
3 minute read
Meneguhkan Nilai Kehidupan Keluarga
by Nuniek Tirta
Sebuah Pengantar
Oleh Josef Bataona, Former HR Director Unilever, Danamon, Indofood, Book Writer, www.josefbataona.com)
Advertisement
Ada
alasan kita hadir di muka bumi ini.
Masing-masing mempunyai peran yang menjadi bagian dari panggilan hidup kita. Akan tetapi, kita juga memainkan peran bersama orang lain, atau membantu orang lain untuk bisa bermanfaat lebih maksimal. Hadirnya buku The Real Marriage Life, tulisan Ibu Nuniek Tirta Sari, menurut saya adalah bagian dari pemenuhan panggilan hidupnya untuk membantu atau menginspirasi orang lain dalam mengarungi hidup berumah tangga.
Dengan keberanian yang luar biasa serta ketulusan yang mendalam, Ibu Nuniek mau menceritakan secara gamblang perjalanan hidup keluarga yang dialaminya bersama suami dan keluarga besar. Hal paling menarik adalah ceritanya dibuat berimbang: saat bergumul menapaki hidup yang sulit dan ketika gembira dalam keberhasilan. Tatkala menghadapi masalah pelik dengan suami atau anak, tak lupa dia menceritakan detailnya dan bagaimana mereka mengatasinya. Banyak cerita yang dikedepankan berkaitan dengan langkah proaktif mencegah masalah, demi membangun rumah tangga bahagia.
Dengan menuliskan itu semua dalam buku ini, Ibu Nuniek memberikan peneguhan tentang nilai-nilai positif kehidupan yang dianut oleh keluarganya, dan nilai-nilai tersebut akan menjadi warisan berharga bagi anak cucunya.
Siapa saja yang membaca buku ini, mereka akan menemukan banyak inspirasi tentang cara mendapatkan jalan keluar dari masalah yang dihadapi, tentu diawali dengan ajakan berpikir positif. Pembaca lantas diminta untuk melihat permasalahannya dari berbagai sudut pandang, dan melihat bahwa ada lebih dari satu kemungkinan jalan menuju solusi.
Tulisan di buku ini cukup gamblang memaparkan pengalaman dan pengetahuan Ibu Nuniek yang luas. Isinya juga diperkaya dengan sharing atau konsultasi selama ini, baik dalam seminar, workshop, atau tanya jawab di media sosial. Ibu Nuniek sangat percaya, semua orang punya sumber daya dalam dirinya yang bisa dimanfaatkan dalam memecahkan masalah.
Saya melihat peluang besar bahwa tulisan di buku ini bisa menjadi contoh kasus nyata yang bisa dimanfaatkan dalam sesi pembelajaran oleh siapa saja, termasuk Lembaga Pendidikan ataupun
Lembaga Konsultasi di masyarakat. Buku ini sangat saya rekomendasikan, baik untuk mereka yang baru merencanakan pernikahan atau yang sudah berumah tangga. Pendekatan yang dilakukan dalam menghadapi berbagai masalah, bisa menjadi inspirasi yang digunakan saat kita menghadapi problem kehidupan rumah tangga. Semoga buku The Real Marriage Life sukses dan menjadi manfaat bagi banyak orang.
Menulis
buku The Real Marriage Life ini sudah menjadi utang pribadi saya sejak bertahun-tahun lalu. Hampir semua teman baik saya tahu keinginan saya menerbitkan buku ini. Temanteman sekelas semasa kuliah bahkan pernah ramairamai mendoakan agar buku ini dapat dirampungkan secepatnya. Pengikut di media sosial dan pembaca blog saya juga banyak yang bertanya, jadi kapan menerbitkan bukunya?
Ya, kapan?
What took me so long to finally finish this book? Kalau kendalanya soal tidak ada waktu menulis, saya lumayan rajin kok menulis buah pikiran, entah di blog atau media sosial. Kalau kendalanya soal tidak ada ide, itu mustahil. Sebab ide untuk menulis isi buku ini sudah ada di kepala bertahun-tahun lamanya. Kalau kendalanya soal ketidakmampuan atau ketidakmauan, jelas tidak juga karena saya mampu dan mau.
Jadi, apa sebenarnya masalahnya?
Masalahnya adalah ... saya terlalu banyak pertimbangan sehingga membuat khawatir: bagaimana kalau nanti ternyata pernikahan saya (knock on wood) gagal? bagaimana kalau nanti ternyata anak-anak saya tidak bahagia? bagaimana kalau nanti orang menaruh harapan terlalu tinggi karena apa yang saya tulis, dan kecewa ketika mendapati kenyataan yang berbeda?
Dan what if what if lainnya ....
Namun, saya disadarkan melalui kalimat dr. Fred Toke pada seminar “Caring for the Depressed” yang saya ikuti, bahwa sebuah masalah itu bukan masalah. Masalah sesungguhnya adalah bagaimana cara kita memandang masalah. Apakah dengan kacamata negatif atau positif? Kacamata pesimis atau optimis? Pilihan sebenarnya ada di tangan kita. Jadi, kenapa tidak memilih yang baik saja?
Sekarang, saya memilih untuk melihat kekhawatiran itu sebagai satu tantangan yang menarik untuk ditaklukkan. Kalaupun pernikahan saya gagal (tapi semoga jangan sampai, ya!), kalaupun anak-anak saya tidak bahagia, kalaupun orang-orang kecewa, apakah itu berarti pengalaman saya tidak berharga?
Apakah itu berarti pemikiran saya tidak berguna?
Tidak kan?
Saya mungkin saja berbuat salah, tetapi saya bukanlah kesalahan.
I might fail, but I am not a failure. Jadi, dengan pola pikir seperti itulah, saya bertekad untuk menyelesaikan buku ini. Dengan harapan, apa yang saya tulis dapat berguna bagi kamu yang membacanya.
Ya, kamu.
Kamu yang masih single dan sedang mencari pasangan hidup. Kamu yang sudah pacaran dan ingin naik ke jenjang pernikahan. Kamu yang baru menikah dan sedang menyesuaikan diri dengan pasangan. Kamu yang telah lama menikah dan mulai berada di titik kejenuhan. Atau kamu yang pernikahannya baik-baik saja dan bertanya-tanya apakah masih bisa lebih bahagia lagi.
Enjoy!
Cheers, Nuniek Tirta Sari