
3 minute read
PENDAHULUAN
from Studi Penelitian: Clean Coal Technology, Solusi Penggunaan Batubara yang Ramah Lingkungan?
by nieskeari
Perubahan iklim menjadi masalah terbesar yang dihadapi dunia saat ini. Menurut UU Nomor 31 Tahun 2009
tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan, langsung atau tidak langsung, oleh aktivitas manusia yang menyebabkan perubahan komposisi atmosfer secara global serta perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan. Salah satu penyebab utama terjadinya perubahan iklim adalah pemanasan global (global warming). Menurut Aldrian (2011), pemanasan global merupakan kenaikan suhu rata-rata bumi yang terus berlangsung dalam beberapa kurun waktu terakhir. Penyebab utama dari pemanasan global ini adalah meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer. Peningkatan konsentrasi GRK akan meningkatkan energi di atmosfer yang lebih lanjut akan berubah menjadi energi panas. Oleh karena itu, terjadi pemanasan permukaan bumi karena peningkatan emisi GRK di atmosfer. Hal ini dikuatkan dengan adanya peningkatan konsentrasi global sebesar 20 ppm per dekadenya sejak tahun 2000. Peningkatan ini terjadi 10 kali lebih banyak dari 800.000 tahun terakhir (IPCC, 2018). Dengan demikian, emisi GRK memiliki hubungan secara tidak langsung dengan perubahan iklim. Berdasarkan laporan Global warming of 1.5°C oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), penyebab utama dari pemanasan global sejak pertengahan abad ke-20 adalah aktivitas manusia. Sejak tahun 1800 hingga tahun 2012, terjadi peningkatan suhu bumi sebesar 0,85°C yang memberikan dampak kepada alam, meliputi terjadinya cuaca ekstrem, naiknya permukaan laut, peningkatan kekeringan, banjir, hingga hilangnya keanekaragaman hayati. Selain itu, dampak dari kenaikan suhu bumi dapat dirasakan langsung oleh manusia, yaitu pada sektor sosial-ekonomi, kesehatan, infrastruktur, dan sektor lainnya. Salah satu dampak yang dapat dirasakan langsung oleh manusia yaitu penurunan ketahanan pangan dan meningkatnya kemiskinan. Sebagai salah satu faktor penting dalam menopang kebutuhan manusia, sektor energi menjadi salah satu sektor penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar di dunia. Mulai dari keperluan sederhana seperti kegiatan rumah tangga, mobilisasi dalam transportasi, hingga keperluan industri memerlukan pasokan dari sumber energi. Dengan banyaknya kebutuhan tersebut, permintaan akan sumber energi pun terus meningkat dari tahun ke tahun. Di
Advertisement
Indonesia sendiri, pada tahun 2019, sektor energi menempati posisi kedua penyumbang emisi GRK terbesar setelah sektor FOLU dengan jumlah emisi mencapai 638.452 Gg CO2Ce. Emisi ini utamanya bersumber dari industri produsen energi (43,83%), transportasi (24,64%), industri manufaktur dan konstruksi
(21,46%), emisi fugitive dari minyak bumi dan gas alam (4,81%), emisi fugitive dari bahan bakar padat (0,42%), sektor lainnya (4,13%), dan sumber lain (0,69%) (Kementerian ESDM, 2020). Tidak hanya berhenti di situ, emisi GRK yang bersumber dari sektor energi terus mengalami peningkatan sebesar 4,32% per tahun jika dibandingkan dengan tahuntahun sebelumnya. Dalam memenuhi kebutuhannya akan energi, Indonesia masih bergantung pada batubara sebagai tumpuan sumber energi utama. Berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada tahun 2021, Indonesia memiliki cadangan batubara sebesar 38,84 miliar ton dengan jumlah produksi per tahun sebesar 600 juta ton atau sekitar 2,2% dari total cadangan global yang membuat Indonesia menempati peringkat ke-9 dunia. Dengan jumlah ini, diperkirakan bahwa cadangan batubara yang kita miliki akan bertahan hingga 65 tahun ke depan. Di luar dari banyaknya cadangan tersebut, Indonesia masih memiliki potensi cadangan batubara yang lebih besar. Sebagai contoh, pulau Kalimantan menyimpan 62,1% potensi cadangan Indonesia yaitu sebesar 88,31 miliar ton dan 25,84 miliar ton cadangan. Sementara itu, pulau Sumatera menyimpan 55,08 miliar ton potensi cadangan dan 12,96 miliar ton cadangan. Dari total cadangan dan potensi yang ada, per 26 Juli 2021, Indonesia memproduksi batubara sebesar total 328,75 juta ton dengan rincian 96,81 juta ton untuk domestik, 161,99 juta ton diekspor, dan 52,22 juta ton untuk Domestic Market Obligation (DMO). Diketahui pada tahun 2020, konsumsi energi Indonesia sebagian besar berupa bahan bakar fosil, yaitu batubara 51%, Bahan Bakar Minyak (BBM) 35%, dan bahan bakar gas 14%. Pemanfaatan terbesar batubara di
Indonesia adalah untuk pembangkit listrik. Konsumsi listrik di Indonesia terus
meningkat sekitar 26%. Untuk memenuhi peningkatan kebutuhan listrik yang terus terjadi, Indonesia masih mengandalkan energi fosil. Berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN tahun 2021 – 2030, pada tahun 2030 diproyeksikan bauran energi untuk penyediaan listrik memiliki rincian berupa batubara 64%, gas alam 11,5%, BBM 0,4%, dan potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) 1,2%. Dengan strategi itu, pada tahun 2025 bauran energi untuk EBT akan