Melindungi Pangan, Menghormati Sumber Daya, dan Menjaga Bumi
PENGEMASAN
Dalam rantai produksi dan konsumsi pangan, pengemasan memberikan dua fungsi dasar, yaitu sebagai fungsi wadah dan fungsi perlindungan. Fungsi perlindungan ini meliputi perlindungan produk dari tekanan, tusukan, gesekan fisik, paparan air, cahaya, oksigen, serta kontaminan eksternal lain yang tidak diinginkan. Namun, fungsi pengemasan tidak hanya terbatas pada aspek tersebut. Lebih jauh, pengemasan memegang peranan esensial dalam memastikan keamanan pangan serta menjaga keutuhan dan keaslian produk. Selain itu, pengemasan juga memberikan kemudahan penggunaan (convenience), termasuk pengendalian porsi atau takaran. Fungsi penting lainnya adalah memfasilitasi distribusi dan logistik, serta memberikan daya tarik pemasaran (marketing appeal). Terakhir, pengemasan juga krusial dalam menyampaikan informasi produk, terutama melalui sistem pelabelan pangan dan gizi.
Peran pelabelan, yang merupakan bagian integral dari kemasan, sebagai sarana komunikasi utama antara produsen dan konsumen, semakin krusial untuk mengedukasi masyarakat dan memfasilitasi gaya hidup yang lebih menyehatkan. Selain itu, pelabelan juga merupakan alat pengawasan regulasi yang memverifikasi kepatuhan terhadap standar keamanan pangan, mutu produk, dan kandungan gizi.
Secara keseluruhan, perancangan dan implementasi pengemasan, termasuk pelabelan sebagai bagian tak terpisahkan, pada akhirnya perlu dilakukan dalam rangka menopang keberlanjutan sistem pangan. Dalam konteks keberlanjutan, industri pangan dan pengemasan memikul tanggung jawab penting untuk memantau dan meningkatkan kinerja keberlanjutan di sepanjang siklus hidupnya.
Analisis yang komprehensif perlu mempertimbangkan dampak underpackaging yang dapat menyebabkan kerugian produk, baik sebagai food loss di sepanjang rantai pasok akibat kerusakan atau kontaminasi, maupun sebagai food waste di tingkat konsumen karena umur simpan yang terlalu pendek atau kerusakan sebelum dikonsumsi. Selain itu, analisis juga perlu mempertimbangkan konsekuensi lingkungan yang timbul akibat overpackaging, seperti penggunaan material kemasan yang berlebihan dan tidak sebanding dengan kebutuhan perlindungan produk, menghasilkan volume sampah yang lebih besar, meningkatkan jejak karbon akibat produksi dan transportasi kemasan yang tidak efisien, serta potensi kesulitan dalam proses daur ulang karena kompleksitas material kemasan yang tidak diperlukan.
Inovasi perlu terus dilakukan untuk meningkatkan kinerja keberlanjutan ini, dengan fokus pada minimalisasi penggunaan material untuk mengurangi dampak limbah, dengan tujuan mencapai sistem kemasan yang optimal. Dalam hal ini, upaya untuk mencapai kemasan yang optimal memerlukan pertimbangan yang matang dan holistik. Upaya reduksi material kemasan hendaknya tidak mengkompromikan fungsi perlindungan esensial yang dipersyaratkan oleh produk, demi menghindari kondisi underpackaging yang berpotensi mengakibatkan pemborosan pangan. Sebaliknya, praktik overpackaging juga harus dihindari karena dapat menghamburkan sumber daya alam dan meningkatkan biaya produksi.
Pengembangan kemasan berkelanjutan (sustainable food packaging) memerlukan pendekatan yang komprehensif, termasuk perhitungan biaya lingkungan dan aspek keberlanjutan lainnya. Kolaborasi yang erat antara industri pangan dan industri pengemasan menjadi esensial dalam melakukan optimasi desain kemasan dan mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya pengemas pangan yang berkelanjutan, sebagai bagian dari tanggung jawab kita bersama untuk menghormati sumber daya alam (yang terbatas) dan menjaga bumi bagi generasi mendatang.
Dapat disimpulkan bahwa keberlanjutan kemasan pangan tidak hanya terbatas pada pengurangan volume material yang digunakan, melainkan lebih kepada optimalisasi seluruh proses pengemasan untuk meminimalkan potensi kerugian produk dan dampak negatif terhadap lingkungan. Upaya ini pada akhirnya akan meningkatkan nilai pangan secara keseluruhan serta menjadikan industri pangan lebih berkelanjutan dan efisien.
FoodReview Indonesia kali ini secara mendalam membahas berbagai aspek dan peran kemasan serta pengemasan dalam sistem pangan. Semoga dapat memicu dan memacu inovasi pengemasan, termasuk pelabelan dalam rangka menopang keberlanjutan sistem pangan. Semoga dapat pula berkontribusi pada peningkatan daya saing produk dan industri pangan Indonesia.
Meningkatnya kesadaran masyarakat akan dampak negatif sampah kemasan telah memicu inovasi dalam pengembangan alternatif pengemasan yang lebih berkelanjutan. Salah satu terobosannya adalah pengembangan edible film, lapisan tipis pengemas pangan yang dapat dikonsumsi.
Strategi Adopsi
Kemasan Ramah
Lingkungan untuk
Keberlanjutan UMKM Pangan
48
Strategi Kebijakan & Tantangan
Pelabelan Gizi: Merespons Dinamika
Konsumsi Pangan untuk
Pencegahan PTM
Pemimpin Umum: Suseno Hadi Purnomo | Pemimpin Redaksi: Purwiyatno Hariyadi | Wakil Pemimpin Redaksi: Nuri Andarwulan Redaktur Pelaksana: Himma Ellisa | Pemimpin Perusahaan: Pratomodjati | Wakil Pemimpin Perusahaan: Hindah Muaris
Digital Marketing: Fetty Fatimah | Business Development: Andang Setiadi | Desain & layout: Yanu Indaryanto
IT dan Website: Gugun Hendi Gunawan | Keuangan: Kartini, Padmawati Zainab
Penerbit: PT Media Pangan Indonesia
Alamat PT Media Pangan Indonesia: Jl Binamarga II No. 23, Baranangsiang, Bogor Timur 16143 Telepon: (0251) 8372333, (0251) 8322732 | +62 811 1190 039 | Fax: (0251) 8375754 Website: www.foodreview.co.id | E-mail: redaksi@foodreview.co.id, marketing@foodreview.co.id ISSN: 1907-1280
ASOSIASI
Partisipasi & Dukungan
56
GAPMMI pada Bazar
Ramadan Kementerian
Perindustrian RI
TEKNOLOGI
Teknologi
Pickering Emulsion:
58
Untuk Edible Film/ Coating Ramah
Lingkungan
Industri pangan terus berupaya menghadirkan teknologi pengemasan inovatif demi keamanan dan mutu produk, termasuk aplikasi edible film/ coating yang ramah lingkungan dan memperpanjang umur simpan.
KEAMANAN DAN MUTU
78 Pengemasan Pangan:
Menjamin Keamanan
Produk Siap Saji
Kemasan pangan adalah bahan yang dibentuk dan digunakan untuk mewadahi dan/atau
membungkus pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun tidak.
FOOD PACKAGING
Pedoman Desain
Kemasan Plastik
74
Sirkular untuk Indonesia
Bagian III
TAPAK BOGA
82 Jejak Samar Tongseng
Redaksi menerima tulisan atau berita seputar teknologi dan industri pangan. Artikel sebaiknya disertai dengan
redaksi atau pos. Redaksi berhak menyunting naskah sejauh tidak mengubah isinya. Tulisan yang dimuat akan mendapat imbalan menarik.
Rekaman Webinar
FoodReview Indonesia
Dear FoodReview Indonesia, Apakah saya bisa mendapat rekaman kembali kegiatan webinar yang diselenggarakan oleh FoodReview Indonesia. Terima kasih.
Arif
Jakarta
Jawab:
Sebelumnya kami memohon maaf, untuk rekaman kegiatan memang tidak kami bagikan dan hanya menjadi dokumentasi pihak internal saja. Ulasan terkait kegiatan biasa kami publikasikan dalam bentuk tulisan di setiap majalah kami seusai agenda berlangsung. Terima kasih.
Agenda Kegiatan
FoodReview Indonesia
Dear Foodreview Indonesia, Mohon informasinya, di mana saya dapat mengakses info terkait kegiatan FoodReview baik webinar, workshop, dan seminar yang akan diadakan? Terima kasih.
Intan
Bogor
Jawab:
Untuk agenda kegiatan, akan selalu dimutakhirkan di website kami di www.foodreview.co.id atau Anda juga dapat mengirim alamat surel untuk kami masukkan dalam milis (mailing list) kami. Pos-el yang terdaftar akan selalu kami info terkait kegiatan yang kami selenggarakan.
Beli Edisi Cetak Majalah Foodreview Indonesia
Dear Foodreview Indonesia, Mohon informasinya, apakah masih tersedia versi cetak dari Majalah FoodReview Indonesia? Terima kasih.
Ahmad Lampung Jawab:
Mulai tahun 2021, FoodReview Indonesia tidak lagi menyediakan versi cetak. Namun, versi cetak edisi tahun-tahun sebelumnya masih tersedia dan dapat dibeli di beberapa toko niaga elektronik kami di Shopee atau Tokopedia dengan ketik kata kunci: FOODREVIEW INDONESIA.
KIRIMKAN KOMENTAR atau pertanyaan Anda ke Forum FOODREVIEW INDONESIA
Jl Binamarga II No. 23, Baranangsiang, Bogor Timur 16143 atau melalui whatsapp: +62 811-1190-039, email redaksi@foodreview.co.id Cantumkan nama lengkap, alamat dan nomor telepon Anda. Semua surat yang masuk akan diedit terlebih dulu dengan tanpa mengubah maknanya.
Majalah cetak edisi 2016-2020 masih bisa diperoleh melalui loka pasar kami seperti Shopee (Media Pangan Indonesia) & Tokopedia (Toko Kulinologi). Silakan ketik ‘Majalah FoodReview’ pada kolom pencarian. Sedangkan untuk ketersediaan edisi-edisi tertentu silakan menghubungi 0811 1190 039.
Cita Rasa Asia Dominasi Tren Jasa Boga 2025
Unilever Food Solutions (UFS)
merilis “Future Menus” edisi ketiga, menyoroti empat tren utama di bidang jasa boga 2025. Riset UFS menunjukkan dominasi cita rasa Asia, melampaui kuliner Eropa yang biasanya dicitrakan oleh Perancis dan Italia. Hidangan Tiongkok dan Jepang saat ini juga menjadi peringkat lima besar favorit global di semua kelompok usia. Sementara itu, cita rasa Korea dan Meksiko juga mengalami peningkatan permintaan. Pergeseran dari dominasi Barat ke Timur ini kemudian memengaruhi beberapa tren industri jasa boga global seperti:
Street Food Couture:
Tren ini mengangkat makanan jalanan tradisional menjadi hidangan mewah. Beberapa chef menggunakan keahlian mereka untuk menciptakan sajian gourmet, memenuhi permintaan Generasi Z yang mencari nilai lebih dalam pengalaman kuliner.
Borderless Cuisine:
Globalisasi dan migrasi mendorong perpaduan tradisi kuliner dari berbagai negara. Para chef menghormati latar belakang multikultural dengan menciptakan hidangan yang memadukan cita rasa Timur dan Barat, memenuhi keinginan wisatawan yang ingin menjelajahi budaya pangan lokal.
Culinary Roots:
Menghidupkan kembali warisan kuliner dengan menggali resep, bahan, dan masakan lokal yang kurang dikenal. Tren ini mendorong penggunaan bahan-bahan asli dan teknik memasak tradisional, melestarikan warisan kuliner untuk generasi mendatang.
Diner Designed:
Konsumen semakin menginginkan pengalaman bersantap yang dipersonalisasi dan imersif. Tren ini mendorong restoran untuk menciptakan suasana dan hidangan yang sesuai dengan preferensi individu, memenuhi keinginan konsumen yang lebih menghargai pengalaman. Fri-35
KKP Perkuat Mutu Benih Ikan Budidaya dengan Sertifikasi CPIB
Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP) memperkuat
mutu benih ikan budidaya melalui sertifikasi Cara Pembenihan Ikan yang
Baik (CPIB), menjamin benih berkualitas dan aman dikonsumsi. Kepala Badan
Mutu KKP, Ishartini, menyatakan sertifikasi ini meningkatkan daya saing global pelaku usaha.
CPIB Benih, bagian dari Ekonomi
Biru KKP, mendorong seluruh unit pembenihan untuk sertifikasi, menjamin mutu dan keamanan pangan.
UPT Badan Mutu KKP di seluruh
Indonesia melakukan pendampingan dan pengawasan, seperti penyerahan sertifikat CPIB Benih di Sumatera Utara
dan Sulawesi Barat.
Inspeksi CPIB Benih meliputi manajemen, teknis (lokasi, sarana, pakan, dan lain-lain.), kesehatan ikan, lingkungan, dan dokumentasi.
Menteri KKP, Sakti Wahyu Trenggono, menekankan peningkatan tata kelola hulu untuk mendukung ketahanan pangan dan program gizi. Fri-35
Inovasi Protein Mikroba dan Solusi Pangan Berkelanjutan
Menyoroti pentingnya keseimbangan ekologi dan pembangunan berkelanjutan, inovasi protein mikroba hadir sebagai tren global menuju keberlanjutan, praktik lingkungan hijau, dan efisiensi energi. Protein mikroba menawarkan alternatif berkelanjutan untuk protein hewani tradisional serta mengatasi kekurangan pasokan protein global.
Peluncuran protein ragi oleh Angel Yeast pada tahun 2023 menandai tonggak sejarah di bidang fermentasi mikroba, dengan menjadikannya produk protein mikroba pertama yang disetujui di Tiongkok. Dengan tingkat penyerapan sebesar 92,7% serta daya cerna dan keseimbangan zat gizi yang
tinggi, protein ragi diposisikan sebagai protein lengkap berkualitas tinggi, memenuhi beragam kebutuhan zat gizi seperti pemulihan pasca-olahraga dan suplementasi zat gizi lansia.
Fokus perusahaan pada ingridien clean label, seperti ekstrak ragi (yeast extract) memenuhi permintaan akan pilihan produk pangan alami dan lebih menyehatkan. Solusi inovatif di bidang protein mikroba ini sekaligus mencontohkan bagaimana perusahaan dapat mendorong evolusi sistem pangan global melalui produksi berkualitas baru, merangkul potensi bioteknologi dan bioindustri untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang terus berubah. Fri-35
Flavor Masa Depan: Inovasi dan Preferensi Konsumen
Lanskap inovasi flavor dalam industri pangan kini mengalami transformasi yang dinamis, seiring dengan evolusi preferensi konsumen. Laporan “The Future of Flavours 2025” oleh Mintel mengidentifikasi tren-tren krusial yang membentuk arah industri, mulai dari eksplorasi selera konsumen yang semakin berani dan dipengaruhi oleh kondisi global, hingga integrasi kecerdasan buatan (AI) serta praktik keberlanjutan dalam pengembangan flavor.
Saat ini, kita menyaksikan fenomena konsumen yang semakin mengadopsi pendekatan petualang dalam pencarian flavor, dengan ketertarikan yang tinggi terhadap cita rasa baru dan sumbersumber flavor yang eksotis. Pengaruh global juga semakin menguat, ditandai dengan meningkatnya apresiasi terhadap cita rasa internasional. Selain itu, konsumen semakin menuntut keseimbangan antara manfaat kesehatan dan kenikmatan sensoris, mendorong terciptanya produk yang tidak hanya memuaskan selera tetapi juga mendukung gaya hidup sehat.
Dalam kurun waktu dua tahun mendatang, fokus utama industri akan tertuju pada peningkatan intensitas flavor melalui penggunaan flavor enhancers yang canggih. Perdebatan mengenai penggunaan flavor alami versus buatan akan terus berlanjut, menuntut pemahaman mendalam dari produsen terhadap persepsi konsumen. Inovasi tekstur juga akan memainkan peran yang semakin signifikan, dengan beberapa produsen yang berupaya menciptakan pengalaman multisensoris untuk meningkatkan daya tarik produk.
Dalam perspektif lima tahun ke depan, keberlanjutan akan menjadi pendorong utama dalam pengembangan flavor, dengan penekanan pada sumber dan produksi yang ramah lingkungan. Kecerdasan buatan (AI) juga akan semakin diintegrasikan untuk menciptakan flavor-flavor baru yang dipersonalisasi. Transparansi akan menjadi nilai fundamental, di mana para produsen perlu mengkomunikasikan praktik keberlanjutan dan teknologi yang diterapkan kepada konsumen secara terbuka. Fri-35
LPPOM dan ALPHI Bahas Tarif
dan Durasi Sertifikasi Halal
Isu mengenai mahalnya biaya dan lamanya proses sertifikasi halal menjadi perhatian utama di kalangan pelaku usaha. Keluhan sering muncul terkait tarif yang dianggap memberatkan dan durasi proses yang dirasa lebih panjang dari perkiraan. Menanggapi hal ini, Direktur Utama LPH LPPOM, Muti Arintawati, menjelaskan secara detail berbagai tantangan yang dihadapi pengusaha terkait biaya dan waktu dalam proses sertifikasi halal. Dalam sebuah pertemuan media di Jakarta (19/03/2025), Muti mengungkapkan bahwa tarif pemeriksaan halal sebagian besar dialokasikan untuk operasional lembaga, edukasi masyarakat dan pelaku usaha, serta program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang bertujuan meningkatkan kesadaran halal di Indonesia. Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2024 pasal 82, Muti menyatakan bahwa durasi pemeriksaan halal mengikuti standar Service Level Agreement (SLA) yang
telah ditetapkan. Dalam skema reguler, proses dimulai dengan pendaftaran daring melalui Sistem Informasi Halal (SiHALAL) BPJPH yang memakan waktu maksimal dua hari. Verifikasi dokumen oleh BPJPH dilakukan dalam satu hari, sebelum dilanjutkan ke LPH untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Muti merinci bahwa di LPH, informasi biaya akan disampaikan kepada pelaku usaha dalam dua hari, diikuti pembayaran dan penerbitan Surat Tanda Terima Dokumen (STTD) oleh BPJPH dalam lima hari kerja. Muti menyoroti bahwa kendala internal perusahaan, seperti dokumen yang tidak lengkap, penggunaan bahan baku non-halal, dan fasilitas produksi yang bercampur dengan produk non-halal, sering menjadi penyebab utama keterlambatan. Ia menekankan bahwa persiapan yang lebih matang dari pelaku usaha dapat mempercepat proses sertifikasi.
Ketua Asosiasi Lembaga Pemeriksa Halal Indonesia (ALPHI), Elvina A. Rahayu, turut menegaskan bahwa biaya sertifikasi yang ada telah sesuai dengan regulasi yang berlaku. Elvina menjelaskan bahwa tarif yang ditetapkan oleh BPJPH, berdasarkan Keputusan Kepala BPJPH Nomor 141/2021 dan Nomor 22 Tahun 2024, bervariasi untuk produk dalam negeri. Fri-35
Roxanne Kam, Marketing Specialist
Audrey Lim, Portfolio Technologist
The food and beverage industry is undergoing significant transformation as consumers increasingly prioritize health-conscious choices. Today, almost every major packaged consumer food and beverage brand has a “Better-for-You” (BFY) product range. As the demand for “Better-for-You” products grows, manufacturers are faced with the challenge of adapting their offerings to meet evolving consumer expectations.
Beyond a trend: Active choices to lifestyles
BFY consumption has evolved beyond the health and wellness trend; it has become a key element of many consumers’ lifestyles. In fact, BFY products are viewed as the go-to choice for those seeking out a healthier self as well as improved mental well-being.
In addition, digital advancements in social media plays a key role in creating the shift from BFY just soley being a trend to a lifestyle. Consumers are more frequently exposed to media content where individuals share healthier habits and lifestyles online, inspiring others to follow along, prompting shifts towards helathier lifestyles and better food choices into their daily routines.
Sugar reduction—an increasingly common approach while developing Better-for-You products
Sugar reduction is the top of mind claim for most health concious consumers. In fact, slightly over 30% of the beverage launches in Asia focuses on reduction claims, with almost 20% of new beverage launches in Asia carrying a sugar reduction claim over the last 36 months1.
Food and beverage manufacturers undertaking sugar reduction projects are mainly motivated by one or both of the following: the need to comply with regulatory or legal requirements on sugar content; and the growing demand consumer demand for products that align to BFY.
Whether driven by consumer demand or regulatory and labelling pressures, getting ahead of the sugar reduction trend can be key for staying relevant and offering products that align with the current health-focused expectations of consumers.
Meeting consumers’ taste expectations when reducing sugar is not easy
When pursuing product development with reduced sugar content, a typical technical challenge encountered is to develop an appropriate sugar reduction solution for their product to meet consumers’ expectations. A common goal for many manufacturers during the sugar reduction process is reducing the product’s sugar content while
minimising the perceived sweetness difference from the original product. However, when sugar content is reduced, the sensorial profile of the profile will be changed, impacting the overall taste experience.
KH Roberts is able to offer a variety our TastromaTM Taste Solution to meet specific regulatory an legal requirements. Additionally, our solution can help manufacturers deliver a compelling reduced sugar taste solution to their consumers, achieving a highly balanced cost approach.
However, BFY approaches to product development are not limited solely to sugar reduction, developers can also consider the following when developing for products positoned towards BFY:
1. Fortification of products
• Addition of protein, collagen, or vitamins
2. Formulating for an improved nutritional profile
• Reducing overall fat, salt content
3. Utilizing ingredients perceived to be healthier by consumers
• Using plant-based materials
Market acceptance of products still rely heavily on taste
Whether developers opt for sugar reduction or other approaches to develop BFY products, sensorial aspects are important in shaping a product’s perception and market succcess. As the saying goes, “Taste is king”— formulators must ensure the finished products meet consumers’ taste expectations.
KH Roberts’s technical experts will work closely with you to understand your products requirements to develop a tailored solution just for you. Reach out to us to find out more about our product solutions and how we can collaborate together in crafting exceptional products.
1 Source : Innova Database, 2025
KH Roberts's Reduction Taste Solution in action
INFO GAPMMI
Menteri Perdagangan Budi Santoso mengatakan, Indonesia bersiap mengikuti pameran tahunan ChinaASEAN Expo (CAEXPO) ke-22 di Tiongkok tahun ini. Menuju partisipasi Indonesia, Kementerian Perdagangan mendukung keikutsertaan pelaku usaha Indonesia dalam penjajakan bisnis (business matching) awal yang difasilitasi perwakilan perdagangan RI di Tiongkok. Mendag Busan berharap, dukungan Kemendag turut berkontribusi meningkatkan ekspor ke Tiongkok. Hal tersebut ia sampaikan dalam “Road to ChinaASEAN Expo (CAEXPO) 2025: UMKM Bisa Ekspor ke China” pada Senin, (17/3) di kantor Kemendag, Jakarta. Kegiatan CAEXPO ke-22 akan digelar di Nanning International Convention and Exhibition Centre, Tiongkok pada 17—21 September 2025.
GAPMMI melakukan audiensi dengan Kementerian Perindustrian RI. Audiensi diterima oleh Menteri Agus Gumiwang dan Wakil Menteri Faisol Riza beserta jajaran. Pada kesempatan tersebut, Ketua Umum GAPMMI Adhi Lukman yang didampingi oleh Pengurus GAPMMI dan beberapa pelaku usaha anggota GAPMMI menyampaikan berbagai isu penting yang dihadapi oleh industri pangan olahan, meliputi kondisi pasar,
“Road to China-ASEAN Expo (CAEXPO) 2025: UMKM Bisa Ekspor ke China”
GAPMMI menerima courtesy call dari Delegasi
Asosiasi e-Commerce Kota Puning Tiongkok.
isu premanisme, isu regulasi, isu bahan baku hingga cukai minuman berpemanis dalam kemasan.
The Canada’s Indo-Pacific Agriculture and Agri-Food Office (IPAAO) and the Canada-ASEAN Business Council) mengadakan Webinar “Evolution of Canada’s Food Safety System”.
Tayangan ulang webinar dapat dilihat melalui tautan ini [Webinar]
Evolution of Canada’s Food Safety System
GAPMMI menghadiri Sosialisasi Surat
Edaran Menteri Perindustrian No. 2
Tahun 2025 tentang Penyampaian
Data Emisi Industri melalui Sistem
Informasi Industri Nasional (SIINas).
Tayangan ulang bisa dilihat di tautan
Sosialisasi SE Menperin no. 2 Tentang
Penyampaian Data Emisi Industri
Tahun 2025
GAPMMI menerima courtesy call dari Delegasi Asosiasi e-Commerce
Kota Puning Tiongkok. Diwakili oleh
Pengurus GAPMMI, Irwan S. Widjaja, pertemuan ini membahas peluang
kerja sama & perizinan edar di Indonesia.
Pemerintah Korea Selatan cq. Ministry of Food and Drug Safety (MFDS) telah merilis beberapa perubahan terkait regulasi keamanan pangan, pada tanggal 26 Februari 2025. Oleh karena itu, Kedubes RI di Seoul mengadakan Sosialisasi
Perkembangan Regulasi Impor
Produk Primer di Korea Selatan yang dilakukan secara virtual.
Kepala BSKJI juga menyosialisasikan
Surat Edaran (SE) Menteri
Perindustrian Nomor 2 Tahun 2025 tentang Penyampaian Data Emisi Industri melalui Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas). Ini sebagai salah satu kebijakan untuk mendukung transformasi industri hijau. “Melalui SE Menperin tersebut, diharapkan Kemenperin dapat memonitor kondisi emisi yang dihasilkan oleh perusahaan industri dan perusahaan kawasan industri serta melakukan pembinaan kepada industri dalam menjaga kualitas udara, pencapaian target emisi gas rumah kaca (GRK) nasional, dekarbonisasi sektor industri, dan sebagai langkah persiapan industri menghadapi kebijakan pengurangan emisi industri,” imbuhnya. Tayangan ulang silakan klik Sosialisasi SE Menperin no. 2 Tentang Penyampaian Data Emisi Industri Tahun 2025 Fri-27
FOOMA JAPAN 2025: A Global Hub for Food Processing Innovation
FOOMA JAPAN, the premier international exhibition for food processing technology, will be held at Tokyo Big Sight from June 10-13, 2025. This highly anticipated event, recognized as the world’s largest comprehensive trade show for food manufacturing, will showcase a wide range of technologies, including processing, freezing, foreign matter detection, and waste treatment solutions.
With nearly 1,000 exhibitors and drawing over 100,000 visitors annually, FOOMA JAPAN offers a unique platform to explore the latest advancements in the food industry. The 2025 theme,
“Touch FOOMA, Taste the Future,” emphasizes the dynamic evolution of food technology and will feature a StartUp Zone showcasing a diverse range of innovations, including AI, robotics, and other cutting-edge solutions.
The event will also host the fourth annual FOOMA Awards, celebrating groundbreaking research and development in food machinery. Last year’s award-winning pasta dispenser, which automated key processes, exemplifies the type of innovation expected to be showcased in 2025, offering potential to transform global food manufacturing and restaurant operations. Fri-35
Food Summit 2025
GAPMMI turut menghadiri acara
CNBC Indonesia Food Summit 2025
“Pangan Berdaulat, Indonesia
Semakin Kuat”. Acara ini dihadiri oleh
Menteri Koordinator Bidang PanganZulkifli Hasan (Zulhas) sebagai keynote speaker. Selain itu hadir pula, Wakil
Menteri Kelautan dan Perikanan Didit
Herdiawan Ashaf, Corporate Affairs
Director PT Frisan Flag Indonesia, Andrew F. Saputro, Direktur Utama PT Pupuk Indonesia Rahmad
Pribadi, Kepala Badan Gizi Nasional
Dadan Hindayana, Direktur Utama PT Garam, Abraham Mose, dan Kepala
Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief
Prastyo Adi. Berikut beberapa poin dari pembicara kunci dalam acara Food Summit 2025:
1. Situasi Pangan dan Tantangan Swasembada
• Indonesia sebagai negara besar dengan populasi hampir 300 juta jiwa, menjadikan pangan sebagai kebutuhan vital.
• Pengalaman di Qatar menunjukkan bahwa negara dengan kondisi
geografis ekstrem pun bisa mandiri dalam pangan (misalnya, produksi susu di gurun).
• Swasembada pangan adalah prioritas utama pemerintahan Prabowo, tetapi mencapainya tidak mudah.
• Infrastruktur pangan masih mengandalkan peninggalan era Soeharto, sementara yang baru belum banyak dibangun.
• Perubahan lahan sawah menjadi kawasan industri dan pemukiman memperparah kondisi, terutama di Jawa yang sudah overcapacity.
2. Optimalisasi Produksi dan Infrastruktur
• Indonesia memiliki 7,4 juta hektar sawah, dengan rata-rata panen hanya 1,4 kali per tahun.
• Penyebab produktivitas rendah: masalah irigasi, pupuk, dan obatobatan yang tidak tersedia tepat waktu.
• Pemerintah telah menyederhanakan sistem distribusi pupuk agar langsung sampai ke petani sejak Januari.
• Bulog harus menyerap gabah dengan harga minimal Rp6.500/kg untuk menjaga semangat petani.
• Hasilnya, produksi beras per April 2025 mencapai 13,5 juta ton, tertinggi dalam 7 tahun terakhir.
• Jika Bulog bisa menyerap 1,5 juta ton beras, Indonesia tidak perlu impor hingga akhir 2026.
3. Stabilitas Harga dan Kolaborasi dengan Pengusaha
• Harga gabah nasional hampir sesuai target Rp6.500/kg.
• Produksi jagung berlimpah (16 juta ton), tetapi harga belum stabil karena kendala distribusi.
• Pemerintah bekerja sama dengan pengusaha pakan ternak untuk memastikan penyerapan jagung dengan harga Rp5.500/kg.
• Impor 500 ribu ton gandum kualitas rendah diusulkan untuk stabilisasi harga pakan ternak.
4. Diversifikasi Pangan dan Ketahanan Gizi
• Peningkatan produksi protein melalui budidaya ikan (target 20 ribu hektar lahan budidaya).
• Program impor sapi perah untuk meningkatkan produksi susu dalam negeri.
• Faktor lingkungan, seperti kelembaban dan irigasi, harus dikelola agar produksi pangan berkelanjutan.
5. Reformasi Regulasi dan Koordinasi Pemerintah
• Regulasi pangan masih terlalu rumit: harus melewati banyak kementerian dan lembaga sebelum bisa dieksekusi.
• Menko Pangan dibentuk untuk mempercepat koordinasi antarinstansi, seperti era Soeharto.
• Koordinasi pusat-daerah penting, tetapi regulasi sektoral sering menghambat eksekusi kebijakan.
6. Pengelolaan Sampah dan Dampaknya pada Pangan
• Sampah menjadi masalah besar, perlu solusi berbasis teknologi untuk diubah menjadi energi terbarukan.
• Proses perizinan yang panjang menghambat investasi pengelolaan sampah, perlu dipersingkat menjadi 2-3 bulan.
• Kasus di Puncak: alih fungsi lahan konservasi menjadi perumahan merusak ekosistem dan sumber air.
7. Ekosistem Pangan Berkelanjutan dan Kopdes Merah Putih
• Sektor pangan memiliki potensi ekonomi besar, contohnya kelapa yang kini jadi alternatif susu di Tiongkok.
• Peran koperasi dalam menyerap hasil pertanian akan diperkuat melalui program Kopdes Merah Putih.
• Model Koperasi Unit Desa (KUD) era Soeharto akan dihidupkan kembali untuk memotong peran tengkulak.
Sumber: Zulhas-KKP-Bos Pupuk & Susu Bendera Buka-bukaan Soal Swasembada Pangan Tayangan ulang dapat dilihat di link youtube Food Summit 2025 Fri-27
Revolutionizing dairy alternatives with BENEO’s Faba Bean Protein
With plant-based foods gaining momentum, more consumers are shifting toward dairyfree choices. Research conducted on behalf of BENEO reveals that over 30% of consumers are cutting back on dairy
while nearly half (49%) have already embraced dairy alternatives. Also an important number is that 32% enjoy plant-based treats like chocolate. Yet, there’s still room to grow with another third of flexitarian consumers being
curious about dairy alternatives, and 42% are keen to explore plant-based sweets.
These flexitarian consumers are a crucial audience for plant-based product manufacturers, making it essential to understand what influences their purchasing decisions. According to BENEO’s survey, their top motivations for choosing dairy alternatives include health benefits and overall wellbeing (49%), a preference for natural ingredients (44%), and the desire to maintain a balanced diet (44%). To appeal to this audience, brands must emphasize nutritional quality and reinforce their positioning as ‘better-foryou’ options.
Beyond nutrition, it comes as no surprise that taste and texture are critical characteristics to convince consumers of (repeat) purchase. Nearly half of global flexitarian consumers consider these two factors when selecting dairy alternatives. Even more, for almost three in four (73%), achieving a rich, creamy texture similar to traditional dairy is essential. Taking into consideration all of these trends and statistics, it becomes obvious that the
market of dairy alternatives provides many opportunities.
This is where BENEO’s dairyfree cocoa dessert makes an impact! This indulgent creation highlights the versatility of faba bean protein, delivering the taste, texture, and nutritional benefits today’s consumers seek. Download the expert paper to explore how faba bean protein can take your next dairy alternative innovation to the next level.
BENEO source references for this article are available on request.
Pameran Meat Pro Asia 2025: Inovasi Terkini
Teknologi Proses, Mesin dan Pengemasan
Teknologi dan digitalisasi terbukti mampu membantu industri pangan lebih efisien, termasuk pada industri pengolahan daging. Hal tersebut terlihat dalam Pameran Meat Pro Asia yang berlangsung di Bangkok, 12-14 Maret 2025 lalu. Deputy General Manager, Messe Frankfurt (HK) Ltd., Jack Wong dalam sambutan pada acara temu media di Bangkok (12 Maret 2025) mengungkap, ada 121 exhibitor yang menawarkan teknologi dan inovasi dalam pameran ini “Beberapa diantaranya terkait proses pengolahan daging mulai dari proses penyembelihan, pengolahan, pengemasan, pelabelan, logistik rantai dingin, kontrol kualitas, kebersihan, IoT dan otomatisasi, juga pengolahan limbah. Teknologi dan inovasi ini diharapkan bisa mendukung efisiensi produksi,” ungkapnya.
Tak sedikit mesin pengolahan dan teknologi baru yang dikenalkan dalam pameran tiga hari ini, seperti mesin pintar untuk proses eviserasi (eviscerating) otomatis dari Marel. Mesin ini memastikan hasil karkas berkualitas dengan tingkat higienitas tinggi, karena tidak ada intervensi manusia saat proses berlangsung., Industry Sales Manager Marel, Nick Adam mengungkap, dengan mesin berteknologi canggih dan perangkat lunak pintar Marel, maka proses efisiensi bisa tercapai.
Untuk memasuki pasar yang lebih luas, maka pelaku di industri pengolahan daging unggas harus bisa memenuhi spesifikasi atau standar tertentu. Group President of Poultry Processing Solution Duravant Company, David Wilson menawarkan solusi untuk whole poultry processing dengan mesin dan teknologi
Nick Adam, Industry Sales Manager Marel
David Wilson, Group President of Poultry Processing Solution Duravant Company
terbaru. Mulai dari mesin penanganan karkas, hingga mesin automasi untuk memotong ayam menjadi berbagai bagian (whole wings, wing segments, breast cap, whole legs, thigh, drumsticks) dengan ukuran dan bentuk yang seragam.
Teknologi untuk kemasan
Semakin baik kemasan maka semakin efektif melindungi produk dan Chanasit Buranapong, Managing Director dari Multivac Thailand membenarkan hal tersebut. Multivac adalah perusahaan yang menyediakan mesin untuk whole packaging process, mulai dari pemilihan bahan kemasan, proses mengemas hingga marking, labelling, dan proses inspeksi. Semua mesin fully costumizable sesuai dengan kebutuhan pengguna. Chanasit memastikan, dengan jenis kemasan, mesin kemasan dan proses pengemasan yang tepat maka kualitas produk akan tetap optimal selama disimpan.
Selain itu ada juga mesin inspeksi sinar-X, detektor logam, high-end tray
sealers, kemasan ramah lingkungan, mesin sanitasi dan disinfeksi ecofriendly dengan konsumsi energi dan air yang rendah, mesin coating otomatis, mesin deboning dengan kecepatan tinggi, dan lainnya.
Meat Pro Asia adalah salah satu pameran penting untuk industri pengolahan daging di Asia. Namun, tahun ini Messe Frankfurt juga menggelar acara serupa berskala global yakni Pameran IFFA 2025 dengan tema “Rethinking Meat and Proteins”, dan akan diselenggarakan pada 3-8 Mei 2025 di Frankfurt am Main, Jerman. Pameran ini nantinya akan menyuguhkan solusi, inovasi dan teknologi terkini untuk industri pengolahan daging mulai dari bahan baku, pemrosesan, pengemasan, hingga strategi dan tren penjualan terkini. Kunjungi https://iffa.messefrankfurt. com/frankfurt/en/planningpreparation.html#opening-times untuk informasi lebih lanjut tentang IFFA 2025. Fb.yunita
Jack Wong, Deputy General Manager, Messe Frankfurt (HK) Ltd.
Eriez X8 Metal Detectors
The Eriez X8 Metal Detector is a reliable, easy-to-use solution for detecting small ferrous, non-ferrous, and stainless steel metal contaminants. Its base package features an intuitive, large touchscreen interface, simple setup and reporting, multiple communication ports (USB and Ethernet), and a standard high-pressure washdown design for added durability.
Sophisticated Software
The X8 is built with advanced software that offers easy setup, operation, and reporting through its user-friendly graphical interface. This makes it simple to manage and monitor your metal detection process.
Setup and Operation
The Eriez X8 comes with factory pre-set settings tailored to your products, based on actual testing and
provided application data. Adding new products or adjusting parameters is straightforward. Key features include:
z Four password-protected levels of access
z Auto setup and product learning
z Easy adjustment of product boundaries and rejection settings
z One-touch log reporting
z Eight fields of data recorded on a large flash drive
z Multiple communication ports (USB and Ethernet)
z Logs and tracks rejects, on/off statuses, faults, warnings, product and setting changes, operator changes, and more
The X8 Metal Detector provides an efficient and effective way to ensure your products are free from metal contaminants, enhancing both quality control and your brand’s reputation.
Smart Edible Packaging:
Masa Depan
Pengemas Pangan Berkelanjutan
Oleh Ignasius Radix A. P. Jati Program Studi Teknologi Pangan, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya Ketua Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Cabang Surabaya
Meningkatnya kesadaran masyarakat akan
dampak negatif sampah kemasan telah memicu inovasi dalam pengembangan alternatif pengemasan yang lebih berkelanjutan. Salah satu terobosannya adalah pengembangan edible film, lapisan tipis pengemas pangan yang dapat dikonsumsi. Inovasi lebih lanjut dari konsep ini melahirkan smart edible packaging, yang tidak hanya berfungsi sebagai pengemas ramah lingkungan namun juga memiliki kemampuan aktif dan cerdas untuk memantau dan bahkan meningkatkan kualitas produk pangan yang dikemas.
Salah satu inovasi yang semakin menarik perhatian adalah edible film, yaitu lapisan tipis yang digunakan sebagai pengemas pangan dan dapat dikonsumsi. Bahan baku edible film berasal dari senyawa alami seperti polisakarida, protein, dan lipid, yang memiliki sifat edible dan biodegradable.
Polisakarida adalah bahan yang paling banyak digunakan dalam pembuatan edible film karena sifatnya yang edible dan biodegradable. Sumber polisakarida untuk pembuatan edible film antara lain tumbuhan (pati, pektin, selulosa), organisme laut (alginat, karagenan), dan hasil fermentasi (pullulan, xanthan gum). Sementara itu, protein nabati dan hewani juga dapat dipergunakan sebagai bahan edible film. Kolagen dan gelatin yang berasal dari kulit dan tulang hewan, kasein dan whey dari susu, protein kedelai, gluten dari gandum, dan zein dari jagung merupakan bahan-bahan yang dapat dipergunakan dalam pembuatan edible film. Lemak juga dipergunakan sebagai bahan pembuatan edible film karena memiliki sifat penghalang uap air yang baik. Beberapa jenis lemak di antaranya lilin lebah, carnauba wax, shellac, parafin, serta berbagai jenis minyak seperti minyak kelapa sawit, minyak kelapa,
minyak kedelai, dan minyak bunga matahari.
Untuk menjadikan edible film
memiliki kekuatan dan kelenturan mendekati plastik, diperlukan bahan tambahan dalam formulasi produksinya. Bahan tersebut dikategorikan sebagai plasticizer yang didefinisikan sebagai bahan yang dapat meningkatkan fleksibilitas dan mengurangi kerapuhan edible film. Plasticizer bekerja dengan mengganggu interaksi polimer dalam jaringan matriks pembentuk struktur edible film. Jenis-jenis plasticizer yang populer antara lain gliserol, sorbitol, dan polietilen glikol. Beberapa penelitian juga menggunakan sukrosa, asam sitrat, dan lesitin untuk mendapatkan
sifat kelenturan pada edible film yang dihasilkan.
Sifat fungsional edible film
Sebagai alternatif dari kemasan plastik, edible film harus memiliki sifat fungsional yang serupa. Perbedaan bahan dalam produksi edible film menghasilkan karakteristik yang berbeda pula. Hal ini menjadikan penelitian dalam pengembangan edible film banyak dilaporkan mengarah pada penggabungan berbagai bahan untuk memperoleh sifat yang lebih baik. Sifat edible film sangat dipengaruhi oleh struktur polimer penyusunnya antara lain:
z Pati dan selulosa memiliki sifat mekanis yang baik, kemampuan menahan oksigen dan karbondioksida yang baik, namun tingkat
kerapuhannya tinggi. Pektin dan alginat menghasilkan film yang fleksibel dengan tingkat kelarutan tinggi. Sementara pullulan dan karagenan menghasilkan edible film yang glossy dan transparansi yang tinggi
z Lemak dalam edible film meningkatkan daya tahan terhadap uap air, namun perlu penambahan emulsifier agar dapat menghasilkan film yang homogen.
z Protein memiliki kemampuan membentuk film yang baik, sifatsifat mekanis seperti kuat tarik dan fleksibilitas yang unggul, serta memiliki kemampuan menahan gas dan minyak.
Pengembangan smart edible packaging
Seiring dengan perkembangan teknologi, edible film dikembangkan menjadi smart edible packaging, yaitu gabungan antara active packaging dan intelligent packaging (Gambar 1). Smart edible packaging mengandung berbagai senyawa aktif yang dapat berperan sebagai antioksidan, antimikroba, penangkap O2 , etilen, dan CO2 emitter. Komponen aktif dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti ekstrak rempah-rempah, bagian-bagian tanaman seperti akar, batang, daun, bunga, serta buah, dan sayur-sayuran (Tabel 1).
Selain itu, smart edible packaging juga memiliki fitur cerdas untuk memberikan informasi lebih lanjut mengenai kondisi produk pangan yang dikemas melalui indikator yang berubah sebagai respon dari perubahan yang
ACTIVE
• Antioksidan
• Antimikroba
• Penangkap O2
• CO2 emitter
SMART
EDIBLE PACKAGING
• Pengoksidasi Etilen
INTELLIGENT
• Sensor
• Indikator
• Enzim
Gambar 1. Struktur smart edible packaging
terjadi pada produk pangan. Dalam pengembangan smart edible film, indikator yang banyak dikembangkan adalah indikator warna yang akan berubah seiring dengan perubahan kondisi produk atau lingkungan di sekitar produk yang dikemas. Antosianin dapat dipergunakan sebagai indikator kerusakan produk melalui perubahan warna akibat pH. Antosianin dapat berasal dari berbagai sumber seperti ekstrak bunga telang, kubis ungu, terong ungu, kulit buah naga, ubi ungu, kulit
Tabel 1. Bahan aktif dalam
smart packaging
Bahan Fungsi
Essential oil
Lignin
Plant extracts
Phenolic compounds
Essential oil
Nisin
Chitosan
Lysozyme
Lactoferrin
Metals
Laccase
Iron
Ascorbic acid
Palladium
Glucose oxidase
Gallic acid
Citric acid
Ferrous carbonate
Sodium bicarbonate
KMnO4
Metal oxides
Activated carbon
Titanium dioxide
antioksidan
antimikroba
Penangkap O2
Penangkap uap air
CO2 emitter
Penangkap etilen
anggur, kulit manggis, dan wortel ungu. Bahan-bahan tersebut dapat dipilih karena perubahan warna yang dapat diobservasi dengan jelas, sensitifitas terhadap perubahan pH yang tinggi, serta aman untuk dikonsumsi.
Selain antosianin, furcellaran dan Spirulina sp juga dilaporkan dapat menjadi indikator pada smart edible packaging. Prinsip kerja dari smart edible packaging adalah memberikan respon berupa perubahan warna pada kemasan akibat perubahan pH kemasan. pH kemasan berubah karena produk pangan yang dikemas, setelah disimpan akan menalami penurunan mutu atau degradasi. Dalam proses ini, akan terjadi degradasi protein menghasilkan ammonia yang dapat mempengaruhi pH lingkungan. Perubahan ini direspon oleh indikator pada kemasan dengan perubahan warna (Gambar 2).
Pembuatan smart edible packaging
Smart edible packaging dapat diproduksi seperti edible film dengan menggunakan dua metode yaitu metode kering dan metode basah. Metode sederhana yang paling banyak dipergunakan adalah metode basah atau solvent casting. Prinsip metode ini adalah membentuk larutan yang berisi campuran biopolimer dan kemudian dikeringkan untuk memperoleh lembaran film yang dapat dipergunakan untuk bahan pengemas. Secara garis besar metode ini terdiri dari empat langkah, yaitu:
1. Pelarutan bahan-bahan pembentuk film termasuk bahan aktif yang ingin ditambahkan
2. Pemanasan pada suhu tertentu untuk memutus ikatan antar molekul sehingga dapat tercampur dan larut sempurna
Gambar 2. Prinsip kerja smart edible packaging
3. Pencetakan yaitu mengambil larutan dalam volume tertentu dan menghamparkan pada cetakan datar sehingga diperoleh ketebalan film yang diinginkan
Penguapan pelarut yang dilakukan pada suhu ruang ataupun pemanasan bersuhu rendah. Proses evaporasi menjadi krusial untuk mendapatkan lapisan film dengan kualitas yang baik. Metode lain dalam pembuatan smart edible packaging adalah metode kering. Metode kering dapat dikategorikan menjadi proses ekstruksi, proses
pencetakan kompresi dan pencetakan injeksi. Di antara ketiga metode, proses ekstruksi merupakan proses yang banyak dilakukan dan potensial untuk dikembangkan dalam skala industri. Dalam proses ekstruksi, bahan-bahan edible packaging perlu dibentuk menjadi pellet dan diekstruksi dengan tambahan plasticizer. Parameter yang perlu diperhatikan adalah kecepatan screw, suhu, kecepatan bahan masuk, dan kadar air. Parameter tersebut sangat mempengaruhi sifat film yang dihasilkan.
Aplikasi smart edible
packaging pada produk pangan
Karakteristik smart edible film yang mampu menyerupai sifat kemasan
plastik juga nampak dari peranannya ketika diaplikasikan sebagai pengemas produk pangan. Produk-produk yang dapat mempergunakan smart edible packaging dalam pengemasannya antara lain:
z Buah
Edible film banyak diaplikasikan pada buah dengan cara coating. Berbagai
jenis wax diaplikasikan pada jenis buah yang berbeda seperti apel, strawberry, jambu, mangga, apricot, tomat, dan jeruk. Pengunaan edible film mampu menghambat kematangan, mencegah perubahan warna buah, mengurangi susut berat, menghambat pencoklatan buah potong, dan menghambat pertumbuhan jamur.
z Sayur
Peranan edible film dalam pengemasan berbagai macam sayur telah banyak diivestigasi. Jenis sayuran tersebut antara lain wortel, kentang, cabai, kubis, dan zukini. Keberadaan edible film dapat mempertahankan kekokohan sayur, warna, dan mengurangi susut berat.
z Kacang-kacangan
Edible film telah diaplikasikan dalam pengemasan walnut dan pine nut. Hasilnya, edible film dapat mengurangi tingkat ketengikan, mempertahankan penampilan, dan menjaga keseimbangan rasa kacang-kacangan.
z Ikan
Berbagai jenis ikan dapat dikemas dengan smart edible film, antara lain salmon dalam produk segar maupun salmon asap, forel pelangi, ikan sebelah, ikan tai, dan udang. Pengemasan dengan smart edible film mampu mengurangi susut berat ikan, menghambat melanosis, dan memperpanjang umur simpan
z Daging
Edible film menjadi solusi yang tepat untuk pengemas daging dan produk turunannya seperti daging
sapi, kerbau, kambing, unta, dan daging ayam, serta produknya
seperti sosis, salami, dan patties. Keberadaan edible film mengurangi susut berat, perubahan warna, dan memperpanjang umur simpan.
z Produk bakery dan keju
Produk bakery seperti roti dan biskuit juga dapat dikemas dengan edible film. Selain itu edible film dapat digunakan untuk mengemas keju.
Peluang dan tantangan pengembangan smart edible packaging
Perkembangan penelitian smart edible packaging semakin meningkat. Hal ini ditunjang dengan fokus dunia terhadap keberlanjutan dan pengurangan jumlah dan dampak negatif limbah plastik bagi lingkungan. Penelitian smart edible packaging berhasil membuktikan bahwa kemasan edible dapat diproduksi dengan teknologi sederhana maupun skala yang lebih besar. Kemasan edible dapat dibuat menjadi smart packaging
dengan penambahan bahan-bahan aktif. Kemasan ini terbukti mampu berperan mempertahankan kualitas produk pangan dan bahkan meningkatkannya. Terlepas dari potensi menjanjikan yang ditunjukkan oleh berbagai penelitian, adopsi luas smart edible packaging terhambat oleh serangkaian tantangan krusial. Inkonsistensi dalam hasil produksi, ketidakmampuan kemasan untuk menandingi daya tahan plastik konvensional, dan risiko hilangnya sifat edible selama formulasi dan pemrosesan menjadi kendala signifikan. Tantangan juga terjadi pada proses produksi skala industri. Apabila smart edible packaging ingin berkembang dan dapat bertahan untuk bersaing dengan plastik, maka seharusnya mudah diproduksi dalam skala besar dan biaya produksi yang rendah. Tantangan ini membuat penelitian smart edible packaging masih terbuka luas dan tetap akan menjadi fokus untuk mendukung pengembangan keberlanjutan.
strategi adopsi Kemasan ramah lingkungan untuk Keberlanjutan UMKM Pangan
Oleh Condro Wibowo
Dosen Teknologi Pangan
Universitas Jenderal Soedirman
Ketua PATPI Cabang Banyumas
Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup melalui Sistem
Informasi Pengelolaan Sampah Nasional pada tahun 2024, terdapat lebih dari 33 juta ton sampah yang hampir 20% dari timbulan sampah tersebut adalah berupa plastik (data dari 307 kota/kabupaten). Dominasi sampah plastik ini menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan dan kesehatan. Artikel ini mengkaji potensi adopsi kemasan ramah lingkungan oleh UMKM pangan sebagai strategi mitigasi yang berkelanjutan.
Sebagai respons terhadap
tingginya proporsi sampah plastik dalam limbah nasional (data KLHK, 2024) yang berpotensi menimbulkan degradasi lingkungan multidimensional dan risiko kesehatan jangka panjang, Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah mengeluarkan Peraturan
Menteri Nomor 75 Tahun 2019 tentang
Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh
Produsen. Regulasi ini secara spesifik menetapkan tanggung jawab kepada sektor manufaktur, ritel, serta produk pangan untuk mencapai pengurangan timbulan sampah sebesar 30% pada tahun 2030, dengan fokus pada produk
atau kemasan yang sulit terurai, tidak dapat didaur ulang, dan/atau tidak dapat digunakan kembali. Meskipun UMKM belum menjadi target utama dalam implementasi peraturan ini, urgensi untuk mengatasi polusi plastik secara komprehensif mendorong perlunya promosi dan adopsi kemasan ramah lingkungan di kalangan UMKM sebagai langkah strategis untuk berkontribusi pada pengurangan sampah plastik secara nasional.
Bagi UMKM yang memproduksi produk pangan, kemasan berperan penting dalam penjualan karena berkontribusi untuk melindungi produk, memberikan informasi, memperpanjang umur simpan, dan penjenamaan. Saat ini, sebagian besar UMKM menggunakan plastik sebagai pengemas dengan alasan: ringan, tahan lama, mudah didapatkan dan murah. Selain itu, plastik mudah untuk diproses menjadi berbagai bentuk dan ukuran, serta mempunyai sifat yang transparan sehingga menjadikannya sesuai untuk mengemas berbagai produk. Terkait dengan produk pangan, Pemerintah Indonesia sudah menerbitkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Peraturan lebih detail tentang pangan diatur pada Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2019 tentang Keamanan Pangan, sedangkan aturan tentang pengemas terdapat pada Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan. Aturan tersebut bertujuan untuk menyediakan pangan yang terjaga kualitasnya dan kemasan yang aman untuk memperpanjang umur simpan produk pangan yang dipasarkan. Aspek keamanan pangan merupakan aspek penting yang harus dipertimbangkan dalam pengemasan produk pangan, terutama pada saat menggunakan kemasan ramah lingkungan. Oleh karena itu, pengunaan kemasan ramah lingkungan untuk produk pangan perlu dikaji dengan baik agar tetap dapat melindungi produk dan sekaligus mengurangi timbulan sampah plastik.
Konsekuensi kontaminasi lingkungan yang diakibatkan oleh penggunaan kemasan plastik telah mendorong munculnya pendekatan baru, yaitu mengurangi, mendaur ulang, dan menggunakan kembali (3R) bahan kemasan (Mneimneh et al., 2024) dengan tetap menekankan pada fungsi utama kemasan sebagai penghalang kontaminan. Secara umum, bahan yang digunakan untuk kemasan pangan harus memiliki kemampuan untuk memberikan perlindungan, memastikan keamanan, mudah digunakan, dan menyajikan informasi dengan cara yang efektif. Kemajuan kemasan aktif yang ramah lingkungan sangat penting untuk melindungi produk pangan, mencegah kontaminasi patogen, dan mengurangi pencemaran lingkungan. Selain itu, munculnya bahan kemasan ramah lingkungan yang berasal dari polimer alami telah muncul sebagai alternatif yang menjanjikan untuk ketergantungan yang pada kemasan plastik konvensional (Wibowo et al., 2024).
Bahan kemasan ramah
lingkungan
Salah satu bahan kemasan ramah lingkungan yang berasal dari polimer alami adalah biodegradable film. Biodegradable film merupakan pilihan alternatif untuk mengurangi ketergantungan pada kemasan plastik konvensional. Biodegradable film didefinisikan sebagai lapisan tipis berbahan dasar biopolimer yang dapat digunakan untuk menjaga kualitas produk pangan dan melindunginya
dari kontaminan yang disebabkan oleh agen mekanik, fisik, kimia, dan mikroba. Biodegradable film dapat diproduksi oleh biopolimer seperti polisakarida, protein, dan lipid. Saat ini, biodegradable film dapat dikembangkan untuk memiliki kemampuan self-healing (Wibowo et al., 2024), sehingga mempunyai kemampuan melindungi produk yang lebih baik. Biodegradable film packaging merupakan alternatif yang ideal sebagai pengganti plastik tetapi saat ini masih belum memungkinkan digunakan oleh UMKM karena faktor harga dan ketersediaannya.
Oleh karena itu, perlu dicari alternatif lain yang sesuai dengan kemampuan pelaku UMKM, salah satunya adalah
eco-friendly plant-based packaging yang dapat dibuat dari berbagai bagian tanaman yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Potensi pemanfaatan bahan tersebut sangat besar di Indonesia karena Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah. Bahan tersebut dapat berupa bambu, serat kayu, daun, pelepah tanaman, pati, hingga selulosa. Pengolahan bahan baku tersebut dapat dibuat dengan berbagai macam metode dari yang sederhana hingga yang kompleks.
Berbagai usaha yang dilakukan untuk menggunakan pengemas ramah lingkungan juga perlu mengacu pada peraturan tentang kemasan pangan di Indonesia yang telah diatur pada
Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan. Pada aturan tersebut disampaikan bahwa Kemasan Pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan/atau membungkus pangan baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun tidak. Kemasan Pangan berfungsi untuk mencegah terjadinya pembusukan dan kerusakan, melindungi produk dari kotoran, dan membebaskan pangan dari jasad renik patogen. Pertimbangan beberapa faktor tersebut maka penggunaan kemasan ramah lingkungan bagi UMKM bidang pangan yang memungkinkan adalah sebagai pengemas sekunder, sedangkan pengemas primer masih menggunakan
plastik dengan pengurangan pada ketebalannya, sehingga ada aspek “reduce” atau pengurangan sampah plastik. Hal tersebut dilakukan sebagai trade-off antara aspek perlindungan produk dan pengurangan pengunaan plastik. Pengunaan plastik sebagai kemasan primer diperlukan untuk menekan harga jual dan diperuntukan bagi UMKM dengan skala mikro atau kecil, sedangkan untuk UMKM skala menengah sudah memungkinkan untuk menggunakan pengemas logam atau kaca untuk pengemas produknya. Saat ini beberapa jenis kemasan ramah lingkungan sudah digunakan oleh UMKM produsen pangan yang berupa kemasan kertas, berbagai jenis
daun, serat, dan anyaman bambu. Pada umumnya produk pangan tersebut adalah makanan tradisional denga umur simpan yang singkat, seperti: legondo, jadah, mendoan, gethuk, atau wajik. Produk pangan dengan umur simpan yang panjang memerlukan aspek perlindungan yang lebih baik dari bahan kemasan yang digunakan untuk tetap menjaga kualitas produk selama distribusi dan penjualan. Penggunaan kertas sebagai pengemas produk pangan, umumnya sebagai pengemas sekunder, dapat berkontribusi dalam menurunkan timbulan sampah plastik. Pengemas kertas merupakan jenis yang sesuai untuk media cetak/print, mudah didapatkan, dan harga relatif terjangkau tetapi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan bahwa pengemas kertas mempunyai barrier properties relatif rendah, sekali pakai, dan dampak langsung terhadap masyarakat relatif kecil karena pengemas kertas merupakan hasil produksi dari industri besar.
Pada program adopsi kemasan ramah lingkungan untuk pelaku UMKM, penggunaan sumber daya lokal perlu dipertimbangkan sebagai bahan baku agar dapat memberikan dampak ekonomi yang lebih besar kepada masyarakat. Bahan anyaman pandan, enceng gondok, dan serat pelepah pisang, memungkinkan dibuat menjadi kemasan sekunder untuk produk pangan tetapi prosesnya yang komplek dan biaya yang tinggi sehingga harga jual produk menjadi mahal. Bambu merupakan bahan baku
pengemas produk yang potensial untuk dikembangkan karena ketersediaan bahan baku yang melimpah di Indonesia, harganya yang murah, adanya banyak perajin anyaman bambu, dan adanya beberapa perajin bambu profesional yang dapat memberikan pelatihan. Bambu merupakan bahan alami yang mempunyai tingkat kekauan yang tinggi sehingga dapat melindungi produk, mempunyai tampilan yang alami dan menarik serta bersifat biodegradable. Potensi tersebut memungkinkan untuk menjadikan bambu sebagai pengemas pangan. Hal yang perlu diperhatikan terkait karakteristik bambu adalah masih mengandung kadar air cukup tinggi dan bersifat porous (mampu menyerap kadar air dari lingkungan), sehingga persiapan bahan baku perlu dilakukan pengeringan dan akan lebih baik jika diberi perlakuan khusus (coating) sehingga mencegah potensi terjadinya kontaminasi dan memperpanjang umur simpan kemasan tesebut. Anyaman bambu yang digunakan sebagai pengemas sekunder sebaiknya dengan bentuk yang unik dan berbeda dengan yang sudah ada selama ini. Modifikasi tersebut perlu dilakukan sehingga akan mempunyai daya tarik yang tinggi, misalnya adalah pembuatan besek dengan bentuk kotak persegi dengan diberi engsel sehingga dapat dibuka tutup dengan mudah, berbagai jenis tas dengan motif anyaman unik, jadi kemasan tersebut dapat dipakai lagi oleh konsumen untuk keperluan yang lain (reuse).
Tahapan menuju
keberlanjutan
Program peralihan menuju kemasan ramah lingkungan harus mendapatkan dukungan dari para pemangku kepentingan agar dapat berjalan dengan lancar. Alternatif tahapan kegiatan yang dilakukan untuk program tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sosialisasi kemasan ramah lingkungan kepada pelaku UMKM Pangan Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran pelaku
UMKM Pangan akan arti pentingnya kemasan ramah lingkungan dan dampak negatif dari pengemas plastik (awareness initiatives). Informasi disampaikan terkait dengan manfaat kemasan ramah lingkungan, dampak negatif pengemas plastik, tren terkini dalam industri kemasan ramah lingkungan, serta contoh
produk UMKM pangan yang sudah sukses menggunakan pengemas ramah lingkungan sehingga mereka mempunyai gambaran yang jelas tentang hal tersebut.
2. Pelatihan secara komprehensif dan pendampingan secara intensif kepada pelaku UMKM pangan dan perajin bambu Pelatihan dan pendampingan jangka panjang diperlukan agar pelaku UMKM bidang pangan dan juga perajin anyaman bambu mendapatkan kesesuaian antara kemasan yang diharapkan dengan yang diproduksi, dan ada penyediaan kemasan ramah lingkungan secara berkelanjutan oleh pemasok lokal dari bahanbahan lokal. Materi pelatihan harus secara komprehensif dari tahap awal proses pengolahan sampai dengan pemasaran, yaitu: perbaikan
cara pengolahan pangan yang baik, peningkatan kualitas produk pangan yang dihasilkan, penggunaan bahan tambahan pangan yang tepat, desain pengemasan, promosi dan pemasaran digital. Hal tersebut untuk memberikan manfaat yang besar kepada pelaku UMKM bidang pangan. Pelatihan utk produsen kemasan ramah lingkungan (perajin bambu) perlu dilakukan agar mereka dapat memproduksi jenis kemasan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh UMKM pangan dengan kualitas yang baik.
3. Fasilitasi bagi UMKM Pangan yang menggunakan kemasan ramah lingkungan
Pemerintah atau insitutsi lain perlu memberikan fasilitasi berupa tempat berjualan/outlet khusus produk dengan kemasan ramah lingkungan agar produk tersebut menarik
perhatian konsumen. Fasilitasi kerjasama dengan organisasi atau institusi lain yang dapat memberikan dampak positif bagi pengembangan UMKM, seperti LSM, institusi pendidikan, perusahaan, dan lainlain. Promosi yang efektif untuk mengenalkan produk tersebut pada event tertentu atau kepada restoran, atau hotel skala besar serta dukungan untuk mengikuti pameran.
Dengan mengadopsi kemasan ramah lingkungan, UMKM dapat berkontribusi pada pelestarian lingkungan, memenuhi harapan konsumen, mematuhi peraturan, dan berpotensi untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Penerapan penggunaan kemasan ramah lingkungan untuk UMKM perlu dilakukan secara bertahap dan membutuhkan peran aktif dari pemerintah, industri, LSM, akademisi, dan pemangku kepentingan lainnya dalam mendukung tahapan implementasinya. Oleh karena itu, inisiasi untuk kolaborasi antar pemangku kepentingan perlu dilakukan dan harus diperkuat untuk mencapai tujuan tersebut.
Referensi:
Mneimneh, F., Haddad, N., & Ramakrishna, S. (2024). Recycle and Reuse to Reduce Plastic Waste - A Perspective Study Comparing Petro- and Bioplastics. In Circular Economy and Sustainability. Springer Nature. https://doi.org/10.1007/s43615-024-00381-7 Wibowo, C., Salsabila, S., Muna, A., Rusliman, D., and Wasisto, HS. (2024). Advanced biopolymerbased edible coating technologies for food preservation and packaging. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety. https://doi. org/10.1111/15414337.13275.
Strategi Kebijakan & tantangan pelabelan Gizi:
Merespons Dinamika Konsumsi
Pangan untuk Pencegahan PTM
Oleh Yusra Egayanti
Badan Pangan Nasional
Penyakit tidak menular (PTM) mulai dari penyakit kardiovaskular, kanker, penyakit pernapasan kronis, dan diabetes telah menewaskan sedikitnya 43 juta orang di dunia pada tahun 2021, setara dengan 75% dari kematian diluar kematian akibat pandemi secara global, termasuk kematian dini yang sebagian besar terjadi di negaranegara berpenghasilan rendah dan menengah.
Di Indonesia, prevalensi PTM berdasarkan Riskesdas 2018 seperti kanker, stroke, penyakit ginjal, diabetes melitus dan hipertensi, mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan Riskesdas 2013. Penggunaan tembakau, kurangnya aktivitas fisik, konsumsi alkohol, pola konsumsi yang tidak menyehatkan, serta polusi udara, menyebabkan meningkatnya risiko kematian akibat PTM. Fokus bahasan pada tulisan ini yaitu pola konsumsi pangan yang tidak menyehatkan sebagai salah satu faktor risiko PTM, antara lain
kelebihan asupan garam, gula, dan lemak (termasuk lemak trans) serta kurangnya asupan sayur dan buah merupakan hal penting yang perlu diperbaiki.
Pencegahan PTM dilakukan dengan pengendalian faktor risiko, termasuk pola konsumsi pangan yang tidak menyehatkan (unhealthy diet), yang diharapkan dapat mencapai target global 2025 (voluntary global target) antara lain penurunan rata-rata asupan natrium 30%, penurunan prevalensi hipertensi 25%, dan menghentikan peningkatan diabetes dan obesitas. WHO telah menerbitkan panduan pencegahan PTM yang tertuang dalam Global Action Plan for the Prevention and Control of Noncommunicable Diseases 2013-2020 (Gambar 1), yang kemudian diperpanjang sampai dengan 2030. Dalam panduan ini negara harus mengambil langkah-langkah kebijakan pangan dan gizi yang melibatkan berbagai sektor terkait, seperti
produsen, termasuk pengusaha jasaboga (hotel restoran kantin - horeka), dan ritel serta sektor terkait lainnya, termasuk konsumen. Langkah kebijakan yang diambil harus dilakukan dalam rangka mendorong konsumsi pangan yang menyehatkan dengan target:
- menurunkan kandungan garam/ natrium yang ditambahkan ke pangan
- meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan, dan konsumsi buah dan sayuran
- menurunkan kandungan asam lemak jenuh dalam pangan dan substitusi dengan asam lemak tak jenuh.
- mengganti lemak trans dengan lemak tak jenuh
- menurunkan kandungan gula bebas dan tambahan dalam makanan dan minuman
- membatasi asupan kalori berlebih, serta mengurangi ukuran porsi dan densitas energi makanan.
Langkah kebijakan untuk mencapai target-target tersebut, mencakup promosi dan edukasi, penyediaan pangan yang baik di sekolah, kantor, maupun fasilitas umum lainnya.
Alat ekonomi/kebijakan fiskal juga merupakan salah satu langkah yang dapat dilakukan baik berupa tax (cukai) maupun subsidi yang dapat meningkatkan keterjangkauan dan mendorong konsumsi pangan yang lebih menyehatkan dan mencegah konsumsi pilihan yang kurang sehat. Edukasi, promosi, kampanye publik di seluruh komunitas perlu terus dilakukan untuk menciptakan lingkungan yang mendukung kesadaran dan perubahan perilaku dalam praktik konsumsi pangan yang sehat, baik di sekolah, pusat penitipan anak dan lembaga pendidikan, tempat kerja, sarana pelayanan
kesehatan, serta lembaga publik dan swasta lainnya.
Selain itu pelabelan gizi, yang memuat informasi kandungan gizi pangan baik gula, garam (natrium), lemak serta zat gizi penting lainnya, juga merupakan langkah kebijakan untuk mendorong konsumsi pangan sehat. Upaya ini telah banyak dilakukan di berbagai negara termasuk Indonesia khususnya pada pangan olahan terkemas. Kewajiban pencantuman kandungan gizi pada pangan olahan terkemas, dan pelabelan gizi pada bagian utama label (Front of Pack Nutrition labelling, FOPNL) menjadi bangian penting dari kebijakan ini.
Namun demikian, agar target di atas dalam konteks pola konsumsi pangan yang menyehatkan dapat dicapai, kita perlu cermati pola konsumsi pangan masyarakat Indonesia saat ini, terlebih lagi seiring dengan perubahan gaya hidup dan menipisnya barrier informasi, serta menjamurnya gerai dan aneka macam pangan kekinian dengan berbagai inovasi, agar dapat diambil kebijakan pangan dan gizi yang sesuai untuk mendorong konsumsi pangan yang lebih sehat.
Pola konsumsi pangan
Masyarakat Indonesia
Konsumsi pangan dapat berupa pangan olahan terkemas, pangan yang diolah di rumah atau pangan siap saji yang diperoleh dari restoran. Berdasarkan survei konsumsi makanan individu, proporsi konsumsi pangan siap saji dibandingkan dengan pangan
Gambar 1. Panduan Pencegahan PTM (WHO)
olahan berkontribusi terhadap diet populasi penduduk lebih dari 70% (Survey Diet Total, Kemenkes 2014). Hal ini sejalan dengan studi lebih lanjut dari Setyowati dkk., 2018, berdasarkan analisis terhadap data SKMI 2014 di DKI Jakarta, asupan energi dari pangan bahan pangan dan pangan olahan antara (ingridien pangan) lebih dari 80%, sedangkan asupan energi dari pangan olahan terkemas (ultraproses) kurang dari 20%.
Gerai yang menjual pangan siap saji juga meningkat, berdasarkan data BPS 2023, usaha penyediaan makanan dan minuman di Indonesia pada tahun 2023 berjumlah 4,85 juta usaha, meningkat sekitar 21,13% dibanding tahun 2016 sebesar 4,01 juta usaha. Berdasarkan pembagian kelompok
usaha, terdapat sebanyak 24,75% merupakan usaha restoran dan rumah makan, 14,55% merupakan usaha penyediaan makanan minuman keliling, dan 3,48% merupakan usaha jasa boga. Meningkatnya gerai pangan siap saji, dapat kita asumsikan bahwa kontribusi konsumsi masyarakat dari sektor ini juga mengalami peningkatan.
Situasi konsumsi dalam konteks keberagaman juga digambarkan dengan pengukuran skor Pola Pangan Harapan (PPH) sebagaimana diatur dalam Peraturan Badan Pangan Nasional No. 11 tahun 2023 tentang Pola Pangan Harapan. PPH adalah suatu metode yang digunakan untuk menilai jumlah dan komposisi pangan, mencakup padipadian, umbi-umbian, pangan hewani, buah/biji berminyak, minyak dan lemak, kacang-kacangan, gula, sayur dan buah, dan aneka bumbu dan bahan minuman. PPH ideal dinilai dengan skor 100 dengan proporsi seperti pada Gambar 2. Skor Pola Pangan Harapan (PPH) digunakan untuk menilai keseimbangan konsumsi pangan di Indonesia, menunjukkan bahwa masyarakat masih cenderung mengonsumsi karbohidrat secara berlebihan, sementara konsumsi protein hewani, buah, dan sayur masih kurang. Kalau kita cermati salah satu jenis yang diukur yaitu konsumsi sayur dan buah, meskipun secara nasional konsumsi sayur dan buah mencukupi sesuai standar PPH, namun jika dicermati analisis Badan Pangan Nasional terhadap konsumsi sayur dan buah per provinsi dan per kuintil menunjukkan asupan yang masih
Gambar 2. Pengukuran skor PPH tahun 2024, secara nasional skor PPH mencapai angka 93,5.
kurang.
Konsumsi sayur dan buah per kuintil berdasarkan analisis konsumsi 2023 dan 2024 yang dilakukan Badan Nangan Nasional seperti pada gambar 4. Kelompok tersebut dibagi berdasarkan tingkat pengeluaran, dari yang terendah hingga yang tertinggi. 20 persen dari penduduk dengan pengeluaran terendah diklasifikasikan sebagai kuintil pertama. Begitu seterusnya, hingga 20% penduduk dengan pengeluaran tertinggi rata-rata dikelompokkan sebagai kuintil kelima.
Hal ini sejalan dengan hasil studi SKMI 2014, bahwa konsumsi kelompok sayur dan olahan serta buah-buahan dan olahan penduduk masih rendah yaitu hanya 57,1 gram per orang per hari dan 33,5 gram per orang per hari (SKMI).
Jika dilihat data pengeluaran masyarakat Indonesia untuk Pangan, hal diatas 50% dari total belanja baik di
pedesaan mau pun perkotaan. Hukum Working - semakin besar pangsa pengeluaran pangannya semakin rendah ketahanan pangan rumah tangga. The greater the share of food expenditure the lower the household food security (Harisman, 2017). Jangankan untuk konsumsi lebih menyehatkan, Indonesia masih berusaha untuk memenuhi pangsa pengeluaran pangan untuk semua kuintil, hanya kuintil 5, dengan pangsa pengeluaran di bawah 50%, sebagaimana terlihat pada gambar 5 berdasarkan data Susenas 2024.
Berdasarkan uraian situasi konsumsi pangan masyarakat Indonesia, dan dengan berpedoman pada panduan WHO dalam pencegahan PTM, perlu diambil kebijakan pangan dan gizi yang tepat untuk mendorong pola konsumsi yang sehat, yang menyasar baik pangan siap saji, pangan olahan terkemas, dan
Gambar 3. Capaian skor PPH di berbagai provinsi
yang tidak kalah pentingnya adalah promosi edukasi agar mengonsumsi pangan sesuai dengan prinsip gizi seimbang.
Untuk mengatasi kurangnya konsumsi buah dan sayur khususnya pada kelompok kuintil bawah, dapat dilakukan upaya peningkatan ketersediaan dan keterjangkauan misalnya melalui subsidi sayur dan buah. Lesson learned dari negara lain dapat dijadikan salah satu pertimbangan
dalam menerapkan kebijakan tersebut, di Meksiko dan Estonia misalnya terdapat kebijakan subsidi/penyediaan buah dan sayuran, bersamaan dengan pajak pada minuman berpemanis dan makanan olahan tinggi gula. Sedangkan di Finlandia menerapkan subsidi pada pangan kaya serat dan produk susu rendah lemak, yang berdampak positif dalam menurunkan angka penyakit kardiovaskular. Amerika Serikat: Program Supplemental Nutrition Assistance Program (SNAP) dan Healthy Incentives Pilot (HIP) memberikan subsidi untuk pangan menyehatkan bagi keluarga berpenghasilan rendah, yang berkontribusi pada peningkatan konsumsi buah dan sayuran. Chili: Negara ini tidak hanya menerapkan pajak pada pangan tertentu, tetapi juga memberikan insentif harga pada pangan menyehatkan di pasar tradisional, yang berkontribusi meningkatkan pola makan masyarakat secara keseluruhan.
MBG di Indonesia
Gambar 4 Skor PPH konsumsi buah dan sayur
Gambar 5. Pangsa pengeluaran pangan
Program MBG di Indonesia merupakan salah satu upaya peningkatan keterjangkauan pangan bergizi, namun perlu dipastikan bahwa komposisi pangan sesuai dengan standar gizi seimbang khususnya meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menyasar kelompok dengan pola konsumsi yang perlu diperbaiki, seperti beberapa negara seperti Jepang, India, Singapura, Brazil, dan lain-lain.
Pelabelan gizi yang lebih luas, baik informasi kandungan gizi maupun berbagai bentuk FOPNL. Sebagaimana ditetapkan Badan POM, pelabelan gizi termasuk FOPNL untuk pangan olahan terkemas telah diterapkan sejak tahun 2019. Memperhatikan situasi konsumsi dari berbagai sumber di atas, penerapan pelabelan gizi sudah seyogyanya tidak hanya untuk makanan olahan dalam kemasan, namun akan sangat baik jika diterapkan juga untuk makanan siap saji mengingat proporsi konsumsi pangan siap saji yang lebih tinggi dan menjamurnya gerai pangan, agar konsumen memperoleh informasi tentang kandungan gizi dari pangan yang mereka konsumsi.
Upaya untuk mengeliminasi lemak trans juga perlu dilakukan secara simultan, sebagaimana paket strategi kebijakan nasional yang digaungkan WHO dalam rangka eliminasi lemak trans yang diproduksi industri, dan menggantinya dengan sumber lemak yang lebih menyehatkan, peluang bagi Indonesia sebagai negara penghasil sawit terbesar di dunia.
Diharapkan dengan kebijakan yang
komprehensif, mencakup edukasi masyarakat, perbaikan pola konsumsi, pelabelan gizi yang luas, kebijakan ketersediaan serta regulasi fiskal dapat mendorong pola konsumsi pangan sehat guna menekan angka kejadian PTM yang tentunya juga akan mengurangi dampak terhadap beban ekonomi.
Semua upaya tersebut sejalan dengan amanah dalam UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, bahwa pangan yang tersedia harus cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
Referensi:
Undang-Undang No. 18/2012 tentang Pangan.
WHO, 2013 Global action plan for the prevention and control of noncommunicable diseases 2013-2020. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/ noncommunicable-diseases
Peraturan Badan POM No.22 tahun 2019 tentang Informasi Nilai Gizi pada Label Pangan Olahan
Peraturan Badan Pangan nasional No. 11 tahun 2023 tentang Pola Pangan Harapan
Kementerian Kesehatan, Studi Diet Total, Survei Konsumsi Makanan Individu, 2014
Badan Pangan Nasional, 2025, Direktori Perkembangan Konsumsi Pangan Nasional dan Provinsi
Dyah Setyowati et al, Processed and ultraprocessed food consumption pattern in the Jakarta Individual Food Consumption Survey 2014, Asia Pac J Clin Nutr 2018;27(4):840-847
BPS, 2023, Statistik Penyediaan Makanan dan Minuman 2023
BPS, 2024, Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Indonesia, 2024.
WHO, An action package to eliminate industriallyproduced trans fat from the global food supply
Gabungan Produsen
Makanan Minuman Indonesia
Partisipasi & Dukungan GAPMMI pada Bazar Ramadan
Kementerian Perindustrian RI
Kementerian Perindustrian menggandeng para pelaku usaha untuk turut berpartisipasi dalam
“Bazar Ramadan” yang bertujuan menyediakan kebutuhan lebaran bagi para pegawai dan masyarakat sekitar. Bazar ini juga merupakan ajang promosi produk-produk industri dalam negeri, khususnya produk industri agro yang secara umum berkinerja baik. Bazar
Ramadan dibuka oleh Wamenperin, Faisol Riza dan dihadiri oleh beberapa pelaku usaha dan perwakilan asosiasi.
Pengurus GAPMMI, Irwan S. Widjaja turut hadir memenuhi undangan
Kementerian Perindustrian pada pembukaan bazar tersebut.
Untuk membantu masyarakat mendapatkan barang kebutuhan pokok dengan harga yang terjangkau dalam menyambut lebaran, Kemenperin rutin setiap tahunnya menggelar “Bazar Ramadan”. Kegiatan ini dimanfaatkan para pengusaha untuk berpromosi terhadap produk-produk unggulannya.
“Bazar Ramadan ini merupakan bentuk kepedulian dan wujud partisipasi Kemenperin bersama pelaku industri,” ujar Wamen Riza.
Pengurus GAPMMI menghadiri pembukaan Bazar Ramadhan
Bazar Ramadhan menjadi ajang promosi produkproduk industri dalam negeri
Tahun lalu, total transaksi “Bazar Ramadan” yang diikuti sebanyak 80 perusahaan, termasuk sektor industri kecil dan menengah (IKM), mencapai Rp1 miliar. Pada bazar tahun ini, peserta yang terlibat meningkat mencapai 93 perusahaan dan diharapkan terjadi juga peningkatan total nilai transaksi. “Bazar Ramadan” dilaksanakan di Plasa Pameran Industri, Gedung Kemenperin selama empat hari, tanggal 18-21 Maret 2025.
Salah satu produk yang juga cukup tinggi permintaannya pada bulan Ramadan dan menjelang lebaran adalah minyak goreng. Kemenperin telah mendorong produsen untuk memasok minyak goreng dua kali lipat dari pasokan pada bulan-bulan biasa untuk menjaga ketersediaan dan harga komoditas tersebut. Pada gelaran Bazar Ramadan ini juga dijual minyak goreng dengan harga terjangkau sebanyak 4.000 liter produksi Sinarmas Group.
“Pada prinsipnya industri siap memasok dan pemerintah selalu mendorong upaya peningkatan kinerja industri. Terkait pelanggaranpelanggaran penyalahgunaan takaran Minyakita, sudah ditangani dan
diharapkan ke depannya tidak akan terjadi lagi. Kasus ini sangat merugikan masyarakat dan juga mencederai upaya pemerintah dalam menyediakan dan menjaga harga minyak goreng,” kata Wamen Riza.
Selain mengadakan bazar, Kemenperin juga menyalurkan wakaf 2.000 Al-Quran oleh APP Group yang nantinya akan dibagikan kepada masyarakat.
Di kesempatan yang sama, Wamenperin mengemukakan, industri pangan merupakan sektor strategis yang sangat penting dalam menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia. Terbukti dari kontribusi sektor industri mamin pada tahun 2024 sebesar 40,31% terhadap PDB industri non-migas, dan 6,92% terhadap PDB nasional.
Selama tahun 2024, industri pangan membukukan nilai ekspor sebesar USD41,45 miliar dengan neraca dagang positif sebesar USD24,37 miliar.
Investasi sektor industri pangan masih diminati investor dengan perkembangan realisasi investasi sebesar Rp110,57 triliun. Fri-27
Sekretariat GAPMMI
ITS Office Tower Lt. 8 Unit 16, Nifarro Park
Jl. Raya Pasar Minggu KM. 18, Jakarta Selatan 12510
Telp/Fax. (021) 29517511; Mobile. 08119322626/27
Hp. 08156720614
Email: gapmmi@cbn.net.id Website: www.gapmmi.id
Teknologi Pickering Emulsion:
Untuk Edible Film/Coating Ramah Lingkungan
Industri pangan terus berupaya menghadirkan teknologi pengemasan inovatif demi keamanan dan mutu produk, termasuk aplikasi edible film/coating yang ramah lingkungan dan memperpanjang umur simpan. Tantangan utama dalam pengembangan edible film/coating terletak pada stabilitas formulasi emulsi konvensional. Untuk mengatasi hal ini, pickering emulsion muncul sebagai alternatif menjanjikan. Sistem emulsi yang distabilkan oleh partikel padat ini menawarkan terobosan signifikan dalam meningkatkan stabilitas dan fungsionalitas edible film/coating, membuka jalan bagi pengembangan kemasan pangan yang lebih efektif dan berkelanjutan, yang akan menjadi fokus pembahasan dalam artikel ini.
Oleh Ata Aditya Wardana
Department of Food Technology
BINUS
University
Edible film adalah lapisan tipis yang dapat dimakan dan diaplikasikan secara langsung pada produk pangan atau digunakan sebagai pembungkus, sedangkan edible coating merupakan lapisan tipis yang diaplikasikan langsung ke permukaan produk pangan untuk memberikan perlindungan tambahan. Edible film/ coating dapat dikatakan satu tingkat lebih tinggi dibandingkan dengan teknologi pengemas biodegradable yang digunakan pada berbagai produk pangan untuk mengendalikan perpindahan air, pertukaran gas, dan proses oksidasi. Dalam beberapa tahun terakhir, permintaan terhadap sustainable packaging semakin meningkat, seiring
dengan kesadaran konsumen terhadap isu lingkungan dan keamanan pangan. Berdasarkan laporan Grand View Research, Inc., pasar kemasan pangan global diperkirakan bernilai USD 272,93 miliar pada tahun 2023 dan diproyeksikan tumbuh dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 7,6% dari tahun 2024 hingga 2030. Lebih lanjut, Data Bridge Marjet Research mencatat bahwa pasar edible film/coating diperkirakan bernilai USD 3,01 miliar pada tahun 2023 dan diproyeksikan mencapai USD 4,97 miliar pada tahun 2031, dengan CAGR sebesar 6,50% selama periode perkiraan
2024 hingga 2031. Pertumbuhan ini menunjukkan peluang besar bagi edible film/coating sebagai alternatif kemasan konvensional berbasis plastik.
Keunggulan edible film/coating diantaranya seperti biodegradabilitas, kemampuan meningkatkan kualitas sensoris produk, serta kompatibilitas dengan berbagai bahan aktif seperti antioksidan dan antimikroba menjadikannya solusi inovatif di sektor industri pangan. Beberapa aplikasinya adalah untuk produk dairy, roti dan kembang gula, buah dan sayuran, daging, unggas, dan seafood. Bahan utama penyusunnya terdiri dari polimer alami seperti protein (gelatin, kasein, zein, whey protein), karbohidrat (pati, alginat, pektin, kitosan, selulosa), dan lipida (wax, asam lemak), yang dapat dikombinasikan dengan plasticizer dan filler untuk meningkatkan sifat fungsionalnya.
Emulsi konvensional edible film/coating
Edible film/coating berbasis emulsi oil-in-water (o/w) banyak dikembangkan karena kemampuannya dalam meningkatkan sifat fungsionalnya. Dalam sistem ini, fase kontinu berupa matriks edible yang terdispersi dalam air, sedangkan fase terdispersinya terdiri dari komponen hidrofobik yang distabilisasi oleh emulsifier sintetik. Contoh sistem ini dapat dilihat pada Gambar 1. Emulsi ini memungkinkan distribusi droplet secara merata, seperti minyak esensial atau lipid, yang berperan dalam meningkatkan sifat
Mode cahaya
Mode fluoresen
Gambar 1. Tampilan mikrostruktur suspensi edible coating emulsi o/w konvensional dengan mikroskopi pemindaian laser konfokal (CLSM) (Olympus IX71, Jepang). Terlihat droplet-droplet lemak berwarna kuning akibat pewarnaan fluoresen nile red.
(Sumber: dokumentasi penulis)
barrier, termasuk terhadap kelembapan dan gas. Selain itu, kombinasi fase air dan minyak dalam emulsi juga memungkinkan penambahan berbagai bahan aktif, seperti antioksidan dan antimikroba, yang dapat meningkatkan stabilitas dan keamanan pangan.
Namun, penggunaan pengemulsi sintetis dalam formulasi memiliki beberapa kelemahan yang perlu diperhatikan. Beberapa jenis pengemulsi sintetis dapat memicu reaksi alergi pada individu yang sensitif. Selain itu, adanya kekhawatiran mengenai keamanan pangan terkait dengan akumulasi bahan kimia sintetis dalam tubuh juga menjadi isu. Lebih lanjut, kemampuan dalam menstabilisasi masih kurang memuaskan pengguna, mendorong penelitian lebih lanjut untuk menggantikan pengemulsi sintetis
dengan alternatif alami yang lebih aman dan ramah lingkungan.
Pickering emulsion dalam pengembangan edible film/ coating
Pickering emulsion merupakan sistem emulsi yang distabilkan oleh partikel padat, menggantikan surfaktan konvensional. Tampilan mikrostruktur sistem ini dapat dilihat pada Gambar 2. Pickering emulsion pertama kali ditemukan oleh seorang ahli kimia Inggris, Pickering, pada tahun 1907. Ia menemukan bahwa partikel padat halus dapat menstabilkan emulsi, menggantikan peran surfaktan. Namun, konsep ini sebenarnya telah diamati sebelumnya oleh Ramsden pada tahun 1903, sehingga kadang-kadang disebut juga sebagai Ramsden-Pickering
Gambar 2. Tampilan mikrostruktur suspensi edible coating dengan sistem Pickering emulsion o/w menggunakan instrumen CLSM (Olympus IX71, Jepang). Penstabil nano-selulosa, diberi perlakuan pewarna fluoresen acridine orange, ditandai dengan warna jingga. (Sumber: dokumentasi penulis)
Emulsion. Dalam emulsi ini, partikel padat menempel pada permukaan antarmuka minyak-air, membentuk lapisan pelindung yang mencegah terjadinya koalesensi, creaming, dan flokulasi. Teknologi ini mulai dipertimbangkan sebagai kandidat alternatif emulsi konvensional karena lebih stabil dan ramah lingkungan dibanding dengan surfaktan sintetis, juga memungkinkan enkapsulasi pelepasan senyawa bioaktif secara terkontrol. Hal tersebut mendukung aplikasi yang relevan dalam perancangan kemasan aktif berbasis edible film/coating.
Inkorporasi pickering emulsion, biasanya jenis o/w, ke dalam matriks polimer untuk membuat berbagai
kemasan edible dengan perbaikan fitur fisikokimianya mulai menarik perhatian. Partikel edible yang paling sering digunakan untuk menstabilkan emulsi Pickering mencakup protein, karbohidrat, serta mikroorganisme (baik sel hidup atau mati). Partikel tersebut harus memiliki keseimbangan hidrofiliklipofilik yang sesuai dengan tipe emulsi yang diinginkan (o/w atau w/o), dengan ukuran nano atau mikron. Dalam hal ukuran, kemampuan penstabil partikel soild skala nano cenderung lebih stabil daripada mikron dan memungkinkan untuk menghasilkan droplet dalam skala nano (nanoemulsion). Teknik mekanis seperti high pressure homogenization, ultrasonikasi, dan strirring atau shearing dengan kecepatan tinggi
Mode cahaya
Mode fluoresen
sampai saat ini menjadi pilihan untuk emulsifikasi dan memungkinkan partikel penstabil menempel di antaranya. Untuk mendapatkan stabilitas terbaik, diperlukan penyesuaian kondisi pH, ionic strength, konsentrasi partikel, dan temperatur penyimpanan yang optimum. Edible film/coating berbasis Pickering emulsion umumnya dibuat dengan penambahan minyak esensial, komponen fenolik, atau lipid sebagai agen aktif. Beberapa inovasi telah dilaporkan diantaranya pickering emulsion zein-pektin dan zein saja yang masing-masing terinkorporasi dengan minyak esensial oregano dan kayu manis dapat memperbaiki hidrofilisitas edible film; pickering emulsion minyak esensial kayu manis, yang distabilkan oleh zeinasam galat meningkatkan sifat mekanis film kitosan.
Selain itu, film/coating berbasis biopolimer dengan partikel pickering dapat meningkatkan kestabilan antimikroba dan antioksidan. Hal tersebut diduga berasosiasi dengan
kemampuan proteksi partikel padat pada permukaan droplet sehingga menghambat kontak langsung antara senyawa bioaktif dengan lingkungan yang menyebabkan degradasi seperti oksigen, cahaya, pH, dan temperatur. Lebih jauh lagi, beberapa penelitian melaporkan bahwa teknik ini mampu mengontrol pelepasan bahan bioaktif selama penyimpanan untuk mencegah pertumbuhan mikroba dan oksidasi, sehingga memperpanjang umur simpan produk pangan, termasuk mempertahankan kualitas komoditas pascapanen seperti mangga, stroberi, dan tomat ceri. Namun demikian, penentuan level dari penstabil perlu dilakukan secara hati-hati dalam rangka menghasilkan edible film/coating dengan sifat fungsional yang lebih baik tanpa mengurangi sifat antimikrobanya, mengingat penstabil juga dapat diuraikan oleh mikroba untuk digunakan sebagai energi.
Pemanfaatan nanopartikel solid dalam bentuk Pickering emulsion sebagai
pengganti emulsi konvensional untuk pengembangan edible film/coating menawarkan prospek yang cukup bagus, terutama dalam meningkatkan stabilitas dan sifat fungsional. Teknologi ini dapat menghasilkan film dengan karakteristik lebih baik, serta potensi sebagai pembawa senyawa aktif yang stabil. Namun, aspek ekonomi dan penerimaan sensori tetap menjadi pertimbangan utama sebelum aplikasinya di industri pangan. Biaya produksi nanopartikel, efisiensi dalam formulasi, serta dampaknya terhadap tekstur, rasa, dan visual produk akhir perlu dievaluasi agar inovasi ini tidak hanya unggul secara teknis, tetapi juga diterima oleh konsumen dan layak secara komersial.
Referensi:
Grand View Research. 2023. Sustainable Packaging Market Size, Share & Trends Analysis Report By Material (Plastics, Paper & Paperboard, Glass, Metal), By Type, By Packaging Format, By Process, By Application, By Region, And Segment Forecasts, 2024 – 2030. https://www.grandviewresearch.com/industry-analysis/ sustainable-packaging-market-report . Diakses 10 Maret 2025
Data Bridge Market Research. 2024. Global Edible Films and Coatings Market Size, Share, and Trends Analysis Report – Industry Overview and Forecast to 2031. https://www.databridgemarketresearch.com/reports/ global-edible-films-coatings-market?srsltid=AfmBOort 629uL1FVoqt6VAPF8kiQmITKkF68dNpdGLBuRVMVro p76WDn . Diakses 10 Maret 2025
Pickering, S. U. (1907). Emulsions. Journal of the Chemical Society, Transactions, 91, 2001–2021.
Ramsden, W. (1903). Separation of solids in the surfacelayers of solutions and suspensions (observations on surface-membranes, bubbles, emulsions, and mechanical coagulation). Proceedings of the Royal Society of London, 72, 156–164.
Wardana, A. A., Koga, A., Tanaka, F., et al. (2021). Antifungal features and properties of chitosan/ sandalwood oil Pickering emulsion coating stabilized by appropriate cellulose nanofiber dosage for fresh fruit application. Scientific Reports, 11, 18412.
Yang, L., Zhou, C., Liu, Y., He, Z., Zhang, M., Wang, C., et al. (2024). Enhanced mechanical properties and antibacterial activities of chitosan films through incorporating zein-gallic acid conjugate stabilized cinnamon essential oil Pickering emulsion. International Journal of Biological Macromolecules, 258, 128933.
Zhang, S., He, Z., Xu, F., Cheng, Y., Waterhouse, G. I. N., Sun-Waterhouse, D., et al. (2022). Enhancing the performance of konjac glucomannan films through incorporating zein–pectin nanoparticle-stabilized oregano essential oil Pickering emulsions. Food Hydrocolloids, 124, 107222
Pengemasan Pangan:
Menjamin Keamanan Produk Siap Saji
Oleh Winiati P Rahayu
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian; & SEAFAST Center IPB University
Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia
Kemasan pangan adalah bahan yang dibentuk dan digunakan untuk mewadahi dan/atau membungkus pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun tidak. Pada dasarnya peran utama kemasan dalam industri pangan adalah untuk melindungi produk dari berbagai kontaminasi eksternal, menjamin keamanan pangan, memelihara mutu, memperpanjang masa simpannya hingga sampai ke rumah tangga konsumen.
Pengemasan juga penting untuk promosi produk yang dikemas dan akan memberikan keunggulan kompetitif produk yang dikemas, dan tidak kalah pentingnya memberikan informasi kepada konsumen mengenai produk
di dalamnya. Pada era sekarang ini, kemasan juga sebagai pemberi informasi bila harus terjadi penarikan produk karena mutu dan keamanannya.
Penjaminan produk harus didasarkan pada keamanan bahan pengemasnya. Hal ini tertuang dalam UU No. 18 Tahun
2012 tentang Pangan dalam Pasal 82 ayat (1) yang menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan produksi pangan dalam kemasan wajib menggunakan
bahan kemasan pangan yang tidak membahayakan kesehatan manusia atau tidak melepaskan cemaran yang membahayakan kesehatan manusia. Selanjutnya lebih didetailkan lagi dalam PP No. 86 Tahun 2019 tentang Keamanan Pangan disebutkan setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan wajib menggunakan bahan kemasan yang diizinkan. Menindaklanjuti hal ini PerBPOM No. 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan
mengatur (1) zat kontak pangan yang dilarang, (2) zat kontak pangan yang diizinkan dengan atau tanpa batas migrasi, (3) bahan kontak pangan yang diizinkan, (4) tipe pangan dan kondisi penggunaan untuk pengujian kemasan, dan (5) bahan yang harus dilakukan penilaian dahulu keamanannya oleh Kepala BPOM sebelum dapat digunakan sebagai kemasan pangan.
Pangan siap saji
Pangan siap saji (PSS) dari waktu ke waktu makin diminati konsumen, hal ini seiring dengan terbukanya aktivitas bagi ibu ataupun anggota keluarga lainnya yang biasa menyiapkan makanan untuk keluarganya di rumah. PSS sangat membantu dari segi kepraktisan dan waktu karena kalaupun masih
membutuhkan penanganan maka penanganan yang dibutuhkan sangat minimal. PSS dirancang agar mudah disiapkan sekalipun oleh seseorang dengan ketrampilan memasak yang minimal atau bahkan tidak ada, karenanya sangat praktis untuk persediaan sehari hari atau saat dalam perjalanan.
Klasifikasi PSS dapat didasarkan pada produk yang telah dimasak terlebih dahulu, produk yang dikonsumsi langsung, dan produk yang akan dimasak. PSS matang hanya memerlukan pemanasan ulang dengan waktu yang relatif singkat walaupun harus dengan suhu yang memadai, contohnya produk dengan daging sapi atau daging unggas yang telah dimasak dengan aneka bumbu. Produk yang langsung dikonsumsi contohnya adalah daging yang diawetkan, ikan asap, buah dan sayuran segar yang dipotong, salad, sandwich, beberapa makanan penutup dan makanan ringan. Produk yang akan dimasak contohnya adalah bakso kuah, pasta segar, dan pizza yang akan dipanggang.
Keberadaan PSS dikatakan menghemat waktu karena seseorang tidak perlu merancang dan merealisasikan menunya dengan berbelanja bahan baku, menyiapkan, memasak sehingga sangat membantu bagi sesorang dengan tingkat kesibukan yang tinggi. Pada umumnya PSS diproses sedemikian rupa sehingga awet. Ketentuan penyimpanan juga
memegang peranan penting dalam menjaga keawetan PSS yang dapat disimpan dalam kondisi beku atau dingin. PSS terkemas, umumnya dikemas dalam kemasan untuk sekali konsumsi sehingga dapat mencegah food waste Kemasan PSS umumnya tersedia untuk porsi individu atau porsi keluarga. PSS juga membutuhkan kemasan dengan label yang jelas, dan pada label itulah dituliskan instruksi penanganan sebelum pangan tersebut dapat dikonsumsi.
Keamanan mikrobiologi
pangan siap saji
Pangan siap saji yang tidak memerlukan pengolahan lebih lanjut memiliki risiko mikrobiologi yang tinggi, namun demikian, semua jenis PSS memerlukan perhatian dalam penanganannya. Selama penyiapan PSS yang meliputi pengolahan, pengemasan dan penanganan seperti mengiris atau
memotong, kontaminasi silang dapat terjadi. Oleh karena itu, praktik higiene dan sanitasi merupakan syarat mutlak dalam produksi PSS. Walau pangan akan dimasak, namun jumlah mikroba awal dan adanya spora bakteri dan bakteri termodurik yang dapat terus hidup dapat menjadi masalah pada PSS. Pemasakan PSS sebelum dikemas juga membutuhkan perhatian, agar pangan masak sempurna.
Jenis bakteri patogen bawaan pangan yang berbahaya bagi PSS secara umum adalah Listeria monocytogenes, Salmonella enterica, Escherichia coli O157:H7 dan Clostridium perfringens. Selain itu bergantung dari jenisnya, Staphylococcus aereus merupakan kontaminan yang berbahaya bagi salad dengan telur, tuna, ayam dan kentang; Campylobacter jejuni menyebabkan risiko terbesar kedua pada sayuran salad setelah produk unggas dan cemaran Aeromonas spp. juga penting
diperhatikan pada sayuran mentah PSS. Mikroba ini dapat bertahan hidup pada pH rendah dan memiliki sifat psikotropika yang memberikan peluang berkembangnya bakteri pada suhu dingin. Pada PSS hasil laut harus diperhatikan adanya cemaran L. monocytogenes, Vibrio parahaemolyticus, Vibrio vulnificus, Clostridium botulinum dan beberapa virus.
Kemasan pangan siap saji
Konsep pengemasan PSS berfokus pada pencegahan pertumbuhan mikroba, sehingga melindungi konsumen dari penyakit yang ditularkan melalui makanan. Penanganan PSS yang tidak tepat dapat mengakibatkan penyakit bawaan pangan akibat cemaran mikroba patogen. Pengemasan untuk PSS harus dapat melindungi pangan dari cemaran mikroba patogen tersebut disamping cemaran fisik atau kimia lainnya.
Pemilihan bahan kemasan untuk
PSS antara lain harus memperhatikan jenis pangan yang dikemas, bentuk
kemasan, masa simpan produk dan cara penjualan. Kemasan PSS dapat berupa kemasan dari bahan kertas, plastik, dan aluminium foil. Kemasan kertas pilihannya adalah kertas biasa dari serat selulosa, atau karton yaitu kertas yang mempunyai kekakuan relatif tinggi. Sifat kertas yang kaku, mudah dilipat dan mudah dibentuk tetapi juga mudah menyerap cairan sehingga hanya cocok untuk wadah pangan kering dan sedikit berminyak. Apabila akan digunakan untuk PSS yang mengandung cairan, maka harus dilapisi dengan plastik laminat agar tidak bocor.
Penggunaan kemasan plastik untuk PSS terkadang membutuhkan kombinasi material dengan cara laminasi, koekstrusi, dan pelapisan ekstrusi. Contohnya digunakan bahan transparan gelombang mikro seperti baki polietilen densitas rendah (LDPE), polipropilen (PP), dan polietilen tereftalat terkristal (CPET) yang memiliki ketahanan masing-masing umumnya tahan hingga suhu 75, 110, dan 220 °C. Pengemasannya dapat dilakukan dengan memodifikasi atmosfir pada kemasan
(MAP), secara vakum atau secara skin packaging.
Wadah aluminium adalah wadah dengan bahan yang dapat berfungsi dengan baik, dapat didaur ulang sehingga menghemat energi dalam pembuatannya, dan cocok untuk pengemas PSS. Wadah dari aluminium merupakan satu-satunya wadah yang dapat langsung dimasukkan ke dalam oven dan pemanggang. Pada umumnya kemasan ini memiliki sekat yang memungkinkan waktu memasak atau pemanasan ulang terpisah, dan adanya sekat ini maka pemanasan dapat dilakukan pada waktu yang berbeda untuk setiap bagian. Aluminium juga mudah didesain dan dibentuk sehingga menghasilkan kemasan yang menarik dan mudah disegel untuk menjaga daya tahan produk. Penutup wadah aluminium dapat juga menggunakan bahan polietilen tereftalat, termasuk pilihan dengan fitur anti kabut, baik berwarna maupun bening, yang dapat tahan pada kisaran suhu -40 hingga 350 °C.
Tips penerimaan PSS oleh konsumen:
a. Periksa kemasan, harus masih utuh, dan tersegel asli
b. Pastikan PSS dikirim dalam kondisi kemasan yang sesuai.
c. Pastikan tidak ada tanda-tanda kotoran, hama, atau kerusakan pada kemasan dan alat pengantar.
d. Pastikan label masih utuh dan baca dengan saksama.
e. Pastikan suhu: untuk PSS yang membutuhkan penyimpanan dingin, suhu harus di bawah 5 °C dan PSS beku, suhu di bawah -18 °C.
Tips penyimpanan aman PSS:
1. PSS harus segera disimpan di lemari es atau freezer dalam waktu dua jam setelah diterima. Namun, jika PSS diterima pada suhu kamar (30 + 2°C), maka harus segera didinginkan atau dibekukan dalam waktu satu jam.
2. PSS yang sudah dikeluarkan dari kemasan aslinya harus diberi label yang jelas sebelum disimpan. Gunakan prinsip “masuk pertama, keluar pertama”, atau First In First Out (FIFO)
3. Penyimpanan dingin PSS sebaiknya tidak melebihi batas waktu yang tertera pada label produk dan umumnya hanya dianjurkan untuk dikonsumsi dalam waktu kurang dari 30 hari. Selalu perhatikan tanggal kedaluwarsa dan petunjuk penyimpanan khusus pada label.
Referensi
BPOM 2024. Penggunaan kemasan pangan. Istana UMKM.
Öztürk K. 2015. Packaging applications for ready-to-eat foods. Istanbul Technical University
Pedoman Desain Kemasan Plastik Sirkular untuk Indonesia
Bagian III
Oleh Henky Wibawa
Executive Director Indonesian Packaging Federation (IPF)
Artikel ini melanjutkan seri tulisan sebelumnya mengenai pedoman desain kemasan plastik sirkular, dengan menitikberatkan pada evaluasi komprehensif terhadap aspek-aspek daur ulang botol. Sebelumnya, telah dipaparkan secara mendalam mengenai berbagai jenis material kemasan beserta implementasi aplikatifnya dalam konteks penggunaan sehari-hari.
Standar terminologi dan model umum, serta EN 15343:2007 yang mengatur ketertelusuran, penilaian kesesuaian, dan perhitungan konten daur ulang plastik, menjadi acuan dalam pemeriksaan daur ulang kemasan plastik kaku. Kemasan yang terbuat dari PET, PP, atau PE kaku, khususnya botol beserta tutup dan labelnya, termasuk dalam cakupan pemeriksaan ini.
Kemasan plastik kaku yang terdiri dari berbagai komponen atau material
cenderung sulit untuk didaur ulang. Upaya untuk meningkatkan daur ulang kemasan ini memerlukan penyesuaian pada bagian-bagian kemasan. Namun, dalam situasi tertentu, peningkatan efektivitas teknologi pengumpulan, pemilahan, dan/atau daur ulang lebih diutamakan daripada modifikasi kemasan.
Dua kondisi utama harus dipenuhi agar kemasan memiliki kemampuan daur ulang yang optimal: pertama, bahan
kemasan harus dapat dikumpulkan oleh pihak pengumpul sampah yang terverifikasi; kedua, kemasan harus dapat dipilah dan/atau dikelompokkan ke dalam jalur daur ulang yang telah ditentukan.
Kemasan fleksibel, yang ditandai dengan kode daur ulang 1 hingga 6, umumnya terdiri dari berbagai lapisan material. Komposisinya melibatkan kombinasi beragam jenis plastik, seperti PET, LLDPE yang dilapisi dengan PA
(Nilon), membentuk struktur berlapis yang serupa di setiap lapisan.
Dalam proses pembuatan pelet dari kantong-kantong ini menggunakan ekstruder konvensional, penentuan suhu leleh harus didasarkan pada titik leleh tertinggi. Hal ini berpotensi merusak lapisan dengan titik leleh yang lebih rendah, karena pemanasan berlebih dapat mengubah sifat fisik material. Oleh sebab itu, hanya mesin pelet khusus dengan kemampuan homogenisasi yang memadai yang dapat digunakan.
Tingginya biaya operasional menjadi salah satu kendala utama dalam penggunaan mesin-mesin ini. Selain itu, efektivitas sistem back flush pada ekstruder pelet terbatas pada polimer dengan perbedaan titik leleh minimal 40°C. Mengingat dominasi Nylon dengan titik leleh yang jauh lebih tinggi dari LLDPE, sistem back flush tidak dapat memberikan solusi yang memadai.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa LLDPE, bahan yang seharusnya memiliki kualitas daur ulang yang baik, kehilangan potensi daur ulangnya akibat pencampuran dengan Nilon. Keempat kantong tersebut terbukti tidak memiliki nilai daur ulang yang memadai.
Klaim terkait daur ulang harus merujuk pada standar yang ditetapkan oleh www.recyclass.eu, khususnya “Pemeriksaan Daur Ulang untuk Kemasan Plastik Kaku”. Berikut ini adalah panduan pengambilan kebijakan untuk daur ulang beberapa jenis plastik dan pohon keputusan untuk kemasan plastik kaku.
Penilaian aspek daur ulang botol
Terminologi dan model umum; dan
EN 15343:2007 Plastik - Plastik Daur
Ulang– Ketertelusuran daur ulang plastik, penilaian kesesuaian, dan perhitungan konten daur ulang.
Plastik Kaku PET, PP / PE Komponen utamanya adalahbotol, sub komponen adalah tutup dan label. Kemasan ini, yang menampilkan komponen utama plastik kaku, termasuk dalam cakupan
Pemeriksaan Daur Ulang untuk Kemasan Plastik Kaku.
Kemasan plastik kaku yang terdiridaribeberapa komponendan/ ataubahankemungkinan besar dianggap tidak dapat didaur ulang. Untuk membuat kemasan tersebut dapat didaur ulang, bagian-bagiannya dapat disesuaikan. Namun, dalam beberapa kasus, teknologi pengumpulan, penyortiran dan/atau daur ulang harus dibuat lebih efektif sebelum kemasan dapat didaur ulang dengan benar, daripada mengadaptas ikemasan itu sendiri. Jika berlaku, ini akan ditunjukkan dalam catatan penjelasan.
Kemasan harus memenuhi dua syarat untuk memilik ikemampuan dau rulang yang baik.
• Kemasan harus terbuat dari bahan yang dapat dikumpulkan atau diambil oleh pengumpul sampah yang disetujui.
• Kemasan harus disortir dan/atau dibundel ke dalam aliran yang telah ditentukan sebelumnya.
Kemasan fleksibel menunjukkan bahwa kantong tersebut terbuat dari bahan berbeda yang tercantum dalam kode daur ulang 1 hingga 6. Mereka memiliki multi lapisan. Komposisinya terdiri dari kombinasi keluarga plastik yang berbeda, PET, LLDPE yang dilapisi dengan PA (Nylon). Semua kantongmemiliki lapisanyang serupa. Menggunakan ekstruder umum untuk membuat pelet kantong ini, kita harus mengacu pada Titik leleh tertinggi untuk melelehkan semuanya, menyebabkankerusakan pada lapisandengan titik lelehyang lebih rendah. Terlalu panas mengubah sifat fisiknya. Oleh karena itu hanya mesin pelet khusus dengan kemampuan homogenisasi yang dapat digunakan. Mesin-mesin ini sangat mahal. Bahkan dengan peralatan ekstruder pelet dengan sistem back flush hanya dapat mengeluarkan polimer asing jika mereka memiliki setidaknya 40 °C yang Berbeda dalam titik leleh. Dalam kasus kami, tampaknya Nylon lebih dominan daripada LLDPE dalam volume, dan titik lelehnya jauh lebih tinggi daripada LLDPE. Jadi, sistem back flush juga. Pengujian ini menunjukkan bahwa bahan yang dapat didaur ulang dengan kualitas daur ulang yang baik dalam hal ini LLDPE - kehilangan kemampuan daur ulangnya karena pencampuran dengan Nylon. Keempat kantong tersebut jelas tidak memiliki nilai daur ulang yang baik dalam daur ulang.
component
The label is made of: Limited recyclability
The main component has a capacity of
Continue in the decision tree
Limited recyclability Limited recyclability
Continue in the decision tree
The label is made of:
Continue in the decision tree Continue in the decision tree
in the decision tree
Continue in the decision tree
Continue in the decision tree
The label is made of:
recyclability
in the decision tree
Pohon Keputusan
A. Is the packaging made of rigid plastic?
B. Is the packaging used for medical products or should it be sorted with small chemical waste or residual waste?
1. Is the packaging free of oxo-degradable materials?
The recycle check applies only to rigid plastic packaging. Please go to https://kidv.nl/recycle-checks-en for available recycle checks for other materials
Packaging used for medical products or packaging sorted with chemical waste and residual waste falls outside the scope of this recycle check. For more information, go to www.afvalscheidingswijzer.nl (only available in Dutch).
Oxo-degradable plastics disrupt the recycling process.
2. Is the packaging free of PVC or PVdC?
and PVdC disrupt the recycling of other plastics.
3. Is the packaging free of elastomers and silicones?
4. In case of PET packaging, does the packaging contain no opaque PET, CPET, or PETG?
Opaque PET, CPET, and PETG binder the recycling of PET
5. Is the packaging larger than 5 centimeters and its capacity smaller than or equal to 5 litres?
6. Is the main component of the packaging made of PE, PP, or PET?
Packaging that is too large or too small is currently not sorted for recycling
Packaging made of other plastics is currently processed in mixed strews
7. Is the main component of the packaging a color other than black?
Most waste processing systems currently do not detect and sort black packaging
8. Is the packaging NOT made from thermoformed PET (e.g. a PET tray)?
Thermoformed PET packaging is currently recycled to a limited extend
9. If the packaging has a label or sleeve. Can this label be considered non-disruptive according to the sub-decision tree in the explanatory notes?
10. Is the packaging free of non-washable adhesives or hot-melt adhesive?
11. Does the largest component consist exclusively of a mono material without any multi-layers, coatings or filters?
12. Is the packaging free of enclosed metal parts?
Oversized labels, tags, and sleeves the recycling process as do certain combinations of labels/tags/sleeves and packaging materials
Non-washable adhesives and hot-melts adhesives binder recycling
Packaging made of multi-layer material and coated packaging influence the quality of the recycle
metal parts complicate plastic recycling
Selamat datang di "Tapak Boga", sebuah rubrik yang hadir untuk menelusuri jejak-jejak kuliner Nusantara, menguak silsilah budaya kuliner yang kaya, dan menyajikannya sebagai sumber inspirasi tak ternilai bagi perkembangan industri pangan Indonesia. Mengawali perjalanan rasa ini, kita sajikan tulisan pendek oleh Abdullah Muzi Marpaung mengenai "Jejak Samar Tongseng". Kami mengundang para ahli, peneliti, dan pemerhati kuliner untuk berkenan berkontribusi dalam rubrik "Tapak Boga" dengan mengirimkan artikel yang menggali lebih dalam jejak dan silsilah kuliner Nusantara.
Jejak Samar Tongseng
Oleh Abdullah Muzi Marpaung Food Technology Department, Swiss German University, Indonesia
Tongseng merupakan masakan tradisional Jawa Tengah yang telah lama menjadi
bagian dari kekayaan kuliner Nusantara. Hidangan ini pada awalnya dikenal
sebagai masakan berbahan dasar daging kambing, tetapi kini variasinya semakin beragam, meliputi sapi, domba, kerbau, bahkan ayam.
Keunikan tongseng terletak pada perpaduan daging yang dimasak dengan bumbu rempah yang kaya, menghasilkan cita rasa gurih dan sedikit manis yang khas. Popularitasnya terus berkembang, dari warung-warung kaki lima hingga restoran mewah, dengan setiap daerah memiliki modifikasi tersendiri sesuai selera lokal. KBBI (2016) mencatat tongseng sebagai masakan terbuat dari daging (kambing) dicampur dengan kuah gulai, kecap, dan kubis. Ada yang menerjemahkannya ke dalam bahasa Inggris sebagai Goat Sweet
Curry Soup. Namun, seberapa jauh jejak sejarahnya dapat ditelusuri?
Ternyata, sangat sedikit catatan tertulis mengenai tongseng. Tidak ada satu pun buku resep lama yang memuat tongseng. Ia absen dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 1954), tidak tercatat dalam KBBI 2008, dan tidak ditemukan dalam Kamus
Bahasa Jawa-Indonesia (1993). Hal yang menarik, tongseng justru pertama kali terdokumentasikan dalam kamus berbahasa asing yang berkaitan dengan bahasa Jawa dan Indonesia. JavaneseEnglish Dictionary (1974) menyebutnya sebagai hidangan pendamping nasi dari bahan yang ditumis, biasanya termasuk daging kambing. Definisi serupa muncul dalam An IndonesianEnglish Dictionary (Echols, 1989) dan Contemporary IndonesianEnglish Dictionary (1981). Fakta ini menimbulkan pertanyaan: mengapa tongseng luput dari dokumentasi kamus-kamus bahasa Indonesia lebih awal?
Sebelum era 1970-an, hanya dua sumber yang menyebut tongseng. Adam (1929) dalam kajian ekonomi
Kaloerahan Sidoardjo di Jogjakarta mencatat seorang penjual tongseng daging kambing. Yang mengejutkan, dalam Kamus Jawa-Belanda (Pigeaud, 1938), tongsèng justru didefinisikan sebagai gebraden stukjes (geiten-)vlees, yakni potongan daging kambing yang digoreng. Adam (1929) juga menyebut variasi ketak tongseng, yakni tongseng yang dicampur gula, ditumbuk, lalu digoreng. Definisi-definisi ini jauh dari
konsep tongseng berkuah yang dikenal saat ini.
Hal yang membuatnya semakin menarik, setelah 1938, tongseng tampaknya ‘menghilang’ dari catatan tertulis hingga muncul kembali pada kamus tahun 1974. Apakah ini menunjukkan bahwa tongseng dulunya hanya dikenal secara lisan dan belum dianggap penting untuk didokumentasikan? Bisa jadi, tongseng pada periode ini masih dianggap sebagai makanan khas pedesaan yang tidak menarik perhatian akademis. Kemungkinan lain, perubahan dalam teknik memasak dan komposisi bahan menyebabkan tongseng mengalami pergeseran bentuk dari potongan daging goreng menjadi hidangan berkuah yang kita kenal sekarang. Tetapi kapan tepatnya transformasi ini terjadi?
Sayangnya, tidak ada catatan yang secara jelas merekam perubahan ini, sehingga masa transisi tongseng dari makanan goreng ke makanan berkuah tetap menjadi pertanyaan yang belum terjawab.
Misteri sejarah tongseng membuka ruang eksplorasi lebih dalam. Apakah tongseng awalnya merupakan daging goreng yang kemudian berkembang menjadi masakan berkuah? Ataukah terdapat varian lokal yang kemudian melebur menjadi satu konsep tongseng modern? Jejak yang samar ini menunjukkan bahwa kuliner tidaklah statis, melainkan terus bertransformasi seiring waktu dan perubahan sosial budaya.
EXBERRY® is the leading brand of Coloring Foods for the food and beverage industry. Coloring Foods are made from fruits, vegetables, and edible plants using a physical manufacturing process processed with water.
+65 6659 4180
info-singapore@gnt-group.com
www.exberry.com
PT Alfascale Indonesia
Sole Agent and Service Center of OHAUS in Indonesia. At Alfascale, we offer OHAUS products and provide calibration, maintenance, repairs, and expert support to ensure lasting precision.
Wisma Nugraha 4th Fl., Jl. Raden Saleh 6, 10430 Jakarta Pusat
Eriez Australia
Established in 1942, Eriez is a global leader in separation technologies. Our commitment to innovation has positioned us as a driving market force in several key technology areas, including magnetic separation, metal detection and material handling equipment.
+613 8401 7400
www.eriez.com
Food Flavor & Colorant
Flavor dan warna memegang peranan krusial, keduanya adalah fondasi yang membangun daya tarik dan keberhasilan sebuah produk pangan. Warna makanan, misalnya, memengaruhi persepsi konsumen tentang rasa, kesegaran, dan kualitas. Warna yang memikat dapat membangkitkan selera dan menjadikan produk lebih menggugah selera. Flavor dan warna juga sering kali menjadi ciri khas suatu produk, membedakannya dari pesaing dan menciptakan identitas merek yang kuat. Lebih dari itu, kombinasi flavor dan warna menciptakan pengalaman sensoris yang lengkap, memengaruhi suasana hati dan persepsi konsumen terhadap produk. Saat ini, konsumen semakin condong pada produk dengan flavor alami. Tren penggunaan pewarna alami dari sumber-sumber seperti buah, sayuran, dan rempah-rempah juga meningkat. Selain itu, konsumen semakin berani mengeksplorasi rasa-rasa baru dan eksotis dari berbagai belahan dunia. Pengembangan flavor dan warna yang tidak hanya memberikan pengalaman sensori, tetapi juga manfaat kesehatan, juga menjadi fokus utama. Untuk itu, FoodReview Indonesia edisi mendatang akan membahas food flavor & colorant yang merupakan elemen krusial dalam industri pangan, memengaruhi daya tarik, identitas, dan pengalaman sensoris suatu produk pangan sehingga dapat berdaya saing.
Pemasangan iklan, pengiriman tulisan atau berita seputar teknologi dan industri pangan, silakan hubungi:
FOODREVIEW INDONESIA
telepon (0251) 8372333 | +62 811 1190 039
email: redaksi@foodreview.co.id & marketing@foodreview.co.id Cantumkan nama lengkap, alamat, email dan nomor telepon Anda.
AGENDA PANGAN
APRIL
30 April -
3 Mei 2025
Indonesia Int’L Food & Horeca Expo
ICE BSD, Tangerang
MEI
7-10
Mei 2025
21-24
Mei 2025
JUNI
12 - 15
Juni 2025
Indonesia Cold Chain ExpoFood
JIEXPO, Kemayoran Jakarta
Food + Beverage Indonesia
JIEXPO, Kemayoran Jakarta
Jogja Int'l Food & Beverage Expo
Jogja Expo Center, Yogyakarta
JULI
22 - 25
Juli 2025
29 - 31
Juli 2025
Food & Hospitality Indonesia
JIEXPO, Kemayoran Jakarta
Food Manufacturing Indonesia
JIEXPO, Kemayoran Jakarta
AGUSTUS
22 - 24
Agustus 2025
East Food Indonesia
Grand City Convex, Surabaya
OKTOBER
21 - 24
Oktober 2025
NOVEMBER
5 - 7
November 2025
12 - 15
November 2025
Jogja International Food & Hospitality Exhibition (JIFHEX)
Graha pradipta Jogja Expo Center, Yogyakarta
ALLPack Indonesia
JIEXPO, Kemayoran Jakarta
HEATECH Indonesia
JIEXPO, Kemayoran Jakarta
SIAL InterFood Indonesia
JIEXPO, Kemayoran Jakarta
UP TODAY TO RECEIVE YOUR
If you have a friend or colleague who would be interested in receiving FoodReview Indonesia, please feel free to share the latest issue, and our special digital subscription offer with them today.