
7 minute read
Perbedaan Kepribadian
by Nuniek Tirta
Seriiinggg
banget saya dicurhatin, yang inti pertanyaannya adalah bagaimana caranya mengubah pasangan saya? You know what? That sounds so wrong in so many ways! Pertama, saya nggak kenal pasangan kamu? Kedua, kalaupun kenal, yang hidup sama dia kan kamu? Ketiga, mana bisa orang berubah kalau dia sendiri tidak merasa harus ada yang diubah? Keempat, kalaupun dia tahu ada yang harus diubah, siapakah saya yang bisa membuatnya MAU untuk berubah?
Advertisement
Tentu saja, saya tidak menulis keempat poin di atas sebagai jawaban ke mereka, coz it’s kinda harsh, haha. Akan tetapi, saya selalu mendorong mereka untuk terlebih dulu memahami kepribadian pasangan dan kepribadian dirinya. Dengan memahami kepribadian masing-masing dan perbedaannya maka biasanya akan jauh lebih mudah menemukan garis merah inti permasalahannya. Setelah itu baru deh bisa diurai, bagaimana cara mengatasi dan mengantisipasinya.
Ada banyak sekali metode mengidentifikasi perbedaan kepribadian yang bisa dipelajari. Saya sendiri selama kuliah pascasarjana psikologi konseling pastoral belajar tentang DISC (dominance-influence-steadiness-conscientiousness) , MMPI (Minnesota Multiphasic Personality Inventory), four temperaments theory (sanguine-choleric-melancholicphlegmatic) , dan MBTI (Myers-Briggs Type Indicator). Dari kesemuanya itu, yang paling berpengaruh besar dalam keharmonisan hubungan dengan pasangan adalah setelah kami berdua belajar tentang MBTI.
Saya dan suami belajar MBTI ini sejak 2014, dari salah satu mata kuliah S2 saya. Waktu itu dosen saya bilang, “Buat yang punya pasangan, besok ajak deh sit in di kelas saya, karena ini bagus sekali buat yang sudah berpasangan.” Di antara belasan mahasiswa saat itu, hanya suami saya yang ikut. Ternyata, dia terkesan banget dengan MBTI dan paling rajin nyatet. Terus kami langsung mikir “Walah, jadi selama ini kita berantem cuma gara-gara beda dikotomi doang”. Andai kami mengerti perbedaan itu dari dulu, nggak perlu deh ribut-ribut receh nggak penting. Kami berdua lalu merasa bahwa MBTI ini menarik dan penting dipelajari untuk semua orang.
Begitu terkesannya suami dengan MBTI ini sampai-sampai dia terapkan di dunia kerjanya. Suami sebagai salah satu pendiri dan saat itu masih menjadi pemimpin divisi teknologi Tiket.com, meminta para karyawannya untuk melakukan MBTI Assessment ini supaya dia bisa memetakan bagaimana pendekatannya ke karyawan sesuai tipe kepribadian mereka masing-masing. Memang asiknya MBTI ini bisa diterapkan ke berbagai aspek, yakni hubungan personal, profesional, formal, informal, semua bisa.
Saya kemudian baru ambil sertifikasi MBTI pada 2018 di The Myers-Brigg Company yang berpusat di Amerika Serikat. Kebetulan waktu itu ada pelatihannya di Bali, saya langsung ikut. Biayanya USD 2,600 atau sekitar 35 juta rupiah per orang, belum termasuk akomodasi. Kenapa setelah 4 tahun belajar
MBTI saya baru ambil sertifikasi? Karena waktu itu saya baru tahu seorang teman baik saya terselamatkan pernikahannya setelah belajar otodidak MBTI. Terus dia bilang begini, “Ngapain punya ilmu banyak nggak dibagi-bagi ke orang. Paling nggak kan ada 17.000 followers tuh di Instagram, di-educatelah followers-nya.” Oh iya, betul juga!
Untuk memahami dasar-dasar MBTI beserta penerapannya, baik dalam kegiatan sehari-hari maupun dunia kerja, silakan ikuti MBTI training online saya, ya. Caranya, ketik di browser: a.natali.id/mbti.
Di video itu dijelaskan secara rinci mulai dari sejarah
MBTI, pengertian MBTI, mengapa memilih MBTI, perbedaan nature dan nurture, cara mengidentifikasi tipe kepribadian kita dan orang lain, termasuk juga bagaimana mindset yang benar dalam melakukan assessment MBTI supaya jawabannya nggak beru- bah-ubah terus, dan tentunya penjelasan masingmasing dikotomi secara lebih terperinci. Sementara pada bab buku ini, saya hanya akan memberikan beberapa contoh yang berkaitan dengan pasangan dan anak saja, ya. Karena kalau dikupas semuanya, butuh satu buku khusus lagi, hahaha.
Pengenalan MBTI
Dalam MBTI ada yang namanya dikotomi: Ekstrovert atau Introvert? Sensing atau Intuition? Thinking atau Feeling? Judging atau Perceiving?
Bayangkan saja ini seperti tangan kanan dan tangan kiri. Kita bisa saja memakai keduanya, tetapi mana yang paling nyaman dipakai ketika terlepas dari segala tuntutan dan peran, itulah yang dinyatakan sebagai preferensi kepribadian kita.
A Extrovert atau Introvert? (Bagaimana cara kita mendapatkan energi)
Ekstrovert (E)
Mendapatkan energi dari luar dirinya, dengan cara berinteraksi dengan orang lain. Fokus pada dunia luar, orang-orang, dan kegiatan.
Introvert (I)
Mendapatkan energi dengan cara refleksi diri dan merenung (membaca, menulis, melukis). Fokus ke dalam diri, ide, refleksi, dan pengalaman.
Penerapan pemahaman MBTI dan kaitannya dengan hubungan suami istri ini berkaitan erat dengan gaya komunikasi. Contohnya, kami punya kawan pasutri sesama Ekstrovert, mereka bisa saling sering telepon setiap hari, sampai belasan kali! Belasan kali dalam sehari! Lalu saya cerita ke suami, dengan lempengnya dia komen, “That’s awful.” Saya bilang, “Awful menurut kita, tetapi gaya komunikasi kita mungkin awful juga buat mereka.” Soalnya, saya sama suami nggak suka telepon-teleponan. Bukan karena marahan atau lagi malas ngomong, tetapi memang tidak suka teleponan aja. Bahkan, pernah saya jalan sama teman seharian, dia takjub, “Eh iya beneran, kamu nggak ditelepon suami seharian, ih! Kok bisa, sih?” LOL. Terus kami komunikasinya gimana?
Ya, kami komunikasi via WhatsApp saja, lebih enak tertulis kalau buat saya dan suami. Itu pun tidak terlalu sering yang remeh-remeh, lebih sering yang penting-penting. Selebihnya, kami lebih suka komunikasi langsung di meja makan atau peraduan. Terus curhatnya kapan? Ya, kalo lagi pacaran. Paling sedikit sekali dalam seminggu alokasi waktu buat
#pacaranmingguini. Nggak kurang? Buat kami nggak. We’re very content with it.
Gaya komunikasi berkaitan erat dengan kepribadian kita dan pasangan. Saya dan suami samasama Introvert, jadi kebutuhan ngobrol tidak setinggi teman kami yang sama-sama Ekstrovert dengan pasangannya. Jadi buat yang Introvert, kalau sering ditelponin gitu malah gengges banget karena kebutuhan Introvert sangat besar bagi diri sendiri buat mendapatkan energi. Sementara bagi ekstrovert, kebutuhan besarnya itu ada pada interaksi dengan orang lain untuk mengisi energinya. Itulah kenapa awalannya “extro” (dari luar), dan intro (dari dalam). Itu baru satu contoh aja sih.
B Sensing atau Intuition? (Bagaimana
cara kita mengolah informasi)
Sensing (S)
Fokus pada realita, fakta yang terverifikasi, dan pengalaman masa lalu. Fokus pada yang nyata, aktual, spesifik, konkret, dan hal-hal yang pasti.
Intuition (N)
Fokus pada peluang, kemungkinan pada masa depan, big picture, dan wawasan. Fokus pada pola dan arti, abstrak, imajinatif.
Contoh riilnya, teman saya yang sudah punya usaha sukses, mau buka cabang lagi di beberapa kota besar. Dengan menggebu-gebu dia sampaikan ke pasangannya, “Aku mau buka lagi nih di sini, potensinya gede banget dan udah ada partner yang setuju.” Nah, pasangannya jawab begini, “Kalau kamu buka di sana, waktu kamu makin berkurang dong buat keluarga. Sekarang aja waktu kamu udah berkurang banyak.”
Dalam pandangan si N yang mau buka usaha ini, kalau dia buka cabang baru paling dia benarbenar fokus selama satu tahun, setelah itu bisnisnya bisa jalan sendiri dan dia bisa punya waktu (dan uang!) lebih banyak lagi buat keluarganya. Akan tetapi, karena pasangannya S, dia tidak bisa melihat itu. Hal yang dia lihat adalah sekarang saja waktunya sudah terbatas, apalagi nanti kalau bisnisnya makin gede lagi. Nah, ini biasanya konflik-konflik di rumah tangga yang sering terjadi.
Jadi, tipe Intuition punya banyak gagasan besar, sedangkan tipe Sensing fokus pada detail-detail yang ada di depan matanya. Bukan berarti orang N/S itu jelek, nggak sama sekali. Keduanya punya kelebihan.
Maksudnya gimana? Orang dengan tipe Intuition ini ibaratnya dia ngegas, punya banyak sekali ide di kepalanya, punya plan-plan besar, mau ini mau itu, buat ini buat itu. Sementara orang dengan tipe Sensing lebih ke tukang ngerem-nya. Dia bisa menggenggam tangan si N ini untuk menginjak bumi.
Tapi, warning juga untuk teman-teman yang memiliki perbedaan pada dikotomi yang ini sama pasangan. Kalian harus benar-benar lebih kerja keras untuk bisa saling toleran. Kenapa? Karena berdasarkan data, kalau berbeda pasangan antara N sama S ini, tingkat perceraiannya lebih tinggi. Sebab, N sama S ini bicara tentang mindset, dan mindset itu agak lebih sulit digoyah. Dengan demikian, yang bisa dilakukan adalah adaptasi dan toleransi.
C Thinking atau Feeling? (Bagaimana
cara kita mengambil keputusan)
Thinking (T)
Cenderung mengambil keputusan berdasarkan logika, impersonal, pemikiran objektif. Mengutamakan standar objektif dan kebenaran.
Feeling (F)
Cenderung mengambil keputusan berdasarkan prioritas pribadi, nilai dalam hidup dan hubungan. Mengutamakan harmoni dan dinamika.
Contoh di real life-nya seperti ini. Dulu, sebelum belajar MBTI, saya pernah open trip ke suatu tempat. Nah, pemandu saya bilang, “Nanti bayar becaknya dua puluh ribu.” Setelah itu, saya bilang sama teman saya yang satu becak, “Hah, segini jauh 20 ribu? Tega amat, jauh banget ini sih. Kasih 50 ribu ajalah.” Teman saya lalu menjawab, “Jangaaan. Itu namanya kamu ngerusak pasaran.” Hah, ngerusak pasaran? Apaan sih, bilang aja pelit.
Dia kemudian menjelaskan, “Kalau kamu kasih lebih, besok-besok dia bakal nggak mau lagi tuh tarifnya 20 ribu, jadi kamu ngerusak harga pasaran.”
Karena dulu saya belum belajar MBTI, saya melabeli dia “pelit” dan bawa-bawa suku segala. Setelah belajar MBTI, akhirnya saya mengerti: oh, cara berpikir dia tuh Thinking banget.
Bagi orang dengan tipe Thinking, menjaga sistem dan objektivitas itu sangat penting. Sementara kalau orang tipe Feeling seperti saya, mencoba merasakan apa yang dirasakan si abang becak, kasian sekali perjalanan jauh seperti itu hanya dibayar 20 ribu. Karena dulu saya tidak bisa melihat hal tersebut, saya malah jadi menghakimi.
Oleh karena itu, inilah pentingnya mengidentifikasi kepribadian dengan menggunakan MBTI. Paling tidak, kita tahu, oh, dia begitu bukan karena jahat atau pelit, tetapi ya buat dia, menjaga sistem dan harga pasaran itu penting. Itulah kenapa kita harus
3A: AWARE, ACCEPT, ADAPT. Setelah kita tahu nanti akan mudah nih, oke kita aware dulu bahwa dia orang dengan tipe Thinking. Setelah itu, kita bisa terima (accept) bahwa perbedaannya ada pada dia (tipe) Thinking, sedangkan aku (tipe) Feeling, Baru setelah itu kita bisa saling beradaptasi (adapt). Solusi yang dapat dilakukan untuk situasi seperti itu adalah tetap bayar 20 ribu, tetapi kasih tip lebih dengan bilang bahwa uang tambahan ini buat jajan sarapan. Beres kan? :)
D Judging atau Perceiving ? (Bagaimana cara kita berorientasi ke dunia luar)
Judging (J)
Sangat aware dengan konsep waktu. Ingin semua serba terorganisir, suka buat jadwal, rencana, checklist, menghindari last minute stress.
Perceiving (P)
Kurang aware dengan konsep waktu. Ingin meng-explore pengalaman, fleksibel terhadap perubahan, senang dengan Sistem Kebut Semalam.
Sebelum belajar MBTI, saya dan suami itu sumber ributnya ini melulu. Sebab saya dan suami totally different pada dikotomi ini. Saya tipe Judging banget, sedangkan suami Perceiving sekali. Biasanya, down side of Judging people itu adalah maunya cepat-cepat, karena prinsip orang Judging itu adalah
“kalau bisa sekarang, kenapa harus nanti?”
Sementara down side of Perceiving people itu adalah suka menunda-nunda alias procastinating, karena prinsip itu adalah “kalau bisa nanti, kenapa harus sekarang?” LOL.
Jadi ya misal:
“Daddy, lampu depan mati.”
“Iya, ntar.”
Nah, NTAR nya itu kapan, hanya Tuhan dan dia yang tahu. Bisa bulan depan, tahun depan, abad depan, entah kapanlah. Sementara kalau saya kan maunya segera. Padahal ya nggak enak juga nagihnagih terus. Jadi jalan tengahnya seperti ini: kalau saya minta dia mengerjakan sesuatu, saya kasih batasan waktu.
Contohnya:
“Daddy, lampu depan mati. Minggu depan kan arisan. Sebelum arisan, lampunya udah dibenerin, yaa.”
Dengan begitu, dia tetap punya keleluasaan untuk memilih waktunya sendiri. Saya juga tenang karena bisa set ekspektasi sudah beres sebelum arisan. Jadi tetap ada deadline, tapi dia yang memutuskan kapan pengerjaannya.
Semoga dengan memahami perbedaan kepribadian menggunakan instrumen MBTI ini, kalian bisa lebih memahami diri sendiri dan pasangan, ya.