6 minute read

Kecamatan Sungai Tabelian) sebagai Kawasan Agropolitan Kabupaten Sintang - Qonieta Maulidya (19/443547/TK/48743

7.5 Kesiapan KSK Ekonomi (Kecamatan Kayan Hilir, Kecamatan Dedai, dan Kecamatan Sungai Tabelian) sebagai Kawasan Agropolitan Kabupaten Sintang Qonieta Maulidya (19/443547/TK/48743)

7.5.1 Pendahuluan

Advertisement

7.5.1.1 Latar Belakang

Ketimpangan atau kesenjangan pembangunan antar wilayah di Indonesia masih menjadi tantangan untuk diselesaikan dalam pembangunan ke depan. Berdasarkan Perpres 63 Tahun 2020 menyebutkan bahwa masih terdapat 62 Kabupaten di Indonesia yang masih termasuk kedalam daerah tertinggal. Selain itu juga masih terdapat permasalahan kesenjangan pembangunan antara wilayah desa dan kota. Ketimpangan wilayah ini merupakan masalah yang dihadapi oleh banyak negara berkembang termasuk negara Indonesia. Ketimpangan pembangun desa-kota perlu ditangani secara serius dan tepat untuk mencegah terjadinya peningkatan laju urbanisasi yang nantinya akan memberikan beban dan masalah sosial perkotaan yang kunjung usai. Ketimpangan pembangunan yang terjadi berkaitan dengan pembangunan fasilitas umum dan sosial yang masih berpusat di kota sehingga wilayah perdesaan tidak dapat berkembang cepat dan mengejar ketertinggalan tersebut.

Bank Dunia memproyeksikan pada tahun 2045 akan ada sebanyak 220 juta penduduk Indonesia yang akan meninggalkan perdesaan dan memilih untuk tinggal di kota-kota besar dan kecil. Hal itu menunjukkan adanya peningkatan laju persentase urbanisasi yang pada tahun 2019 berada di angka 56% menjadi 70%. Dikutip berdasarkan data dari Databoks.co.id, tingkat persebaran penduduk Indonesia yang tinggal di daerah urban merupakan yang kedua tertinggi setelah negara Malaysia. Fenomena urbanisasi di Indonesia menjadi masalah dikarenakan laju urbanisasi yang meningkat tanpa diimbangi dengan peningkatan pembangunan dan kesejahteraan yang sama cepatnya. Selain itu proses urbanisasi yang terjadi seringkali mendesak keberadaan sektor pertanian yang ditandai dengan adanya alih fungsi lahan menjadi kawasan terbangun ataupun bertransformasi menjadi kawasan lainnya. Akibat yang sangat logis dari kondisi ini yaitu penurunan produktivitas pertanian.

Pembangunan perdesaan bukan menjadi tidak penting sehingga dipisahkan dari pembangunan perkotanaan. Namun sebaliknya perasalahan terkait kesenjangan pembangunan tersebut harus ditemukan solusi yang tepat. Hal ini dirasa perlu sebagai cara untuk menepis terjadinya urban bias yaitu keadaan dimana pengembangan perdesaan yang awalnya ditujukan untuk meningkatkan kawasan kesejahteraan masyarakat perdesaan namun yang terjadi malah sebaliknya yaitu tersedotnya potensi perdesaan ke perkotaan baik dari sumber daya manusia, alam, bahkan modal (Douglas,1986). Sesungguhnya Kawasan perdesaan sesungguhnya memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk mengatasi isu tersebut namun sayangnya belum dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat setempat.

Berdasarkan isu yang dihadapi oleh kawasan perdesaan, pengembangan kawasan agropolitan dapat menjadi salah satu alternatif solusi yang dapat digunakan untuk mengembangkan kawasan perdesaan tanpa melupakan kawasan perkotaan. Menurut pendapat yang dikemukakan oleh John Friedman (1976) bahwa konsep pengembangan kawasan agropolitan sangat cocok digunakan oleh negara-negara berkembang di Asia karena sesuai dengan karakteristik kawasan yang mayoritas memiliki ketersediaan sumber daya alam yang melimpah dan daya dukung lahan yang dimiliki sangat cocok digunakan untuk budidaya pertanian.

Pengembangan kawasan agropolitan diharapkan mampu memunculkan interaksi fungsional dan hierarki keruangan yang kuat antara system permukiman dan system agrobisnis. Melalui pendekatan ini, produk pertanian dari kawasan produksi akan diolah terlebih dahulu di pusat kawasan agropolitan sebelum dijual ke pasar yang lebih luas sehingga memiliki rantai nilai dan nilai tambah yang meningkat. Pengembangan kawasan agropolitan sebagai bagian dari pengembangan wilayah nasional tidak terlepas dari Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) yang menjadi kesepakatan nasional. Hal itu sejalan dengan pengembangan kawasan agropolitan yang terdapat di Kabupaten Sintang merupakan amanat yang termuat didalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sintang Tahun 2016-2036.

Berdasarkan RTRW Kabupaten Sintang 2016-2036 wilayah Kecamatan Kayan Hilir, Kecamatan Dedai, dan Kecamatan Sungai Tabelian termasuk kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi yang dimaksudkan sebagai kawasan agropolitan. Peran dan fungsi utama dari wilayah ini yaitu sebagai pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten Sintang dengan sebagai pengembangan potensi sumber daya alam. Selain itu sektor pertanian, perkebunan, dan kehutanan di Kabupaten ini masih menjadi tulang punggung perekonomian masyarakat terbukti dari besarnya kontribusi sektor ini terhadap PDRB Kabupaten Sintang sebesar 26.7% dan jumlah penyerapan tenaga kerja sebesar 62.5% dari total penduduk yang bekeja. Dengan adanya potensi tersebut diharapkan mampu mengembangkan dan memanfaatkan sumber daya alam yang ada seoptimal mungkin sehingga tujuan dari pengembangan kawasan agropolitan tercapai.

Keberhasilan dari suatu program tidak luput dari pengaruh faktor fisik dan faktor sosial. Faktor atau indicator yang digunakan dalam menilai kesiapan dan potensi menjadi kawasan agropolitan dalam penelitian ini difokuskan pada potensi fisik, agribisnis, komoditas, infrastruktur, dan kelembagaan. Kondisi fisik yang sesuai untuk pertanian, agribisnis yang sudah saling terintegrasi, komoditas unggulan sebagai keuntungan komparatif, infrastruktur yang memadai, dan terdapat kelembagaan yang menunjang kegiatan dapat dijadikan sebagai indicator yang menunjakan siap atau tidaknya kawasan tersebut menjadi kawasan agropolitan. Namun terlepas dari siap atau tidaknya, peneliti tetap akan memberikan rekomendasi strategi pengembangan untuk pengembangan kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi sebagai kawasan agropolitan di Kabupaten Sintang.

7.5.1.2 Rumusan Masalah

A. Bagaimana karakteristik kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi sebagai kawasan agropolitan Kabupaten Sintang? B. Bagaimana kesiapan kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi sebagai kawasan agropolitan Kabupaten Sintang?

7.5.1.3 Tujuan

A. Mengetahui karakteristik kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi sebagai kawasan agropolitan Kabupaten Sintang. B. Mengetahui kesiapan kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi sebagai kawasan agropolitan Kabupaten Sintang. C. Memberikan rekomendasi strategi pengembangan bagi kawasan tersebut sebagai kawasan agropolitan Kabupaten Sintang

7.5.2 Tinjauan Pustaka

7.5.2.1 Kawasan Agropolitan

Konsep Agropolitan merupakan konsep pengembangan perdesaaan yang pertama kali diperkenalkan oleh Mc.Douglass dan Friedmann pada tahun 1974. Berdasarkan teoritis agropolitan berasal dari dua kata yaitu (Agro = Pertanian) dan (politan = kota), sehingga berdasarkan pengertian tersebut dapat dirangkum sebagai suatu kawasan tertentu yan berbasis pertanian. Menurut Rahardjo (2006:108) agropolitan merupakan kota yang berada di atau sekitar ladang pertanian untuk peroduksi tanaman pangan. Pendekatan model ini pada dasarnya memberikan pelayanan dan mendukung produktivitas petani dalam rangka kegiatan produksi, pemasaran, dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Sedangkan setiap kota-kota agropolitan ini akan Bersatu di dalam satu ruang spasial yang saling terhubung membentuk suatu kawasan agropolitan.

Didalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, terdapat pengertian dari Kawasan Agropolitan yaitu suatu kawasan yang terdiri dai satu atau lebih pusat kegiatan pada satu wilayah perdesaan sebagai system produksi pertanian dan pengolahan sumberdaya alam tertentu yang ditujukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan heirarki keruangan suatu sistem permukiman dan sistem agribisnis. Diperkuat dengan pendapat Friedman dan Douglass (1976), Kawasan agropolitan meupakan kota diladang yang pembangunannya terkonsentrasi di wilayah perdesaan dengan jumlah penduduk sekitar 50.000-150.000 penduduk yang didmonasi oleh penduduk bekerja di sektor pertanian dan otoritas pembangunan dimiliki oleh masyarakat itu sendiri sehingga mereka memiliki tanggung jawab penuh terhadap perkembangan desanya sendiri.

Tujuan umum dari pengembangan kawasan agropolitan yaitu dapat meningkatkan pendapatan perkapita penduduk dan juga kesejahteraan masyarakat melalui akselerasi pngembangan wilayah dan peningkatan implikasi hubungan desa-kota dengan mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berkelanjutan, kerakyatan, dan terdesentralisasi di kawasan agropolitan. Menurut BPPSDMP Departemen Pertanian terdapat beberapa kriteria dari kawasan agropolitan antara lain:

a. Memiliki daya dukung sumber daya alam dan potensi fisik wilayah yang memungkinkan mendapatkan sistem dan usaha agribisnis berbasis komoditas unggulan b. Komoditas unggulan yang dimaksud pada poin A yaitu yang dapat menggerakkan ekonomi kawasan c. Perbandingan luas kawasan dengan jumlah penduduk ideal untuk membangung sistem dan usaha agribisnis dalam skala ekonomi dan jenis usaha tertentu

d. Terdapat prasana dan sarana produksi yang memadai seperti pengairan, listrik, transportasi, pasar lokal, dan kios sarana produksi e. Memiliki suatu lokasi yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai pusat pelayanan, penghubung dengan daerah atau kawasan desa -kota yang terintegrasi secara fungsional

Sedangkan jika dilihat berdasarkan Pedoman Pengelolaan Ruang Kawasan Agropolitan Tahun 2002, ciri-ciri dari kawasan agropolitan yaitu:

a. Kegiatan yang mendominasi sebagai kegiatan utama masyarakat yaitu kegiatan pertanian dan atau agribisnis yang dimulai dari agribisnis hulu, agribisnis pertanian primer, agribisnis hilir, dan jasa penunjang b. Terdapat keterkiatan antara kota dengan desa yang bersifat mutualisme dan saling membutuhkan. Kawasan pertanian di perdesaan mengembangkan usaha budi daya dan produk olahan sedangkan kawasan kota akan menyediakan fasilitas untuk berkembangnya kegiatan tersebut c. Kehidupan masyarakat di kawasan agropolitan tidak berbeda dari kehidupan kota karena adanya sarana prasarana yang sama dengan di kota.

This article is from: