
4 minute read
TINJAUAN PUSTAKA
from Studi Penelitian: Clean Coal Technology, Solusi Penggunaan Batubara yang Ramah Lingkungan?
by nieskeari
meningkat sebesar 23%. Akan tetapi, dengan strategi tersebut, pada tahun 2030, penggunaan batubara masih menjadi sumber utama pembangkit listrik Indonesia.
Penggunaan batubara sebagai sumber energi utama telah lama dijadikan persoalan, terutama dalam kaitannya terhadap emisi GRK dan pelestarian lingkungan. Dibandingkan dengan bahan bakar fosil lainnya, batubara lebih “kotor” baik dalam pembakaran maupun transportasinya (Nugroho, 2017). Meningkatnya penggunaan batubara untuk memenuhi kebutuhan akan
Advertisement
energi semakin meningkatkan potensi pencemaran lingkungan oleh bahan-bahan pencemar. Lebih lanjut, bahan-bahan pencemar seperti SO2, NOx, CO2 sangat berdampak negatif terhadap kesehatan manusia hingga berdampak pada pemanasan global. Dari permasalahan tersebut, akhirnya dikembangkan solusi baru dalam pengolahan batubara bernama teknologi batubara bersih (dalam bahasa inggris, clean coal technology) atau biasa disingkat sebagai CCT. Teknologi batubara bersih ini ditujukan untuk mengurangi dampak emisi dan pengaruh terhadap kerusakan lingkungan dengan tetap memanfaatkan penggunaan batubara secara optimal. Namun demikian, dalam pelaksanaannya, teknologi ini menuai pro kontra dari banyak pihak. Penggunaan teknologi batubara bersih dianggap sebagai
Emisi Karbon dan Emisi Gas Rumah
Kaca
Berdasarkan Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional, gas rumah kaca yang selanjutnya disingkat GRK adalah gas yang terkandung dalam atmosfer, baik alami maupun antropogenik, yang menyerap dan memancarkan kembali radiasi inframerah.
“label kosong” energi ramah lingkungan untuk meneruskan penggunaan batubara alih-alih memanfaatkan sumber energi terbarukan yang sejak awal telah terbukti ramah lingkungan. Anggapan ini didukung pula dengan dimasukkannya produk olahan teknologi batubara bersih ke dalam istilah Energi Baru dalam Rancangan UndangUndang Energi Terbarukan. Di sisi lain, beberapa studi masih menganggap bahwa teknologi batubara bersih dapat dijadikan sebagai solusi penggunaan batubara untuk mengurangi pengaruh negatif terhadap lingkungan.
Sedangkan, emisi GRK adalah lepasnya GRK ke atmosfer pada suatu area tertentu dalam jangka waktu tertentu. GRK yang dominan dihasilkan antara lain, Karbondioksida (CO2), Metana (CH4), Nitro Oksida (N2O), hydrofluorocarbons (HFCs), Perfluorocarbons (PFCs), Sulphur Hexafluoride (SF6). Salah satu GRK yang dilepaskan ke atmosfer adalah karbon, di mana emisi karbon adalah lepasnya gas dari pembakaran senyawa yang mengandung karbon seperti, solar, bensin, LPG, dan bahan bakar lainnya (Tim CFP IPB, 2020).
Energi Baru
Menurut Rancangan UndangUndang Energi Baru dan Terbarukan (draft 25 Januari 2021), Energi Baru adalah semua jenis energi yang berasal dari atau dihasilkan dari teknologi baru pengolahan sumber Energi tidak terbarukan dan sumber Energi terbarukan, di mana sumber Energi Baru terdiri atas nuklir dan Sumber Energi Baru lainnya. Berdasarkan UndangUndang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, sumber energi lainnya dapat berupa hidrogen, gas metana batubara (coal bed methane), batubara tercairkan (liquified coal), dan batubara tergaskan (gasified coal). Berdasarkan sumbernya, terdapat beberapa capaian bidang aneka energi baru dan energi terbarukan, yaitu energi aliran dan terjunan air, energi surya, dan energi angin (Kementerian ESDM, 2016).
Batubara
Batubara merupakan salah satu sumber energi yang berasal fosil dan digolongkan ke dalam sumber energi tidak terbarukan. Di Indonesia, batubara menjadi salah satu sumber energi terbesar sehubungan dengan banyaknya cadangan batubara yang dimiliki Indonesia dibandingkan dengan bahan bakar fosil lainnya. Peraturan Pemerintah 79/2014 bahkan mengarahkan pangsa batubara minimal 30% dan 25% dalam bauran
penyediaan energi primer nasional pada tahun 2025 dan 2050 (Nugroho, 2017).
Clean Coal Technology
Clean Coal Technology (Teknologi Batubara Bersih) atau yang biasa disingkat CCT merupakan teknologi yang dikembangkan untuk mengurangi emisi gas CO2 atau bahan pencemar lainnya yang ditimbulkan dari pengolahan batubara. Penerapan CCT bertujuan untuk mengembangkan sistem termal yang efisien dengan cara menghasilkan jumlah energi yang sama, tetapi menggunakan batubara yang lebih sedikit (Zaman dan Suedy, 2020).
Pre-Combustion Method
Merupakan salah satu bagian Clean Coal Technology yang menerapkan teknologi batubara sebelum proses pembakaran (pre-combustion). Metode ini berfokus pada pembersihan/pencucian batubara untuk menghilangkan kotoran sehingga mengurangi emisi ketika
pembakaran. Teknologi ini dibagi ke dalam 3 bagian, di antaranya physical cleaning, chemical cleaning, dan biological cleaning (Suarna, 2011).
Combustion Method
Merupakan salah satu bagian Clean Coal Technology yang menerapkan teknologi batubara selama proses pembakaran. Teknologi ini dilakukan dengan menghilangkan bahan pencemar dalam batubara ketika proses pembakaran, misalnya melalui pengendalian parameter pembakaran. Teknologi ini terbagi ke dalam 3 bagian, di antaranya Furnance Sorbent Injection (FSI), Atmospheric Fluidized Bed Combustion (AFBC), dan Pressurized Fluidized Bed Combustion
(PFBC) (Suarna, 2011). Post-Combustion Method
Merupakan salah satu bagian Clean Coal Technology yang menerapkan teknologi batubara setelah proses pembakaran. Teknologi ini dilakukan dengan membersihkan gas pembakaran untuk mengurangi emisi-emisi GRK serta partikel debu dari cerobong. Teknologi ini terbagi ke dalam 3 bagian, di antaranya Flue-gas Desulfurization (FGD), Regenerable Flue-gas Desulfurization Systems, dan Selective Catalytic Reduction (SCR) (Suarna, 2011).
Metode CCT Konversi
Metode lain dari CCT adalah
metode konversi, di mana batubara padat akan diubah dalam bentuk gas (gasifikasi) atau bentuk cair (likuifaksi). Metode gasifikasi adalah metode konversi batubara padat menjadi gas melalui reaksi antara campuran reaktan udara, oksigen, uap air, dan karbon dioksida. Hasil dari gasifikasi batubara disebut combustible gas berupa CO, H2, CH4, dan gas lainnya. Proses gasifikasi batubara terdiri dari beberapa tahapan secara berurutan dari awal hingga akhir, yaitu pengeringan, devolatilisasi, oksidasi, dan reduksi. Tahapan pengeringan bertujuan menghilangkan atau mengeluarkan kandungan air dalam batubara. Selanjutnya, pada tahapan devolatilisasi batubara dipanaskan hingga terjadi dekomposisi menjadi arang, tar, dan gas. Pada tahapan oksidasi, pembakaran hasil devolatilisasi dilanjutkan hingga sebagian arang teroksidasi dan sebagian lainnya mengalami tahapan reduksi. Pada tahapan reduksi akan dihasilkan gas CO dan H2 dimana linear dengan menurunnya kandungan gas CO2 (Ardrabiz, 2022). Metode likuifaksi adalah metode
konversi batubara padat menjadi cair, dimana H2 bereaksi dengan batubara pada suhu dan tekanan yang tinggi. Tujuan dari likuifaksi batubara adalah meng-upgrade batubara yang memiliki nilai kalor rendah menjadi bahan bakar dengan nilai ekonomi tinggi. Metode ini dibedakan menjadi dua, yaitu likuifaksi langsung dan likuifaksi tidak langsung. Likuifaksi langsung terbagi