
1 minute read
Keberhasilan Perkawinan
by Nuniek Tirta
Saya pernah membaca buku Intimate Relationships, Marriages & Families karangan Mary Kay DeGenova ini sebagai bahan referensi tugas kuliah. Isi buku ini lengkap sekali, dan ilmunya penting untuk dibagi. Jadi daripada cuma tersimpan rapi di memori komputer saya, lebih baik saya share yaa. Berikut ini adalah empat kriteria yang mendefinisikan keberhasilan perkawinan, yaitu sebagai berikut.
1 Durability (Daya Tahan)
Advertisement
Banyak orang mengatakan bahwa pernikahan yang bertahan lama lebih sukses daripada pernikahan yang bertahan sementara. Dalam banyak kasus, stabilitas pernikahan dan kualitas pernikahan berjalan seiring. Namun, lama atau tidaknya pernikahan tidak dapat dijadikan kualitas perkawinan secara keseluruhan, sebab banyak juga pasangan yang bertahan lama dalam perkawinan meskipun di dalamnya terdapat rasa frustasi, konflik, atau ketidakbahagia- an. Jadi, durability dan kualitas pernikahan harus seimbang, ya.
2 Approximation of Ideals (Mendekati Cita-cita)
Cara lain mengevaluasi keberhasilan perkawinan adalah dengan melihat sejauh mana perkawinan mendekati cita-cita pasangan atau memenuhi harapan mereka. Kedua belah pihak memiliki konsep masing-masing mengenai hubungan yang ideal.
3 Fulfillment of Needs (Mencukupi Kebutuhan)
Kriteria lain dalam keberhasilan perkawinan adalah dengan melihat apakah perkawinan itu memberikan kontribusi yang cukup terhadap kebutuhan-kebutuhan individual, termasuk berikut ini.
Psychological needs (kebutuhan psikologis) –cinta, kasih sayang, persetujuan, dan pemenuhan diri.
Social needs (kebutuhan sosial) – pertemanan, persahabatan, dan pengalaman baru.
Sexual needs (kebutuhan seksual) – pemenuhan kebutuhan seksual baik secara fisik maupun psikologis.
Kriteria ini membutuhkan pasangan yang menyadari kebutuhan masing-masing dan memberi an- dil dalam memenuhinya. Perhatikan penekanan pada kata “memberi andil”. Pernikahan tidak mungkin bisa memenuhi seluruh kebutuhan. Beberapa kebutuhan akan selalu dicapai melalui peran di luar perkawinan itu sendiri, misalnya pekerjaan, pertemanan, kegemaran, dan rekreasi. Namun, perkawinan yang sukses memberikan kontribusi yang dapat diterima. a. Pertama, akan sangat membantu jika pemenuhan kebutuhan ini mutual, dalam arti saling memenuhi target. Dalam hubungan di mana hanya salah satu pihak saja yang melakukan pemenuhan kebutuhan sementara yang lain hanya menerima, maka yang memberi sering kali menjadi kelelahan. b. Kedua, saling memenuhi kebutuhan ini hanya mungkin terjadi apabila kebutuhan itu berada dalam batasan harapan yang realistis. Orang yang sangat tergantung, posesif, misalnya, menuntut terlalu banyak cinta dan persetujuan yang tidak mungkin dapat dipenuhi oleh pasangannya. Dalam hal ini, perkawinan mungkin gagal. Bukan karena keengganan memenuhi kebutuhan pasangan, tetapi karena tuntutan tidak masuk akal dari pasangan yang tak pernah puas.
Ada dua hal yang perlu dicermati.