FRI VOL XX/05 2025

Page 1


FOODREVIEW INDONESIA

SENSASI

Mouthfeel

dalam Flavor Pangan

COLOURFUL CHOCOLATE

Inovasi Perisa & Pewarna Alami

Berbasis Bunga

Layak Makan

Sensoris Pangan: Aman, Bergizi, Memikat

Sensoris Pangan: Aman, Bergizi, Memikat

Dalam dinamika industri pangan yang sangat kompetitif, inovasi telah menjadi keharusan sebagai upaya untuk mempertahankan relevansi, daya saing dan sesuai preferensi konsumen. Edisi FoodReview Indonesia kali ini membahas perisa (flavor) dan pewarna pangan, baik yang bersumber dari alam maupun sintesis, menyoroti kompleksitas dan peran strategis kedua ingridien ini dalam menciptakan produk yang disukai konsumen.

Tidak dapat dimungkiri bahwa persepsi konsumen terhadap produk pangan sangat dipengaruhi oleh rangsangan visual dan olfaktori. Warna yang menarik dan aroma yang menggoda menjadi pemicu utama ketertarikan awal, mendorong konsumen untuk melakukan “percobaan” pembelian dan konsumsi. Oleh karena itu, dunia industri banyak melakukan investasi dalam riset dan pengembangan pewarna dan perisa inovatif, mulai dari optimasi ekstraksi senyawa rasa alami hingga formulasi senyawa sintetis secara presisi, banyak dilakukan untuk memenangi persaingan menarik perhatian visual dan oflaktori konsumen.

Kendati demikian, di tengah upaya intensif untuk menyuguhkan pengalaman sensoris yang unik dan unggul, prasyarat dasar dari setiap produk pangan yang tidak boleh dilupakan, yang pertama dan utama, adalah keamanan pangan. If it isn’t safe, it isn’t food.

Perlu selalu diingat bahwa, sebagai pilar utama dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, industri memiliki tanggung jawab fundamental yang melampaui sekadar memenuhi kepuasan konsumen pada aspek sensori pangan saja. Industri perlu beroperasi menggunakan landasan legal dan etika dalam setiap siklus inovasinya, memastikan bahwa keamanan adalah prasyarat pangan (safety is the prerequisite of food) yang tidak dapat dikompromikan. Dalam hal ini, industri perlu mengimplementasikan secara disiplin suatu sistem keamanan pangan yang ketat, mulai dari asal-muasal bahan baku yang terjamin hingga proses produksi dan pengemasan yang memenuhi standar. Prinsip ini tidak dapat dinegosiasikan, dan perlu dimanifestasikan dalam setiap tahapan prosesnya, untuk memastikan keamanan produk yang dihasilkannya.

Lebih jauh lagi, kontribusi positif terhadap kesehatan masyarakat harus menjadi agenda strategis industri pangan. Penyediaan produk dengan gizi optimum merupakan investasi jangka panjang dalam meningkatkan kualitas hidup dan menekan angka prevalensi penyakit. Oleh sebab itu, formulasi perisa dan pewarna harus mempertimbangkan dampaknya terhadap profil zat gizi produk secara keseluruhan. Penting untuk diingat bahwa produk pangan yang memanjakan indra dengan tampilan dan rasa yang menarik, namun minim kandungan gizi,

justru akan kontraproduktif bagi kesehatan masyarakat dalam jangka panjang. Kondisi inilah yang seringkali mengundang kritik terhadap industri pangan dan berkontribusi pada persepsi negatif terhadap pangan olahan secara umum. Sinergi antara inovasi sensoris dan peningkatan nilai gizi, menghasilkan produk yang tidak hanya lezat dan menarik tetapi juga mendukung kesehatan konsumen, merupakan target ideal.

Dari sisi itulah maka adanya tren meningkatnya interes dan permintaan konsumen terhadap produk berbasis bahan alami menghadirkan peluang sekaligus tantangan bagi industri. Pemanfaatan sumber daya alam sebagai bahan perisa dan pewarna alami, sebagaimana telah banyak dieksplorasi dan dilaporkan dalam berbagai studi, menawarkan potensi diferensiasi produk yang signifikan. Selain memberikan karakteristik sensoris yang unik, senyawa bioaktif yang terkandung dalam bahan alami dapat memberikan sifat fungsional yang berpotensi positif bagi kesehatan.

Tantangan krusial bagi pelaku industri adalah menavigasi kompleksitas dalam menyeimbangkan daya tarik sensoris, jaminan keamanan, dan optimasi nilai gizi dalam skala produksi massal. Pengembangan teknologi pengolahan yang efisien dan efektif dalam mempertahankan atribut rasa dan warna alami tanpa degradasi gizi secara nyata, serta pemastian keamanan pangan, perlu menjadi fokus pengembangan produk di industri pangan.

Pada akhirnya, produk pangan yang sukses di pasar adalah hasil dari integrasi yang cerdas antara pengalaman sensoris yang memuaskan, kepastian keamanan yang teruji, dan kandungan gizi yang relevan dengan kebutuhan konsumen. Inovasi dalam perisa dan pewarna harus menjadi bagian integral dari strategi industri yang lebih luas untuk menghadirkan pangan yang tidak hanya kompetitif secara komersial tetapi juga berkontribusi pada kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

Semoga, berbagai tulisan dalam FoodReview Indonesia kali ini dapat mendorong industri pangan terus berinvestasi dalam ilmu pengetahuan dan teknologi untuk merealisasikan harmoni antara rasa, warna, keamanan, dan gizi, serta menjadikan setiap produk pangan Indonesia mempunyai kontribusi positif terhadap tingkat kesehatan populasi konsumen. Secara umum, semoga FoodReview Indonesia kali ini dapat memicu upaya membangun daya saing perisa, pewarna, dan produk pangan Indonesia.

Purwiyatno Hariyadi https://phariyadi.foodreview.co.id/

42

OVERVIEW

30 Sensasi Mouthfeel dalam Flavor Pangan

Pengalaman kuliner yang tak lagi mengenal batas geografis saat ini membuat tuntutan konsumen terhadap cita-rasa (flavor) semakin kompleks. Sensasi flavor yang diinginkan konsumen tidak lagi hanya berfokus pada aroma dan rasa tetapi mulai bergeser pada sensasi fisik yang hadir saat makanan atau minuman berinteraksi dengan mulut—terutama karakteristik mouthfeel

Inovasi Perisa & Pewarna Alami

Berbasis Bunga Layak Makan

50 Colourful Chocolate

ASOSIASI

Peran Kebijakan

Pro-Industri dalam

66

60

Synthetic vs. Natural Flavor: Aplikasinya pada Produk Pangan

Mitigasi Dampak

Tekanan Ekonomi Global

Pemimpin Umum: Suseno Hadi Purnomo | Pemimpin Redaksi: Purwiyatno Hariyadi | Wakil Pemimpin Redaksi: Nuri Andarwulan Redaktur Pelaksana: Himma Ellisa | Pemimpin Perusahaan: Pratomodjati | Wakil Pemimpin Perusahaan: Hindah Muaris

Staf Redaksi: Fitria Bunga Yunita | Sales, Advertising & Activities: Tissa Eritha

Digital Marketing: Fetty Fatimah | Business Development: Andang Setiadi | Desain & layout: Yanu Indaryanto

IT dan Website: Gugun Hendi Gunawan | Keuangan: Kartini, Padmawati Zainab

Penerbit: PT Media Pangan Indonesia

Alamat PT Media Pangan Indonesia: Jl Binamarga II No. 23, Baranangsiang, Bogor Timur 16143 Telepon: (0251) 8372333, (0251) 8322732 | +62 811 1190 039 | Fax: (0251) 8375754 Website: www.foodreview.co.id | E-mail: redaksi@foodreview.co.id, marketing@foodreview.co.id ISSN: 1907-1280

INGRIDIEN

68

Teh Sebagai perisa & pewarna Fungsional dalam Industri Pangan

Lebih dari sekadar pengalaman sensoris yang menenangkan melalui warna keemasan dan aroma khasnya, teh kini menjelma menjadi fokus sains rasa dan warna alami yang selaras dengan tren 'clean label' di industri pangan modern. Potensinya sebagai sumber perisa dan pewarna alami yang semakin menjanjikan. 76

Beta-Karoten: Pigmen Alami Fungsional 82 Buah Buni: Antosianin Alami untuk Pewarna Pangan

TEKNOLOGI

88 EKSPLORASI CITA RASA KOPI HASIL PROSES ENZIMATIS

Kopi memiliki sejarah yang panjang dan menjadi bagian dari perkembangan ilmu pengetahuan pangan. Kopi tidak hanya berperan sebagai minuman berkafein, tetapi juga memiliki kekayaan rasa dari berbagai geografis dan proses pengolahan.

TAPAK BOGA

92

Di balik Nama Laksa: Jejak Awal Cita Rasa Legendaris

Laksa saat ini dikenal sebagai sejenis hidangan berkuah khas Indonesia, Malaysia, dan Singapura dengan banyak varian.

menerima

Redaksi
tulisan atau berita seputar teknologi dan industri pangan. Artikel sebaiknya disertai dengan foto pendukungnya dikirim via email redaksi atau pos. Redaksi berhak menyunting naskah sejauh tidak mengubah isinya. Tulisan yang dimuat akan mendapat imbalan menarik.

Paket Koleksi Cetak Majalah

FoodReview Indonesia

Dear FoodReview Indonesia, Saya sudah berlangganan majalah FoodReview Indonesia secara digital di Pustaka Pangan. Namun, saya masih ingin melengkapi edisi cetak dari Majalah FoodReview Indonesia. Mohon info edisi mana saja yang tersedia cetak dan ketersediannya. Terima kasih.

Fikri

Cirebon

Jawab:

Terima kasih atas ketertarikannya untuk mengoleksi majalah kami. Untuk versi cetak masih bisa didapatkan melalui loka pasar kami seperti Shopee & Tokopedia. Terdapat dua versi paket yang kami sediakan, yakni paket tahunan dan paket edisi tertentu. Silakan ketik ‘Majalah FoodReview’ pada kolom pencarian. Sedangkan untuk ketersediaan edisi-edisi tertentu silakan menghubungi tim distribusi kami di +62 811 1190 039.

Langganan

FoodReview Indonesia

Kepada FoodReview Indonesia, Bagaimana cara berlangganan majalah FoodReview Indonesia? Terima kasih.

Angga Malang

Jawab:

Untuk mendapatkan majalah FoodReview Indonesia setiap bulannya secara gratis, Anda dapat mengisi data pada pranala berikut: http://bit.ly/FRIDIGITAL Salinan majalah akan kami kirimkan langsung ke surel Anda. Terima kasih.

Format Artikel FoodReview Indonesia

Kepada FoodReview Indonesia

Mohon informasinya, bagaimana cara berkontribusi artikel untuk majalah FoodReview Indonesia dan apa saja syarat dan ketentuannya. Terima kasih.

Dewi Tangerang

Jawab:

Kami menerima artikel dalam lingkup ilmu dan teknologi pangan dengan panjang artikel dibatasi

maksimum 4 halaman (12,000 karakter), dengan Cambria 12 spasi 1. Untuk keperluan tata letak dan penyuntingan, kami akan melakukan perubahan tanpa mengubah makna dan isi. Artikel yang ditulis kami harapkan disertai dengan nama penulis, lengkap dengan lembaga/perusahaan/asosiasi tempat penulis beraktivitas. Jika dipandang perlu, artikel bisa juga diberi tambahan daftar referensi -maksimal 5 sumber pustaka. Tulisan yang dimuat akan mendapat imbalan menarik.

KIRIMKAN KOMENTAR atau pertanyaan Anda ke Forum FOODREVIEW INDONESIA

Jl Binamarga II No. 23, Baranangsiang, Bogor Timur 16143 atau melalui whatsapp: +62 811-1190-039, email redaksi@foodreview.co.id Cantumkan nama lengkap, alamat dan nomor telepon Anda. Semua surat yang masuk akan diedit terlebih dulu dengan tanpa mengubah maknanya.

Majalah cetak edisi 2016-2020 masih bisa diperoleh melalui loka pasar kami seperti Shopee (Media Pangan Indonesia) & Tokopedia (Toko Kulinologi). Silakan ketik ‘Majalah FoodReview’ pada kolom pencarian. Sedangkan untuk ketersediaan edisi-edisi tertentu silakan menghubungi 0811 1190 039.

FOODREVIEW SEMINARS, WEBINARS, WORKSHOPS & TRAINING

To advertise & be a webinar contact us and book your 2024

To advertise & be a webinar sponsor, contact us and book your 2024 schedule :

To advertise & be a webinar sponsor, contact us and book your 2025 schedule : Ms. Tissa Eritha - tissa@foodreview.co.id

Ms. Tissa Eritha - tissa@foodreview.co.id

Ms. Tissa Eritha - tissa@foodreview.co.id

Mr. Andang Setiadi - andang@foodreview.co.id

Mr. Andang Setiadi - andang@foodreview.co.id

Mr. Andang Setiadi - andang@foodreview.co.id

Indonesia Capai Peringkat 12 Besar Manufacturing Value Added (MVA) di Dunia

Industri manufaktur di Indonesia dinilai memiliki struktur yang cukup mendalam dari sektor hulu sampai hilir. Hal ini berdampak positif pada peningkatan nilai tambah (value added) sehingga memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional. Pada tahun 2023, Indonesia menempati posisi 12 besar dalam Manufacturing

Value Added (MVA) di dunia. Angka ini lebih tinggi dibandingkan negara ASEAN lain seperti Thailand yang berasa di posisi 22. “Tren MVA selalu naik sejak tahun 2019-2023 kecuali pada masa pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Untuk terus memacu nilai tambah ini perlu kebijakan yang strategis, pro-bisnis dan pro-investasi sehingga industri manufaktur kita semakin berdaya saing di kancah global,” Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan resmi Siaran Pers Kementrian Perindustrian, 4 Mei 2025. Merujuk data World Bank, MVA sektor manufaktur Indonesia pada tahun 2023 mencapai USD255,96 miliar atau meningkat 36,4% dibanding tahun 2022 sebesar USD241,87 miliar. Angka di tahun 2023 tersebut merupakan capaian tertinggi sepanjang sejarah

dan mencerminkan peran strategis sektor industri pengolahan dalam perekonomian nasional. Dalam hal output dan nilai global, Indonesia setara dengan negara-negara maju lainnya seperti Inggris, Rusia, dan Prancis.

“MVA menunjukkan nilai tambah yang dihasilkan oleh sektor manufaktur dalam suatu negara. Ini mencerminkan kontribusi industri manufaktur terhadap perekonomian nasional dan perannya di kancah global,” kata Menperin.

Sebagai perbandingan, rata-rata MVA dunia adalah USD78,73 miliar, yang berdasarkan data dari 153 negara. Secara historis, rata-rata untuk Indonesia dari tahun 1983 hingga 2023 adalah USD102,85 miliar. Nilai minimum yang dicapai, yaitu USD10,88 miliar pada tahun 1983, sementara nilai maksimum sebesar USD255,96 miliar pada tahun 2023.

Menperin memandang capaian ini sebagai hasil nyata dari kebijakan industrialisasi nasional yang berbasis pada hilirisasi sumber daya alam, peningkatan daya saing industri, serta dorongan terhadap pemanfaatan teknologi dan inovasi.

“Kemenperin selama ini konsisten mendorong perlindungan industri dalam negeri melalui kebijakan perlindungan pasar domestik dari banjir produk impor sehingga mampu meningkatkan MVA Indonesia secara signifikan,” imbuhnya. Fri-35

CREATE COLORFUL FOOD & DRINKS with

plant-based EXBERRY® concentrates

VERSATILE VIBRANT
VEGAN

Pemilihan solusi pewarna makanan kuning alami yang tepat

Penggunaan pewarna kuning berbahan dasar tanaman untuk mencapai warna cerah dan memenuhi permintaan konsumen modern

Oleh Nattakan Sornritchingchai

Manajer Penjualan Teknis Senior di GNT Singapore

Di Indonesia, tartrazin adalah pewarna makanan kuning sintetis yang paling banyak digunakan. Namun, dengan makin banyaknya konsumen modern yang mencari bahan alami, pewarna kuning berbahan dasar tanaman dapat menjadi solusi yang tepat.

Portofolio warna EXBERRY® mencakup berbagai pilihan pewarna kuning berbahan dasar tanaman untuk memenuhi beragam kebutuhan proyek. Saat memilih warna, penting untuk mengingat bahwa keputusan yang tepat biasanya bergantung pada kebutuhan khusus merek Anda. Meskipun daya tarik visual menjadi faktor utama, aspek seperti performa dan stabilitas juga sangat penting.

Karoten alga: Sebagian besar betakaroten dibuat dari petrokimia atau diekstraksi menggunakan pelarut berbasis karbon. Sebaliknya, EXBERRY® Yellow Carotene adalah pilihan yang lebih alami karena dibuat dari alga menggunakan minyak nabati. Pewarna ini sangat serbaguna dan memiliki konsentrasi tinggi, sehingga jumlah

yang dibutuhkan hanya sedikit untuk menghasilkan warna kuning cerah –menjadikannya lebih hemat biaya dan sangat berkelanjutan.

Konsentrat wortel: Wortel adalah bahan yang dikenal di seluruh dunia dan merupakan solusi clean-label yang ideal. Meskipun membutuhkan dosis lebih tinggi dan stabilisasi tertentu, wortel memberikan warna hangat dan kurang transparan, cocok untuk berbagai produk makanan dan minuman.

Konsentrat safflower: Sebagai salah satu dari segelintir pewarna kuning alami yang 100% larut dalam air, safflower menghasilkan warna kuning cerah dan transparan yang cocok untuk minuman dan produk lainnya. Dengan stabilitas cahaya yang sangat baik, pewarna ini tidak memerlukan asam askorbat untuk mempertahankan warnanya, sehingga menjadi pilihan praktis untuk warna cerah yang tahan lama.

Konsentrat kunyit: Memberikan warna kuning dengan nuansa dingin, kunyit mendukung opsi pelabelan yang sederhana dan transparan. Meskipun sensitif terhadap cahaya, kunyit dapat menjadi pilihan stabil untuk minuman dalam kemasan buram seperti kaleng, serta berbagai formulasi makanan.

GNT adalah mitra terbaik Anda untuk warna berbahan dasar tanaman. Portofolio EXBERRY® mencakup spektrum lengkap solusi warna cerah yang terbuat dari buah, sayuran, dan tanaman non-GMO.

Jika Anda ingin beralih ke warna yang lebih alami atau menciptakan inovasi baru, tim kami siap memberikan dukungan sesuai kebutuhan Anda untuk menemukan solusi terbaik bagi proyek Anda.

Meningkatkan

Daya Saing UMK

dengan Sertifikasi

Data Kementerian Koordinator

Bidang Perekonomian (https:// www.ekon.go.id/) menunjukkan bahwa UMKM menyumbang lebih dari

60% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dan menyerap hampir 97% tenaga kerja. Saat ini, jumlah UMKM di Indonesia telah mencapai lebih dari 64 juta unit usaha, dengan kontribusi terhadap ekspor nasional sekitar 15,7%. Sebagai bentuk dukungan terhadap langkah strategis pemerintah tersebut, Badan Standardisasi Nasional (BSN) bersama Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) bersinergi untuk memberikan kemudahan dalam proses sertifikasi bagi pelaku UMK. Deputi Bidang Akreditasi BSN, Wahyu Purbowasito, menjelaskan bahwa BSN telah menetapkan Peraturan BSN Nomor 9 Tahun 2023 tentang Tata Cara Penyusunan Skema Penilaian Kesesuaian terhadap Standar Nasional Indonesia (SNI). Wahyu menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan penilaian kesesuaian untuk

UMK, LSPro wajib memberikan sejumlah kemudahan, diantaranya:

• Pengurangan jumlah personel pelaksana kegiatan penilaian kesesuaian,

• Pengurangan waktu pelaksanaan penilaian kesesuaian, dan/atau

• Pengurangan jumlah sampel barang yang diuji.

“Sebagai contoh, pelaksanaan sertifikasi awal dapat dilakukan secara daring (online). Begitu pula untuk kegiatan surveilen dan resertifikasi, dapat dilaksanakan dengan metode daring,” ungkap Wahyu keterangan Siaran Pers Kementerian Perindustrian di Jakarta, Jumat (2/5/2025).

Terkait pengambilan sampel dan pengujian, Wahyu mencontohkan untuk produk pangan. Bila UMK telah memiliki hasil uji dari Badan POM dalam rangka pengurusan izin edar (MD), maka hasil uji tersebut dapat digunakan sebagai bukti pemenuhan persyaratan SNI—

selama parameter uji sesuai. Namun, jika belum memiliki hasil uji (uji tipe yang diterbitkan paling lama satu tahun sebelum pengajuan sertifikasi) maupun izin edar, maka LSPro akan melakukan pengambilan sampel dan pengujian terhadap parameter yang belum terpenuhi.

Ia menegaskan, UMK yang dapat memanfaatkan kemudahan sertifikasi ini adalah yang telah memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB). Selain NIB, pelaku usaha juga wajib memiliki paling tidak bukti tanda daftar merek. Tanpa dokumen merek tersebut, proses sertifikasi tidak dapat dilanjutkan.

Selain itu, BSN juga menerbitkan

Surat Edaran Kepala BSN Nomor 1/SE/Ka.BSN/3/2025 mengenai implementasi Peraturan BSN Nomor 9 Tahun 2023 yang memberikan ruang bagi LSPro untuk menyusun skema sertifikasi secara mandiri terhadap SNI yang bersifat sukarela, apabila skema sertifikasi tersebut belum ditetapkan oleh BSN. ”Melalui aturan ini, kami berharap pelaku UMK dapat semakin maju, meningkatkan daya saing produk, dan menembus pasar ekspor. Produk lokal UMK Indonesia harus mampu bersaing di pasar global,” pungkas Wahyu. Fri-35

FOODREVIEW

Sustainable Food Packaging: Regulatory Compliances, Waste Reductions, and Shelf-Life Management

Kemasan pangan berkelanjutan kini semakin menjadi pilihan banyak konsumen. kepedulian yang meningkat serta urgensi untuk mengurangi timbunan limbah menjadi pendorong utama transformasi kemasan ini. Namun demikian, mewujudkan kemasan pangan yang benar-benar berkelanjutan bukanlah perkara mudah. Ada serangkaian hal yang perlu dilakukan untuk dapat mencapai tujuan ini, mulai dari pemilihan material yang tepat, proses produksi yang efisien, strategi pengurangan limbah yang efektif, hingga inovasi untuk memperpanjang masa simpan produk pangan sehingga meminimalisir pangan terbuang sia-sia.

“Penggunaan kemasan pangan oleh BPOM diatur dalam beberapa dasar hukum, yang pada prinsipnya pengaturan ini mengacu pada fungsi

kemasan. Terdapat perpindahan/migrasi bahan pengemas ke dalam pangan, beberapa cemaran dapat berakibat buruk bagi kesehatan. Untuk itu, perlu adanya regulasi keamanan kemasan pangan,” ujar Ketua Tim Standardisasi dan Pengkajian Bahan Tambahan Pangan, Bahan Penolong, Kemasan, Cemaran, dan Cara Ritel Pangan yang Baik, Direktorat Standardisasi Pangan Olahan, BPOM RI, Dra. Deksa Presiana, Apt., M.Kes dalam FoodReview In-Depth Seminar yang diselenggarakan oleh FoodReview Indonesia, 24 April 2025 di IPB International Convention Center, Bogor.

Terkait dengan kemasan pangan yang berkelanjutan, BPOM juga telah memiliki beberapa dukungan seperti pedoman dan kriteria plastik berbahan polyethylene terephthalate (PET) daur ulang yang aman untuk kemasan

Dra. Deksa Presiana, Apt., M.Kes, Direktorat Standardisasi Pangan Olahan, BPOM RI

pangan, pedoman keamanan pangan dalam penjualan pangan olahan isi ulang menggunakan dispenser, dan rancangan revisi Peraturan Badan POM No. 29 tahun 2019 tentang Kemasan Pangan, berfokus pada plastik yang ditujukan untuk digunakan ulang.

Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi

Pertanian, IPB University, Prof. Dr. Nuri Andawulan, M.Si menyampaikan bahwa pentingnya pe pemahaman mendalam mengenai mekanisme oksidasi pangan menjadi krusial dalam perancangan sistem pengemasan berkelanjutan. “Fungsi utama kemasan tidak terbatas pada proteksi fisik dan mikrobiologis, melainkan juga mencakup mitigasi paparan oksigen dan radiasi yang memicu oksidasi. Inovasi dalam material pengemasan berkelanjutan saat ini berfokus pada pengembangan lapisan penghalang oksigen dengan permeabilitas rendah, integrasi material aktif yang mampu menyerap oksigen atau melepaskan senyawa antioksidan

Prof. Dr. Nuri Andawulan, M.Si, Guru Besar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB University

secara terkontrol, serta desain kemasan yang meminimalkan transmisi Cahaya,” tuturnya.

Lebih lanjut, prinsip-prinsip keberlanjutan mendorong preferensi terhadap material pengemasan yang dapat didaur ulang, dikomposkan, atau bersumber dari bahan baku terbarukan. Pemilihan material pengemasan yang tepat tidak hanya berkontribusi pada perpanjangan umur simpan produk pangan secara inheren, mengurangi risiko kerusakan oksidatif dan pembusukan, tetapi juga meminimalkan timbulan limbah dan dampak lingkungan secara holistik.

Produk pangan dalam kemasan berkelanjutan

Dominasi kemasan plastik konvensional, yang selama beberapa dekade menjadi pilihan utama karena kepraktisan dan efektivitas biayanya, kini perlahan namun pasti bergeser menuju era keberlanjutan. Kesadaran lingkungan yang semakin

Jane Quartel, Global Business Unit Director –Food Protection A/O Food Protection, Kalsec Inc

tinggi, regulasi yang kian ketat, serta inovasi material dan teknologi baru menjadi pendorong utama perubahan ini. Meskipun kemasan konvensional seringkali unggul dalam memberikan perlindungan, material berkelanjutan mungkin memiliki keterbatasan yang dapat berpotensi meningkatkan risiko kerusakan dan limbah pangan.

“Di sini kami memiliki beberapa studi tentang pemanfaatan antioksidan alami muncul untuk daya simpan pangan yang dikemas dalam material berkelanjutan,” ungkap Global Business Unit Director – Food Protection A/O Food Protection, Kalsec Inc, Jane Quartel. Studi tersebut menyoroti efektivitas ekstrak rosemary dalam menjaga stabilitas oksidatif popcorn yang disimpan dalam kantong kertas nasi (rice paper bags). Hasilnya menunjukkan bahwa penambahan ekstrak rosemary mampu memberikan perlindungan yang setara dengan popcorn tanpa perlakuan yang dikemas dalam kantong plastik standar.

Temuan ini menggarisbawahi potensi besar antioksidan alami dalam

Prof. Dr. Edhi Suyatma, STP, DEA, Guru Besar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB University

menjembatani kesenjangan antara keberlanjutan kemasan dan kebutuhan untuk mempertahankan kualitas serta memperpanjang umur simpan pangan. “Dengan mengintegrasikan antioksidan alami ke dalam produk atau kemasannya, produsen dapat secara proaktif memerangi oksidasi, salah satu penyebab utama penurunan mutu dan kualitas produk pangan.

Meski demikian, penggunaan kemasan berkelanjutan tidak bisa digunakan secara asal. Perlu pengujian menyeluruh untuk mendapatkan hasil yang optimal. “Desain kemasan optimal bukan sekedar soal minimalis atau ramah lingkungan, tetapi harus menjaga keseimbangan antara perlindungan produk dan keberlanjutan material. Lakukan pengujian menyerluruh terhadap masa simpan, uji mikrobiologis, dan pengujian distribusi,” pungkas Guru Besar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Prof. Dr. Edhi Suyatma, STP, DEA. Fri-35

Flavour Innovation: How IGH is Shaping the Future of Taste

In today’s fast-paced food industry, staying ahead means defining future trends. At IGH Group, we are dedicated to crafting exceptional flavour solutions, syrups, and fruit preparations that bring products to life.

With presence across Spain, Europe, Southeast Asia, Colombia and Cuba, our expertise covers multiple categories, from confectionery and dairy to beverages and savoury applications, delivering sustainability and clean-label solutions. At the intersection of science and creativity, we develop bespoke flavours that meet evolving consumers’ demands, blendingtechnical excellence with market insight, helping brands create products that stand out.

At IGH, we believe that flavour is more than an ingredient—it’s an experience. And we’re here to shape the future of taste.

Huabao Food Flavours & Fragrances Ekspansi Pasar ke Indonesia

Daya saing dan inovasi di industri ingridien dan flavor pangan Indonesia kini semakin menguat. Huabao Food Flavours & Fragrances baru saja melakukan peletakan batu pertama (groundbreaking) untuk fasilitas produksinya di kawasan Jababeka, menandakan komitmen perusahaan untuk berinvestasi dan mengembangkan bisnisnya di Indonesia. Langkah ini diprediksi akan membawa dampak positif bagi inovasi produk pangan serta memperkaya pilihan rasa dan aroma bagi konsumen Indonesia.

“Huabao Food Flavours & Fragrances adalah perusahaan terkemuka industri flavor dan ingridien pangan di Tiongkok. Seiring dengan semakin majunya inisiatif ‘Belt and Road’ Tiongkok, kami semakin teguh dalam tekad kami untuk go global. Tahun 2020, kami berinvestasi dan mendirikan Huabao Asia Pasifik di Singapura, dan saat ini

kami memilih Indonesia sebagai fasilitas produksi dengan fokus pada penelitian, pengembangan, dan produksi,” kata President Director Huabao Food Flavours & Fragrances, Ms. Yuan Xiaoqin dalam sambutan pembukaan upacara peletakan batu pertama Huabao Food Flavours & Fragrances di Jababeka, Bekasi, Jawa Barat, 7 Mei 2025. Upacara peletakan batu pertama ini juga dihadiri oleh sejumlah stakeholders yakni Ir. Adhi S. Lukman (Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia/GAPMMI), Paulus J. Rusli, B.B.A (Asosiasi Flavor and Fragrance Indonesia), Nur Hidayah Setyowati, SE, MM. (Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bekasi), Muhammad Farid Wadji, M.M. (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal), dan Rudy Subrata dari Jababeka Industrial Estate. Indonesia dipilih karena beberapa keunggulan seperti: letak geografis yang

Groundbreaking untuk fasilitas produksi Huabao Food Flavours & Fragrances di kawasan Jababeka, Bekasi, Jawa Barat

strategis, kekayaan sumber daya alam melimpah, bonus demografi populasi muda yang besar serta pertumbuhan ekonomi dan pasar industri pangan yang luar biasa. Investasi fasilitas produksi ini bernilai sekitar 3,5 triliun dan akan memiliki kapasitas produksi mencapai 3.000 ton per tahun.

“Di fasilitas ini, nantinya akan memproduksi beberapa jenis flavor yang menjadi unggulan dari Huabao Food Flavours. Flavor yang akan diproduksi diantaranya adalah flavor untuk produk manis, asin, gurih. Selain itu, ada pula ingridien seperti konsentrat minuman akan disediakan ruang pengembangan bursting bead (butiran beraroma) untuk produk pangan. Kami proyeksikan, fasilitas ini akan menjangkau basis konsumen di wilayah ASEAN dengan jaminan teknologi dan kualitas yang andal,” imbuh Ms. Yuan Xiaoqin.

Tidak sekadar fasilitas produksi, Ms. Yuan Xiaoqin juga menekankan bahwa pembangunan ini sekaligus menjadi bukti penting kolaborasi industri dan hubungan saling menguntungkan antara Indonesia dan Tiongkok. Langkah Huabao Food Flavours & Fragrances di Jababeka adalah sebuah deklarasi kepercayaan pada potensi Indonesia dan komitmen untuk menjadi bagian integral dari perkembangan industri pangan yang dinamis di kawasan ini. Masa depan flavor Indonesia kini memiliki warna dan aroma baru, yang siap dieksplorasi bersama dengan Huabao Food Flavours & Fragrances.

“Kerja sama antara dua negara dalam integrasi dan pengembangan sinergis tentunya menjadi dorongan yang baru bagi pertumbuhan ekonomi dan sosial Indonesia,” pungkasnya. Fri-35

Media Trip Fi Asia Thailand 2025 & Vitafoods Asia 2025: Inovasi Pangan dan Gizi Industri Thailand

Menjelang Pameran Fi Asia

Thailand 2025 dan Vitafoods

Asia 2025 pada 17–19

September di Queen Sirikit National Convention Center, Bangkok mendatang, Informa Markets mengadakan Media

Trip di Chiang Mai, Thailand, pada 22–24

April 2025 lalu. Acara ini memberikan perspektif tentang inovasi pangan, gizi, suplemen dan pertanian di Thailand. Kami mengunjungi tiga pabrik pangan serta menghadiri presentasi singkat di Glycemic Index Center Chiang Mai University.

Indeks Glikemik (Glycemic Index/GI) adalah indikator yang menunjukkan tingkat kadar gula darah setelah mengonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa diet rendah GI dapat membantu mengurangi kolesterol LDL yang berpotensi menurunkan risiko penyakit kardiovaskular, stroke, obesitas, dan diabetes.

Menangkap peluang tersebut, Research Institute for Health Sciences Universitas Chiang Mai mendirikan Glycemic Index Center (GIC) bekerja sama dengan FOOD Innovation and Packaging Center (FIN). GIC sebagai pusat analisis GI yang komprehensif menggunakan metodologi in vitro dan in vivo untuk melakukan pengujian indeks glikemik untuk produk pangan, uji klinis untuk mendukung klaim kesehatan, dan konsultasi serta dukungan penelitian dalam inovasi

produk pangan yang berfokus pada kesehatan.

Thai Black Garlic

Nopphada Superfoods Co., Ltd menjadi pionir dalam produksi bawang hitam, Thai Black Garlic di Lamphun, Thailand. Perusahaan yang telah berlangsung tiga generasi ini mengadopsi teknologi dan inovasi yang tepat untuk memproduksi bawang hitam. Bahan baku mereka didapatkan dari bawang putih tunggal pilihan hasil dari para petani lokal Thailand dengan spesifikasi tertentu.

Bawang putih segar tersebut kemudian diproses melalui fermentasi selama 30 hari sehingga menghasilkan bawang hitam yang bertekstur kenyal seperti buah kering. Inovasi perusahaan ini merepresentasikan integrasi antara kearifan lokal dalam pemilihan bahan baku dengan penerapan teknologi modern dalam menghasilkan produk bernilai tambah.

Processed Sweet Corn

Sunsweet Public Company Limited adalah perusahaan yang memiliki fasilitas produksi mutakhir dengan menggunakan sumber energi terbarukan seperti biomassa, biogas, dan energi solar. Beberapa jenis hasil pertanian yang diproses dengan teknologi tersebut adalah jagung manis, ubi jalar, kacang tanah, longan, dan pisang. Untuk mendistribusikan produk-produk tersebut, dipilih dua kemasan utama yang dapat mencapai masa simpan satu tahun yakni kaleng dan plastik retort.

Sunsweet memiliki kapasitas produksi sebesar 500 ton per hari dan telah memasarkan produknya di dalam dan luar negeri.

Honey, Royal jelly, beeswax, propolis, bee polen

Chiangmai Healthy Product Co.,Ltd yang beroperasi di bagian utara

Thailand memiliki beragam varian madu mulai dari longan, wild flower, lychee, coffee. Varian ini memiliki masa tanamnya sendiri sebelum akhirnya dipanen. Dalam prosesnya, perusahaan berkolaborasi dengan para peternak lebah dengan menyediakan peralatan dan untuk selanjutnya madu tersebut akan dibeli. Madu yang diperoleh akan melalui serangkaian pengujian laboratorium, kemudian diproses, dikemas dan dipasarkan baik domestik dan intenasional.

Ms. Rungphech Chitanuwat, Regional Portfolio Director – ASEAN at Informa Markets, mengatakan bahwa Media Trip di Chiang Mai ini adalah langkah penting bagaimana melihat Thailand sebagai salah satu inovator produk pangan. “Fi Asia

Thailand 2025 dan Vitafoods Asia 2025 adalah bagian selanjutnya dari langkah inovasi tersebut. Pameran ini nantinya tidak hanya memberikan ide dan peluang, tetapi juga menawarkan masa depan produk pangan fungsional di tingkat regional dan internasional,” pungkasnya. Fri-11

Fi Asia Thailand 2025 - Bringing The ASEAN F&B Industry Together

Informa Markets is excited to announce the return of Fi Asia Thailand 2025, the largest and most influential food and beverage (F&B) ingredients event in the ASEAN region will take place from September 1719, 2025, at the iconic Queen Sirikit National Convention Center (QSNCC) in downtown Bangkok. Fi Asia Thailand remains dedicated to F&B ingredients, with an emphasis on sustainability and cross-industry collaboration.

A Gateway To ASEAN’s Thriving Market

Fi Asia Thailand has established itself as the premier businesses platform in the ASEAN F&B industry. The 2025 edition is expected to connect over 750 leading local, regional and international exhibitors across every sector, with 23,000+ visitors from more than 70 countries.

Fi Asia Thailand 2025 offers unparalleled opportunities to tap into one of the world’s fastest-growing

markets. Characterized by sustained growth, ASEAN is the world’s fourthlargest economy with a population of around 677 million.

The F&B market in Southeast Asia is dynamic and rapidly expanding, with projections to reach USD900 billion by 2028, representing a CAGR of almost 7 percent.

Highlights Of Fi Asia Thailand 2025

Fi Asia Thailand 2025, is a mustattend industry event for F&B professionals, with a wealth of features designed to inspire, inform and foster connections including;

» Innovation Startup Challenge – provides a unique platform to discover innovative products focused on health, and functional F&B products, including finalists from universities, research institutions, and entrepreneurial ventures.

» Innovation Tours - immersive, 1.5hour guided experiences designed

to help visitors navigate the latest trends and breakthroughs in the F&B industry. Led by Nutrimarketing experts, these tours will focus on specific topics.

» Innovation Zone – a hub for discovery showcasing groundbreaking new ingredients and cutting-edge solutions launched by leading industry players.

» Sustainability Hub – dedicated area will showcase innovative solutions that address critical challenges in sustainable food systems, from farm to fork.

» 60+ insightful sessions - robust program of presentations from industry experts, thought leaders, and innovators, addressing critical emerging trends and innovations in the F&B sector.

Better Together – Co-Located With Vitafoods Asia

Fi Asia Thailand 2025 will once again be co-located with Vitafoods Asia – the region’s leading event for dietary supplements, nutraceuticals and functional ingredients. Vitafoods Asia covers the complete supply chain - from research to product formulation and commercialisation, through to packaging and brand development.

Thailand – A Regional Hub For F&B Innovation

Rungphech (Rose) Chitanuwat, Regional Portfolio Director ASEAN at Informa Markets, commented, “Fi Asia

Thailand 2025 serves as a platform to connect global businesses with ASEAN’s thriving market while reinforcing Thailand’s strong position as a regional hub for food innovation and trade, earning the well-deserved title of ‘Kitchen of the World’.”

“As a vibrant economic center, Bangkok offers a unique blend of modern infrastructure and cultural richness. Visitors can enjoy world-class dining, entertainment, and hospitality while attending the event at QSNCC, which is equipped with state-of-the-art facilities and excellent connectivity.” She concluded that “on behalf of Informa markets, we look forward to welcoming you to Fi Asia Thailand 2025.”

Join Us at Fi Asia

Thailand 2025

F&B professionals are invited to register online at www.fiasia.com to secure their spot at this free-to-attend event. Don’t miss this opportunity to be part of shaping the future of ASEAN’s dynamic F&B industry!

For more information www.fiasia.com Email : fiasia@informa.com

z Menteri Koordinator Bidang

INFO GAPMMI

Perekonomian Airlangga Hartarto melakukan pertemuan dengan delegasi The Federation of Korean Industries (FKI) yang dipimpin

Chairman Lotte Corporation Shin Dongbin di kantor Kemenko Perekonomian. Delegasi FKI membahas keberlangsungan investasi serta rencana komitmen perluasan investasi di Indonesia.

z Ketua Umum GAPMMI memberikan masukan terkait revisi UU No. 3

Tahun 2014 tentang Perindustrian agar dapat memberikan kepastian berusaha bagi industri dalam menghadapi tantangan dan dinamika saat ini. Beberapa isu strategis yang diusulkan dalam UU itu diantaranya terkait: ketersediaan bahan baku dan bahan penolong industri; jaminan ketersediaan infrastruktur industri; kemudahan berusaha; pengembangan dan pemanfaatan teknologi; pembiayaan industri; dan tata kelola pemanfaatan SDA.

z Pengurus APINDO dari sejumlah sektor dipimpin oleh Ketua Bidang Industri Manufaktur APINDO yang juga Ketua Umum GAPMMI, Adhi Lukman hadir dan memberikan masukan dalam kegiatan “Kemenkeu Mendengar”. Kegiatan ini menjadi wadah Kementerian Keuangan untuk mendengarkan secara langsung aspirasi dan masukan dari dunia usaha terhadap berbagai kebijakan fiskal dan perekonomian nasional.

Airlangga Hartarto, Menko Bidang Perekonomian melakukan Pertemuan dengan delegasi FKI

z Kementerian perindustrian akan menyusun Guideline Smart Factory untuk dua sektor pangan dan elektronik dengan durasi penyusunan kurang lebih enam bulan adapun biaya akan ditanggung pihak Korea (Innobiz). Sebelumnya Innobiz telah melakukan kerja sama dengan Kementerian UMKM dengan topik yang sama. Beberapa anggota UKM GAPMMI telah mengikuti kurasi untuk mendapatkan fasilitas dari Innobiz.

z GAPMMI menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat terkait Dampak Kebijakan Tarif Amerika Serikat dan Ketidakpastian Global. GAPMMI menyampaikan beberapa strategi mitigasi efek Trumpnomics dan Ketidakpastian Global diantaranya rekomendasi strategis bidang industri manufaktur dengan dukungan fiskal dan kemudahan pembiayaan, dukungan rantai pasok, dan Insentif TKDN.

z Food Industry Asia (FIA) dan Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI)

Adhi Lukman hadir dan memberikan masukan dalam kegiatan “Kemenkeu Mendengar”

GAPMMI menghadiri RDPU dengan Komisi VII DPR FIA dan GAPMMI menyelenggarakan Scientific Communication Workshop di Jakarta

menyelenggarakan Scientific Communication Workshop di Jakarta untuk memperkuat kebijakan berbasis sains, khususnya melalui reformulasi pangan dalam menghadapi Penyakit Tidak Menular (PTM). Workshop ini diadakan pada saat Indonesia menghadapi peningkatan beban PTM (73% kematian nasional) dan berlakunya PP No. 28 Tahun 2024 tentang pengendalian konsumsi gula, garam, dan lemak.

z Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendorong pengembangan produk olahan rumput laut nonhidrokoloid. Diversifikasi produk rumput laut penting untuk mendukung pengembangan hilirisasi. Berkolaborasi dengan United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) melalui Global Quality and

Standar Program (GQSP) Fase 2, Tropical Seaweed Innovation Network (TSIN) dan Ditjen PDSPKP telah menggelar diskusi grup terfokus (FGD) bertajuk ‘Menguak Peluang

Bisnis Olahan Rumput Laut Non Hidrokoloid’. Fri-27

PEMBERITAHUAN

Dalam rangka menjalankan amanah Anggaran Dasar Organisasi dan akan berakhirmya masa kepengurusan GAPMMI periode 2025, dengan ini kami informasikan bahwa Pengurus Pusat GAPMMI akan menyelenggarakan RAPAT UMUM ANGGOTA (RUA) yang direncanakan pada : Hari/Tanggal : Selasa, 8 Juli 2025 (Tentative) Tempat : Jakarta/Tangerang (TBC) Waktu : 09.00 – 17.00 WIB

Demikian pemberitahuan ini kami sampaikan sebagai amanah pelaksanaan Anggaran Dasar Perkumpulan GAPMMI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Sekretariat GAPMMI

Sensasi Mouthfeel

dalam Flavor Pangan

Oleh Christofora Hanny Wijaya

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian, IPB University

Pengalaman kuliner yang tak lagi mengenal batas geografis saat ini membuat tuntutan konsumen terhadap cita-rasa (flavor) semakin kompleks. Sensasi flavor yang diinginkan konsumen tidak lagi hanya berfokus pada aroma dan rasa tetapi mulai bergeser pada sensasi fisik yang hadir saat makanan atau minuman berinteraksi dengan mulut—terutama karakteristik mouthfeel.

Fenomena ini dapat diamati dengan mudah dengan munculnya produkproduk pangan berkonsep seperti puffy, foamy (lembut seperti busa), harsh (pedas, padas, sepat, getar), crunchy, creamy, gummy, juicy, cooling hingga atribut pendatang baru pemberi sensasi mouthfullness yang dikenal sebagai kokumi. Harus diakui sulit untuk bisa mengupas tuntas

kelompok atribut sensasi yang satu ini, namun tidak ada salahnya untuk mulai mengenalinya.

Atribut mouthfeel dalam pangan

Kehadiran produk pangan dengan sensasi mouthfeel yang menonjol mudah ditemukan dewasa ini, seperti minuman jenis teh atau kopi dengan sentuhan sensasi creamy yang menonjol, contoh cheese tea. Ada kelompok bubble atau jelly drink yang memberi sentuhan

chewiness dan slurry. Untuk makanan misalnya, sentuhan pada atribut crispy dan crunchy pada keripik/kerupuk dan gorengan, foamy pada cheese cake, melted (meleleh) dan chewy pada pangan berkeju mozarela, juga ramainya sentuhan sensasi pedas, panas dan bergetar seperti halnya racikan bumbu mala (perpaduan cabai plus sezchuan pepper).

Nah apakah itu mouthfeel? Hingga saat ini masih belum diperoleh definisi atau terminologi yang dapat diterima oleh banyak pihak. Sensasi ini mengacu pada sensasi fisik yang terasa di dalam mulut saat mengonsumsi suatu pangan. Mouthfeel memainkan peran penting dalam penerimaan flavor dan keseluruhan kenikmatan saat makan, walau selama ini masih kurang diperhatikan dan cenderung disepelekan. Apabila diamati dengan

cermat, atribut ini sesungguhnya berpengaruh besar pada penerimaan dan persepsi kualitas suatu pangan yang mendampingi sensasi aroma dan rasa. Menurut Spence dan PiquerasFiszman (2016) faktor-faktor kunci pada sensasi meliputi:

1. Fattiness (rich, creamy feel)

2. Carbonation (tingling, fizzy)

3. Temperature (hot, cold)

4. Astringency (dry, puckering)

5. Texture (smooth, gritty, crunchy)

6. Viscosity (thick, watery)

Akhir-akhir ini muncul pula beberapa sensasi kenyal (gummy/chewy bergetar (trembling) dan ‘semriwing’ (cooling) yang menambah varian sensasi mouthfeel pada berbagai produk pangan yang kita jumpai di kehidupan seharihari.

Discover , a nucleotide-rich yeast extract that enhances flavor, improves mouthfeel, and cuts salt by up to 40% . A great MSG alternative, it's perfect for snack seasonings and coatings, adding a natural, savory taste to every bite.

Pada salah satu publikasi review (ulasan) dibahas tentang ketidakkonsistenan dalam terminologi terkait mouthfeel yang digunakan saat ini. Disinyalir hal ini disebabkan oleh perbedaan fokus penelitian. Tiga kelompok fokus penelitian yang terkait mouthfeel meliputi: (1) orientasi produk (atribut molekular), (2) orientasi produk/manusia (melibatkan manusia: reseptor, saliva/air liur, pengunyahan, dan lain-lain) dan (3) orientasi manusia (setelah produk ditelan). Di masa mendatang nampaknya diperlukan konsensus untuk memperoleh model/ klasifikasi mouthfeel yang dapat diterima secara umum guna membantu baik peneliti maupun produsen pangan dalam berkomunikasi.

Szczesnia (1979) telah melakukan upaya pertama mendefinisikan terminologi tekstur dan mouthfeel,

menyimpulkan 11 kategori untuk terminologi mouthfeel sebagai berikut:

1. Viscosity-related terms Thin, thick, viscous

2. Feel on soft tissue surfaces Smooth, pulpy, creamy

3. Carbonation-related terms bubbly, tingly, foamy

4. Body-related terms Heavy, watery, light

5. Chemical effects Astringent, burning, sharp

6. Mouthcoating, clinging, fatty, oily

7. Resistance to tongue movement Slimy, syrupy, pasty, sticky

8. After-feel-mouthfeel Clean, drying, lingering, cleansing

9. After-physiological Refreshing, warming, thirst-quenching, filling

10. Temperature-related Cold, hot

11. Wetness-related Wet, dry

Seperti halnya atribut flavor yang lain, persepsi terhadap mouthfeel pun akan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal seperti usia, kesehatan, gender, pengalaman, ekspektasi dst. Faktor eksternal seperti adat budaya, kebiasaan, lingkungan, tradisi dan lain-lain (Marcus, 2019).

Tantangan terbesar terkait atribut mouthfeel saat ini adalah keinginan untuk pengurangan lemak/minyak pada produk pangan. Lemak/minyak sangat berperan pada sensasi mouthfeel: creamy, smooth, lubricating sensation. Mungkin masih ingat kebiasaan kita

PENDUGA AN MASA SIMPAN PRODUK PANGAN

Topik-Topik Diskusi:

• Pendahuluan: Prinsip pendugaan masa simpan

• Pendugaan Masa Simpan dengan Metode Percepatan (Accelerated ShelfLife Test): Metode Arrhenius

• Contoh Aplikasi Metode Arrhenius

• Pendugaan Masa Simpan dengan Metode Percepatan untuk Pangan Peka Air: Metode/Model Isoterm S orpsi Air

• Contoh aplikasi model Isoterm S orpsi Air

• Diskusi: Pengelolaan Masa Simpan Produk Pangan (Managing Product Shelf Life)

Ticket: Rp 2.000.000/person Rp 5.000.000/ 3 person

KEY TOPIC TO BE DISCUSSED: th Wednesday, 28 May 2025

09.00 - 16.30 WIB

Prof. Dr. Ir. Pur wiyatno Hariyadi, PhD

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB University & SEAFAST Center, IPB University

IPB International Convention Center Bogor

Registration:

https://tinyurl.com/masasimpanfri25

selama ini mengoles roti tawar dengan mentega, margarin, selai kacang, spread keju dan lain-lain untuk mengurangi sensasi brittle roti yang membuatnya sulit ditelan. Sensasi smooth dari krim berlawanan dengan sensasi gritty or coarse, seperti pada roti kering atau kacang-kacangan, pangan dengan sensasi creamy memberikan perasaan nyaman dan memberikan kepuasan bagi konsumennya. Creaminess sering diasosiasikan dengan keseimbangan kandungan lemak yang menghasilkan kesan richness tanpa terkesan overly greasy (terlalu berminyak). Peran lemak/minyak yang lain adalah dapat juga membantu pelepasan flavor yang tepat dan menekan flavor yang menusuk, serta meningkatkan overall mouthcoating richness.

Kokumi, pendatang

“baru”

dalam sensasi pangan

Terminologi umami sudah dikenal dalam dunia perflavoran sebagai salah satu rasa dasar yang disukai dan memiliki peran penting dalam kelezatan suatu produk pangan. Akhir-akhir ini selain umami telah diperkenalkan terminologi kokumi, suatu sensasi yang terkait dengan atribut mouthfeel yang mulai mengundang perhatian.

Kokumi secara harfiah berarti kuat, kaya, atau pekat, dan biasanya diasosiasikan dengan kemampuan meningkatkan kelezatan. Kokumi berkorelasi dengan beberapa aspek sensoris dan memberikan penerimaan kesukaan hedonik yang positif. Umumnya, kokumi (atau kokumi flavor) terinduksi secara dominan dengan

kombinasi dari beberapa sensasi yang berbeda, seperti aroma, tekstur, dan rasa pada pangan yang memiliki kandungan ingridien yang kompleks dan biasanya diperoleh setelah proses pemasakan, fermentasi, aging, curing, pengeringan, atau perebusan api kecil (slow cooking).

Atribut sensasi sensoris yang umumnya digunakan dalam analisis sensoris kokumi adalah thickness (concentration, amplitude, strength, but not viscosity), mouthfulness (the spread of sensation throughout the whole mouth), continuity (long-lasting sensory effects including an increase in duration of aftertaste), roundedness (smoothness, balance, harmony), depth (richness, complexity), dan punch (impact, quick increase). Beberapa dari terminologi yang digunakan di sini diterjemahkan langsung terminologi Jepang yang sulit dicarikan padanan yang tepat sehingga menimbulkan kerancuan dalam pemahaman.

Senyawa pemberi kokumi

ditemukan dilaporkan terdapat pada beberapa kacang-kacangan yang dapat meningkatkan sensasi mouthfeel. Senyawa-senyawa ini hampir tidak memiliki rasa, tetapi ketika ditambahkan pada suatu pangan dapat meningkatkan mouthfullness, in-mouth thickness/ viscosity, dan flavor continuity (Kuroda and Miyamura 2015). Menurut Nishimura dan Kuroda (2019), senyawasenyawa ini yang ditemukan pada beberapa kacang-kacangan sebagai Senyawa kokumi berupa berbagai

γ-glutamyl peptida (GGP) telah diisolasi dari ekstrak beberapa kacang-kacangan

seperti kedelai, kidney beans, edamame, dan kacang mete.

Keberadaan Mono Sodium Gluatamat (MSG) dalam pangan diketahui mempunyai dua efek: pertama memberikan rasa dasar unik yang dikenal sebagai umami, dan satu lagi sebagai penguat rasa. Hasil penelitian saat ini juga menunjukkan bahwa MSG memfasilitasi pengikatan senyawa kokumi ke reseptor kokumi. Sebaliknya senyawa kokumi yang terikat meningkatkan intensistas umami, rasa manis, rasa asin dan sensasi berlemak yang meningkatkan kelezatan, bersanding dengan sensasi kokumi seperti thickness, mouthfulness, dan continuity. Perlu dicatat pentingnya ada keseimbangan yang tepat antara senyawa kokumi dan umami agar

memperoleh sensasi kokumi yang diinginkan. Jika jumlah senyawa kokumi terlalu rendah maka kontribusi suplementasi umami tidak akan diperoleh, demikian juga sebaliknya. Fenomena sains yang menarik untuk terus digali dan diimplementasikan dalam pengembangan produk-produk pangan yang mampu menjawab keinginan pasar kekinian, selain tuntutan rendah lemak, gula dan garam namun tetap memiliki karakteristik rasa yang baik (Yamamoto dan Yamamoto, 2023)

Beberapa temuan menarik lain terkait kokumi seperti diketahui bahwa teh hijau juga kaya senyawa kokumi terutama γ-Glu-Gln and γ-Glu-CysGly (GSH) selain senyawa L-theanine dapat meningkatkan sensasi kokumi. Fermentasi juga dapat mempunyai peran dalam sensasi kokumi. Beberapa mikroba mempunyai peran penting pada profil γ-glutamyl profil. Selain itu ada korelasi nyata antara γ-glutamyl peptides dengan senyawa-senyawa volatil dari golongan ester, alkohol,

asam, keton dan hidrokarbon yang secara komprehensif berkontribusi pada sensasi kokumi. Percobaan pada kaldu ayam (Chicken consommé) memperlihatkan bahwa kandungan γ-Glu-Val-Gly memperkuat secara nyata pada karakteristik sensasi umami dan “mouthfulness” (mouth-filling sensation), dan secara nyata memperkuat karakteristik mouth-coating. Selain itu, dilaporkan bahwa γ-Glu-ValGly meningkatkan intensitas sensasi continuity, mouthfulness dan thickness

ketika ditambahkan ke sup ayam rendah lemak. Hal ini memberikan harapan bahwa peptida kokumi seperti γ-GluVal-Gly potensial untuk memperbaiki flavor pangan rendah lemak, gula dan garam.

Penutup

Tidak bisa dimungkiri bahwa tujuan makan saat ini adalah menikmati kelezatan pangan yang dikonsumsi. Pangan yang lezat tentunya baik untuk kesehatan mental dan fisik selama tidak berlebihan. Penggunaan potensi sensasi mouthfeel dalam membuat produk pangan yang lezat dan menyehatkan sesuai dengan konsep pangan fungsional tentunya akan memberikan pilihan pangan yang lebih beragam dan tepat sasaran.

Referensi:

Kuroda. M and Miyamura, N. 2015. Mechanism of the perception of “kokumi” The flavor-enhancing action of glutamate and its mechanism substances and the sensory characteristics of the “kokumi” peptide, γ-GluVal-Gly https://flavourjournal.biomedcentral.com/artic les/10.1186/2044-7248-4-11

Marcus, J. B. 2019. Flavor enhancement techniques https://doi.org/10.1016/b978-0-12-813527-3.00007-7

Nishimura, T. and M. Kuroda .2019. Koku in Food Science and Physiology :Recent Research on a Key Concept in Palatability https://link.springer.com/ book/10.1007/978-981-13-8453-0.

Szczesniak, A.S. 1979. Classification of mouthfeel characteristics of beverages Food texture and rheology: 1-20 (Classification of mouthfeel characteristics of beverages)

Takashi Yamamoto and Chizuko Inui-Yamamoto .2023. The flavor-enhancing action of glutamate and its mechanism involving the notion of kokumi. https://doi. org/10.1038/s41538-023-00178-2

Inovasi Perisa & Pewarna Alami Berbasis Bunga Layak Makan

Oleh Widiastuti Setyaningsih

Departemen Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Universitas Gadjah Mada

Rasa dan warna adalah dua aspek sensoris utama yang memengaruhi kesan pertama konsumen terhadap produk pangan. Tren gaya hidup sehat dan berkelanjutan mendorong permintaan produk pangan alami dan fungsional. Industri pangan berinovasi dengan mengeksplorasi sumber daya alam, termasuk potensi luar biasa bunga layak makan (edible flowers) untuk rasa, warna, dan manfaat kesehatan.

Konsumen kini tak hanya mencari produk pangan yang enak, tetapi juga menyehatkan dan ramah lingkungan. Hal ini mendorong industri pangan untuk berinovasi, termasuk dalam pemanfaatan bahan alami dari sumber hayati—salah satunya adalah bunga layak makan (edible). Bunga layak makan seperti bunga telang, rosella, lavender, mawar, hingga kecombrang menyimpan potensi luar biasa sebagai sumber perisa (flavor) dan pewarna alami. Tak hanya memperkaya cita rasa dan visual produk, bungabunga ini juga mengandung senyawa bioaktif seperti antosianin, asam fenolat, flavonoid, dan senyawa volatil yang

bermanfaat bagi kesehatan. Namun, pemanfaatannya dalam skala industri masih menghadapi tantangan, mulai dari stabilitas warna dan aroma, pasokan bahan baku yang musiman, hingga regulasi keamanan pangan yang ketat.

Tulisan ini mengulas lebih dalam mengenai tren inovasi perisa dan pewarna berbasis bunga layak makan, tantangan teknologinya, serta kerangka regulasi yang berlaku di Indonesia. Dengan pendekatan yang tepat, potensi lokal dari bunga layak makan dapat menjadi kunci diferensiasi dalam pengembangan produk pangan alami dan fungsional.

Tren dan inovasi perisa dalam pangan

Dalam era pangan modern, ekspektasi konsumen terhadap produk tidak lagi terbatas pada rasa dan tekstur semata, tetapi juga pada pengalaman sensoris secara menyeluruh. Perisa kini menjadi elemen strategis dalam menciptakan kesan pertama terhadap suatu produk, bersanding erat dengan warna dan aroma. Berdasarkan laporan Innova Market Insights (2023), lebih dari 64% konsumen selalu membaca klaim kesehatan dan label pada kemasakan produk pangan sebelum membeli, dan sekitar 59% konsumen secara aktif memilih perisa alami dibandingkan sintetis. Data ini menunjukkan pergeseran nyata ke arah konsumsi

pangan yang lebih alami, transparan, dan selaras dengan gaya hidup sehat.

Tren ini turut membentuk lanskap inovasi perisa di industri pangan Indonesia. Bahan alami berbasis bunga layak makan, atau bunga yang aman untuk dikonsumsi, semakin banyak dilirik sebagai alternatif sumber perisa sekaligus pewarna alami. Di balik tampilannya yang estetik, bunga layak makan menyimpan kekayaan senyawa volatil dan komponen bioaktif yang mampu memberikan karakter rasa dan aroma unik pada berbagai produk pangan. Keunggulan ini semakin relevan di tengah meningkatnya permintaan terhadap produk dengan klaim clean label dan manfaat fungsional.

Salah satu contoh sukses pemanfaatan

bunga layak makan dalam perisa adalah kombucha bunga rosella (Hibiscus sabdariffa). Berbeda dari kombucha berbasis teh Camellia sinensis yang dominan katekin dan theaflavin, rosella menghadirkan rasa asam khas dan warna merah cerah yang stabil berkat kandungan antosianin seperti cyanidin3-sambubioside dan delphinidin-3sambubioside. Senyawa ini tidak hanya berperan sebagai pewarna alami, tetapi juga memperkaya perisa dan memberikan manfaat antioksidan yang signifikan.

Selain rosella, bunga telang (Clitoria ternatea) juga menjadi rising star dalam pengembangan pewarna alami. Warna biru-violet yang dihasilkan oleh antosianin dalam telang tidak hanya memberikan nilai estetika tinggi, tetapi

juga membawa rasa netral ringan yang dapat dikombinasikan dengan profil rasa lainnya. Minuman bunga telang maupun teh fermentasi telang kini semakin populer karena dinilai menyehatkan, alami, dan menyegarkan, serta cocok untuk konsumen yang menghindari bahan sintetik.

Sementara itu, bunga kecombrang (Etlingera elatior) yang telah lama dikenal dalam kuliner Nusantara, mulai dieksplorasi lebih jauh sebagai flavor enhancer alami. Studi menunjukkan bahwa minyak esensial dari bunga kecombrang kaya akan senyawa volatil yang kompleks, terutama dari golongan alkohol, aldehida, dan monoterpen. Komponen utama yang teridentifikasi dalam infloresensinya meliputi dodecanol, dodecanal, dan α-pinene,

yang berkontribusi besar terhadap aroma khas. Senyawa-senyawa ini menjadikan kecombrang bahan untuk memperkaya rasa dalam berbagai aplikasi, mulai dari saus, sambal, hingga produk minuman.

Tidak hanya terbatas pada minuman, perisa berbasis bunga layak makan kini mulai diterapkan pada berbagai kategori pangan lainnya seperti produk bakeri, saus, dessert, hingga permen fungsional. Namun demikian, untuk dapat diterima secara luas di pasar, inovasi ini perlu mempertimbangkan aspek stabilitas perisa selama pemrosesan, konsistensi pasokan bahan baku, dan tentu saja, pemenuhan regulasi keamanan pangan yang berlaku.

Teknologi pengolahan dan ekstraksi perisa dan pewarna dari bunga layak makan

Teknologi ekstraksi memegang peranan penting dalam menjaga kualitas perisa dan pewarna alami dari bunga layak makan, khususnya untuk mempertahankan kestabilan senyawa bioaktif seperti antosianin, flavonoid, dan senyawa volatil. Dua metode yang tersedia adalah ultrasound-assisted extraction (UAE) dan microwaveassisted extraction (MAE). UAE telah diterapkan pada bunga kecombrang (Etlingera elatior) dengan hasil optimal pada kondisi 70% etanol, suhu 50°C, dan rasio sampel-pelarut 1:20. Metode ini mampu mengekstrak senyawa

seperti chlorogenic acid secara efisien, menghasilkan kadar fenolik dan flavonoid tinggi dengan presisi dan tingkat pemulihan (recovery) lebih dari 90%.

Sementara itu, MAE terbukti sangat efektif dalam mengekstrak antosianin dari bunga rosella (Hibiscus sabdariffa), dengan kondisi optimal pada suhu 72°C, pelarut 70% etanol, rasio pelarut 40:1, dan waktu ekstraksi 15 menit. Dua senyawa utama—delphinidin3-sambubioside dan cyanidin-3sambubioside—berhasil diekstrak dengan akurasi tinggi dan waktu proses yang jauh lebih singkat dibanding metode konvensional.

Selain metode ekstraksi, proses pengeringan sebelum ekstraksi juga memengaruhi hasil akhir; teknik freeze drying dan cabinet drying terbukti lebih baik dalam menjaga kandungan bioaktif dibanding pengeringan matahari. Kombinasi metode ekstraksi modern dan pengolahan awal yang tepat memungkinkan bunga layak makan dimanfaatkan secara maksimal dalam inovasi pangan berbasis bahan alami.

Regulasi dan standar keamanan

Penggunaan perisa dan pewarna alami dalam pangan harus tunduk pada regulasi yang menjamin keamanan konsumen. Di Indonesia, pengawasan dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melalui berbagai peraturan terkait bahan tambahan pangan (BTP), flavor, dan pewarna. Berdasarkan Peraturan BPOM No. 13 Tahun 2020 dan perubahannya (No. 11 Tahun 2021), flavor diklasifikasikan menjadi perisa alami, perisa identik alami, dan perisa sintetis, dengan ketentuan pelabelan yang wajib mencantumkan jenis perisa yang digunakan. Perisa alami yang diperoleh dari bunga layak makan dapat digunakan selama memenuhi aspek keamanan dan hanya dalam jumlah secukupnya sesuai prinsip Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB).

Sementara itu, pewarna alami diatur dalam Peraturan BPOM No. 37 Tahun 2013, yang mencantumkan daftar pewarna alami yang diizinkan beserta batas maksimum penggunaannya

berdasarkan kategori pangan. Antosianin—yang menjadi pigmen utama dalam bunga rosella dan telang—termasuk dalam daftar pewarna alami yang diperbolehkan.

Namun, bahan yang belum tercantum dalam daftar harus melalui proses evaluasi keamanan dan uji toksisitas sebelum diizinkan untuk digunakan dalam pangan olahan. Selain itu, Peraturan BPOM No. 22 Tahun 2023 juga melarang penggunaan bahan baku yang dapat membahayakan kesehatan atau berasal dari spesies yang dilindungi, sehingga penting bagi pelaku industri dan peneliti untuk memastikan bahwa bunga layak makan yang digunakan telah terverifikasi aman dan sesuai peraturan. Kepatuhan terhadap regulasi tidak hanya

memastikan aspek legalitas, tetapi juga meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk yang dikembangkan.

Masa depan perisa dan pewarna pangan

Tren global menuju pangan yang lebih alami dan berkelanjutan memberi peluang besar bagi pengembangan perisa dan pewarna berbasis bunga layak makan. Inovasi akan semakin mengarah pada bahan baku lokal yang tidak hanya unik secara sensoris, tetapi juga mendukung nilai gizi dan kesehatan. Dengan semakin canggihnya teknologi ekstraksi dan formulasi, di masa mendatang kita dapat mengharapkan hadirnya produk pangan dengan rasa dan warna alami yang lebih stabil, efektif, dan fungsional.

Namun, tantangan masih tetap ada— terutama terkait kestabilan senyawa aktif selama pemrosesan, variabilitas bahan baku, dan biaya produksi yang relatif lebih tinggi dibandingkan bahan sintetis. Selain itu, keterbatasan regulasi untuk bahan-bahan baru dari bunga layak makan sering kali menjadi hambatan dalam komersialisasi. Oleh karena itu, kolaborasi antar peneliti, industri, dan regulator perlu diperkuat untuk menghasilkan data ilmiah yang komprehensif guna mendukung keamanan dan efektivitas bahan alami. Di masa depan, inovasi di bidang perisa dan pewarna alami tidak hanya akan ditentukan oleh teknologi, tetapi juga oleh keberhasilan integrasi antara ilmu, regulasi, dan respon pasar yang dinamis.

Referensi:

Firdhauzi, A., Yupanqui, C. T., Setyaningsih, W., & Seechamnanturakit, V. (2024). Optimization of ultrasound-assisted extraction from Etlingera elatior inflorescence. Functional Foods in Health and Disease,14(5), 311–333. https://doi.org/10.31989/ffhd. v14i5.1355

Larasati, I. D., et al. (2024). Anthocyanin extraction from Hibiscus sabdariffa using microwave-assisted extraction. Journal of Agriculture and Food Research, 18, 101480. https://doi.org/10.1016/j.jafr.2024.101480

Setyaningsih, W., Warni, W. O. R. S., Larasati, I. D., et al. (2025). Bioprocess strategies for maximizing SCOBY growth and evaluating fermentation dynamics on phenolic content and antioxidant activity in rosellebased kombucha. Phytomedicine Plus, 5, 100791. https://doi.org/10.1016/j.phyplu.2025.100791

Innova Market Insights. (2023). Ingredient Trends Keeping it real: From natural additives to no additives at all.

Badan POM RI. (2013). Peraturan Kepala BPOM No. 37 Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pewarna.

Badan POM RI. (2020). Peraturan BPOM No. 13 Tahun 2020 tentang Bahan Tambahan Pangan Perisa.

COLOURFUL CHOCOLATE

Oleh Dimas Rahadian Aji Muhammad

Dosen Prodi Ilmu Teknologi Pangan

Universitas Sebelas Maret

Sekretaris PATPI Cabang Surakarta

Cokelat adalah produk olahan biji kakao yang sangat populer di masyarakat dengan pangsa pasar yang besar. Popularitas ini terus memicu inovasi di industri pengolahannya maupun sektor pangan lain yang memanfaatkannya sebagai sumber cita rasa. Persaingan yang ketat mendorong upaya peningkatan daya saing, termasuk melalui eksplorasi varian dan karakteristik produk yang unik, termasuk warna.

Cokelat batang adalah salah satu jenis produk dari cokelat yang paling populer. Cokelat batang dibuat dari biji kakao terfermentasi kering yang sudah diolah lebih lanjut menjadi masa kakao atau pasta kakao (cocoa mass) dan lemak kakao (cocoa butter). Secara umum, tahapan proses pengolahan cokelat batang meliputi pencampuran yang bertujuan untuk mencampurkan bahan-bahan produksi

cokelat sesuai dengan formula yang dikehendaki; refining yang bertujuan untuk mengecilkan ukuran partikel hingga kurang dari 30 mikrometer agar cokelat mempunyai tekstur lembut dan tidak berpasir; conching yang bertujuan untuk fine-tuning cita rasa agar cokelat tidak terlalu asam; tempering yang bertujuan untuk membentuk kristal cokelat agar cokelat dapat memadat dan mempunyai titik leleh tepat pada

suhu rongga mulut; serta moulding yang bertujuan untuk membentuk cokelat sesuai dengan desain produk yang sudah dirancang.

Di pasaran terdapat tiga varian

utama yang dibedakan berdasarkan formulanya, yaitu cokelat hitam (dark chocolate), cokelat susu (milk chocolate) serta cokelat putih (white chocolate).

Formula dasar untuk memproduksi dark chocolate adalah pasta kakao, lemak kakao, gula dan emulgator, sedangkan formula dasar untuk memproduksi milk chocolate lebih kompleks yaitu pasta kakao, lemak kakao, susu, gula dan

emulgator, serta sering pula ditambah vanili sebagai flavour agent. Cokelat putih diproduksi dengan mencampurkan lemak kakao, gula, susu dan emulgator (Tabel 1). Akhir-akhir ini di negara barat sudah muncul varian keempat, yaitu cokelat delima (ruby chocolate), tetapi varian tersebut belum terlalu populer di Indonesia. Selain itu, ruby chocolate diproduksi dengan tidak sekadar mengubah formulasi, tetapi menggunakan bahan baku biji kakao jenis tertentu dan diolah dengan cara berbeda dibanding proses pengolahan pada umumnya.

Tabel 1. Formula dasar berbagai varian produk cokelat

Secara visual, empat jenis cokelat tersebut dapat dibedakan berdasarkan warnanya sesuai dengan nama variannya, yaitu merah delima untuk ruby chocolate, cokelat gelap untuk dark chocolate, cokelat terang untuk milk chocolate, dan putih untuk white chocolate. Perbedaan warna yang merepresentasikan perbedaan formula ini secara tersirat telah menunjukkan “kelemahan” dari cokelat putih dibandingkan cokelat yang lain. Tidak adanya pasta kakao dalam cokelat putih menunjukkan bahwa cokelat tersebut mempunyai kadar fenol dan aktifitas antioksidan yang rendah, sebab mayoritas senyawa fenolat dari biji kakao berada di dalam pasta kakao, khususnya terdeposit pada komponen non-lemak dari pasta kakao tersebut. Selain itu, warna putih yang dimiliki white chocolate sering dianggap kurang menarik bagi konsumen cokelat. Namun demikian, warna produk yang putih ini justru memberikan keuntungan, yaitu terbukanya peluang untuk memodifikasi warna dari white chocolate dengan

menambahkan bubuk dari berbagai sumber tanaman yang mempunyai warna menarik.

Modifikasi formula cokelat putih

Dalam teori warna, sistem CMYK (Cyan, Magenta, Yellow, Key/Black) merupakan model warna substraktif yang menjelaskan bahwa putih sebenarnya bukan warna, melainkan representasi dari tidak adanya warna (the absence of colour). Hal ini membuka peluang untuk menghadirkan warna pada bahan atau produk yang masih putih. Tanaman merupakan sumber pewarna alami yang mengandung senyawa bioaktif dan berpotensi bermanfaat bagi kesehatan. Tergantung jenis tanamannya, komponen warna dapat terdeposit di dalam matriks yang berbeda, seperti daun, buah, umbi, batang, bunga atau rimpangnya (Tabel 2).

Berbagai jenis tanaman yang mengandung zat warna ini mempunyai potensi untuk diformulasikan dalam

Tabel 2. Bahan tanaman sebagai sumber warna pada produk cokelat

Bahan Kategori Warna Komponen Dominan

Teh Daun Hijau Klorofil, flavonoids

Kayu Secang Batang Merah Brazilin

Kunyit Rimpang Kuning Curcumin

Buah Naga

Buah Merah muda Betasianin

Acai Berry Buah Ungu Antosianin

Telang Bunga Biru Antosianin

Wortel Sayur Oranye Karoten

Kubis ungu Sayur Ungu Antosianin

proses pembuatan cokelat putih untuk membuat warna produk ini menjadi lebih menarik. Daun tanaman yang sudah lazim diformulasikan ke dalam cokelat putih adalah daun teh untuk memproduksi varian cokelat teh hijau yang berwarna hijau. Selain mengubah warna, inkorporasi teh hijau pada cokelat putih akan secara signifikan meningkatkan kadar fenol, khususnya flavanols, serta aktivitas antioksidan dari produk tersebut.

Fenomena yang sama terlihat dari cokelat putih yang disuplementasi dengan kunyit. Penambahan kunyit dalam formula cokelat putih akan memodifikasi warna cokelat tersebut menjadi warna kuning, sekaligus meningkatkan secara signifikan kadar kurkumin. Pada kategori lain, buah naga dan buah acai berry merupakan bahan yang berpotensi diformulasikan dalam cokelat putih (Gambar 1). Selain itu bunga telang dan kayu secang juga

telah terbukti dapat mengubah cokelat putih menjadi berwarna kebiruan dan kemerahan. Lazimnya, intensitas warna dan bioktivitas dari cokelat tersebut berbanding lurus dengan konsentrasi bahan dari tanaman yang ditambahkan. Pada kategori sayuran, wortel dan kubis ungu mempunyai potensi untuk dicampurkan dalam formula cokelat putih untuk mengubah warna serta meningkatkan kadar senyawa bioaktifnya.

Metode produksi

Berbagai jenis bahan tanaman yang mengandung zat warna harus ditambahkan dalam bentuk bubuk kering. Terdapat dua cara preparasi bahan sebelum diformulasikan dalam cokelat putih. Pertama, bahan yang akan ditambahkan dalam formula cokelat langsung dikeringkan dan selanjutnya digiling untuk mendapatkan bubuk kering. Kedua, bahan yang akan

ditambahkan dalam formula cokelat diekstrak terlebih dahulu, dan setelah itu ekstrak yang mengandung komponen warna alami tersebut dikeringkan.

Metode pertama mempunyai kelebihan yaitu lebih mudah dan membutuhkan peralatan yang relatif lebih sederhana. Namun, metode ini mempunyai kekurangan, yaitu seluruh komponen dari tanaman yang dibubukan akan terikut dalam formulasi cokelat yang mungkin mengakibatkan efek samping berupa perubahan karakteristik sensoris, khususnya perisa cokelat, yang tidak diinginkan. Metode kedua, memerlukan tahapan proses yang lebih ekstensif sehingga berimplikasi

pada peralatan dan biaya produksi yang lebih tinggi. Namun, metode ini dapat dirancang untuk mendapatkan komponen-komponen pada tanaman secara lebih selektif.

Bubuk tanaman yang mengandung zat warna dapat dimasukkan pada proses mixing untuk mendapatkan cokelat dengan warna yang sesuai. Selanjutnya, tahapan produksi cokelat secara standar dapat diterapkan, yaitu refining, conching, tempering dan moulding. Apabila sebuah industri memilih untuk menggunakan jenis compound putih komersial yang lemak kakaonya sudah diganti dengan lemak nabati lain, maka proses tempering mungkin sudah tidak

diperlukan. Maka tahapan proses yang diterapkan dapat lebih sederhana yaitu pencampuran bubuk tanaman pada compound putih yang sudah dilelehkan, dilanjutkan dengan refining dan pencetakan. Dengan metode ini, maka membuat produk cokelat yang warnanya menyerupai ruby chococate dapat dilakukan dengan mudah.

Risiko dan pengendalian kualitas cokelat

Penambahan ingridien lain dalam formula cokelat dapat mempunyai efek samping yaitu perubahan kualitas cokelat pada atribut lainnya. Secara

umum, atribut mutu cokelat meliputi warna dan kilap, cita rasa, tekstur, titik leleh, ukuran partikel, reologi, serta kadar air. Seiring peningkatan tren pangan lebih menyehatkan, kadar fenol dan antioksidan juga telah dipertimbangkan sebagai parameter mutu cokelat.

Warna, kadar fenol dan aktivitas antioksidan dari cokelat sangat dipengaruhi oleh tipe dan konsentrasi bubuk tanaman yang diformulasikan. Selain terhadap parameter tersebut, tipe dan konsentrasi bubuk tanaman yang ditambahkan dapat membawa komponen cita rasa tertentu yang memungkinkan mengubah cita rasa dari cokelat. Sebagai contoh bubuk atau ekstrak kering dari kunyit, selain mengandung kurkumin, membawa beragam senyawa terpenoid yang bersifat volatil sehingga ketika dicampurkan ke dalam cokelat, senyawa-senyawa tersebut dapat terdeteksi oleh konsumen, dan pada akhirnya menurunkan tingkat kesukaan karena dianggap sebagai off-flavour dan off-odor. Hal ini mengindikasikan pentingnya seleksi bahan dan seleksi proses agar perubahan karakteristik cokelat yang dihasilkan tidak sampai pada penurunan tingkat penerimaan konsumen.

Cokelat pada produk dengan kadar air yang sangat rendah, yaitu sekitar 1%. Inkorporasi bubuk tanaman pada formula cokelat akan berpotensi untuk meningkatkan kadar air dari produk yang diakibatkan dari kandungan air yang dimiliki bubuk tersebut.

Tabel 3. Atribut mutu kualitas cokelat dan faktor yang berpengaruh

Parameter

Warna

Cita rasa

Aroma

Kadar fenol

Aktifitas antioksidan

Kadar air

Kilap (glossiness)

Titik leleh

Tekstur (kekerasan)

Ukuran partikel (mouthfeel)

Reologi

Peningkatan kadar air pada cokelat dapat berdampak lebih lanjut terhadap semakin kerasnya tekstur cokelat karena terbentuknya sugar network pada cokelat. Selain itu kadar air yang lebih tinggi menyebabkan cokelat mempunyai viskositas yang semakin tinggi dan umur simpan yang lebih pendek karena air dapat mempercepat terjadinya fenomena fat atau sugar bloom. Suplementasi bubuk tanaman dapat berdampak pula pada tekstur cokelat apabila proses pengolahan tidak dilakukan dengan tepat. Bubuk dengan ukuran partikel yang relatif besar (>30 mikrometer) akan menyebabkan mouthfeel berpasir. Untuk mengendalikan ukuran partikel agar cokelat tetap mempunyai tekstur lembut, maka durasi penggilingan dan kekuatan alat penggiling pada proses refining harus diperhitungkan. Durasi penggilingan sangat ditentukan oleh kekuatan dan karaktersitik bubuk yang ditambahkan.

Faktor yang Mempengaruhi

Tipe dan konsentrasi bubuk tanaman

Tipe dan konsentrasi bubuk tanaman

Tipe dan konsentrasi bubuk tanaman

Tipe dan konsentrasi bubuk tanaman

Tipe dan konsentrasi bubuk tanaman

Konsentrasi ingridien, conching

Tempering, penyimpanan

Tempering, tipe lemak

Tempering, kadar air

Penggilingan, conching

Kadar air, ukuran partikel

Demikian, berbagai tanaman mempunyai potensi untuk diformulasikan ke dalam cokelat putih untuk membuat cokelat varian baru (Tabel 3). Tetapi, perubahan karakteristik cokelat ke arah yang tidak diinginkan oleh konsumen harus dimitigasi agar produk tersebut mempunyai tingkat penerimaan yang tinggi.

Referensi:

Muhammad, D. R. A., Fibri, D. L. N., & Prakash, S. (2022). Improving the functionality of chocolate by incorporating vegetal extracts. In Trends in sustainable chocolate production (pp. 113-152). Cham: Springer International Publishing.

Okstaviyani, E., Lestari, P. D., Kawiji, K., Anandito, R. B. K., Yulviatun, A., Sefrienda, A. R., & Muhammad, D. R. A. (2024). Antioxidant, Physicochemical and Rheological Properties of White and Milk Chocolate Compounds Supplemented with Plant-Based Functional Ingredients. Foods, 13(22), 3694.

Kongor, J. E., & Muhammad, D.R.A. (2024). Processing of cocoa and development of chocolate beverages. In Natural Products in Beverages: Botany, Phytochemistry, Pharmacology and Processing (pp. 157-192). Cham: Springer International Publishing.

Synthetic vs. Natural Flavor:

Aplikasinya pada Produk Pangan

Oleh Ervina

Departemen Teknologi Pangan, Fakultas Engineering

Universitas Bina Nusantara

Asosiasi Sensori Indonesia (ASENSINDO)

Keberagaman cita rasa dan warna memperkaya pengalaman sensoris produk pangan. Ambil contoh es krim, yang hadir dalam spektrum rasa seperti cokelat, stroberi, vanila, matcha, hingga durian, masing-masing memvisualisasikan keunikannya melalui warna khas. Daya tarik inilah yang seringkali ditingkatkan melalui penggunaan perisa dan pewarna pangan dalam industri.

Dibalik keberagaman rasa dan warna tersebut, terdapat dua bahan tambahan pangan yang berperan sangat penting dan sering kali digunakan dalam industri pangan, yaitu perisa (flavorant) dan pewarna (colorant) pangan. Keduanya kerap digunakan untuk meningkatkan daya tarik produk pangan, baik dari segi rasa maupun tampilan.

Perisa dan pewarna pangan adalah zat yang ditambahkan untuk menambah intensitas serta kualitas cita rasa dan warna pada produk pangan. Keduanya dapat berasal dari bahan alami maupun dibuat secara sintetis. Contoh perisa alami, misalnya saja adalah pengunaan vanilla beans pada es krim rasa vanila, di mana rasa vanila yang diperoleh

langsung dari sumber alaminya, yaitu biji vanila. Sedangkan contoh perisa sintetis adalah etil vanilin, yaitu senyawa kimia yang memiliki rasa sangat identik dengan vanila. Etil vanilin merupakan perisa buatan yang diperoleh melalui proses sintetis kimia dan banyak digunakan dalam industri pangan karena rasa dan aromanya yang kuat dan stabil.

Hal serupa juga berlaku untuk pewarna pangan. Tumbuhan rimpang seperti kunyit kerap digunakan sebagai pewarna alami untuk memberikan warna kuning khas pada berbagai hidangan, seperti nasi kuning atau kari. Senyawa aktif yang bertanggung jawab atas warna kuning khas kunyit adalah kurkumin. Selain memberikan

warna, kurkumin juga dikenal memiliki berbagai manfaat kesehatan, antara lain sebagai antioksidan, antiinflamasi, antibakteri, dan hepatoprotektif (melindungi sel hati). Namun, dalam skala produksi massal, pewarna alami seperti kunyit seringkali digantikan oleh pewarna sintetis seperti tartrazine (CI 19140), yang menghasilkan warna kuning serupa namun memiliki stabilitas yang lebih tinggi.

Penggunaan perisa dan pewarna pada produk pangan

Perisa umumnya digunakan dalam produk pangan dengan berbagai tujuan, seperti menambah cita rasa, menciptakan sensasi rasa baru yang menarik, menggantikan atau memperkuat rasa yang hilang selama proses pengolahan, serta menutupi (masking) rasa yang kurang disukai oleh konsumen. Sebagai contoh, perisa jeruk sering ditambahkan pada

produk pangan yang mengandung spirulina untuk menutupi rasa amis (fishy) sehingga lebih dapat diterima oleh konsumen. Contoh lainnya adalah penambahan perisa buah-buahan pada minuman sari buah dalam kemasan, yang bertujuan untuk memperkuat rasa buah asli yang berkurang akibat proses pemanasan atau penyimpanan.

Di sisi lain, pewarna berperan besar dalam menciptakan tampilan produk pangan yang menarik secara visual. Sebagai contoh, penambahan warna kuning pada minuman sari buah nanas ditujukan untuk menghadirkan kesan segar yang dapat menggugah selera konsumen. Selain meningkatkan daya tarik visual, pewarna juga digunakan untuk menjaga konsistensi warna antar produk serta menggantikan warna alami yang memudar atau hilang selama proses pengolahan.

Natural Vs Synthetic

Pada tahun 2025, penggunaan pewarna dan perisa alami diprediksi akan mengalami peningkatan yang signifikan. Tren ini didorong oleh meningkatnya kesadaran konsumen terhadap potensi risiko kesehatan yang dapat ditimbulkan dari pewarna dan perisa sintetis. Tren penggunaan pewarna alami berbasis nabati seperti antosianin, karotenoid, dan kurkumin juga diperkirakan akan terus berkembang. Selain memberikan warna alami yang menarik, senyawa-senyawa ini juga merupakan komponen bioaktif degan segudang manfaat kesehatan. Contohnya adalah antosianin yang

merupakan pigmen alami dan berfungsi memberikan warna merah, ungu, biru hingga kehitaman pada buah, sayur dan beberapa jenis bunga. Antosianin secara alami dikandung pada buah beri (blueberry, blackberry, raspberry), anggur merah, ubi ungu, kubis ungu danbayam merah. Tidak hanya berfungsi sebagai pewarna alami, antosianin juga dikenal sebagai antioksidan kuat yang berpotensi memberikan efek kardioprotektif (melindungi sel jantung) dan antikanker (Krishnakripa & Thoppil, 2025).

Sementara itu, tren penggunaan perisa alami juga menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan perisa sintetis. Salah satu contohnya adalah

meningkatnya permintaan terhadap biji vanila (vanilla beans) dalam industri pangan. Sebagai perisa alami, biji vanila telah banyak diaplikasikan dalam berbagai produk seperti kopi, es krim, cokelat, produk olahan susu, pastry, hingga berbagai jenis dessert.

Selain vanila, perisa alami lain seperti citrus dan jeruk kalamansi juga semakin populer. Keduanya banyak digunakan dalam berbagai produk, mulai dari minuman, saus salad (salad dressing), permen, hingga minuman siap konsumsi (ready-to-drink) seperti teh dan soda. Meningkatnya minat terhadap perisa alami ini mencerminkan preferensi konsumen terhadap produk yang lebih natural, menyehatkan, dan memiliki profil rasa yang autentik dan klasik.

Saat ini, semakin banyak konsumen yang

memilih produk pangan berlabel “alami” atau dikenal juga dengan istilah clean label. Salah satu alasannya adalah karena pewarna dan perisa alami dianggap lebih aman bagi kesehatan dibandingkan bahan sintetis. Namun, dibalik keunggulannya, penggunaan bahan alami ini ternyata tidak selalu mudah. Sebagai contoh, penggunaan pewarna alami sering menghadapi tantangan dalam hal stabilitas warna, di mana intensitas warna yang dihasilkan bisa bervariasi antar produk sehingga menghasilkan tampilan warna yang kurang konsisten selama proses produksi. Selain itu, pewarna alami umumnya memiliki stabilitas warna yang rendah terhadap faktor eksternal seperti pH, suhu, cahaya, dan oksigen. Akibatnya, warna pada produk pangan yang menggunakan pewarna alami cenderung lebih cepat

pudar atau bahkan berubah selama penyimpanan (Novais et al., 2022)

Dari segi biaya, pewarna alami umumnya lebih mahal dibandingkan pewarna sintetis. Hal ini berdampak langsung pada meningkatnya biaya produksi dan harga jual produk, sehingga konsumen perlu membayar lebih untuk produk yang menggunakan bahan pewarna alami. Tantangan serupa juga terjadi pada penggunaan perisa alami. Untuk mendapatkan rasa yang kuat dibutuhkan bahan dalam jumlah besar. Misalnya, untuk menghasilkan rasa vanila dari biji vanila asli, diperlukan lebih banyak bahan dibandingkan dengan menggunakan perisa sintetis seperti etil vanilin. Menariknya, hasil penelitian yang dilakukan oleh Khantyanissa & Ervina (2024) terhadap 162 konsumen menunjukkan bahwa es krim vanila dengan perisa sintetis vanilin lebih disukai dibandingkan es krim yang menggunakan perisa alami dari biji

vanila. Alasannya adalah karena perisa sintetis mampu memberikan rasa yang lebih kuat dan bold, sehingga rasa dan karakter vanila terasa lebih menonjol.

Tantangan dalam regulasi

Sebagai tambahan, regulasi dan pengawasan terhadap penggunaan pewarna dan perisa alami perlu terus diperbarui oleh lembaga yang berwenang, dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Penetapan ketentuan yang jelas mengenai keamanan, jenis, serta batasan penggunaan bahan-bahan tersebut sangat penting untuk mencegah potensi dampak negatif bagi kesehatan konsumen. Meskipun berasal dari sumber alami, beberapa jenis pewarna dan perisa tetap memiliki potensi menimbulkan efek toksisitas atau reaksi alergi pada individu tertentu. Oleh karena itu, regulasi yang ketat dan berbasis bukti ilmiah sangat dibutuhkan untuk memastikan bahwa penggunaan bahan alami dalam produk pangan tetap aman, terkendali, dan sesuai standar. Meski demikian, tren penggunaan perisa dan pewarna alami terus menunjukkan peningkatan. Konsumen kini semakin sadar akan pentingnya kesehatan dan cenderung memilih produk “clean label” yang mengandung bahan-bahan yang lebih alami, natural dan organik. Tantangan pun kini bergeser ke tangan produsen dan inovator pangan terkait bagaimana menciptakan produk yang tetap

menarik, enak, dan alami tanpa harus mengorbankan kualitas, stabilitas, maupun harga.

Referensi:

Krishnakripa, P., Thoppil, J.E. Beyond a pigment- a review on the beneficial aspects of anthocyanins, chlorophylls, carotenoids, and betalains 2025 Vegetos https://doi. org/10.1007/s42535-025-01166

Novais C, Adriana K. Molina, Rui M. V. Abreu, Celestino Santo-Buelga, Isabel C. F. R. Ferreira, Carla Pereira, and Lillian Barros 2022 Natural Food Colorants and Preservatives: A Review, a Demand, and a Challenge Journal of Agricultural and Food Chemistry 70 (9), 2789-2805 https://doi.org/10.1021/acs.jafc.1c07533

Khantyanissa and E Ervina 2024 Consumer preferences of artificial and natural flavours: a case in soft ice cream IOP Conf. Ser.: Earth Environ. Sci. 1352 012088 DOI 10.1088/1755-1315/1352/1/012088

Peran Kebijakan Pro-Industri dalam Mitigasi

Dampak Tekanan Ekonomi Global

Industri manufaktur Indonesia

tengah menghadapi tantangan berat akibat ketidakpastian di pasar global dan domestik. Hal ini tercermin dari merosotnya Purchasing Manager’s Index (PMI) di mana Indonesia berada di tingkat 46,7 pada April 2025, merosot dari bulan Maret 2025 di tingkat 52,4. Laporan S&P Global mengungkapkan penurunan signifikan sebesar 5,7 poin ini mengindikasikan penurunan optimisme pelaku industri manufaktur di tengah situasi yang tidak menentu.

Kementerian Perindustrian menjelaskan bahwa survei PMI manufaktur mengukur tingkat keyakinan pelaku industri dalam menjalankan usaha mereka. Hasil survei menunjukkan adanya tekanan psikologis pada pelaku

usaha akibat perang tarif global dan banjir produk impor di pasar domestik. Perlambatan PMI Manufaktur

Indonesia sejalan dengan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) April 2025 yang tercatat di tingkat 51,90. Meskipun masih dalam fase ekspansi, IKI melambat dibandingkan

Maret 2025, dan mengalami koreksi sebesar 0,40 poin dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Pelaku industri manufaktur di Indonesia menunggu kepastian dari negosiasi pemerintah dengan Amerika Serikat terkait perang tarif. Kepastian hukum melalui kebijakan pemerintah akan memberikan kepercayaan diri kepada pelaku industri untuk menjalankan usaha tanpa harus berada dalam kondisi wait and see. Kekhawatiran pelaku industri tidak hanya disebabkan oleh tarif resiprokal, tetapi juga oleh potensi serbuan produk dari negara-negara yang terdampak tarif AS, yang dapat menjadikan Indonesia sebagai pasar alternatif.

Berbagai keluhan telah disampaikan oleh pelaku industri dan asosiasi

termasuk GAPMMI kepada Kementerian

Perindustrian terkait kondisi ketidakpastian ini. Kementerian

Perindustrian menekankan pentingnya melindungi pasar domestik, karena sekitar 80% produk industri nasional diserap oleh pasar domestik (melalui belanja pemerintah, swasta, dan rumah tangga). Perlindungan ini dianggap sebagai wujud nyata sikap nasionalisme dan dukungan terhadap industri dalam negeri. Kementerian Perindustrian menegaskan komitmennya untuk menciptakan suasana optimis bagi pelaku usaha, namun perlu dukungan dari kementerian/lembaga lain yang berwenang untuk menerbitkan kebijakan yang pro-investasi dan pro-industri. Pemerintah diharapkan mencegah pasar domestik yang sedang melemah diisi oleh barang-barang impor. Penurunan PMI Manufaktur Indonesia lebih dalam dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya.

Berdasarkan data Triwulan I 2025, industri pangan memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia. Industri ini tidak hanya berkontribusi pada ketahanan pangan, tetapi juga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Pertumbuhan industri pangan pada Triwulan I 2025 tercatat sebesar 6,04%, melampaui pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan yang sebesar 4,87% dan pertumbuhan sektor industri non-migas yang sebesar 4,31%. Kontribusi industri

pangan terhadap PDB total juga terus meningkat, mencapai 7,20% pada Triwulan I 2025, dibandingkan dengan 6,14% pada tahun 2017. Sementara itu, kontribusi industri pangan terhadap PDB industri non-migas mencapai 41,15% pada Triwulan I 2025. Data ini menunjukkan bahwa industri pangan memiliki resiliensi yang baik dalam menghadapi tantangan ekonomi dan terus menjadi salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi Indonesia. Konsumsi rumah tangga, yang memiliki andil 54,53% terhadap PDB pada Triwulan I 2025, juga tumbuh positif sebesar 4,89%, menunjukkan permintaan yang stabil terhadap produk pangan. Meski demikian, Pemerintah perlu melakukan langkah konkret terkait kebijakan yang “Pro Industri” saat ini. Apalagi Pemerintahan Prabowo sudah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8%. Sebuah target yang ambisius, namun perlu dijabarkan secara tepat agar terjadi kolaborasi yang sinergis antara kementerian/lembaga serta pelaku industri sebagai salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi. Fri-27

ITS Office Tower Lt. 8 Unit 16, Nifarro Park

Jl. Raya Pasar Minggu KM. 18, Jakarta Selatan 12510

Telp/Fax. (021) 29517511; Mobile. 08119322626/27

Hp. 08156720614

Email: gapmmi@cbn.net.id

Website: www.gapmmi.id

Sekretariat GAPMMI

Teh Sebagai perisa & pewarna Fungsional dalam Industri Pangan

Oleh M. Abdul Jabbar Filayati

Pusat Penelitian Teh dan Kina

Lebih dari sekadar pengalaman sensoris yang menenangkan melalui warna keemasan dan aroma khasnya, teh kini menjelma menjadi fokus sains rasa dan warna alami yang selaras dengan tren 'clean label' di industri pangan modern. Potensinya sebagai sumber perisa dan pewarna alami yang semakin menjanjikan.

Dalam dunia yang kian sadar terhadap ‘clean label’ dan bahan alami, teh menjadi bukan hanya minuman, tetapi juga sumber perisa dan pewarna alami yang menjanjikan.

Teh, terutama teh hitam dan teh hijau mengandung polifenol antara lain theaflavin, thearubigins, dan katekin yang menyimpan pigmen warna alami. Adapun warna ini dapat stabil pada pH tertentu dan dapat menggantikan pewarna sintesis yang masih diperdebatkan dalam aspek keamanan pangan. Theaflavins banyak dikaitkan dengan kualitas karena pengaruhnya pada astringency, brightness, dan briskness, sedang thearubigins terkait dengan kualitas karena kontribusinya pada warna, kekuatan (strength), dan rasa di mulut (mouthfeel).

Teh mengandung senyawa aroma yang khas dan kompleks. Senyawa volatil ini seperti geraniol, linalool, hexanal, dan methyl salicylate yang dapat memberikan aroma floral, fruity, hingga mint yang menarik dan kompleks (Bhuyan et al., 2012). Tren masa kini, konsumen semakin menyadari bahwa perlunya memanfaatkan produk fungsional, mendukung tren clean label dan menghindari aditif sintetis. Teh sebagai produk fungsional tidak hanya memberi warna, aroma, dan rasa tetapi juga mendukung kesehatan seperti antioksidan, antimikroba, dan efek relaksasi.

Matcha, sencha, dan teh oolong memiliki nilai estetika dan sensoris yang tinggi. Spektrum warna dari hijau

cerah hingga cokelat kemerahan dapat memberikan daya tarik visual sehingga dapat memproduksi nilai jual yang tinggi untuk produk pangan premium antara lain minuman siap saji (RTD), bakeri, cokelat, hingga saus, dan marinasi. Tulisan ini akan mengulas teh sebagai perasa dan pewarna alami, inovasi produk berbasis teh, serta perbandingan antara teh sebagai pewarna dan perasa alami dengan bahan tambahan pangan (BTP) sintetis.

Teh sebagai perasa alami dalam industri pangan

Teh tidak hanya sebagai minuman yang dapat dinikmati, namun bisa dijadikan alternatif ingridien fungsional. Karakteristik rasa teh yang unik dan khas menjadikannya sebagai flavoring

agent. Tentunya, dengan pengembangan rasa pada produk pangan sehingga dapat menjadi elemen kunci dalam menciptakan produk yang inovatif dan premium.

Rasa khas teh: kompleksitas sensoris yang unik

Bentuk rasa makanan terdiri dari lima sensasi dasar; yaitu, rasa manis, rasa sepat (astringent), rasa asam (sour), rasa pahit (bitter), dan umami. Rasa sepat adalah sensasi kering dan mengerut di mulut yang memengaruhi seluruh lidah secara lebih atau kurang seragam. Rasa pahit biasanya tidak menyenangkan, tetapi terkadang diinginkan dalam jumlah sedang, dan dirasakan terutama di bagian belakang, dan terkadang di sepanjang sisi, lidah.

Umami, istilah yang berasal dari bahasa Jepang, menggambarkan rasa gurih seperti meaty atau brothy. Teh memiliki karakteristik rasa yang khas dan sangat kompleks. Rasa sepat dan pahit didapatkan dari kandungan polifenol yaitu tanin dan katekin. Di sisi lain, teh juga memberi rasa umami karena adanya asam amino seperti theanine dan menyisakan rasa manis ringan setelah diminum seperti pada teh putih dan teh oolong.

Aroma pada teh juga bervariasi. Aroma floral (mawar, melati) didapatkan dari geraniol dan linalool. Aroma nutty (kacang, panggang) dapat muncul dari proses panning dan drying. Aroma woody dan smoky berasal dari teh yang diasapi, contohnya teh lapsang souchong dari china (Bhuyan et al., 2012).

Perpaduan antara beberapa lapisan rasa teh tersebut menciptakan sensasi multisensorik yang dapat membuat produk kaya akan rasa.

Penggunaan teh dalam pangan manis seperti pastry dan dessert telah menjadi ingridien pangan fungsional yang populer karena bisa memberikan aroma menarik dan rasa yang dalam. Salah satu produk teh yang terkenal adalah matcha-bubuk teh hijau Jepang yang dapat diaplikasikan dalam berbagai pengolahan pangan seperti mousse, es krim, minuman dan lain-lain. Matcha dapat memberi sensasi umami dan pahit dalam jumlah medium (Vuong et al., 2011).

Berdasarkan keunikanya, teh hitam bisa dipakai untuk membuat infused custard dan shortbread. Earl Grey, yang

secara khas dikhususkan oleh aroma bergamot, umumnya digunakan untuk garnache cokelat. Cokelat yang diinfus dengan teh dapat menawarkan rasa yang lebih unik dan kompleks. Selain itu, teh hitam memiliki kualitas tinggi, berwarna merah-cokelat, dan memiliki rasa yang kompleks, kuat, namun segar.

Astringensi teh hitam dikategorikan menjadi dua kelompok: astringensi tajam dan astringensi non-tajam.

Astringensi tajam memiliki dampak yang kuat dan cepat, sedangkan jenis nontajam meninggalkan rasa kering di mulut dan rasa yang membekas.

Lapisan rasa teh putih menurut Hilal & Engelhardt (2007), rasa ringan dan clean: dominan di awal seduhan. Terasa seperti air bunga, dengan sentuhan rasa segar seperti mentimun atau melon. Manis alami (sweet aftertaste). Setelah diteguk, muncul rasa manis lembut yang bertahan di langit-langit mulut. Rasa Floral dan rumputan. Dalam teh putih berkualitas tinggi (seperti Silver Needle), ada aroma bunga-bungaan lembut dan sedikit rasa rumput atau daun muda dan sedikit umami.

Teh sebagai pewarna alami

Nuansa warna pada teh yang dibuat dan warna seduhan merupakan dua atribut selain aroma dan rasa dalam evaluasi sensoris berbagai jenis teh. Parameter warna yang dapat di evaluasi antara lain: jenis warna, kilat, dan kecerahan. Menurut Li et al. (2016) , TF dan flavonol sebagai glikosidanya merupakan penyumbang warna kuning. Produk degradasi klorofil (pheophytin

dan pheophorbide) dapat menyebabkan warna teh yang dihasilkan menjadi lebih gelap.

Teh hijau Jepang (seperti sencha dan matcha) yang menggunakan uap panas (steaming) cenderung mempertahankan warna hijau cerah karena uap panas menjaga klorofil tetap stabil. Teh hijau Tiongkok (seperti longjing) yang menggunakan pemanggangan kering (pan-firing) biasanya memiliki warna lebih hijau kekuningan atau hijau zaitun, karena sebagian klorofil bisa terdegradasi saat kontak langsung dengan panas.

Warna teh hitam terutama berasal dari dua kelompok senyawa hasil oksidasi polifenol, yaitu, theaflavin: memberikan warna kuning keemasan hingga oranye terang pada seduhan dan berkontribusi pada rasa segar. Thearubigin: memberikan warna merah tua hingga cokelat gelap, berperan dalam

memberikan rasa “tebal” (body) pada teh. Saat daun teh mengalami oksidasi enzimatis, senyawa katekin di dalam daun berubah menjadi theaflavin dan thearubigin, yang membentuk warna khas tersebut. Sedangkan teh putih dan teh oolong memiliki kecenderungan warna yang lebih halus, kuning keemasan atau amber ringan. Warna seduhan membantu mengevaluasi mutu pengolahan, derajat oksidasi, dan kadar senyawa bioaktif.

Perasa & pewarna: teh alami vs btp sintetis

Penggunaan pewarna alami merupakan tren pemasaran saat ini karena kekhawatiran konsumen tentang keamanan BTP sintetis yang diperkuat oleh kemungkinan manfaat kesehatan dari pigmen alami. Namun, tantangan pewarna alami biasanya kurang stabil, lebih mahal, tidak mudah digunakan

seperti pewarna buatan, memerlukan lebih banyak bahan untuk mencapai kekuatan warna yang setara, dan memiliki rentang rona yang terbatas. Salah satu alternatif yaitu menggunakan pewarna dan perasa alami teh.

BTP perasa sintetis dibuat untuk menciptakan rasa tertentu spesifik seperti stroberi atau vanila. Rasa yang dihasilkan, ketajaman, stabil, dan mudah dikontrol secara kuantitatif. Namun, cukup sering rasa ini jadi “artifisial” atau kurang kedalaman. Sebaliknya, teh menyajikan rasa yang jauh lebih kompleks. Teh hitam, hijau, oolong, dan putih mempunyai kombinasi rasa pahit, sepat, umami, dan manis yang tidak mungkin dihasilkan oleh satu senyawa sintetis. Aroma floral, nutty, atau smoky yang khas disebabkan oleh senyawa volatil alami yang muncul dari proses

oksidasi dan pengeringan. Kelebihan lain, teh mengandung L-theanine serta polifenol yang tidak hanya berkontribusi untuk rasa umami dan astringent, namun juga memberikan efek relaksasi serta kesehatan. Ini memberikan pengalaman konsumsi lebih ‘holistik’ dibanding BTP perasa biasa.

Mengenai warna, BTP sintetis seperti tartrazine (kuning), sunset yellow, atau brilliant blue menawarkan nuansa yang cerah dan stabil di berbagai kondisi pH dan suhu. Kedati demikian, pewarna sintetis tidak memiliki nilai fungsional lain dan seringkali menimbulkan perhatian konsumen karena isu keamanan tertentu meskipun penggunaannya dapat disesuaikan. Di sisi lain, teh memiliki pigmen alami seperti klorofil (ditemukan dalam teh hijau), teaflavin, serta thearubiggin (dalam teh hitam), yang dapat menghasilkan warna hijau, cokelat, dan merah keemasan dalam produk pangan.

Referensi:

Bhuyan, L. P., Senapati, K. K., Saikia, P., & Hazarika, M. (2012). Characterization of volatile flavour constituents of orthodox black tea of twenty nine Tocklai released cultivars for Darjeeling. Two Bud, 59(2), 112–118.

Hilal, Y., & Engelhardt, U. (2007). Characterisation of white tea–Comparison to green and black tea. Journal Für Verbraucherschutz Und Lebensmittelsicherheit, 2, 414–421.

Li, Y., Chen, C., Li, Y., Ding, Z., Shen, J., Wang, Y., Zhao, L., & Xu, M. (2016). The identification and evaluation of two different color variations of tea. Journal of the Science of Food and Agriculture, 96(15), 4951–4961.

Vuong, Q. V, Stathopoulos, C. E., Nguyen, M. H., Golding, J. B., & Roach, P. D. (2011). Isolation of green tea catechins and their utilization in the food industry. Food Reviews International, 27(3), 227–247.

BETA-KAROTEN: Pigmen Alami Fungsional

Oleh Widya Dwi Rukmi Putri

Guru Besar Departemen Ilmu Pangan dan Bioteknologi

Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya

Ketua PATPI Cabang Malang

Beta-karoten, pigmen alami kelompok karotenoid, tak hanya memberikan warna kuning hingga oranye cerah pada berbagai komoditas pangan. Senyawa ini juga dikenal sebagai bioaktif yang menyehatkan, menjadikannya mempunyai peran ganda, pewarna alami dan ingridien fungsional.

Pigmen ini memberikan warna kuning hingga oranye cerah pada berbagai jenis komoditas, termasuk buah, sayur ataupun ubiubian. Warna khas beta-karoten berasal dari struktur kimianya yang tersusun atas rantai panjang ikatan rangkap terkonjugasi, yang juga berkontribusi terhadap sifat antioksidannya. Hal inilah yang menyebabkan semakin meningkatnya ketertarikan konsumen terhadap produk-produk pangan yang memiliki warna kuning, oranye atau jingga, terutama apabila warna tersebut berasal dari pigmen alaminya.

Peran fisiologis beta-karoten dalam tubuh

Beta-karoten memiliki berbagai peran penting dalam menjaga kesehatan fisiologis tubuh manusia. Salah satu fungsi utamanya adalah sebagai prekursor vitamin A, yang dihasilkan

melalui konversi metabolik di usus dan hati. Vitamin A yang terbentuk ini berperan dalam berbagai proses biologis vital, seperti mempertahankan ketajaman penglihatan, memperkuat respons imun, dan menjaga keutuhan jaringan epitel. Dalam kondisi defisiensi vitamin A, konversi ini menjadi semakin penting, karena cadangan retinol dalam hati cenderung menurun. Beta-karoten disimpan terutama dalam jaringan adiposa, yang menyimpan hingga 85% total beta-karoten tubuh.

Selain perannya sebagai prekursor vitamin A, beta-karoten juga dikenal sebagai antioksidan kuat. Dalam lingkungan dengan kadar oksigen rendah, akan mampu menetralkan radikal bebas dan mencegah kerusakan oksidatif pada sel, suatu mekanisme penting dalam mencegah penyakit degeneratif seperti kanker dan gangguan kardiovaskular. Tak hanya

bekerja sendiri, beta-karoten juga memperkuat aktivitas antioksidan zat gizi lain, terutama vitamin E, dengan membantu regenerasi bentuk aktifnya. Konsumsi beta-karoten yang cukup, terbukti membantu memperbaiki respons imun dan mengurangi inflamasi, sehingga mendukung perlindungan tubuh terhadap infeksi. Di sisi lain, efektivitas beta-karoten dalam tubuh sangat dipengaruhi oleh bentuk isomer yang dikandungnya serta cara pengolahan dan konsumsi, termasuk kehadiran lemak dalam makanan yang dapat meningkatkan penyerapan karena sifatnya yang larut dalam lemak. Oleh sebab itu, strategi diet yang tepat sangat diperlukan untuk mengoptimalkan manfaat fisiologis beta-karoten

Bioavailabilitas dan stabilitas beta-karoten

Bioavailabilitas beta karoten tergantung pada berbagai faktor seperti sumber atau jenis pangan, struktur makanan, cara pengolahan, dan kandungan zat lain dalam makanan.

● Bahan pangan sumber beta-karoten mempengaruhi seberapa besar senyawa ini dapat diserap tubuh. Beta-karoten yang berasal dari campuran bahan pangan memiliki bioavailabilitas yang rendah, hanya sekitar 14%, terutama pada kelompok konsumen dengan gangguan penyerapan usus. Sebaliknya, beta-karoten yang terkandung dalam makanan utuh yang dikonsumsi tunggal seperti

ubi jalar oranye dan wortel lebih mendukung penyerapan oleh tubuh

● Sifat lipofilik (larut dalam lemak) beta-karoten juga mempengaruhi penyerapan. Adanya lemak dalam makanan dapat meningkatkan penyerapan beta-karoten secara signifikan. Misalnya, menambahkan alpukat pada makanan yang kaya beta-karoten terbukti dapat meningkatkan kadar beta-karoten dalam darah. Oleh karena itu, konsumsi beta-karoten sebaiknya disertai dengan lemak yang sehat

● Formulasi beta-karoten dengan senyawa bioaktif lain seperti vitamin E (tokoferol) atau kurkumin dapat meningkatkan

potensi antioksidannya sekaligus memperbaiki penyerapannya. Kombinasi ini tidak hanya melindungi beta-karoten dari oksidasi tetapi juga meningkatkan manfaat kesehatannya secara keseluruhan dalam aplikasi pangan fungsional

● Proses pengolahan makanan berperan penting dalam meningkatkan kecernaan betakaroten. Pemanasan seperti pengukusan atau perebusan dapat membantu melepaskan beta-karoten dari dinding sel bahan pangan, sehingga lebih mudah diserap saat dicerna. Namun, jika suhu terlalu tinggi atau waktu pemanasan terlalu lama, beta-karoten dapat

mengalami kerusakan. Beberapa metode pengolahan dilakukan untuk meningkatkan bioavailabilitasnya, diantaranya, teknologi nanoemulsi yang dapat melindungi beta-karoten dari kerusakan selama penyimpanan dan meningkatkan penyerapannya di saluran pencernaan. Selain itu, penggunaan pembawa berbasis lipid atau gel juga membantu menjaga stabilitas dan kelarutan beta-karoten dalam produk pangan berbasis air, meskipun beta-karoten sendiri bersifat tidak larut dalam air.

Tepung ubi jalar oranye

kaya beta-karoten

Beta-karoten dari ubi jalar oranye adalah aset gizi yang belum sepenuhnya dimanfaatkan secara maksimal. Dengan pemahaman akan teknik pengolahan yang tepat, terutama pre-treatment termal yang sederhana namun efektif, kita dapat mempertahankan nilai gizi sekaligus memperpanjang umur simpan produk pangan berbasis ubi jalar. Salah satu metode pengolahan untuk memperluas pemanfaatan ubi jalar oranye ini adalah dengan mengolahnya menjadi tepung. Tepung ubi jalar oranye hasil pengolahan dengan praperlakuan termal kini banyak dikembangkan sebagai bahan baku berbagai produk fungsional. Selain warnanya yang menarik, tepung ini menawarkan kandungan β-karoten yang tinggi, indeks glikemik rendah, serta bebas gluten. Produk-produk

seperti mi oranye, biskuit sehat anak, kukis bebas gluten, brownies rendah gula, hingga bubur instan kini sudah banyak diproduksi dari tepung ubi jalar oranye. Tak hanya di industri besar, peluang pengembangan ini juga terbuka luas bagi UMKM dan industri rumahan. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa penggunaan tepung ubi jalar oranye dalam campuran tepung terigu hingga 30% tidak hanya meningkatkan kualitas gizi produk, tetapi juga memberikan warna alami tanpa pewarna sintetis

Dalam proses pembuatan tepung ubi jalar kuning atau oranye, tahap awal berupa praperlakuan pemanasan (thermal pre-treatment) sangat krusial untuk menjaga kestabilan β-karoten selama pengeringan dan penyimpanan. Tujuan utama dari perlakuan ini adalah menginaktivasi enzim degradatif seperti lipoksigenase dan peroksidase, yang dapat memicu oksidasi β-karoten saat pengolahan berlangsung.

Beberapa metode praperlakuan yang telah terbukti efektif antara lain:

a. Blansir (blanching), proses pencelupan irisan ubi ke dalam air panas, selama 1–3 menit. Blansir mampu menonaktifkan enzim, mengurangi mikroorganisme, dan memperlambat reaksi degradasi beta-karoten saat pengeringan.

Blansir dalam larutan asam sitrat juga dapat menstabilkan warna dan memperlambat reaksi oksidatif.

b. Perebusan singkat (short boiling),

perebusan dalam air mendidih selama 5–10 menit dapat mengurangi kehilangan beta-karoten dibandingkan perebusan dalam waktu lama. Perebusan ini membantu memecah dinding sel, memudahkan pengeringan, serta menghambat aktivitas enzim.

c. Pengukusan (steaming), metode ini relatif lebih ringan efeknya dibandingkan perebusan karena tidak melibatkan kontak langsung dengan air. Pengukusan pada suhu 100°C selama 5–10 menit juga terbukti efektif dalam mempertahankan kandungan beta-karoten, sekaligus menjaga tekstur dan warna ubi yang akan dikeringkan.

d. Perendaman dengan bahan pengasam, car aini dapat menghambat reaksi oksidasi dengan mengontrol pH enzim. Tingkat keasaman media sangat mempengaruhi aktivitas enzim polifenol oksidase, di mana enzim ini sangat aktif dalam rentang pH netral hingga asam. Perendaman ubi jalar dalam larutan asam sitrat atau sodium acid pyrophosphate (SAPP) dengan konsentrasi 2-3%, selama 15 – 30 menit menit cukup efektif dalam menjaga warna dan kestabilan betakaroten.

Setelah tahap praperlakuan, ubi jalar biasanya dikeringkan menggunakan oven bersuhu rendah atau cabinet dryer untuk mempertahankan stabilitas

beta-karoten. Penggunaan suhu rendah dengan waktu pengeringan yang diperpanjang terbukti lebih efektif dalam mempertahankan pigmen dibandingkan pengeringan suhu tinggi dalam waktu singkat.

Pemanfaatan ubi jalar oranye tinggi beta-karoten sebagai solusi pangan lokal telah berhasil dilakukan di berbagai negara. Strategi serupa dapat diterapkan di Indonesia, terutama di daerah dengan prevalensi stunting dan kekurangan vitamin A yang tinggi. Melalui integrasi antara riset ilmiah, teknologi pangan lokal, dan penguatan ekonomi masyarakat, ubi jalar oranye dapat bertransformasi dari pangan tradisional menjadi solusi fungsional dalam membangun ketahanan gizi dan kemandirian pangan nasional.

Referensi:

Bohn, T., Desmarchelier, C., El, S., Keijer, J., Schothorst, E., Rühl, R., … & Borel, P. (2019). Β-carotene in the human body: metabolic bioactivation pathways –from digestion to tissue distribution and excretion. Proceedings of the Nutrition Society, 78(1), 68-87. https://doi.org/10.1017/s0029665118002641

Chen, Q., Wu, B., Pan, D., Sang, L., & Chang, B. (2021). Beta-carotene and its protective effect on gastric cancer. World Journal of Clinical Cases, 9(23), 65916607. https://doi.org/10.12998/wjcc.v9.i23.6591

Suryana, M., Haziman, M., Islamawan, P., Hariadi, H., & Yusuf, D. (2023). Use of beta-carotene pigment to improve food product chemical and sensory qualities: a review. Journal of Functional Food and Nutraceutical. https://doi.org/10.33555/jffn.v4i2.92

Tufail, T., Ain, H., Noreen, S., Ikram, A., Arshad, M., & Abdullahi, M. (2024). Nutritional benefits of lycopene and beta‐carotene: a comprehensive overview. Food Science & Nutrition, 12(11), 8715-8741. https://doi. org/10.1002/fsn3.4502

Antosianin Alami untuk Pewarna Pangan BUAH BUNI:

Oleh Meta Mahendradatta Teknologi Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar

PATPI Cabang Makassar

Warna adalah komponen kunci untuk meningkatkan nilai selera dan penerimaan konsumen terhadap produk pangan. Salah satu cara untuk mengoptimalkan warna pada produk pangan adalah dengan penggunaan pewarna.

Pewarna pengan memiliki beberapa tujuan dalam penggunaanya seperti i) memperbaiki penampakan produk pangan yang memudar akibat pengolahan, ii) memperoleh warna yang seragam pada komoditas yang warna alaminya tidak seragam, iii) memperoleh penampakan yang menarik dari bahan aslinya, iv) untuk identitas produk, v) indikator visual dari kualitas, vi) serta mempertegas warna produk disesuaikan dengan sumber alaminya. Pewarna produk pangan secara umum dibagi menjadi pewarna alami, pewarna identik alami, dan pewarna sintetis. Sebagai bahan tambahan, pewarna pangan memiliki keunggulan dan kelemahannya masing-masing. Pewarna alami diperoleh dari bahan alami yang berasal dari lingkungan alam kita yaitu dari tanaman maupun hewan.

Buah buni dan pemanfaatannya

Salah satu bahan alami yang cukup melimpah di Indonesia adalah buah buni (Antidesma bunius). Antidesma bunius merupakan tanaman asli Indonesia dan telah dibudidayakan di pekarangan rumah sebagai peneduh dan sumber buah. Buah buni memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi sehingga berpotensi untuk dikembangkan sebagai ingridien yang menyehatkan. Pemanfaatan buah buni selama ini adalah sebagai buah segar, bahan untuk campuran rujak, salad, asam-asam ikan, diolah menjadi

sirup, jeli, saus, dan campuran dalam minuman. Bioaktivitas buah buni adalah antioksidan, antibakteri, antikanker, anti-diabetes melitus, antiinflamasi dan antikolesterol sehingga memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai nutraseutikal, terutama sebagai pangan yang kaya antikanker dan antioksidan (Silalahi dkk., 2022). Buah buni mengandung antosianin sebesar 141,94 mg/100 g bahan, lebih tinggi daripada kadar antosianin pada apel, kubis merah, plum, dan stroberi. Antosianin berwarna merah dalam keadaan asam dan warna merah ini digunakan sebagai pewarna alami yang berasal dari buah buni. Karena memiliki kandungan air yang cukup tinggi yaitu 81,54%, buah buni mudah mengalami kerusakan. Selain itu juga karena tergolong buah musiman sehingga untuk pemanfaatan yang lebih luas perlu dilakukan pengolahan.

Sebuah penelitian mengkaji pengaruh tingkat kematangan dan metode pengolahan (blansir dan pengukusan) terhadap profil antioksidan dan aktivitas antioksidan in-vitro dari daging dan biji buah buni (Antidesma bunius (Linn.) Spreng var. Kalabaw).

Buah buni dibedakan atas tiga tingkat kematangan (mentah, setengah matang, dan matang). Biji dari sampel dipisahkan dari daging buahnya. Biji dan daging buah dikeringkan, diekstraksi, dan dianalisis kandungan antioksidannya (kandungan fenolik total, flavonoid total, dan antosianin total) serta aktivitas antioksidannya dengan metode DPPH, ABTS, dan FRAP. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa tingkat kematangan dan metode pengolahan secara signifikan memengaruhi kandungan antioksidan dan aktivitas antioksidan sample. Selain itu, kecuali untuk uji FRAP yang dilakukan pada sample daging, semua uji menunjukkan bahwa ada interaksi yang signifikan antara pengaruh kematangan dan metode pengolahan terhadap kandungan antioksidan dan aktivitas antioksidan daging dan biji buah buni. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa daging dan biji yang matang sempurna menghasilkan kandungan antioksidan dan aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingkan dengan daging dan biji yang setengah matang dan mentah, sedangkan daging dan biji

yang direbus secara umum memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan dengan daging dan biji yang tidak diolah dan dikukus (Sartagoda dkk., 2021).

Buah buni sebagai

pewarna pangan

Buah buni dapat digunakan sebagai pewarna alami karena adanya kandungan antosianin yang menghasilkan warna merah pada pH rendah (1-3). Antosianin dalam buah buni merupakan zat warna yang dapat dijadikan sebagai alternatif pengganti pewarna sintetis yang aman bagi kesehatan. Sebuah penelitian telah mengkaji perubahan kualitas bubuk

pewarna alami buah buni selama penyimpanan. Pembuatan ekstrak buah buni dilakukan dengan pelarut akuades dan asam sitrat 3% dengan perbandingan 1:3 dan penambahan maltodekstrin sebanyak 15%. Bubuk pewarna alami buah buni dikemas dengan plastik PP dan disimpan pada suhu 28°C, 35°C dan 55°C untuk diamati perubahan total antosianin dan warnanya selama penyimpanan.

Terjadinya degradasi pigmen antosianin oleh panas menyebabkan total antosianin dan warna yang dimiliki oleh bubuk pewarna alami buah buni menjadi semakin menurun. Pendugaan umur simpan bubuk pewarna alami buah buni diperoleh dari energi aktivasi yang terendah yang terdapat pada total antosianin. Hasil penelitian menunjukkan karakteristik bubuk pewarna alami buah buni yaitu rendemen 13,59%, vitamin C 12,54 mg/100 g bahan, kelarutan dalam air 73,9%, total antosianin 56,24 mg/100 g bahan, kadar air 2,52% dan warna merah. Berdasarkan parameter total antosianin, lama penyimpanan yang dapat dilakukan adalah pada suhu 28°C selama 214 hari, suhu 35°C selama 101 hari dan suhu 55°C selama 14 hari dengan nilai energi aktivasi sebesar 19,85 Kkal. Bubuk pewarna alami sebaiknya disimpan pada suhu dingin agar memiliki umur simpan yang lebih panjang (Permatasari & Deofsila, 2021).

Penelitian lain membuat tiga formula konsentrasi ekstrak buah buni 1%, 2% dan 3% dengan menggunakan maltodekstrin 10%. Untuk memberikan

perlindungan pada komponen antosianin maka dilakukan proses mikroenkapsulasi. Mikrograf yang dihasilkan memiliki karakteristik warna yang hampir sama dengan buah buni yaitu berwarna merah hingga ungu. Kestabilan dari mikrokapsul yang paling baik dapat dilihat pada formula dengan konsentrasi ekstrak 1%, nilai efisiensi penyerapan sebesar 78,26%, setelah analisis SEM diperoleh bentuk mikrostruktur pori yang seragam

dibandingkan dengan formula yang lain (Syamsinar dkk., 2018).

Di bidang industri, terdapat beberapa teknologi yang dikembangkan untuk mendapatkan pewarna alami dari sumbernya, yaitu ekstraksi menggunakan pelarut, ekstraksi menggunakan CO2 superkritis, ekstraksi menggunakan CO2 superkritis dengan co-solvent, serta emulsifikasi dan enkapsulasi. Sedangkan, untuk proses pemurniannya dapat menggunakan

proses fraksinasi, pemisahan menggunakan membran, dan pemisahan menggunakan kolom kromatografi.

Pemilihan proses tersebut berdasarkan pada keberadaan pewarna dalam matrik sumbernya dan pertimbangan untuk mendapatkan sifat pewarna yang diinginkan.

Sebuah penelitian telah mengkaji komponen volatil yang terdapat dalam ekstrak buah Antidesma bunius dengan metode GC-MS. Hasil penelitian

memperoleh lima puluh senyawa dengan konsentrasi terbesar adalah 5-hydroxymethylfurfural (5-HMF) Selain itu, ada beberapa senyawa yang dapat digunakan sebagai agen penyedap rasa yaitu 2-sikloheksenon, 2-Methylbutyl propionate, dan Metil 2-furoat (Yelliantty, 2022). Di masa mendatang, buah buni dapat dikembangkan sebagai pewarna alami untuk makanan dan juga penyedap rasa dengan kajian proses yang lebih mendalam dan peruntukkannya yang lebih tepat.

Referensi:

Marina Silalahi, Endang C. Purba, IGA Rai Sawitri, Riska S. Wahyuningtyas, Novika Sitepu. 2022. Antidesma bunius (L.) Spreng; Foodstuffs and Its Bioactivity. Journal of Tropical Ethnobiology Vol.5 No.1: 19-29.

Kristel June Sartagoda, Ma. Cristina Ilano, Lloyd Earl Flandez, Katherine Ann Castillo-Israel. 2021. Evaluation of the Antioxidant Activity of Bignay (Antidesma bunius (Linn.) Spreng var. Kalabaw) Flesh and Seeds as Affected by Maturity and Processing Method. Chiang Mai University Journal of Natural Sciences: https://cmuj.cmu.ac.th CMUJ. Nat. Sci. 20(2): e2021042.

Niken Ayu Permatasari dan Yusma Kurnia Deofsila. 2021. Perubahan Kualitas Bubuk Pewarna Alami Buah Buni (Antidesma bunius (L) Spreng) Selama Penyimpanan dengan Menggunakan Metode Akselerasi. Jurnal Teknologi Industri Pertanian 31 (2): 176-189.

Syamsinar, Nawalu Saputri, Risnayanti, Michrun Nisa. 2018. Mikroenkapsulasi Ekstrak Buah Buni Sebagai Food Safety Colouring. Pharmacy Medical Journal Vol.1 No.2, 73-81.

Yelliantty, Rahmana Emran Kartasasmita, Slamet Ibrahim Surantaatmadja, Yaya Rukayadi. 2022. Identification of chemical constituents from fruit of Antidesma bunius by GC-MS and HPLC-DADESI-MS Food Sci. Technol, Campinas, v42, e61320, DOI: https://doi.org/10.1590/fst.61320

EKSPLORASI CITA RASA KOPI HASIL PROSES ENZIMATIS

Oleh Yuli Witono

Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember Ketua II Pengurus Pusat Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia

President of FANRes International Network

Saat ini, kopi berperan penting dalam gastronomi dengan menghadirkan karakter unik, serta mempunyai kompleksitas rasa dan aroma khas dari berbagai bentuk sajian. Setiap daerah di Indonesia memiliki cita rasa dan keunikan kopi yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti cara pengolahan, geografis serta varietas, sehingga kopi asal Indonesia memiliki karakteristik sensoris yang kaya dan khas. Tantangan industri kopi saat ini bukan hanya menjaga dan meningkatkan produksi, tetapi juga menciptakan nilai tambah dan diferensiasi produk sehingga mampu bersaing di pasar global.

Tren perkembangan cita rasa kopi mengalami pergeseran. Konsumen saat ini lebih menekankan pada eksplorasi sensoris di setiap tegukannya. Hal ini ditandai dengan meningkatnya peminat

kopi yang menawarkan cita rasa unik seperti winey, floral, spicy dan fruity. Adanya gerakan third wave coffee juga mendorong penghargaan bagi asalusul kopi, cara penyeduhan dan metode budidaya. Literasi konsumen yang meningkat melalui festival kopi dan cupping, menjadikan konsumen lebih kritis dan eksploratif terhadap rasa kopi. Prediksi tren rasa kopi kedepannya akan mengarah pada personifikasi cita rasa berdasarkan preferensi sensoris.

Tren pasar kopi spesialti turut menarik perhatian masyarakat dengan berbagai perkembangannya. Namun di tengah tren tersebut, hadirlah kopi fermentasi yang mencuri perhatian penikmat kopi dan pelaku usaha. Dengan hadirnya kopi fermentasi, maka membuka pengalaman baru untuk mencicipinya. Teknologi fermentasi

Kopi memiliki sejarah yang panjang dan menjadi bagian dari perkembangan ilmu pengetahuan pangan. Kopi tidak hanya berperan sebagai minuman berkafein, tetapi juga memiliki kekayaan rasa dari berbagai geografis dan proses pengolahan.

bukanlah hal baru bagi penanganan pascapanen kopi, namun pendekatan kreatif dan teknologi terkontrol mampu menghadirkan rasa fruity, eksplosif, aftertaste dan aroma yang unik. Seiring berkembangnya waktu, para pelaku usaha atau industri menaruh perhatian besar pada pascapanen dan pengolahan yang merupakan fase krusial terhadap rasa kopi.

Kopi ‘terfermentasi’ secara enzimatis

Aroma harum serta rasa kompleks pada secangkir kopi dihadirkan dari tahap krusial pascapanen yaitu proses fermentasi. Awalnya, fermentasi hanya dikenal sebagai proses pemisahan lapisan lendir setelah panen. Namun dengan kemajuan teknologi khususnya di bidang pangan, fermentasi dikenal

sebagai salah satu tahapan eksplorasi rasa yang sangat krusial. Braga et al. (2023), proses fermentasi biji kopi dapat membentuk kesan mild, mengurangi rasa pahit (slightly bitter) dan mengurangi keasaman (smooth acidity). Fermentasi secara konvensional dapat dilakukan menggunakan mikroorganisme spontan atau liar. Salah satu contoh fermentasi yang dilakukan oleh mikroorganisme adalah dengan bantuan Rhizopus oligosporus sehingga menghasilkan kenaikan senyawa precursor aroma. Namun dengan berkembangnya waktu, maka fermentasi secara enzimatis sangat menarik perhatian. Selain membuka pengetahuan dan ruang kreasi baru, fermentasi enzimatis dapat mendorong dialog terbaru antara gastronomi dan sains. Dengan adanya fermentasi enzimatis,

kopi tidak hanya sebagai hasil alam, melainkan produk pangan terfermentasi dengan kontrol tinggi. Fermentasi enzimatis menggunakan enzim spesifik dari mikroba ataupun tanaman. Proses enzimatis digunakan untuk mempercepat degradasi senyawa pada biji kopi. Enzim yang ditambahkan dapat memecah protein, polisakarida dan senyawa fenolik yang mempengaruhi aroma dan rasa kopi, pembentukan senyawa volatil serta non-volatil. Jenis enzim yang digunakan dapat mempengaruhi karakteristik kopi yang dihasilkan seperti asam, aftertaste, body dan lain sebagainya. Daisa et al.

(2017) menyatakan bahwa penambahan enzim papain pada proses fermentasi dapat menurunkan kadar kafein dan memperbaiki rasa serta aroma kopi. Selain enzim papain, getah dari tanaman biduri (calotropin) dapat dimanfaatkan dalam proses fermentasi enzimatis. Pemanfaatan calotropin dalam bidang pangan diantaranya sebagai pengempuk daging, pengembangan flavor (Witono et al. 2025), pembuatan keju dan efektif untuk mengekstrak virgin coconut oil (VCO). Melalui proses enzimatis menggunakan calotropin, sejenis kopi robustapun dapat dikembangkan menjadi kopi spesialti. Penambahan

enzim calotropin pada fermentasi kopi menghasilkan hasil akhir score cup test 84 (specialty grade). Selain itu, dengan penambahan enzim calotropin pada kopi maka terjadi pembentukan senyawa volatil aroma dan flavor seperti pyrazin, furan, phenol, aldehyde dan acid. Senyawa pyrazin dan furan berkontribusi pada pembentukan flavor kopi sedangkan phenol dan acid dapat membentuk aroma phenolic dan sour pada kopi. Senyawa golongan aldehyde (furfural) berkontribusi terhadap aroma sweet pada kopi.

Teknologi imobilisasi enzim untuk fermentasi kopi

Perkembangan fermentasi kopi terus dilakukan baik secara anaerobic, karbonik, fermentasi terinokulasi hingga teknik enzimatis secara imobilisasi.

Salah satu teknologi terbaru ialah penerapan imobilisasi enzim untuk proses fermentasi. Teknologi imobilisasi enzim mampu membuka peluang bagi pengolahan kopi, mengoptimalkan rasa dan efisiensi produksi. Imobilisasi enzim dikembangkan dengan proses penjerapan atau penempatan enzim pada bahan inert atau matrik seperti alginat ataupun kitosan. Pengaplikasian teknik imobilisasi digunakan untuk menstabilkan dan melindungi enzim dari kerusakan akibat suhu ataupun pH.

Selain itu, aktivitas enzim imobilisasi lebih konstan saat penggunaan dua kali dibandingkan dengan enzim bebas. Penerapan imobilisasi enzim telah banyak dilakukan diantaranya pada

pembuatan keju, jus buah dan sirup glukosa. Namun untuk pengaplikasian di bidang fermentasi merupakan langkah baru dalam pengembangan kopi yang berkualitas.

Saat enzim diubah dalam bentuk imobilisasi, maka proses fermentasi menjadi lebih efisien dan konsisten.

Selain itu, terjadi pengendalian terhadap tingkat degradasi komponen dalam kopi. Dengan adanya pengendalian tersebut, maka berdampak pada pembentukan cita rasa dan aroma kopi. Teknologi imobilisasi enzim dapat dilakukan dengan metode penjebakan. Metode ini bersifat irreversible dengan penjeratan gel, serat ataupun mikroenkapsulasi. Penggunaan enzim imobilisasi pada kopi, mampu menciptakan diferensiasi rasa khas dan bernilai. Selain itu, penggunaan enzim imobilisasi berdampak pada kandungan senyawa volatil pada kopi. Senyawa yang teridentifikasi seperti alkana, ketones, acids, furans, alcohols, pyrazines, furanone, pyrroles, pirydine, alkanoid, phenol, amina, ester, aldehides, dan hydrocarbons.

Referensi:

Braga, A. V. U., Miranda, M. A., Aoyama, H., & Schmidt, F. L. (2023). Study on coffee quality improvement by self-induced anaerobic fermentation: Microbial diversity and enzymatic activity. Food Research International, 165, 1-14.

Daisa, J., Rossi, E., & Dini I. R. (2017). Pemanfaatan ekstrak kasar enzim papain pada proses dekafeinasi kopi robusta. Jom Faperta, 4(1): 1-14.

Witono, Y., Indah Kartikosari, D., Azkiyah, L., & Wahyuni, L. (2025). Characteristics of catfish (Clarias sp.) smart flavor with enzymatic hydrolysis using calotropin. Advances in Food Science, Sustainable Agriculture and Agroindustrial Engineering, 8(1), 448–456.

Di balik Nama Laksa: Jejak Awal Cita Rasa Legendaris

Oleh Abdullah Muzi Marpaung Food Technology Department, Swiss German University, Indonesia

Laksa saat ini dikenal sebagai sejenis hidangan berkuah khas Indonesia, Malaysia, dan Singapura dengan banyak varian. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) laksa dijelaskan sebagai masakan berkuah mengandung rempah, biasanya berisi sohun, daging, ikan, sayuran, dan sebagainya. Akan tetapi, dokumen-dokumen lama menunjukkan bahwa semula laksa bukanlah nama masakan.

Pada dua kamus Melayu-Inggris

paling awal (Marsden 1812 dan Crawfurd 1852) dijumpai lema laksa sebagai kata ‘bilangan’ yang setara dengan ‘puluh ribu’. Kedua kamus ini mengindikasikan bahwa pada awalnya laksa dalam bahasa Melayu tidak ada kaitan dengan pangan. Tak lama sesudah kamus Crawfurd, terbit kamus Belanda-Melayu (Eysinga 1855) yang mencantumkan arti lain dari laksa yaitu vermicellie (produk pasta berbasis tepung) dengan sinonimnya bami dan so-on. Kamus Sunda-Inggris (Rigg 1862) juga memuat keterangan serupa: vermicelli, rice paste made

into long stringy slips. Tampaknya di pertengahan abad ke-19 inilah laksa juga dikenal sebagai sejenis bahan makanan (ingridien). Meskipun demikian, beberapa kamus yang lebih muda masih mencantumkan laksa dengan satu makna saja (Pijnappel 1863; Grashuis 1898; Jansz 1906; Akkerman 1910).

Sebagai nama bahan makanan, tidak terdapat perbedaan makna laksa antara satu kamus dengan kamus lain. Semuanya sejalan dengan Eysinga dan Rigg. Secara umum laksa digambarkan sebagai sejenis makaroni yang mirip dengan vermiseli atau bahkan sebagai sinonim dari vermisel, yaitu produk pasta berbasis tepung (Pijnappel 1875; Halkema 1881; Klinkert 1902; Van der Burg 1904; Badings 1913; Visser 1913; Ochse 1931; Lameijn 1938). Deskripsi ini tidak berubah pada kamus-kamus yang terbit setelah Indonesia merdeka (Poerwadarminta 1954; Echols 1963; van Goor 1966).

Laksa banyak disertakan dalam buku-buku resep yang terbit pada abad

ke-19 hingga pertengahan abad ke20. Semuanya menyebut laksa sebagai sejenis bahan atau ingridien dari aneka masakan seperti soto ayam (Keijner 1930; De Bond 1934), pastel (Cornelia 1864; Van Dorp 1870; Keijner 1930), kimlo (Cornelia 1864; Djawa Kokkie 1902), perkedel, sayur tumis, kari daging dan kari jawa (Keijner 1930).

Beberapa masakan yang menggunakan laksa sebagai bahan utama diberi nama laksa seperti laksa goreng (Cornelia 1864), kari laksa (Van Dorp 1870; Hoffman-Cosijn 1909; Schoppel 1938; Meijden 1942); ayam laksa (Djawa Kokkie 1902; Patti 1907; Hoffman-Cosijn 1909; Meijden 1942) dan kelan laksa (Rekso Negoro 1936). Terdapat pula nama masakan yang menyertakan kata laksa yang digandengkan dengan nama daerah atau wilayah, seperti laksa ‘Cina, Portugis, Bali’ (Cornelia 1864) dan laksa ‘palembang’ (Van Dorp 1870). Paparan ini menunjukkan bahwa kedudukan laksa sama dengan mi dan nasi yang dapat menjadi bahan utama dari aneka masakan seperti mi ayam, mi goreng, mi siram, mi kocok bandung, nasi goreng, nasi lemak, nasi dagang, nasi ulam, dan lain-lain.

Tidak mudah untuk memastikan sejak kapan laksa bergeser dari ingridien menjadi nama hidangan. Jejak awalnya sudah terlihat pada sebuah buku (Anonim 1930) yang memuat resep laksa. Berdasarkan resep tersebut dapat dideskripsikan bahwa laksa ialah hidangan berkuah dari bihun, ayam suwir, telur rebus, dan udang, disajikan dengan kuah santan berbumbu rempah,

serta dilengkapi daun kemangi atau seledri dan bawang goreng. Kemudian pada Indische Groenten (Ochse 1931) disebutkan bahwa laksa ialah masakan, terdiri atas sejenis bihun yang dibuat dari tepung beras, diwarnai kuning dengan kari, dan dicampur dengan cabai, garam, dan daun kemangi. Sekalipun demikian, definisi laksa sebagai ingridien masih dominan di banyak pustaka lain. Laksa (masakan) tampaknya benarbenar menggeser kedudukan laksa (ingridien) pada masa tahun 70-an. Hal ini mungkin terjadi karena tidak ada kepentingan untuk mempertahankan laksa sebagai nama ingridien, sebab ia dapat digantikan oleh bihun, sohun, bahkan vermiseli yang sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia. Sehingga sampailah kita ke masa sekarang yang menempatkan laksa sebagai aneka hidangan berkuah yang salah satu bahan utamanya adalah bihun. Akan tetapi berbeda halnya dengan negara tetangga kita Malaysia. Dalam bahasa Melayu Malaysia laksa ingridien dan laksa masakan sama-sama mendapatkan tempat. Laksa diartikan sebagai adunan tepung beras yang bentuknya seperti mi tetapi berwarna putih dan sejenis masakan yang menggunakan laksa.

Akankah bahasa Indonesia kelak akan mengikuti bahasa Melayu Malaysia dengan menyertakan lema laksa sebagai ingridien? Tantangan yang segera dihadapi dunia pangan adalah melakukan diferensiasi karakteristik antara bihun, sohun, vermiseli, laksa, dan kwetiau.

MINI DIREKTORI

PT REL-ION STERILIZATION SERVICES

Eliminasi Bakteri Patogen, Sterilisasi, Polimerisasi

021-88363728, 021-8836 3729 021-88321246

yayuk@rel-ion.co.id

www.rel-ion.com

GNT Group B.V.

EXBERRY® is the leading brand of Coloring Foods for the food and beverage industry. Coloring Foods are made from fruits, vegetables, and edible plants using a physical manufacturing process processed with water.

+65 6659 4180

info-singapore@gnt-group.com

www.exberry.com

PT Alfascale Indonesia

Sole Agent and Service Center of OHAUS in Indonesia. At Alfascale, we offer OHAUS products and provide calibration, maintenance, repairs, and expert support to ensure lasting precision.

(021) 45841415

marketing@alfascale.co.id

https://www.qode.bio/alfascaleid/ home

PT. Mitra Kualitas Abadi (Catalyst Consulting) Training, Consulting, Assesment/audit, Mystery Shopping Provider 021-3952 4220

+62 813-8250-7245

info@catalystconsulting.id www.catalystconsulting.id Catalyst Consulting consulting.catalyst Catalyst Consulting

EKONID - AHK Indonesien

+62 21 5098 5800 ext. 229

+62 21 5098 5801

https://www.iba-tradefair.com/

Jl. H. Agus Salim No. 115, Jakarta 10310

PT. Brenntag

We are your food and nutrition partner for innovative and sustainable solutions

Graha Pratama Building, 17th Floor, Jl. M.T. Haryono Kav. 15 12810

Jakarta Selatan Indonesia

brenntag.com

BENEO Asia Pacific Pte. Ltd.

+65-6778-8300

contact@beneo.com

10 Science Park Road #03-21 / 22 / 23 / 24 117684 Singapore

PT KH ROBERTS INDONESIA

At KH Roberts, we leverage our deep expertise in flavour science and strong understanding of consumers’ needs to craft future flavours that deliver delight to consumers around the world.

021 87900778 / 021 89700723

info.id@kh-roberts.com

www.kh-roberts.com

https://www.linkedin.com/company/kh-roberts/

Eriez Australia

Established in 1942, Eriez is a global leader in separation technologies. Our commitment to innovation has positioned us as a driving market force in several key technology areas, including magnetic separation, metal detection and material handling equipment.

+613 8401 7400

www.eriez.com

Juni 2025

Dairy and Protein Based Beverages

Minuman berbasis susu (dairy) dan protein merupakan segmen yang dinamis dalam industri pangan, didorong oleh meningkatnya kesadaran konsumen terhadap kesehatan dan pemahaman akan kandungan gizi. Minuman dairy, yang secara tradisional populer, terus berinovasi melalui diversifikasi produk seperti susu rendah laktosa, susu dengan fortifikasi vitamin dan mineral, serta minuman fermentasi seperti kefir dan yoghurt. Inovasi ini bertujuan untuk memenuhi preferensi konsumen yang beragam dan menawarkan nilai tambah fungsional. Sejalan dengan itu, minuman berbasis protein mengalami pertumbuhan signifikan. Sumber protein dapat berasal dari whey, kasein, kedelai, kacang polong, beras, dan protein nabati lainnya. Produk dalam kategori ini tidak hanya menyasar konsumen spesifi seperti atlet dan individu yang aktif secara fisik, tetapi juga konsumen umum yang mencari alternatif praktis untuk meningkatkan asupan protein harian. Formulasi produk sering kali memperhatikan aspek rasa, tekstur, dan kemudahan konsumsi. Untuk itu, FoodReview Indonesia edisi mendatang akan membahas Dairy and Protein Based Beverages, sehingga industri pangan dapat terus berinovasi dan memenuhi kebutuhan pasar yang terus berkembang.

Pemasangan iklan, pengiriman tulisan atau berita seputar teknologi dan industri pangan, silakan hubungi:

FOODREVIEW INDONESIA

telepon (0251) 8372333 | +62 811 1190 039

email: redaksi@foodreview.co.id & marketing@foodreview.co.id Cantumkan nama lengkap, alamat, email dan nomor telepon Anda.

AGENDA PANGAN

MEI

21-24

Mei 2025

JUNI

12 - 15

Juni 2025

JULI

22 - 25

Juli 2025

29 - 31

Juli 2025

AGUSTUS

22 - 24

Agustus 2025

Jogja Int'l Food & Beverage Expo

Jogja Expo Center, Yogyakarta

SEPTEMBER

17 - 19

September 2025

Fi Asia Thailand

Queen Sirikit National Convention Center (QSNCC), Bangkok

OKTOBER

East Food Indonesia

Grand City Convex, Surabaya

Food & Hospitality Indonesia

JIEXPO, Kemayoran Jakarta

Food Manufacturing Indonesia

JIEXPO, Kemayoran Jakarta

21 - 24

Oktober 2025

NOVEMBER

5 - 7

November 2025

12 - 15

November 2025

ALLPack Indonesia

JIEXPO, Kemayoran Jakarta

HEATECH Indonesia

JIEXPO, Kemayoran Jakarta

SIAL InterFood Indonesia

JIEXPO, Kemayoran Jakarta

Jogja International Food & Hospitality Exhibition (JIFHEX)

Graha pradipta Jogja Expo Center, Yogyakarta

UP TODAY TO RECEIVE YOUR

If you have a friend or colleague who would be interested in receiving FoodReview Indonesia, please feel free to share the latest issue, and our special digital subscription offer with them today.

Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.