
1 minute read
Gambar 7. 53 Peta Rawan Karhutla Kabupaten Sintang
Gambar 7. 53 Peta Rawan Karhutla Kabupaten Sintang
Sumber: Analisis Penyusun, 2021 Dari peta diatas dapat dilihat bahwa indeks rawan kebakaran hutan dan ladang di Kabupaten Sintang tergolong tinggi pada Kecamatan Sintang, Binjai
Advertisement
Hulu dan Ketungau Hilir. b. Alih fungsi lahan menjadi lahan pertanian dan perkebunan Seiring bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan akan bahan pangan pun turut meningkat, oleh karena itu banyak dilakukan pembukaan lahan untuk dijadikan lahan pertanian.
Tabel 7. 64 Produktivitas dan Harga Jual NSDA Kabupaten Sintang

Sumber: Analisis Penyusun, 2021
Luas lahan pertanian pangan dan perkebunan eksisting di Kabupaten Sintang tergolong tinggi dengan luas sebesar 42.235 Ha untuk pertanian pangan dan 185.275 Ha untuk perkebunan, namun kondisi ini belum sejalan dengan produktivitas pertanian pangan. Dibandingkan dengan sumber daya alam lain pertanian pangan memiliki produktivitas yang tergolong rendah sehingga memengaruhi harga jual per ton nya yang tergolong paling rendah dibandingkan sumber daya lain, yakni sebanyak Rp26.680.000/ Ton. Padahal jika dilihat total luas cadangan lahan yang dapat dimanfaatkan, pertanian pangan merupakan
yang tertinggi, yakni seluas 346.011 Ha. Maka dari itu perlu dilakukan peningkatan produktivitas melalui intensifikasi pertanian, diversifikasi produk pertanian serta penyediaan fasilitas pertanian oleh pemerintah. c. Tumpang tindih pada kawasan hutan Tumpang tindih yang terjadi yaitu antara permukiman dan kawasan hutan serta antara izin usaha dan pengelolaan hutan. Beberapa masyarakat adat maupun lokal di Kabupaten Sintang masih membangun permukiman berada pada kawasan hutan karena belum dilakukan penetapan areal nilai konservasi tinggi (NKT) yang bertujuan untuk menggambarkan kawasan lindung dan konservasi. Dari total 45 izin yang ada, terdapat 11 izin usaha atau seluas 7.256
Ha perkebunan sawit di Kabupaten Sintang yang termasuk ke dalam kawasan hutan. Dalam menetapkan adanya tumpang tindih ini, terdapat beberapa peraturaan yang menjadi pedoman, yaitu UU No 41 Tahun 1999 Pasal 50 ayat (3) tentang Kehutanan, UU No 18 Tahun 2013 Pasal 92 ayat (2) tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan pasal lainnya yang mendukung. d. Emisi yang ditimbulkan dari deforestasi kawasan hutan
Menurut forest digest deforestasi dan degradasi lahan memberikan pengaruh besar terhadap peningkatan emisi gas rumah kaca terhadap sektor kehutanan, yakni sebesar 60%. Ada lima sektor yang menyumbang emisi ini, yakni energi, proses industri dan penggunaan produk, pertanian dan kehutanan, pengolahan limbah serta alih fungsi lahan. Kehutanan dalam hal ini menyumbang sebanyak 17% emisi karbon.