4 minute read

16 Sepenggal Hutan Lestari di Bandung Utara Dedi Muhtadi

16

SEPENGGAL HUTAN LESTARI DI BANDUNG UTARA

Advertisement

Dedi Muhtadi

Sahabat DPKLTS Wartawan Harian Kompas, 1985-2018

Awal tahun 2012, ASM (31) warga Desa Cibolang Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat terpaksa berurusan dengan pihak berwajib. Pasalnya, buruh serabutan ini kepergok menebang sebatang pohon kayumanis berdiameter sekitar 10 centimeter di Taman Hutan Raya (Tahura) Djuanda yang berbatasan dengan Cibolang. “Walaupun hanya sebatang, tetap harus kami proses sesuai UndangUndang. Namun dia tidak dihukum tapi diwajibkan menanam 25 pohon, di samping wajib lapor,” ujar Tata Kalsa (54), Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang juga Kasi Konservasi Tahura Djuanda saat itu. Kasi Pemanfaatan Tahura Jasmiati menambahkan, selain penegakan aturan, proses itu harus dilakukan agar menimbulkan pemahaman kepada warga bagaimana memperlakukan pohon-pohon di hutan raya.

Menurut Jasmiati, banyak pihak yang tidak menyadari bahwa sebatang pohon dalam daur hidupnya mampu menyediakan oksigen bagi 18 manusia tiap hari. Pohon ini juga mampu menyerap karbondioksida (CO2) dari mobil yang berjalan sekitar 41.834 km. Pohon besar menyerap kira-kira 120-240 pounds partikel kecil atau gas polutan. Hanya tumbuhanlah yang menghasilkan oksigen di bumi ini, menurut Jalal pada tahun 2007.

Bunga Rampai - 20 TAHUN DPKLTS - 10 September 2021 101

Proses penyidikan itu hanyalah salah satu cara para petugas mengamankan Tahura, yaitu kawasan hutan seluas 526,98 hektar di Bandung Utara yang termasuk kawasan Cekungan Bandung. Kawasan ini selain menjadi kawasan andalan dan Pusat Kegiatan Nasional (PKN), juga mempunyai arti penting bagi keutuhan ekosistem Jawa Barat untuk mendukung kehidupan, pelestarian fungsi lingkungan hidup serta menjamin keberlangsungan pembangunan berkelanjutan.

Pasalnya, Kawasan Bandung Utara (KBU) sebagai kawasan konservasi air di Cekungan Bandung saat ini kondisinya sudah sangat kritis akibat terjadinya alih fungsi lahan yang tidak terkendali terkendali. Sementara itu kawasan ini posisinya sangat strategis dalam mendukung keberlangsungan kehidupan masyarakat yang ada didalamnya. Lahan konservasi seluas 38.548 hektar di perbukitan utara Kota Bandung sudah dikuasai oleh 350 izin pembangunan perumahan, hotel, restoran, dan lain-lain yang dikeluarkan oleh pemerintah Kabupaten/Kota. Padahal Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat saat itu belum mengeluarkan satu pun rekomendasi untuk keperluan izin-izin tersebut.

Perhatian DPLKTS

Kawasan Bandung Utara merupakan sepenggal kawasan tinggi di Jawa Barat yang menjadi perhatian dan garapan Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS). Menurut catatan DPKLTS, sekitar 70 persen kawasan itu kini sudah rusak atau berubah jadi hutan beton. ”Aturan itu semuanya hanya macan kertas sebab perizinan ada di pemerintah Kabupaten/Kota,” ujar praktisi Lingkungan dari DPKLTS, Taufan Surantodan Supardiyono Sobirin.

Ini karena setelah otonomi daerah, kawasan konservasi KBU yang terletak pada ketinggian 750 meter di atas permukaan laut itu menjadi wilayah administratif Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, dan Kota Bandung. Ke arah Cekungan Bandung Kawasan Bandung Utara mengaliri 5 sub daerah aliran sungai (sub DAS) yaitu Cibeureum, Cikapundung, Cidurian, Cicadas dan Cikeruh. Sementara Kawasan Punclut, tetangga Hutan Raya Djuanda, dilalui oleh sungai Cisungapan, Cipicung, Gintung, Sekejolang dan Cikapundung, yang kondisinya sudah sangat menghawatirkan. Semua sungai-sungai ini mengalir ke Sungai Citarum. Kawasan Punclut sendiri yang berdekatan dengan Taman Hutan Raya Djuanda sudah dipenuhi hutan beton.

102 Bunga Rampai - 20 TAHUN DPKLTS - 10 September 2021

Banyaknya sungai yang mengalir melintasi Kawasan Punclut ini memerlukan keseksamaan dalam membangun kawasan ini, karena dikhawatirkan bukan malah memperbaiki kondisi sungai yang masih ada, justru lebih menurunkan mutu air maupun debitnya. Batas Kawasan Bandung Utara pada ketinggian tersebut (lk +750 m) sangat kaya dengan keberadaan mata air (ada 77 mata air ) dan sungai-sungai kecil (ada 46 sungai kecil) yang keadaannya saat ini sangat menghawatirkan.

Penyediaan Oksigen

Pengamanan Tahura begitu krusial karena kawasan ini merupakan sepenggal hutan lestari yang masih tersisa di Bandung Utara. Di hutan Djuanda ini ada sekitar 474.300 pohon (1 hektar rata-rata 900 pohon). Jika satu pohon mampu menyediakan oksigen bagi kehidupan 18 orang tiap hari, berarti Tahura bisa menyediakan oksigen bagi 8,5 juta orang.

Selain itu hutan ini mampu menciptakan iklim mikro yang sejuk saat Kota Bandung, 7 kilometer di bawahnya, mengalami kepanasan. Malah tidak jarang, hujan berlangsung di hutan ini tapi di radius beberapa kilometer, termasuk terminal Dago, berlangsung panas matahari.

Akan tetapi sekeliling kawasan hutan yang seharusnya hutan konservasi sudah berubah menjadi pemukiman dan perkampungan penduduk. Karena petugas yang bertanggung jawab mengamankan kawasan itu sangat terbatas yakni 30 orang, maka dalam tugas kesehariannya dibantu aparat desa setempat. “Mereka bertugas mengordinasi masyarakat secara partisipatif, terutama untuk mengamankan perbatasan,” ujar Tata. Di sepanjang perbatasan ditanami border trees atau pagar batas sepanjang 10 km. Pohonnya berupa tanaman yang bisa dimanfaatkan warga seperti salak, mangga, dan buah-buahan lainya. Warga bebas mengambil hasilnya, namun mereka wajib menjaganya.

Dari perspektif Tata Ruang Wilayah, Kawasan Hutan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda merupakan bagian dari Kawasan Cekungan Bandung. Tahura merupakan kawasan lindung hutan yang keberadaan dan kelestarian fungsinya hingga kini dapat dijamin. Tujuan utama pengelolaan Taman Hutan Raya adalah meningkatkan fungsinya sebagai daerah konservasi air bagi daerah di bawahnya.

Bunga Rampai - 20 TAHUN DPKLTS - 10 September 2021 103

Sementara itu tujuan pengelolaan yang lainnya seperti terjaminnya kelestarian kawasan Taman Hutan Raya, terbinanya koleksi tumbuhan dan satwa, optimalisasi pemanfaatan Tahura sebagai obyek wisata alam, penelitian, pendidikan, ilmu pengetahuan, penunjang budidaya, budaya serta terbentuknya taman yang berbatasan dengan kota.

Eksistensi dan peran Taman Hutan Raya Djuanda pada Cekungan Bandung perlu ditularkan agar terjadi pandemi lestari di hutan-hutan (leuweung) lain di Jawa Barat khususnya, dan Pulau Jawa pada umumnya. Epidemi kelestarian itu sangat diperlukan agar bisa tercipta sumber daya kawasan lindung hutan dan kawasan budi daya yang kaya manfaat. Tentu saja semua itu harus berkelanjutan sesuai kearifan lokal, tatanan adat, adab, dan budaya karuhun yang menjunjung tinggi nilainilai luhur, moral dan etika yang diwariskan oleh para leluhur.

Epidemi kelestarian fungsi hutan yang luas bak Pandemi Covid 19, diperlukan agar bisa tercipta kembali leuweung geledegan, recet manukna, cur cor caina, gemah ripah, jeung makmur rahayatna.

Pada gilirannya epidemi kelestarian itu akan mengembalikan fungsi kawasan lindung hutan (leuweung titipan, leuweung tutupan, leuweung baladahan), supaya tidak terjadi no forest, no water, no future atau leuweung ruksak, cai beak, manusa balangsak.***

104 Bunga Rampai - 20 TAHUN DPKLTS - 10 September 2021