5 minute read

28 Geowisata dan Konservasi Pusaka Bumi Citatah Deni Sugandi

28

GEOWISATA DAN KONSERVASI PUSAKA BUMI CITATAH

Advertisement

Deni Sugandi

Sahabat DPKLTS Fotografer Kebumian Aktif di Publikasi Badan Geologi, Kementerian ESDM

Bila kita berkendara dari arah Cianjur menuju kota Bandung, selepas Cipatat kita akan menikmati jalanan yang meliuk-liuk mengikuti kontur perbukitan. Sedikit mendaki memotong kawasan karts Citatah, dicirikan dengan jajaran perbukitan runcing, menjulang tinggi di kiri dan kanan jalan provinsi. Perbukitan karst tersebut membentuk rupa bumi yang menawan.

Punggungannya memanjang dari Cikamuning atau Tagog Apu, menerus ke arah selatan hingga sekitar Saguling, dengan panjang kawasan kurang lebih 6 kilometer. Itulah perbukitan batuan karbonat tertua di pulau Jawa yang tersingkap di darat. Luasannya hampir mencapai 10.320 hektar, terdiri dari 1.794 hektar lahan sawah, dan perbukitan mencakup luas 8.526 hektar, masuk ke dalam Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.

Arah pandangan ke sebelah utara, tampak Pasir Bancana, sejajar dengan Gunung Masigit, Pasir Pawon dan Karang Panganten. Kemudian di sebelah selatannya, berjajar Pasir Urayan, Gunung Guha, Gunung Balukbuk, Pasir Batununggal, Pasir Tanggulun, Gunung Manik-Karang Hawu. Masing-masing perbukitan memiliki bentuk berbeda serta

Bunga Rampai - 20 TAHUN DPKLTS - 10 September 2021 167

menawan, menandakan bentang alam tersebut ditatah dalam waktu yang sangat lama sekali. Perbukitan tersebut disusun oleh batuan karbonat yang terbentuk pada Oligosen Akhir hinga Miosen Awal atau sekitar 33 hingga 22.5 juta tahun yang lalu. Di dalamnya didapati keunikan bentang alam, bukti sejarah manusia prasejarah diperkirakan umur 10.000 hingga 5000 tahun. Hasil penggalian arkeologi 1999 hingga 2003 ditemukan alat-alat batu, gerabah, bongkah batu andesit sebagai alat tumbuk, hingga ditemukannya tulang-tulang binatang yang menandakan Guha Pawon merupakan rumah manusia prasejarah.

Saat ini bentang alam perbukitan karst tersebut secara perlahan telah mengalami degradasi lingkungan, dan bahkan bisa hilang dari peta rona bumi. Perubahan tersebut diakibatkan oleh kegiatan eksploitasi secara masif, dan secara terus-menerus. Catatan Walhi Jawa Barat, terdapat lebih dari 30 perusahaan tambang yang beropersi, dan diperkirakan hampir habis izin eksplorasi dan eksploitasinya. Dari jumlah tersebut belum termasuk pertambangan yang sifatnya ilegal.

Aktivitas penambangan kapur dan marmer telah berlangsung sejak masa kolonial, kemudian semakin gencar seiring otonomi daerah pascareformasi. Karst Citatah memiliki karakter karst dengan kualitas terbaik, sebagai bahan baku primer produk seperti semen dan marmer, dan batu hias. Sumber daya alam inilah yang menjadi primadona sebagai sumber tambang yang telah diusahakan sejak puluhan tahun.

Upaya Perlindungan

Saat ini pengelolaan kawasan dan sumber daya alam di wilayah Citatah, sebagian telah dilindungi melalui keputusan Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 17 Tahun 2021 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK). Pemahaman karst dalam pengertian Permen tersebut meliputi bentang alam yang terbentuk akibat pelarutan air pada batugamping dan/atau dolomit.

Pengertian berikutnya adalah Kawasan Bentang Alam Karst merupakan kawasan lindung geologi sebagai bagian dari kawasan lindung nasional, menjadi dasar bagi Gubernur dan Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya untuk penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.

168 Bunga Rampai - 20 TAHUN DPKLTS - 10 September 2021

Turunannya adalah fungsi strategis, menjadikan adanya kepastian hukum perlindungan dan pemanfaatan karst, karena menjadi jelas mana batugamping (karst) yang harus dilindungi melalui KBAK, dan yang bisa dimanfaatkan. Dalam aspek pemanfaatannya tentunya berkaitan dengan kegiatan ekonomi melalui pemanfaatan bahan baku tambang, pariwisata dan pemanfaatan air.

Sedangkan dari sisi perlindungan berupa perlindungan air tanah, sebagai sarana pembelajaran dan pengetahuan serta manfaat sosial dan budaya. Sedangkan kewenangan tata ruang berada di Badan Geologi Kementerian ESDM, menengahi dari segala kepentingan industri dan aspirasi masyarakat.

Konflik karst selalu terjadi di Jawa Barat, seperti adanya penolakan warga terhadap PT. Siam Cement Group di Kabupaten Sukabumi, terkait dengan limbah B3 yang dihasilkan kegiatan penambangan. Limbah tersebut sangat berbahaya bagi kesehatan dan mengganggu DAS Cimandiri. Sedangkan di Citatah yang terjadi pada 2015, berupa konflik terbuka antara masyarakat yang diwakili oleh Forum Pemuda Peduli Karst Citatah (FP2KC), mendesak pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk bertindak menertibkan tambang-tambang ilegal. Hasilnya di tahun 2016 adalah revisi Peraturan Gubernur terkait karst Citatah, kemudian disinkronkan dengan peraturan daerah setempat, guna penertiban kegiatan penambangan.

Pada 2018, konflik terjadi di internal antara pemerintah Kabupaten Bandung Barat, pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemeritah Pusat. Pusaran permasalahan berkisar politis, terjadi seiring proses pemilihan Kepala Daerah di Jawa Barat. Baik konflik kepentingan politis hingga kebijakan, semuanya bermuara pada kegiatan eksploitasi. Kegiatan ekstraktif yang menghasilkan kegiatan ekonomi tinggi, terutama untuk pendapatan kas daerah. Kegiatan tersebut menuntun pada kondisi degradasi lingkungan, jauh dari kegiatan konservasi.

Geowisata Tanpa Penambangan

Pemanfaatan sumber daya alam tesebut tidaklah harus melalui kegiatan eksploitasi, namun bisa berbasis konservasi melalui kegiatan pariwisata berkelanjutan. Jenis wisata berbasis edukasi yang menafaatkan sumber daya alam melalui aktivitas wisata yang berbasis ilmu kebumian, disebut wisata bumi atau geowisata.

Bunga Rampai - 20 TAHUN DPKLTS - 10 September 2021 169

Geowisata atau geotourism dalam bahasa Inggris, pertama kali dikenalkan sejak 1990an. Dikenalkan oleh Tom Hose pada tahun 1996, dalam tuisannya Geotourism, Or Can Tourists Become Casual Rock Hounds (Geology on Your Doorstep). Geowisata adalah aktivitas pariwisata yang berkelanjutan, memanfaatkan sumber daya alam geologi, berupa bentang alam, proses alam yang sudah atau sedang berlangsung, fosil, mineral, hingga fitur alam yang memiliki potensi warisan bumi dengan nilai tinggi. Geowisata mendorong pemahaman akan lingkungan hidup dan budaya, apresiasi dan konservasi serta kearifan lokal.

Kriteria dalam geowisata meliputi aspek informasi berbasis ilmu kebumian, aspek keberagaman dan nilai unggul destinasi pariwisata, keindahan bentang alam baik proses fenomena alam hingga nilai keunikan kawasan. Selain itu harus memiliki aktivitas petualangan serta edukasi dan pemahaman konservasi. Ujungnya adalah pemberdayaan masyarakat lokal, melalui kegiatan geowisata.

Kegiatan geowisata di kawasan karst Citatah telah hadir sejak 2018, seperti di kawasan Karang Hawu atau Tebing Hawu, diinisiasi oleh FP2KC. Diantaranya adalah pengelolaan oleh Kelompok Sadar Wisata atau Pokdarwis di wisata panjat di Tebing Hawu. Di Karang Panganten dikelola oleh Karang Taruna melalui pendampingan FP2KC, kemudian di Pasir Pawon atau dikenal Pasir Pawon, serta di kawasan yang sama di Guha Pawon dikelola melalui Pokdarwis. Untuk aktivitas di destinasi wisata petualangan pemanjatan, seperti di Tebing 48 Gunung Manik, dikelola oleh Karang Taruna Desa. Sedangkan di Tebing Pabeasan, dikenal dengan Tebing 125 dikelola oleh Pokdarwis setempat.

Para pengelola melalui Pokdarwis, maupun pendampingan FP2KC saat ini, secara tidak langsung telah melakukan kegiatan pariwisata yang berkelanjutan. Pariwisata yang memanfaatkan sumber daya alam bentang karst, tanpa harus menambang. Keberadaan fitur-fitur alam tersebut sebagai modal dasar pariwisata berbasis alam yang muaranya adalah kegiatan konservasi. Mempertahankan bentang alam, sekaligus mendapatkan nilai ekonomi bagi masyarakat lokal melalalui kegiatan geowisata.***

170 Bunga Rampai - 20 TAHUN DPKLTS - 10 September 2021