
1 minute read
Social Pressure
by Nuniek Tirta
Percakapan di meja makan usai pesta malam natal antara seorang ibu, tante, dan sepupu yang sudah dua tahun menikah, tetapi belum punya anak.
Ibu : “Kamu nginep di rumah anakku aja apa?”
Advertisement
Sepupu : “Kenapa?”
Ibu : “Biar diajarin caranya bikin anak!”
Tante : “Hahaha, iya anaknya hebat tuh. Tokcer!”
Si sepupu hanya bisa tersenyum getir, meski dalam hatinya saya tahu pasti rasanya sakit dan sedih luar biasa. Keesokan harinya saat keluarga besar kumpul di rumah mertuanya, ia tak kelihatan, hanya suaminya. Sendirian.
Kejadian lain beberapa tahun lalu, antara seorang pakde dengan calon menantu di pesta pernikahan kerabat:
Pakde : “Kamu kapan nyusul?”
Calon mantu : “Ya, saya nunggu aja pakde. Sebagai orang Jawa, harus dari pihak laki-lakinya dulu yang datang melamar kan.”
Pakde : “Nikah itu bukan soal siap nggak siap, tapi niat atau nggak niat. Coba ditanyakan.”
Setelah percakapan itu, plus gempuran pertanyaan yang sama dari kanan kiri, si calon mantu mendekam di kamar mandi selama satu jam untuk menenangkan diri sendiri karena air mata tak henti mengalir.