakup CO2, CH4, N2O, dan gas lainnya. Adanya emisi ini dapat secara langsung berpengaruh pada perubahan iklim.
6
Sebagaicontoh,gasCH4yangterlepasdari lapisan batubara pada kegiatan penambangan langsung mengarah ke
lingkunganluarsehinggaterperangkapdan bergabungdiudara.
Gambar 1.1 Konsumsi Bahan Bakar pada Subkategori Pembangkit
Kontra Kebijakan Penggunaan Batubara dengan Kesepakatan Paris Agreement
Melihat dampak negatif dari perubahan iklim yang sedang terjadi, PBB melalui sekretariat UNFCCC (United NationsFrameworkConventiononClimate Change) membentuk pertemuan rutinyang dihadiri oleh seluruh dunia dengan nama Conference of The Parties (COP). Pada 12 Desember 2015, diadakan COP ke-21 di Paris yang melahirkan kesepakatan berupa Paris Agreement. Dalam perjanjian ini, seluruh 196 negara anggota PBB yang hadir, termasuk Indonesia, sepakat untuk
mencegah suhu Bumi meningkat melewati batas 26 C. Dalam penanganan dampak negatifperubahaniklimini,Indonesiaturut andil dengan membuat komitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29% pada tahun 2030. Komitmen ini kemudian diratifikasi dengan pembuatan UU Nomor 16 tahun 2016 tentang Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan BangsaBangsaMengenaiPerubahanIklim.
7
Adanya kesepakatan yang telah dibuat pada Paris Agreement tampaknya masih belum dilaksanakan secara maksimal.Haliniterlihatdaripemanfaatan batubara sebagai sumber energi utama pembangkit listrik ataupun pemanfaatan lainnya. Dengan predikat sebagai sumber energi yang murah dan mudah diproses,
setiap negara mengeruk potensi batubaranya sebanyak mungkin. Climate Analytics (2019) memperkirakan bahwa pada wilayah Asia sendiri, potensi penggunaan batubara jauh melebihi batas maksimum yang diperbolehkan (jika ingin tetap menjaga komitmen pada Paris Agreement).
Indonesiatermasuksalahsatunegarayangmasihmelanggengkanpenggunaanbatubara sebagai energi utama. Tingginya bauran energi tidak terbarukan termasuk batubara, serta banyaknya jumlah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Indonesia terasa tidak sejalan dengankomitmenyangdituangkandalamParisAgreement.Untukmenjagakomitmentersebut agar tetap sejalan dengan kebijakan energi, Indonesia harus sebisa mungkin mengurangi penggunaan batubara atau sekurang-kurangnya mengurangi dampak pemanfaatan batubara tersebut,sembarimengusahakantransisienergiterbarukanpadasisilain.
Metode Clean Coal Technology (CCT) Sebagai Usaha Meminimalisir Dampak
Lingkungan Penggunaan Batubara
Dengan mengetahui fakta bahwa listrik Indonesia masih sangat bergantung dengan PLTU batubara, maka diperlukan metode pengolahan batubara yang lebih
bersihuntukmengurangidampakemisidan pengaruhnya terhadap kerusakan lingkungan. Teknologi Batubara Bersih/Clean Coal Technology (CCT)
8
Gambar 1.2 Rencana Penggunaan Batubara Pada Perjanjian Paris di Wilayah Asia
menjadi solusi untuk pengolahan batubara yang lebih bersih. Terdapat beberapa metode CCT yang dapat diterapkan dalam pengolahan batubara. Oleh karena itu, diperlukan analisis lebih lanjut untuk menemukan metode paling efektif sebagai syarat pengolahan batubara di Indonesia. Salah satu metode CCT adalah Integrated Gasification Combined Cycle (IGCC). MenurutPandeydkk(2015),dibandingkan dengan metode lainnya, IGCC menjadi pilihan metode yang paling efektif dan efisien baik dari sektor teknologi maupun ekonomi. Metode IGCC merupakan metode dalam teknologi CCT dengan menggunakan teknik gasifikasi batubara, dimana memanfaatkan karbon dalam batubara untuk menghasilkan gas yang mudah terbakar secara kimiawi. Gas hasil reaksi tersebut adalah campuran hidrogen (H2), karbon dioksida (CO2), dan metana (CH4). Gas tersebut dibersihkan dari gasgas yang tidak diperlukan seperti nitrogen dan sulfur. Kemudian, gas bersih akan dibakar dalam gas turbine dengan suhu tinggi hingga menghasilkan uap untuk menggerakkangenerator.Sedangkanuntuk gas buang akan dimanfaatkan dengan menggunakan Heat Recovery Steam Generator (HRSG) untuk membangkitkan uap. Sehingga uap dari HRSG setelah turbin gas dengan uap dari HRSG setelah reaktor gasifikasi digabungkan untuk
menggerakkan turbin uap yang menggerakkan generator listrik. Dengan demikian, metode IGCC menghasilkan listrik dari dua generator yang memiliki turbingasberbeda,yaitu gas turbine power plant dan steam turbine power plant (SUFG,2007).
PerbandinganmetodeIGCCdengan metode CCT lainnya dapat dilihat dari beberapa sektor. Dari sektor teknologi, ketika IGCC dibandingkan dengan Pulverized Coal (PC) dapat dilihat dari beberapa fiturnya, yaitu metode generasi, kontrol particular, kontrol NOx, dan kontrol SO2. Pada fitur metode generasinya, metode PC pada semua batubara menggunakan boiler dan turbin uap.Sedangkan,padaIGCCuntukbatubara bitumen dan subbitumen menggunakan siklus gabungan gasifier umpan bubur batubara, dan untuk batubara lignit menggunakan siklus gabungan gasifier umpan padat. Pada fitur partikulat kontrol, metode PC untuk semua batubara menggunakan fabric filter baghouse Sedangkan, pada IGCC untuk semua batubara menggunakan filter logam suhu tinggi (menambah pembuangan partikulat di bagian hilir filter dengan proses pembersihan gas). Pada fitur kontrol NOx, metode PC menggunakan kontrol combustion dan Selective Catalytic Reduction (SCR). Sedangkan, pada IGCC untuk semua batubara menggunakan
9
kontrol combustion dengan pengenceran nitrogen. Selanjutnya, pada fitur kontrol SO2, metode PC untuk batubara bitumen dan lignit menggunakan desulfurisasi gas buang batu gamping basah dan produksi gypsum, sementara untuk batubara subbitumen menggunakan desulfurisasi pengering semprotan kapur dengan fabric filter baghouse dan produksi limbah padat yang mengandung SO2 dan abu. Sedangkan, pada IGCC untuk semua batubara menggunakan pembersihan gas methyldiethanolamine (MDEA) dan produksiunsurbelerang.Dengandemikian, diketahui bahwa teknologi setiap fitur
dalam IGCC lebih baik dari PC karena lebih mudah diterapkan dan cenderung tidak menghasilkan limbah kembali (Pandeyetal,2015).
Darisektorkinerjayangdihasilkan, berdasarkan Laporan Akhir untuk Perlindungan Lingkungan Agensi (2006), ketika IGCC dibandingkan dengan Sub Critical, Supercritical, dan Ultra Supercritical Pulverized Coal dapat dianalisadariefisiensi NetThermal (HHV), Net Heat Rate (HHV), daya kotor, daya internal,dayabersih,danbahanbakaryang diperlukansebagaiberikut.
Gambar 1.3 Perbandingan Kinerja Pembangking Listrik dengan Beberapa Teknologi CCT Kinerja IGCC memiliki Higher Heating Value (HHV) Net Thermal pada batubara bitumen dan subbitumen dengan nilai efisiensi IGCClebih baik dari Sub Critical PC dan Supercritical PC.Sedangkanuntuk batubara lignit, nilai efisiensi IGCC lebih baik dari Sub Crtitical PC, Supercritical PC, dan Ultra Supercritical PC. Dengan
demikian, IGCC dapat menjadi opsi yang lebih baik dari metode Sub Crtitical PC, Supercritical PC, dan Ultra Supercritical PC. Untuk bahan bakar yang digunakan, IGCC cenderung menggunakan bahan bakar lebih sedikit, di mana pada batubara bitumen dan subbitumen, IGCC menggunakan bahan bakar lebih sedikit
10
dari Sub Critical PC dan Supercritical PC Sedangkan untuk batubara lignit, IGCC menggunakan bahan bakar lebih sedikit dari semua metode lainnya (Pandey et al, 2015).
Dari sektor ekonomi, IGCC memiliki efektifitas biaya mahal dengan rincian dari total biaya pembangkit listrik, total investasi pembangkit listrik, dan total modal persyaratan untuk semua batubara.
Dari sektor lingkungan, ketika IGCC dibandingkan dengan Sub Critical, Supercritical, dan Ultra Supercritical Pulverized Coal dapat dianalisa dari dampak lingkungan setiap senyawa, yaitu NO2,SO2,CO, Particular Matter, Volatile Organic Compounds (VOC),limbahpadat, air mentah yang digunakan, SO2 Removal Basis, dan NO2 Removal Basis sebagai berikut.
Gambar 1.4 Perbandingan Emisi dari Pembangkit Listrik dengan Beberapa Teknologi CCT Dari data tersebut, diketahui bahwa IGCC memiliki dampak lingkungan paling kecil dibandingkan metode lainnya. Selain itu, IGCC memiliki persentase penghilangan SO2 danNO2palingbesar.Dengandemikian,IGCCmenjadimetodeCCTpalingbaikdalamsudut pandanglingkungan(Pandeyetal,2015).
IGCC Sebagai Metode CCT dengan Manfaat Paling Optimal
Berdasarkan perbandingan metode
IGCC dengan metode lainnya, dapat dinyatakan bahwa IGCC merupakan metode yang paling efektif untuk digunakan dalam pengolahan batubara sebagai sumber listrik. Efektivitas IGCC dapat diketahui dari analisa dampak
terhadap lingkungan dan biaya ekonominya.Padaanalisadampakterhadap lingkungan, terdapat berbagai hal yang dikhawatirkan terhadap metode pembakaransepertiIGCC,misalnyadalam pengendalian merkuri, gas alam, gasifier syngas lainnya. Akan tetapi, teknologi
11
dalamIGCCdapatmenghilangkanmerkuri dan gas berbahaya lainnya sebesar 90% hingga 95%. Selain itu, teknologi tersebut membutuhkanbiayayanglebihrendahdari biaya untuk metode lainnya, di mana diperkirakansebesar$3,412yaitu1/10dari biaya yang dibutuhkan metode lainnya. Selain itu, metode IGCC juga menghasilkan volume limbah padat dan volume karbon dioksida yang jauh lebih sedikit daripada metode lainnya, di mana IGCC memiliki teknologi untuk menangkap CO2 dan memisahkan CO2 sebelum proses pembakaran. Hal ini menjadi nilai tambahan terkait teknologi IGCC terhadap isu perubahan iklim akibat meningkatnya emisi karbon. Dengan demikian,IGCCmemilikiefektivitastinggi terhadap dampak lingkungan yang dihasilkankarenacenderungmenghasilkan sedikitlimbahdankarbon(OilandGasiQ, 2013).
Dengan segala teknologi yang dimiliki dalam metode IGCC, dibutuhkan banyak biaya mencakup modal biaya dari
Metode CCT yang Dipakai di Indonesia
Merujuk RUPTL 2021-2030, hingga tahun 2030 Indonesia masih ketergantungan dengan batubara sebagai sumber energi PLTU. Dalam upaya mengurangi emisi GRK, PLN menggunakan Boiler Supercritical dan
pembangkit listrik dan biaya listrik yang dihasilkan.Modal biayapembangkitlistrik IGCC lebih mahal dari metode lainnya, di mana hal ini mempengaruhi harga dari biaya listrik yang dihasilkan. Akan tetapi, hasil dari metode ini yang cukup bersih sebanding dengan biaya yang dibutuhkan (OilandGasiQ,2013).
Sebagai contoh dari penggunaan teknologi CCT IGCC di Czech Republic, dalam penerapannya IGCC dengan CaO looping memiliki efektivitas yang sangat baik dibandingkan dengan metode CCT lain yang digunakan di Czech Republic. Hal ini dikuatkan dengan kemampuan menangkap karbon yang sangat tinggi sebesar95%.Selainitu,metodeIGCCyang diterapkan Czech Republic menurunkan efisiensi termal unit daya sebesar 12,5%.
Hal ini menjadi masalah baru terhadap lingkungan sehingga dilakukan proses absorbsi lebih optimal untuk mengurangi dampak lingkungannya (Zakuciova et al, 2020).
Ultra Supercritical yang akan dikembangkan di Pulau Jawa dan Sumatera. Lebih lanjut, PLN masih akan mencari teknologi yanglebihefisienuntuk wilayah Indonesia Timur. Pendirian PLTU diIndonesiaterusberjalan,beberapaPLTU
12
yang sedang dibangun adalah PLTU batubara di Jawa 9 dan 10 yang berkapasitas 2x1000 MW, PLTU Jawa Tengah (Batang), dan PLTU Jawa 4 (Tanjung Jati B). PLTU tersebut dibangun denganmemasangkanteknologiCCTyaitu Ultra Supercritical (USC). Pemasangan USC diharapkan akan menurunkan emisi GRK di Indonesia dari pengolahan batubara karena memiliki efisiensi sebesar 40% dan menghasilkan emisi GRK yang cukup rendah. Selain itu, pembangunan PLTU USC dilengkapi dengan pengendali pencemaran udara. Dengan teknologi yang dipasang dan nilai efisiensinya, diperkirakan PLTU USC hanya akan menghasilkan emisi CO2 sebesar 820 gr/Kwh dan membutuhkan bahan bakar yang rendah sebesar 320-340 gr/Kwh (Syukra,2021).
Berdasarkan perbandingan dari sektor teknologi, kinerja, biaya, dan dampak terhadap lingkungan, metode IGCCmasihlebihbaikdanefisiendaripada USC. Dengan demikian, strategi pengembangan teknologi pengolahan batubaraharussegeradiganti.Berdasarkan RUPTL 2021-2030, teknologi IGCC dan Carbon Capture Storage (CCS) masih dipertimbangkan penggunaannya karena perlupematangansecarakomersial.Seperti evaluasi terhadap IGCC, memang metode ini memerlukan biaya yang lebih mahal dibandingkan metode lainnya termasuk USC. Akan tetapi, dengan teknologi yang sudah terbukti dapat mengurangi emisi GRK, maka akan lebih bijaksana jika penggunaan IGCC segera diimplementasikanselamaIndonesiamasih menggunakan batubara sebagai sumber energiutamauntuktenagalistrik.
Energi Terbarukan Sebagai Solusi Pasti Energi Ramah Lingkungan
Teknologi Batubara Bersih (CCT) merupakanupayapenguranganemisiGRK yang dihasilkan dari pengolahan dan pemanfaatan batubara. Berdasarkan yang telah dijelaskan sebelumnya, terdapat beberapa metode seperti IGCC dan CCS yangdapatdiimplementasikandiIndonesia untuk mengurangi emisi yang ada. Di sisi lain,Indonesiatelahmenerapkanteknologi USC walau dengan efisiensi yang lebih
rendah. Akan tetapi, perlu diingat bahwa ketiga metode ini maupun metode CCT lainnya hanya ditujukanuntuk mengurangi emisi yang ditimbulkan dari pengolahan dan pemanfaatan batubara. Dengan kata lain,pengolahandanpemanfaatanbatubara tetap menghasilkan emisi GRK yang berpengaruh buruk terhadap lingkungan danperubahaniklim.
13
Sementara itu, pada sisi lain, terdapat sebuah solusi pasti sumber energi dengan zero emission dan sifatnya ramah lingkungan: Energi Terbarukan. Adanya energi terbarukan sebagai solusi pasti sumber energi ramah lingkungan ini didukung dengan fakta bahwa Indonesia memilikibanyakpotensienergiterbarukan. Berdasarkan BPPT Outlook Energi Indonesia 2021, potensi ini mencakup sumber energi terbarukan Panas Bumi (25.800), Hidro (75.000), Minihidro (19.385 MW), Energi Surya (207.898 MW), Energi Angin (60.647 MW), dan Bioenergi (32.654 MW). Namun begitu, besarnya potensi ini tidak diimbangi dengan pemanfaatan yang optimal. Hal ini dibuktikan dengan data dari sumber yang sama yang menunjukkan bahwa kapasitas terpasang pembangkit listrik energi terbarukan masih berada pada angka 7.464 MW.
Dengan demikian banyaknya potensi energi terbarukan yang ada, perlu adanyafokusyangsamaantarapenggunaan sumber energi batubara dengan pengusahaan sumber energi terbarukan. Tingginya tingkat emisi batubara dan
SIMPULAN
dominasi sumber energi batubara sebagai sumber energi utama membuat Indonesia perlu membagi dua fokusnya: mengusahakan sebanyak mungkin penggunaansumberenergiterbarukanyang lebih ramah lingkungan serta meminimalisir tingkat emisi pengolahan & pemanfaatan batubara selama masih menjadisumberenergiutama.Pemanfaatan teknologi batubara bersih harus diupayakan, tetapi tidak boleh disalahgunakan sebagai sarana melanggengkan penggunaan batubara sebagai sumber energi utama. Adanya dugaanpenyalahgunaanteknologibatubara bersih ini didukung pada draf Rancangan Undang-Undang Energi Terbarukan (Konsep 25 Januari 2021) yang memasukkan batubara tercairkan (liquified coal)danbatubaratergaskan(gasifiedcoal) sebagai produk teknologi batubara bersih ke dalam nomenklatur Sumber Energi Baru. Hal ini tidak diperlukan untuk menjaga agar RUU ini tetap pada tujuan utamanya, yakni sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan dan benar-benar terlepasdarienergifosil.
Batubara masih menjadi sumber energi utama dalam bauran energi Indonesia. Tingginya cadangan batubara yang dimiliki Indonesia serta predikat energi yang murah dan mudahdiprosesmembuatbatubaramenjaditumpuanenergiIndonesiaselamabeberapatahun terakhir. Hal ini dapat berpengaruh ke lingkungan, terutama dalam kaitannya dengan emisi
14
GRK dan perubahan iklim. Lebih lanjut, penggunaan dan pemanfaatan batubara sebagai sumber energi utama dirasa tidak sejalan dengan komitmen yang dituangkan dalam kesepakatan Paris Agreement. Dengan demikian, diperlukan penggunaan teknologi batubara bersih (CCT) dalam pengolahan batubara terutama dalam sektor ketenagalistrikan. Indonesia sudah menerapkan CCT metode USC dalam pembangunan PLTU yang diharapkan dapat mengurangi emisi GRK sebesar 40%. Akan tetapi, berdasarkan perbandingan dari teknologi, kinerja, biaya, dan dampak terhadap lingkungan, metode IGCC dirasa lebih baik meskipun memilikitotalbiayayanglebihmahal.
Teknologi Batubara Bersih memang dapat dipandang sebagai usaha meminimalisir emisi GRK dari pengolahan dan pemanfaatan batubara. Akan tetapi, perlu diingat bahwa metode CCT hanya berhenti pada usaha meminimalisir dampak lingkungan, bukan sebagai solusi penuh akan kebutuhan energi yang ramah lingkungan. Indonesia harus tetap berfokus padasolusipastisumberenergiyangbersifat zeroemission danramahlingkungan,yaknienergi terbarukan.Dengandemikian,fokusutamaIndonesiaharuslahtetappadapengusahaansumber energi terbarukan, dengan tetap menggunakan metode CCT sembari memanfaatkan batubara sebagaisumberenergiutama.
REKOMENDASI KEBIJAKAN
Berdasarkanhasilanalisisdiatas,kamimemberikanrekomendasikebijakansebagaiberikut:
1. Indonesia mulai mengurangi penggunaan batubara sebagai sumber energi utama agar sejalandengankomitmenyangdisepakatipada Paris Agreement
2. Sembarimenggunakanbatubarasebagaisumberenergiutama,Indonesiamensyaratkan penggunaanmetodeCCTIGCCdalampengolahandanpemanfaatanbatubara.
3. Metode CCT tidak dianggap sebagai solusi untuk melanggengkan penggunaan batubara.Fokusdantujuanutamatetappadatransisimenujuenergiterbarukan
15
DAFTAR PUSTAKA
Aldrian, E., Mimin, K., & Budiman. 2011. Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim di Indonesia.Jakarta:PusatPerubahanIklimdanKualitasUdara.
Ardrabiz. Proses Gasifikasi Konversi Batubara Menjadi Gas. Diakses pada 25 Desember 2022, Dari Proses Gasifikasi Konversi Batubara Menjadi Gas Mampu Bakar. PengertianPenjelasanContohSoalPerhitunganLaporanMakalahPDF(ardra.biz)
IESR. 2019. Dinamika Batu Bara Indonesia: Menuju Transisi Energi yang Adil. Jakarta: InstituteforEssentialServicesReform.
Intergovernmental Panel on Climate Change. 2019. Global Warming of 1.5°C. Cambridge: CambridgeUniversityPress.
Kementerian Energi dan Sumber daya Mineral. 2016. Rencana Strategis DITJEN EBTKE. JurnalEnergi.JurnalEnergiMediaKomunikasiKementerianEnergidanSumberdaya Mineral,hal.14-29.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2020. Inventarisasi Emisi GRK Bidang Energi. Jakarta Pusat: Pusat Data dan Teknologi Informasi Energi. Diakses pada Desember25,2022,Dariesdm.go.id:https://www.esdm.go.id
Kementerian Energi dan Sumber daya Mineral. 2021. Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT Perusahaan Listrik Negara (PERSERO) Tahun 2021 Sampai Dengan Tahun 2030.Jakarta:MenteriEnergidanSumberdayaMineral.
KementerianEnergidanSumberdayaMineral. Cadangan Batubara masih 38,84 Miliar Ton, teknologi Bersih Pengelolaannya Terus Didorong. Diakses pada 13 Desember, 2022, Dari esdm.go.id: Kementerian ESDM RI - Media Center - Arsip Berita - Cadangan BatubaraMasih38,84MiliarTon,TeknologiBersihPengelolaannyaTerusDidorong MENLHK.2021. LaporanInventarisasiGasRumahKaca(GRK)danMonitoring,Pelaporan, Verifikasi (MVP).Jakarta:KementerianLingkunganHidupdanKehutanan,Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan IKlim, Direktorat Inventarisasi GRK dan Monitoring,Pelaporan,danVerifikasi.
MENLHK.2022. LaporanInventarisasiGasRumahKaca(GRK)danMonitoring,Pelaporan, Verifikasi (MVP).Jakarta:KementerianLingkunganHidupdanKehutanan,Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan IKlim, Direktorat Inventarisasi GRK dan Monitoring,Pelaporan,danVerifikasi.
16
Naimah,K.,Rusnandi,I.,Syarif,A.,&Thohirah,K.2017. PencairanBatubaraMenggunakan Reaktor Catalytic Thermal Cracking dengan Metode Secara Langsung.Kinetika,Vol. 8,Hal.44-52.
Nugroho, Hanan. 2017. Batu Bara Sebagai Pemasok Energi Nasional ke Depan: Apa yang Perlu Disiapkan?.PerencanaanPembangunan,Vol.1,Hal2-13.
OilandGasiQ.2013. Integrated Gasification Combined Cycle (IGCC): Trend of the Future Diakses pada 28 Desember 2022, Dari Integrated Gasification Combined Cycle (IGCC):TrendoftheFuture(oilandgasiq.com)
Pandey,R.,Sethi,V.K.,Pandey,M.,&Choubey,M.2015. Comparative Study of Coal Based IGCC and ConventionalPower Plants on Various Technological Parameters. Second InternationalConferenceonAdvancesinComputingandCommunicationEngineering, Hal.63-67.
Paola A., dkk. 2019. Global and Regional Coal Phase-Out Requirements of the Paris Agreement: Insights from the IPCC Special Report on 1.5C. Berlin:ClimateAnalytics.
PRESIDENREPUBLIKINDONESIA.2009.Undang-UndangRepublikIndonesiaNomor31 Tahun2009tentangMeteorologi,Klimatologi,danGeofisika.
Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor…Tahun… tentang Energi Baru dan Terbarukan(konsep25Januari2021).
Suarna, Endang. 2011. Perkembangan Teknologi Batubara Bersih Berwawasan Lingkungan. TeknikLingkungan,Vol.12,Hal25-34.
SUFG.2007. Clean Coal Technologies.WestLafayette:PurdueUniversity.
Syukra, R. 2021. Penerapan Teknologi USC pada PLTU Bisa Turunkan Emisi Gas. Diakses pada 28 Desember 2022, Dari Penerapan Teknologi USC pada PLTU Bisa Turunkan EmisiGas(investor.id)
TimCFPIPBUniversity.2020. Laporan Perhitungan Jejak Karbon.Bogor:IPBUniversity.
Zakuciova, K., et al. 2020. Environmental and Comparative Assessment of Integrated Gasification Gas Cycle with CaO Looping and CO2 Adsorption by Activated Carbon: A Case Study of the Czech Republic.Energies,Vol.13,Hal.1-24.
Zaman,M.R.danS.W.A.Suedy.2020. Pemanfaatan Batubara Kalori Rendah pada IGCC (Integrated Gasification Combined Cycle). Energi Baru & Terbarukan, Vol.1, Hal35-44.
17