
8 minute read
religi
Mengenal Pantang dan Puasa 4 Agama di Indonesia
Oleh: Antonia Sentia, Ludovika Krisa Marentini, dan Yosi Rima Riana
Advertisement
Menahan makan dan minum, serta perbuatan buruk yang membatalkan puasa sejak fajar hingga matahari terbenam adalah bagian dari perwujudan ketaqwaan umat muslim. Tak hanya umat muslim, beberapa agama di Indonesia juga memiliki tradisi berpuasa berdasarkan karakteristiknya masing-masing. Walau berbeda dalam segi tata cara pelaksanaannya, makna berpuasa dipandang sebagai tujuan baik seorang hamba kepada TuhanNya.
“
Sumber: detiknews.com
Puasa Menurut Ajaran Agama Islam
Puasa dalam ajaran agama Islam menjadi rutinitas yang akrab diketahui masyarakat Indonesia. Pada bulan Ramadhan, suasana tarawih, jajanan takjil menyambut berbuka, dan sahur akan mewarnai agenda satu bulan penuh. Puasa menjadi salah satu rukun Islam yang perlu ditunaikan dengan menahan hawa nafsu sejak terbit hingga tenggelamnya matahari.
Selain berpuasa di bulan Ramadhan, umat muslim juga melakukan beberapa puasa wajib dan puasa sunnah lainnya. Dalam wawancara bersama Ustadz Aqil, ia menjelaskan bahwa puasa sunnah ialah kegiatan berpuasa yang jika dikerjakan mendapatkan pahala, namun jika tidak dikerjakan tidak menjadi masalah, namun sangat dianjurkan untuk dilakukan.
“Tujuan bagi umat muslim melakukan puasa adalah untuk dapat belajar menjadi orang yang selalu merasa cukup, belajar menjadi orang yang sabar, menjadi orang yang pandai bersyukur, menjaga perasaan orang lain, dan belajar untuk konsisten.” Jelas Ustadz Aqil seraya memberi contoh Baginda Nabi Muhammad SAW sebagai sosok tokoh yang diteladani oleh umat muslim
dalam berpuasa.
Ia juga menambahkan bahwa dalam berpuasa terdapat beberapa pantangan yang harus dilakukan oleh umat muslim yaitu tidak boleh makan dan minuman sebelum waktu berbuka puasa tiba, tidak diperkenankan untuk berbuat hal hal yang mengandung unsur dosa, sebab akan mengurangi pahala puasa tersebut.
Dalam penjelasannya, puasa dapat dibatalkan jika terdapat alasan yang masuk akal (logis/syar’i), diantaranya sakit, dan sedang dalam perjalanan/safar, ketika sudah tidak dalam hal yang membuatnya diperbolehkan maka ia harus mengganti sebanyak puasa yang dibatalkan.
Akhirnya, Ustad Aqil meninggalkan pesan bahwa makna dari menjalankan ibadah puasa bagi umat muslim adalah untuk mendekatkan diri diri kepada Allah, dengan mengerjakan segala perintahNya, dan menjauhi segala laranganNya.
Puasa Menurut Ajaran Agama Katolik
Berbeda dengan agama Islam, dalam agama katolik, puasa disebut berpantang makan dan minum hal-hal tertentu. Pantang dilakukan sebagai tanda pertobatan dan pengorbanan. Biasanya pantang ini dilaksanakan pada masa prapaskah yang dimulai pada Rabu Abu.
Firdaus Galang Sumampoa mahasiswa jurusan Filsafat Keilahian STFT Widya Sasana Malang mengatakan dalam agama Katolik puasa dan pantang tujuan akhirnya adalah tobat atau pertobatan.
“Masa puasa dan pantang ialah selama 40 hari dari Hari Rabu Abu sampai Vigili Paskah, dikurangi Hari Minggu dan hari raya. Dalam KHK Kanon. 1253 menegaskan bahwa Konferensi Para Uskup dapat menentukan dengan lebih rinci pelaksanaan puasa dan pantang; dan juga dapat menggantikan seluruhnya atau sebagian wajib puasa dan pantang itu dengan bentuk-bentuk tobat lain, terutama dengan karya amal-kasih serta latihan-latihan rohani,” jelasnya. Dalam KHK Kanon 1250 menegaskan bahwa "Hari dan waktu tobat dalam seluruh Gereja ialah setiap Hari Jumat sepanjang tahun, dan masa empat puluh hari sebelum paskah (quadragesima)", maka puasa dan pantang pun baik untuk dilakukan. KHK Kanon. 1251 menegaskan juga bahwa "Puasa dan pantang hendaknya dilakukan pada Hari Rabu Abu dan pada Hari Jumat Sengsara dan Wafat Tuhan Kita Yesus Kristus".
Ia juga mengatakan bahwa umat Katolik dapat meneladani tokoh orang Kudus yang sudah dijelaskan dalam alkitab yaitu Yesus dan umat Niniwe. “Masing-masing pribadi dapat memilih tokoh dari orang kudus sesuai dengan pilihan pribadi yang ingin diteladani,” katanya.
Pria yang kerap disapa Firdaus ini juga mengatakan bahwa puasa dan pantang tidak selalu merujuk pada tidak makan dan minum, tetapi puasa dan pantang mencakup seluruh kehidupan seluruh umat beriman misalnya tentang menahan diri untuk tidak cepat marah, menahan diri untuk tidak mencaci-maki, berbuat baik pada sesama.
“Dalam KHK Kanon. 1251 menegaskan bahwa "Pantang makan daging atau makanan lain menurut ketentuan Konferensi Para Uskup hendaknya dilakukan setiap Hari Jumat sepanjang tahun, kecuali Hari Jumat itu kebetulan jatuh pada salah satu hari yang terhitung hari raya. Sedangkan pantang dan puasa hendaknya dilakukan pada Hari Rabu Abu dan pada Hari Jumat Sengsara dan Wafat Tuhan Kita Yesus Kristus.” ujarnya.
Anjuran tentang puasa termaktub dalam Injil Matius 6:1618 yang berbunyi,“Dan apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik. Mereka mengubah air mukanya, supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan hanya dilihat oleh Bapamu yang ada di tempat tersembunyi.
Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.”
Puasa Menurut Ajaran Kristen Protestan
Dalam ajaran agama Kristen Protestan secara resmi tidak mewajibkan untuk berpuasa. Namun para tokoh agama kristen menganjurkan umatnya untuk menyempatkan diri agar sesering mungkin berdoa dan berpuasa sesuai keinginan dan ketulusan masing-masing. Puasa merupakan kegiatan yang penting untuk membangun rohani dan bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari.
Walau tidak diwajibkan untuk berpuasa, akan tetapi umat Kristen Protestan mempunyai 5 jenis bentuk puasa seperti yang dijelaskan oleh Gloria seorang pendeta muda. Lima jenis Puasa tersebut, sebagai berikut, 1. Puasa Musa, 40 hari 40 malam tidak makan tidak minum 2. Puasa Daud, tidak makan semalaman berbaring di tanah 3. Puasa Ester, 3 hari 3 malam tidak makan tidak minum 4. Puasa Daniel, 10 hari hanya makan sayur serta minum air putih, berdoa, dan berkabung 21 hari 5. Puasa Tuhan Yesus, 40 hari 40 malam
Sedikit berbeda dengan puasa umat Katolik, umat Kristen Protestan menjalankan puasa bukan untuk memperingati hari raya keagamaan, akan tetapi lebih ke arah pendekatan diri dengan Tuhan. “Supaya hubungan kita lebih dekat dengan Tuhan dan iman kepercayaan kita semakin bertumbuh di dalam-Nya. Bukan untuk memperingati hari besar keagamaan,” katanya.
“Jenis puasa dalam agama kami seperti yang sudah dijelaskan dalam alkitab, puasa ini bisa dilakukan kapan dan dimanapun,” ucap Gloria wanita kelahiran tahun 1997 itu.
Ia juga menjelaskan bahwa tokoh yang paling mereka teladani dalam menjalankan ibadah puasa ialah Tuhan Yesus. “Kalau kita mengikuti puasa Tuhan Yesus, larangannya adalah tidak boleh makan dan minum selama puasa berlangsung. Bisa dibatalkan apabila dalam keadaan sakit, namun tidak ada konsekuensi apapun,” paparnya.
Makna ibadah puasa yang dilakukan oleh umat Kristen Protestan yaitu meningkatkan iman dan mendekatkan diri kepada Tuhan Yesus Kristus. Puasa menjadi bukti seseorang merendahkan diri secara total kepada Tuhan Yesus Kristus untuk meminta pertolongan penuh kepada-Nya. Puasa juga dapat diartikan sebagai wujud berdoa, berpantang makan, dan mengurangi hal-hal lahiriah untuk mendapat berkat-berkat rohani.
Puasa Menurut Aliran Kepercayaan Baha’i
Baha'i adalah agama monoteistik yang menekankan pada kesatuan spiritual bagi seluruh umat manusia. Agama ini lahir di Persia, sekarang Iran, pada 1863. Pendirinya adalah Mirza Husayn-Ali Nuri yang bergelar Baha'u'llah, yang berarti kemuliaan Tuhan. Di seluruh dunia, ada sekitar 6 juta orang penganut Baha’i yang tersebar di 191 negara. Di Indonesia, penganut Baha’i disebut berjumlah sekitar 5.000 orang, tersebar di 29 provinsi.
Dikutip dari website resminya Baha’i, umat Baha’i juga bersembahyang seperti halnya agama lainnya. Sembahyang mereka dilakukan secara individu. Sementara itu, Baha’i berpuasa selama periode tertentu.
Hanggari Sandy atau yang kerap disapa Sandy menceritakan bahwa puasa dalam agama Baha’i hanya dilaksanakan satu tahun sekali.
Foto: Mar’a

“Puasa 1 tahun sekali pada tanggal 1 bulan Ala’, jatuh sekitar tanggal 1 atau 2 Maret dalam kalender Baha’i. Satu bulan Baha’i terdiri dari 19 hari, dan 1 tahun terdiri dari 19 bulan, ditambah 4-5 hari sisipan,” ucapnya melalui pesan teks whatsapp.
Pria berusia 37 tahun ini juga menceritakan, bahwasanya dalam agama Baha’i ini tidak ada tokoh atau teladan yang diikuti, mereka berpuasa untuk berdoa dan bermeditasi dalam rangka memperbaiki batin rohani mereka.
“Masa puasa adalah masa berdoa dan bermeditasi, masa memperbaiki rohani. Setelah masa puasa 19 hari, hari berikutnya adalah tahun baru Baha’i (hari raya NawRuz),” katanya.
Sama halnya dengan puasa dalam agama Islam, umat Baha’i berpuasa dengan tidak makan dan minum, serta menahan hawa nafsu mulai dari matahari terbit sampai matahari terbenam. Berpuasa diikuti pula dengan shalat wajib,.
“Itu adalah salah satu kewajiban terbesar seorang Baháʼí, dan tujuan utamanya adalah spiritual untuk menyegarkan jiwa dan membawa orang itu lebih dekat kepada Tuhan.” lanjutnya.
Ada hukum dan praktik yang terkait dengan Puasa Sembilan Belas Hari yang ditetapkan oleh Baháʼu’lláh dalam Kitáb-iAqdas, buku hukumnya. Puasa bisa dibatalkan karena hal tertentu, jika terdapat sakit atau benar-benar tidak mampu. Serta tidak wajib bagi orang dengan usia di bawah 15 tahun dan di atas 70 tahun.
Pengecualian juga diberikan kepada mereka yang bepergian selama puasa. Pengecualian diberikan ketika perjalanan lebih lama dari 9 jam (atau 2 jam jika bepergian dengan berjalan kaki). Jika musafir membatalkan perjalanannya lebih dari sembilan belas hari, mereka hanya dibebaskan dari puasa selama tiga hari pertama. Juga jika mereka kembali ke rumah, mereka harus segera mulai berpuasa.
“Jika seseorang makan tanpa sadar selama jam puasa, ini tidak membatalkan puasa karena itu adalah kecelakaan, hari-hari yang terlewat dari puasa tidak wajib diganti kemudian,” pungkasnya.[]
Sambungan Utama - Latah Kelola Sekolah Inklusi
pertemuan ya dilibatkan juga, siapa tahu kita juga bisa menyampaikan perspektif kita soal penanganan anak disabilitas ini,” katanya saat ditemui pada Senin (8/3/22) lalu.
Menanggapi hal ini, Edi Rusdi Kamtono, Walikota Pontianak akan memastikan lagi keterlibatan berbagai pihak dalam menyukseskan sekolah inklusi ini.
“Yaudah nanti kita pastikan lagi. Nanti ada koordinasi lah, terus terang dalam proses ini kan kita harus kolaborasi, tidak bisa bergerak sendiri, ya kita berproses terus lah saling mengisi,” ucapnya pada Kamis (11/8/22) saat ditemui di Kantor Walikota Pontianak.
Edi juga mengakui masih ada beberapa sekolah yang belum bisa dikatakan ideal. Sehingga kedepan perlu adanya perencanaan jangka pendek, menengah, dan panjang terkait Pendidikan Inklusif ini.
“Harusnya kita memiliki program jangka pendek, menengah, dan jangka panjang terkait sekolah anak berkebutuhan khusus,”
Tidak adanya data ABK juga menjadi kendala utama dalam program Pendidikan Inklusif ini sehingga perlu adanya perbaikan data. Data yang ada menurutnya pelru diverifikasi dan validasi ulang, termasuk usia. Ia pun mengatakan akan meningkatkan koordinasi terkait pemilik data.
Diakhir Edi menjelaskan, sesuai dengan Perwa terdapat Kelompok Kerja Pendidikan Inklusif yang berisi dari pejabat struktural dari lingkungan pemerintahan kota dan instansi yang menangani bidang terkait, baik pelayanan langsung maupun perencanaan. Dengan meningkatkan koordinasi dan kolaborasi dari berbagai pihak kedepan ia optimis bahwa tidak lebih dari dua hingga lima tahun, Pontianak akan memiliki Sekolah yang benar-benar inklusif.
“Mungkin tidak lebih dari dua sampai lima tahun kita bisa memilki sekolah inklusi,” pungkas Edi.[]