
2 minute read
RENCANA PEMBANGUNAN TOL KEDIRI-TULUNGAGUNG Warga Tolak Nilai Ganti Rugi
KEDIRI (GN) – Puluhan warga
Desa Tiron Kecamatan Banyakan, Kabupaten Kediri, menolak nilai ganti rugi pembebasan lahan untuk Tol Kediri-Tulungagung. Mereka menganggap nilai yang diterima terlalu rendah.
Advertisement
Aksi itu selain diikuti kaum pria, juga melibatkan emak-emak. Mereka memakai kalung dari kaleng bekas sebagai simbol, warga akan merana jika ganti rugi tanah mereka yang terdampak jalan tol tidak dinaikkan.
Puluhan warga yang mengaku mewakili sekitar 183 warga terdampak pembangunan Jalan Tol KediriTulungagung menyatakan, menolak atas nilai ganti rugi yang dinilai menurut terlalu rendah. Mereka juga melakukan aksi pasang spanduk bertuliskan “kami warga menolak nilai ganti rugi yang tidak wajar” di pagar kantor desa
Salah satu warga Dusun Sambirejo, Desa Tiron, Kecamatan Banyakan, Kabupaten Kediri Lukman
Hakim mengatakan, rumah dan tanah miliknya hanya dihargai Rp1,061 miliar. Padahal nilai jual sesuai pasaran bisa mencapai Rp2,5 miliar.
“Kami sebenarnya sangat mendukung pembangunan jalan tol ini, tapi kami juga minta ganti rugi yang wajar sesuai harga pasar di lingkungan kami. Kami tidak meminta di luar ke normalan,” kata Lukman. Ia berharap pemerintah memperhatikan keluhan warga ini dan jangan sampai dirugikan dengan adanya proyek jalan tol ini. Hal senada disampaikan Sumarni (62) mengaku, tanah rumahnya hanya dihargai Rp900 juta. Padahal harga di pasaran saat ini bisa mencapai Rp1,5 miliar. “Kalau hanya dihargai Rp 900 juta, saya jelas menolak. Saya ikut warga yang lain yang juga menolak nilai ganti rugi yang terlalu rendah itu,” kata Sumarni. Sikap yang sama juga diperlihatkan Muntinah, warga yang lain. Ia justru menuntut harga tanahnya dinaikkan dari harga normal. “Kami menuntut agar harga tanah dinaikkan 3 kali lipat, karena untuk 1 RU (14 meter persegi) hanya 6,5 juta. Padahal harga di pasaran 1 ru mencapai Rp 8 juta. Jika tuntutan kami tidak dipenuhi, maka warga di sini sepakat tidak akan menjual tanah untuk proyek jalan tol,” kata Muntinah, Senin (29/5/2023).
Warga kemudian ditemui kepala
Pembangunan Huntara Tunggu Izin KLHK
PONOROGO (GN) - Kepala Pelaksana BPBD
Ponorogo Sapto Jatmiko menyatakan, rencana pembangunan hunian sementara bagi warga yang terdampak tanah retak (Huntara) di Desa Tumpuk, Kecamatan Sawoo, masih menunggu izin Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Itu karena rencana pembangunan 42 unit huntara menggunakan lahan di petak 149 Lunggur Mojo yang merupakan kawasan hutan pengelolaan Perhutani hingga belum mengantongi izin dari beberapa instansi, khususnya dari KLHK,” katanya, Senin (29/5/2023).
Saat ini, Pemkab Ponorogo terus memperjuangkan perizinan untuk pemanfaatan kawasan hutan di petak 149 Lunggur Mojo yang berada tak terlalu jauh dari lokasi tanah retak. Menurut dia kepastian izin lahan ini penting agar huntara yang dijanjikan Pemprov Jatim untuk warga terdampak, bisa segera dimulai.
“Kami juga tidak ingin permasalahan ini berlarutlarut, mengingat kondisi para pengungsi yang mulai jenuh,” katanya.
Ia menambahkan, dalam proses tersebut pemkab Ponorogo hanya bertanggung jawab menyiapkan lahan, termasuk ganti rugi tegakan pohon di lokasi relokasi. Anggaran untuk ganti-rugi tegakan itu, kata dia, juga sudah disiapkan, bersumber dari BTT (belanja tidak terduga) APBD 2023.
Sedangkan untuk pembangunan 42 huntara tersebut menjadi tanggung jawab pemerintah Provinsi. “Kalau huntara itu dari BTT provinsi, kita hanya siapkan lahan untuk relokasi,” kata Sapto. ara desa setempat. Di hadapan warga, Kepala Desa Tiron, Ina Rahayu berjanji akan menyampaikan keluhan warga ke dinas terkait. Namun untuk harga, pihaknya tidak bisa ikut campur. Sebab hal itu kewenangan dari pihak appraisal dengan warga.
“Kita akan menyampaikan keluhan dari warga ke dinas terkait dan pihak appraisal. Karena untuk kesepakatan harga itu merupakan kewenangan dari pihak appraisal dengan warga yang terdampak proyek jalan tol,” jelas Kades Ina Rahayu. det,len