1 minute read

Mencari Akar Masalah Menggunakan 5 Whys Technique

Next Article
Curhat

Curhat

Suatu waktu, di meja makan, sehabis pulang sekolah, si bungsu yang pada waktu itu berusia 7 tahun berkata, “Mom, I don’t like Monday.

“Saya berhenti sejenak dari kegiatan memilah baju kotor untuk dicuci. I decide to use 5 Whys Technique to understand her problem.

Advertisement

Sumber foto: https://www.slideshare.net/VirgieMaeLima1/ problem-solving-15042598

“Oh, you don’t like Monday?” (pertama saya paraphrase pernyataannya untuk memvalidasi feeling-nya)

“Yes.”

“Why?” (Why #1)

“Because I don’t like computer.” (Fakta pertama, muncul informasi yang dihapus dari pernyataan awal).

“Oh, I thought you like computer. Why you don’t like computer?” (Why #2)

“Because the teacher asked us to write down a story about human.” (Fakta kedua, muncul informasi yang terdistorsi).

Hm.. Why you don’t like it?” (Why #3)

“It makes me confused.” (Fakta ketiga, muncul informasi yang digeneralisasi pada pernyataan awal).

“Oh, you’re confused. Why?” (Why #4)

“It is a story but the teacher asked us to write it all with capital letters, so weird. But I continued writing it the right way, you know, with capital on first letter and then small letters. I saved it and then I run away from the class.” (Fakta keempat, muncul informasi lebih detail yang makin jauh dari pernyataan awal)

“Wow. Why did you run?” (Why #5, sambil menahan tawa karena lucu bayangin dia lari).

“Takut salah semua. Heeheee.” (Fakta kelima, muncul informasi inti atau akar permasalahan, bahwa dia takut dibilang salah padahal menurutnya cara dialah yang benar, yaitu menulis cerita dalam bentuk paragraf dengan huruf besar di awal saja, bukan huruf besar semua).

That’s my super perfectionist little curly girl. Jadi bisa dilihat, akar masalahnya jauh sekali dari pernyataan awal, ya?

Teknik bertanya ini cocok diterapkan untuk menggali informasi yang terhapus, tergeneralisasi, dan terdistorsi. Bisa juga diterapkan untuk menetapkan pilihan. Namun, KURANG COCOK diterapkan untuk proses konseling terutama pada permasalahan yang berat karena bisa membuat orang merasa diinterogasi/disalahkan/dipojokkan.

This article is from: