
6 minute read
Multiperan, Bagaimana
by Nuniek Tirta
Cara Saya Membagi Waktu?
Beberapa
Advertisement
waktu lalu saya pernah diwawancara untuk sebuah artikel berjudul Nuniek Tirta: Angel investor, Founder of Startup lokal, Mother, and Wife yang diterbitkan oleh ANGIN (Angel Investment Network Indonesia). Kebetulan saya baru saja bergabung di ANGIN sebagai angel investor ke-60 sekaligus investor wanita ke-30.
Pertanyaan pertama, saya diminta untuk bercerita tentang siapa saya. Pertanyaan kedua dan ini adalah salah satu pertanyaan yang paling sering saya terima: bagaimana cara saya mengatur waktu sebagai seorang entrepreneur, angel investor, ibu, dan istri. Ini adalah prinsip saya dalam membagi waktu, berikut contoh konkretnya.
Know Your Priority
Ini adalah prinsip utama dalam membagi waktu: pahami prioritasmu.
Di antara peran sehari-hari sebagai entrepreneur, angel investor, ibu dan istri, blogger dan influencer, konsultan dan advisor, plus mahasiswi S2, prioritas utama saya adalah sebagai seorang istri. Mengapa? Sebab itu adalah perintah Tuhan. Setelah menikah, we become one flesh and I become ezer kenegdo (penolong yang sepadan) for him. Karenanya, saya mengutamakan tugas saya sebagai istri dibanding tugas-tugas lainnya.
Misalnya, ketika suami meminta saya menemaninya tugas ke luar kota, saya akan memberi pengertian kepada anak-anak bahwa kami akan pergi selama beberapa hari. Biasanya, saya juga memberi tahu mama atau mertua yang tinggal dekat rumah supaya bisa ikut memantau. Tugas rumah tangga didelegasikan kepada asisten rumah tangga, tugas administrasi didelegasikan kepada personal assistant saya. Prioritas sebagai istri ini menurut saya sangat penting, sebab ketika hubungan saya dengan suami baik, hubungan dengan anak-anak pun baik. Jadi, bagi yang masih punya suami, meskipun sudah menjadi ibu, jangan lupa jadi istri yaa (Baca tentang Jangan Lupa Jadi Istri!)
Focus on Your Goal
Fokus pada tujuan yang ingin dicapai. Fokus pada targetmu.
Contoh, hampir setiap hari saya selalu mendapat undangan acara, pertemuan, meeting atau sekadar ngobrol. Jika tidak fokus pada tujuan yang ingin dicapai, bisa-bisa waktu saya habis hanya untuk memenuhi semua permintaan tersebut. Jadi, sebelum mengiyakan sebuah permintaan, saya selalu bertanya pada diri sendiri: apa yang ingin saya capai dari hal tersebut? Biasanya ketika diundang ke sebuah acara, ada tiga pertimbangan dasar yang saya pakai.
Pertama: apakah topiknya menarik dan relevan untuk saya ketahui? Jika tidak, pertimbangan kedua adalah apakah network-nya menarik? (Entah itu pembicara atau audiensnya). Jika tidak juga, pertimbangan ketiga: (dan ini adalah koentji): siapa yang mengundang? Jika yang mengundang adalah orang yang saya segani/hormati, sebisa mungkin saya usahakan datang. Tujuan saya apa? Untuk menjaga hubungan baik, tentu saja.
Delegate Your Weakness
Delegasikan kelemahanmu. Alias, limpahtugaskan hal yang saya kurang jago atau tidak suka.
Contoh, saat nggak ada pembantu, tugas rumah tangga yang paling saya nggak suka adalah urusan baju kotor. Karena itu, saya delegasikan saja tugas itu kepada laundry kiloan, hehehe. Jadi, saya bisa alihkan tenaga untuk masak dan beberes rumah.
Sementara untuk urusan pekerjaan, tugas yang paling saya tidak suka adalah yang berkaitan dengan printilan administrasi, akuntansi, dan pajak. Jadi, saya mendelegasikan tugas itu kepada personal assis- tant saya dan membayar konsultan pajak. Dengan begitu, saya bisa fokus kepada hal yang saya kuasai dengan baik, seperti menyusun rencana strategis dan menulis. Dalam hal mendidik anak, saya paling seneng ngajak mereka ngobrol, tapi sering nggak sabaran kalau ngajarin mereka belajar, apalagi matematika! Saya jadi sering minta tolong partisipasi suami untuk mengajar mereka karena suami lebih sabar dan senang mengajar, hehe, dan membayar guru les bimbingan belajar.
Be Present, Be in the Moment
Ini bahasa Indonesianya yang tepat apa ya? Hadir di sini, saat ini? Ya, kurang lebih seperti itu.
Contoh: sebagai konsultan dan advisor, klien membayar saya per jam. Misalnya 12 jam dalam sebulan, yang dibagi dalam 3 jam tatap muka dalam seminggu. Jadi, selama 3 jam itu saya akan fokus hadir di sana saat itu. Artinya, saya tidak akan mengecek handphone selama tatap muka tersebut supaya tidak terdistraksi dan saya bisa fokus pada klien sepenuhnya. Sementara dalam keluarga, ada golden rules ketika sedang berada di meja makan, yaitu no gadgets. Boleh pakai HP hanya untuk foto makanan saja, tetapi tidak boleh di-posting saat itu juga. Jadi, kami bisa fokus ngobrol saat makan sekeluarga. Akan tetapi, untuk saat-saat tertentu, misalnya ketika diundang liburan atau makan di suatu tempat, sudah pasti yang mengundang mengharapkan saya untuk bisa share di sosial media. Ya kan memang dibayar untuk pamer, hehe. Tapi, itu pun masih bisa dilakukan setelah selesai makan, kok.
Listen to Your Body Alarm
Dengarkan alarm tubuhmu.
Contoh: sejak suami melepaskan jabatan di perusahaan yang didirikannya beberapa waktu lalu, bukannya jadi santai kami berdua malah semakin sibuk. Sering kali, sudah akhir bulan tetapi belum sehari pun kami ada istirahat total di rumah. Setiap hari selalu ada 2-5 agenda: mulai dari meeting, acara, sampai urus beberapa bisnis seperti investasi startup dan properti. Bahkan, untuk merawat diri pun yang tadinya bisa seminggu sekali kalau mau, sekarang cuma bisa saat akhir bulan aja saking padatnya.
Kebiasaan buruk kalau aktivitas sedang sangat padat itu saya sering jadi suka lupa minum. Akibatnya, bisa ditebak: panas dalam. Kalau sudah begitu, saya selalu menangkal dengan memperbanyak minum air putih, dibantu minuman antipanas dalam. Saya juga rutin mengonsumsi vitamin dan suplemen sebab kalau mengandalkan dari makanan sehari-hari saja belum tentu terpenuhi kebutuhan gizinya. Kalau tubuh sudah terasa capek, pegal, linu, mulai batuk flu, ya itu alarm sesungguhnya supaya saya slow down dan segera rebahan. Jangan menghukum diri sendiri atas nama produktivitas, sebab tubuhmu adalah bait Tuhan yang harus dijaga. Beri ia jeda, jiwa dan raga.
Manage Energy
Kebanyakan orang hanya terpaku pada pengaturan waktu, tetapi bingung kok bisa sih si A melakukan jauh lebih banyak hal daripada saya? Padahal setiap orang diberi Tuhan waktu sama banyaknya lho: 24 jam dalam sehari, 7 hari dalam seminggu. Bisa jadi, yang salah bukan soal pengaturan waktunya, tetapi soal pengaturan energinya. Saya selalu percaya mengatur energi adalah kunci untuk mengoptimalkan waktu.
Contoh: sebagai seorang introvert, level energi saya mudah turun setelah berinteraksi dengan orang lain. Karena itu, in between meetings, biasanya saya meluangkan waktu me-time sejenak sendirian. Entah sekadar mojok di cafe, membaca buku, atau mendengarkan musik, untuk recharge energi sebelum lanjut ke meeting selanjutnya. Saya juga sadar bahwa fisik saya lebih aktif pada siang hari, tapi otak saya jauh lebih kreatif saat malam hari. Jadi, biasanya kegiatan kreatif yang tidak melibatkan fisik, tetapi melibatkan otak dan pikiran, saya lakukan pada malam hari.
Perceraian
Setiap pasangan menikah pasti mendambakan pernikahan yang langgeng hingga akhir hayat, sesuai dengan janji mereka di hadapan Tuhan. Namun dalam perjalanannya, tidak selamanya impian itu berjalan sesuai kenyataan. Ada beragam kenadala yang dapat membuat pasangan menikah kemudian memutuskan untuk bercerai.
Pada 2018, angka perceraian Indonesia mencapai 408.202 kasus, meningkat 9% dibandingkan tahun sebelumnya. Penyebab terbesar perceraian pada
2018 adalah perselisihan dan pertengkaran terus menerus dengan 183.085 kasus. Faktor ekonomi menempati urutan kedua sebanyak 110.909 kasus.
Pengadilan Agama Kelas 1A Kota Semarang mencatat kenaikan drastis kasus perceraian selama masa pandemi Virus Corona (Covid-19). Kenaikan kasus hingga tiga kali lipat itu disinyalir disebabkan oleh masalah ekonomi dalam rumah tangga. Setiap hari panitera setidaknya menerima 100 orang yang mendaftarkan gugatan perceraian. Sekitar 80 persen penggugat datang dari pihak perempuan atau istri.
Namun menurut saya, data tersebut memiliki tingkat deviasi tinggi. Mengapa?
Karena ternyata, dalam hukum pengadilan agama, jika istri mengajukan gugat cerai dan suami selaku tergugat sama sekali tidak pernah datang ke pengadilan, maka dalam 2 kali sidang saja gugatan cerai dapat dikabulkan. Ini disebut putusan verstek berdasarkan Pasal 125 HIR. Jika suami tidak mengajukan upaya banding terhadap putusan verstek itu, maka putusan tersebut dianggap sebagai putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Lain halnya jika suami hadir di pengadilan, prosesnya lebih lama karena harus menjalani mediasi dan sanggahan delik aduan. Tergantung beratnya kasus, rata-rata prosesnya memakan waktu tiga bulan dengan enam kali persidangan. Sementara jika suami yang menggugat, prosesnya akan lebih lama lagi, bisa enam bulan lebih.
Celah inilah yang sering “dimanfaatkan” oleh pasangan yang memang sudah memutuskan untuk bercerai. Demi alasan kepraktisan, mereka sepakat untuk mengajukan gugat cerai dari pihak istri, dan suami tidak akan datang ke pengadilan. Dengan demikian, prosesnya tidak bertele-tele, hanya dengan dua kali persidangan dalam tempo kurang lebih sebulan, putusan sudah bisa dijatuhkan.
Saya mendapatkan “pengetahuan” ini dari pengalaman saya mendampingi sekaligus memberikan konseling kepada seseorang yang selama dua tahun ini telah berjuang mempertahankan pernikahannya, tetapi kandas juga karena pihak ketiga. Saya pernah seharian di Pengadilan Agama untuk menemani sekaligus menjadi saksi sidang perceraiannya.
“Gue nggak tau deh ini harus seneng apa sedih,” ucapnya sambil nyengir di dalam ruang sidang, sesaat setelah hakim menjatuhkan putusan. Saya pun tak tahu apakah harus mengucapkan selamat atau turut berduka. Yang jelas, ini adalah babak baru dalam kehidupannya, yang semoga menuju ke arah yang lebih baik lagi. Saya hanya berharap dan berdoa semoga ia diberikan kekuatan untuk menjelaskan kepada anak-anaknya yang masih kecil, diberikan kesabaran untuk mengumumkan kepada keluarga dan orang-orang terdekatnya, diberikan keikhlasan untuk melepaskan apa yang kini bukan lagi miliknya, dan diberikan kemampuan untuk bertahan secara finansial setelah bercerai. Amin.