3 minute read

seremonial

Next Article
utama

utama

SAMBUT, DUKUNG, DAN KAWAL

LAHIRNYA SATGAS TPKS UNTAN

Advertisement

Oleh: Monica Ediesca & Stephanie Ngadiman

Dibentuknya Satgas Kekerasan Seksual di Universitas Tanjungpura, merespons Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021, tentang: Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan perguruan Tinggi

Diresmikan sejak 10 Februari 2022 lalu, Garuda Wiko selaku Rektor Untan mengatakan satgas tersebut hadir melalui proses yang panjang. Mengikuti mekanisme yang telah dijabarkan pada Permendikbudristek 30, seperti membentuk Panitia Seleksi (Pansel) yang berjumlah 11 orang anggot yang terdiri dari pendidik, tenaga pendidik, juga mahasiswa.

“Pansel sudah terbentuk di Untan, jadi sudah diseleksi anggotanya dengan jumlah mahasiswa di atas 50% sesuai dengan arahan dari Permendikbud 30,” jelas Garuda saat ditemui di Rektorat (22/3/2022).

Ia juga menjelaskan bahwa ketika Pansel telah dibentuk, maka akan diberi sebuah pelatihan yang diselenggarakan oleh unit kerja di Kementerian agar dapat melaksanakan fungsi dan tugas penguatan karakter sesuai dengan Pasal 30 Ayat 2, barulah dibentuk sebuah Satgas PPKS. Hadirnya satgas tersebut pun menjadi sebuah wadah pelaporan apabila masyarakat kampus menemui kasus kekerasan seksual di lingkungannya.

Lebih lanjut, mengutip dari Hi! Pontianak, Garuda memaparkan bahwa pihaknya akan memberikan pendampingan Psikologi untuk korban yang mengalami kekerasan seksual melalui kerjasama Untan dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH), melalui rangkaian Standar Operasional Prosedur (SOP) PPKS.

“Ada SOP-nya kalau ditemukan laporan dan dia (read: kasus kekerasan seksual) masuk ke ranah hukum maka akan kita bawa ke aparat penegak hukum. Kita juga ada pendampingan dan LBH di Untan,” paparnya.

Adapun Emilya Kalsum, seorang dosen yang dimandati sebagai Ketua Satgas PPKS mengatakan bahwa Satgas akan menanggapi sebuah laporan kekerasan seksual melalui beberapa alur yang telah tertuang dalam Pasal 38, yaitu tahap penerimaan

Sumber: BBC

laporan, tahap pemeriksaan, tahap penyusunan kesimpulan dan rekomendasi, tahap pemulihan, hingga tahap tindakan pencegahan keberulangan.

Walau hingga saat ini belum

terdapat laporan masuk mengenai kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus, Emilya menegaskan akan berupaya memberikan kegiatan-kegiatan preventif agar dapat menciptakan ruang aman bagi seluruh masyarakat Untan.

“Kami mencoba memberikan kegiatan yang bersifat preventif, kita siapkan sosialisasikan kepada mahasiswa dan mengajak semua civitas akademika untuk menyelenggarakan lingkungan anti kekerasan,” jelasnya saat ditemui di Gedung Konferensi (31/03/22).

Saat ditanya mengenai transparansi struktur keanggotaan Satgas PPKS, Emil memaparkan bahwa pihaknya hanya bertugas untuk menyusun program, sedangkan transparansi tersebut tidak diterangkan dalam petunjuk pelaksanaan bahwa itu adalah ranahnya. Oleh karena itu, hingga kini informasi struktur keanggotaan tersebut pun belum

dirilis.

Hal tersebut pun ditanggapi oleh Dian Puji Lestari, Mahasiswa Prodi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Alam (FMIPA) Untan. Ia menyayangkan bahwa belum transparannya struktur keanggotaan Satgas PPKS tersebut. Ia mengaku bahwa informasi mengenai pembentukan satgas tersebut pun tidak sampai ke telinganya. Padahal menurutnya, transparansi tersebut sangatlah penting untuk korban mencari orang yang tepat untuk bercerita.

“Saya ga tau dalam pembentukan Satgas PPKS ini apakah dibentuk oleh mahasiswa atau siapa. Kalau misalnya dibentuk oleh mahasiswa, menurut saya itu bagus. Jadi mahasiswa bisa saling mengedukasi,” terangnya. Meski begitu, Dian turut mengapresiasi Untan yang telah sigap dalam mengambil langkah pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual, menim-

bang banyak sekali kasus yang belum terjamah oleh para petinggi kampus. Ia berharap, para eksekutif kampus seperti BEM Untan dapat mengangkat kembali informasi-informasi seputar Satgas PPKS ini.

“Melibatkan eksekutif kampus untuk menyebarkan informasi terbuka terkait ini merupakan langkah yang perlu dicoba kembali. Banyak sekali kasus kekerasan seksual bak fenomena gunung es, dengan melibatkan mahasiswa harapannya bisa membuat korban untuk berani speak up,” tambahnya.

Di akhir wawancara, Dian menggantung sebuah harapan agar kedepannya Untan dapat menciptakan ruang aman bagi lingkungannya.[]

“Semoga masyarakat Untan yang mungkin pernah menjadi korban yang mengalami kekerasan seksual baik fisik maupun verbal, jadi punya ruang untuk bercerita. Dengan itu korban dapat pulih dan tidak menganggap bahwa kejadian tersebut hanyalah aib belaka,” tutup Dian.

This article is from: