
3 minute read
Reni Astuti Ingatkan Pentingnya Intervensi dan Akurasi Data
MASIH tingginya angka keluarga miskin hingga kemiskinan ekstrem di kota Surabaya membuat Wakil
Ketua DPRD Kota Surabaya Reni Astuti berusaha mengurai hingga mencarikan solusi. Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu berharap Surabaya yang merupakan kota metropolitan terbesar ke dua terbebas dari kemiskinan.
Advertisement
Berdasar catatan ternyata jumlah keluarga miskin ekstrem di Surabaya mencapai 23.530. Ini yang harus menjadi perhatian Pemkot Surabaya untuk segera mengentasnya, tentunya dengan program pemkot yang jelas dan terukur.
Penanganan kemiskinan di Surabaya menurut Reni Astuti harus melihat akurasi data. Dari data
Dinas Sosial Surabaya ketika masih menggunakan istilah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) per Januari 2022 jumlah keluarga miskin mencapai 1,3 juta jiwa. Kemudian data dilakukan akurasi, dengan dibantu RT dan RW serta Kader Surabaya Hebat (KSH).
Data pun kembali berubah di bulan Oktober 2022 menjadi 638.616 keluarga miskin. Perubahan data itu dikarenakan ada yang pindah KK, meninggal dunia, pegawai non ASN masuk di MBR yang dikeluarkan, hingga ada yang sudah mampu. Data keluarga miskin per Januari 2023 turun kembali menjadi 219.427. “Saya memberikan catatan dari angka 1,3 juta keluarga miskin ke 638.616 keluarga miskin harus benar-benar tepat. Kalau pengukurannya kurang presisi maka nanti fakta kemiskinan yang ada tidak terpotret secara bagus,” kata Reni, Minggu (12/2).
Pemkot Surabaya mempunyai kewajiban untuk mengentaskan keluarga miskin di tahun 2025. Hal itu tertuang di dalam Perwali 106 tahun 2022 tentang tata cara pengumpulan, pengolahan dan pemanfaatan data keluarga miskin. Sedangkan untuk keluarga miskin ekstrem harus terentaskan di tahun 2024. “Arahan dari presiden untuk keluarga miskin ekstrem di tahun 2024 setiap pemerintah daerah wajib untuk mengentaskan keluarga miskin ekstrem,” tutur Reni.
Yang dimaksud dari keluarga miskin ekstrem yakni setiap harinya sangat susah, pengeluaran pun Rp 11 ribu. Reni mendorong pemkot agar perhatian maupun penanganan untuk keluarga miskin ekstrem, miskin, dan pra miskin harus integral atau menyeluruh. Bahkan ia mengkhawatirkan ketika penanganan salah strategi, yang pra miskin menjadi miskin, yang miskin menjadi miskin ekstrem. “Jangan sampai salah strategi dan itu harus hati-hati,” tegasnya.

Oleh karena itu perlu ada strategi yang tepat dan akurat. Menurut Reni akurasi data dibutuhkan agar bantuan tepat sasaran, kemudian OPD terkait maupun camat dan lurah harus turun ke lapangan. Jangan ketika diingatkan atau ada perintah dari wali kota saja kemudian baru bergerak. “Namun setiap saat harus bergerak memastikan kondisi di setiap wilayah,” imbuhnya. Layanan pengaduan di setiap wilayah dari kelurahan hingga RW harus ada sehingga data terus ter-update. Karena data kemiskinan bersifat aktif sehingga setiap laporan RT maupun RW selalu ada setiap bulan sekali. “Yang harus dilakukan itu mencari siapa dan dimana keluarga miskin. Memastikan ketika ditemukan ada yang tidak mampu (miskin) tapi tidak masuk data harus dilakukan intervensi. Intinya intervensi dan akurasi data ini yang penting,” terang politisi perempuan dari PKS itu. Tak hanya itu, menurut Reni strategi lainnya adalah melakukan perlindungan untuk mengurangi beban kemiskinan. Misalnya dengan memberikan beasiswa mulai dari KIP maupun PIP maupun beasiswa dari Pemkot Surabaya. Bantuan jaminan kesehatan seperti BPJS PBI, bantuan permakanan hingga program dandan omah atau rehabilitasi rumah tidak layak huni (rutilahu).
Namun menurutnya ada yang belum dilakukan oleh Pemkot Surabaya yakni bantuan pangan, transportasi serta pemberdayaan untuk meningkatkan produktivitas pendapatan dengan menggali potensi keluarga miskin. Tak sampai di situ saja, bantuan masuk sekolah swasta yang belum tersistem dengan bagus juga tidak luput dari pengamatan Reni.

“Jadi bentuk perlindungan keluarga miskin ini masih ada yang kurang. Kemarin saya temukan saat reses. Ada yang tidak mampu mem- bayar sekolah. Ya, tidak terintervensi dari pusat melalui KIP dan PIP. Bahkan belum terbantu juga dari Pemkot Surabaya,” pungkasnya. (*/yok/ono)
Camat dan Lurah Wajib Tahu Profil Keluarga Miskin
STRATEGI mengentas kemiskinan tidak lepas dari mengetahui profil keluarga miskin secara door to door Karena dari situlah menjadi peta dalam menggali potensi keluarga miskin untuk meningkatkan produktivitas pendapatan.
Menurut Wakil Ketua DPRD Surabaya Reni Astuti, camat dan lurah wajib mengetahui profil keluarga miskin. Karena masih ditemukan camat dan lurah yang tidak mengetahui cara melakukan intervensi ketika ditemukan keluarga miskin di wilayahnya. Sehingga kemampuan camat dan lurah yang harus lebih ditingkatkan lagi.
“Camat dan lurah harus tahu profil warga miskin. Mulai jumlahnya berapa, usia produktifnya ada berapa, keahlian setiap orang apa, hingga nantinya menggali atau mengetahui potensi ekonomi di sekitarnya,” kata Reni.
Dengan harapan ketika menge- tahui profil keluarga miskin camat dan lurah bisa mengadakan MoU dengan lapangan pekerjaan yang ada di sekitar wilayahnya. Seperti
MoU dengan toko maupun hotel.
“Selama ini ada toko dan hotel tapi warga di sekitar lingkungan tidak dipekerjakan. Nah, ini yang harus dicermati,” ujarnya. Surabaya memang kota terbesar kedua se-Indonesia setelah Jakarta, potensi Surabaya sebagai kota perdagangan dan jasa sangatlah besar. Pertumbuhan ekonomi semakin hari meningkat. Bahkan menurut Reni kontribusi investasi yang disumbangkan Kota Surabaya ke Provinsi Jawa Timur mencapai 52 persen. Oleh karena itu sekarang yang mendesak adalah lurah, camat, dan OPD maupun Pemkot Surabaya berinovasi dengan potensi ekonomi di Surabaya yang begitu besar.
“Pertumbuhan ekonomi bisa menyejahterakan warga Surabaya utamanya warga miskin dan miskin ekstrem. Jangan sampai pembangunan ini tumbuh maju tidak bisa mengentaskan kemiskinan dan tidak dirasakan manfaatnya. Sehingga penanganan kemiskinan cuma gitu saja-saja,” tegas Reni. (*/ yok/ono )