7 minute read

utama

Next Article
resensi

resensi

LAYANAN TERAPI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI PONTIANAK

Oleh: Syifa Meidiana

Advertisement

Anak berkebutuhan Khusus (ABK) umumnya mengalami keterlambatan dalam tumbuh kembang, baik secara motorik maupun kognisi. Terapi pada ABK melengkapi instrumen pendidikan lain yang dibutuhkan oleh ABK dimana instrumen pendidikan ini mencakup pendidikan inklusif, pendidikan segregasi dan terapi. Oleh karena itu, proses terapi bagi beberapa ABK menjadi hal yang penting dan tidak bisa digantikan.

Terapi dalam dunia medis dikenal luas sebagai upaya “mengobati” sakit yang terjadi secara fisik maupun kognisi. Namun dalam terapi pada ABK, terapi lebih mirip proses pembelajaran dengan merangsang perkembangan fisik anak dengan baik dan dapat mengubah gangguan perkembangan komunikasi, sosial, perilaku yang terjadi pada anak. Dalam prosesnya terapi dilakukan secara rutin dan terpadu agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan dan pada akhirnya mampu hidup dan berbaur dalam masyarakat.

Di Pontianak terdapat beberapa lembaga pemerintah dan nonpemerintah yang menyediakan layanan terapi secara gratis untuk ABK. Salah satu lembaga yang disediakan oleh pemerintah untuk layanan terapi ABK adalah UPT Klinik Utama Sungai Bangkong. UPT Klinik Utama Sungai Bangkong terletak di Jalan Alianyang No. 1 dan beroperasi dari hari Senin hingga Jumat.

Menurut Yosephina, Kepala Sub Bagian Tata Usaha, sejak tahun 2021 terdapat perubahan nama dari yang mulanya Rumah Sakit Jiwa Daerah Sungai Bangkong menjadi UPT Klinik Utama Sungai Bangkong. Namun demikian, perubahan nama ini tidak mempengaruhi fungsi UPT Klinik Utama Sungai Bangkong, segala jenis pelayanan masih sama seperti dulu. UPT ini berada di bawah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat.

“Sebenarnya untuk fungsi pelayanan terhadap masyarakat tidak ada perubahan, yang berubah itu hanya nomenklatur tetapi untuk pelayanan masih kita yang layani, baik itu pelayanan anak berkebutuhan khusus, pelayanan Napza, konseling Napza, pelayanan psikiatri,” ucapnya.

UPT Klinik Utama Sungai Bangkong memberikan layanan terapi yang tepat untuk setiap kondisi anak, terapi ini juga menjadi jembatan bagi anak yang hendak bersekolah. Mereka diajari cara berbicara dan belajar untuk fokus, karena umumnya ABK mudah terdistraksi saat belajar dan justru menanggapi hal lain selain penjelasan guru. Tentu saja fokus yang kurang membuat anak tidak menyelesaikan tugas-tugasnya dengan maksimal, tertinggal, atau bahkan memakan waktu lebih lama. Bagi orang tua yang masih ragu dengan kemampuan anaknya belajar di sekolah juga dapat melakukan tes IQ untuk memastikan anakn-

ya sudah siap dan mampu bersekolah.

“Mereka diajari gimana cara bicara, diajari fokus untuk yang kurang fokus, nanti setelah bisa fokus baru kita sarankan, boleh kalau mau coba ke sekolah inklusi. Tapi kadang-kadang ada orang tua yang mau tes IQ, kira-kira (anaknya) kalau di sekolah ini mampu nggak,” ungkapnya.

Adapun Instalasi Anak Berkebutuhan Khusus dibangun sejak tahun 2010. Jumlah kunjungan terapi pun semakin bertambah tiap tahunnya. Tercatat tahun 2021 angka pengunjung melonjak menjadi 4.419 kunjungan, dari yang sebelumnya tahun 2020 hanya 1.153 kunjungan. UPT Klinik Utama Sungai Bangkong menangani berbagai jenis ABK dengan berbagai jenis diagnosis. Pada

mimbar utama tahun 2021 diagnosis autisme menjadi yang terbanyak dengan jumlah 977 ABK. Disusul dengan diagnosis Speech Delayed (457 anak), Schizoparanoid (322 anak), Gg. Konvulsif (131 anak), dan PDD-NOS (59 anak). Data ini menunjukkan semakin banyak anak berkebutuhan khusus di Pontianak.

Selain UPT Klinik Utama Sungai Bangkong, masyarakat juga dapat mendaftarkan anaknya di UPTD Layanan Anak Disabilitas dan Asesmen Center (LDAC) Pontianak.

UPTD LDAC bernaung dibawah Dinas Pendidikan Kota Pontianak dan telah diresmikan Operasionalnya pada tanggal 22 November 2014 oleh Walikota Pontianak. Lembaga ini adalah pusat terapi untuk anak-anak usia sekolah yang memiliki kebutuhan khusus terutama sindrom autism. Semua layanan terapi di UPTD LDAC bersifat gratis karena didanai lewat APBD Pemerintah Kota Pontianak. Sebagai sarana penunjang, UPT LDAC memiliki 13 ruangan terapi, alat terapi yang standar, dan SDM terlatih dengan tambahan dokter, psikolog, dan ahli gizi.

Adapun untuk pendaftaran terapi, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu anak berusia 13-18 tahun, menjalani screening dan siap mengikuti terapi sesuai jadwal, dan melengkapi persyaratan administratif. Maksimal waktu terapi yaitu satu tahun dengan melibatkan orang tua di mana orang tua bisa melanjutkan terapi di rumah sendiri.

Mastianti, ibu dari Adit yang saat ini menempuh pendidikan di Taman Kanak-Kanak Negeri Pembina Pontianak merupakan salah satu yang terbantu dengan UPTD LDAC. Layanan gratis yang diberikan dimanfaatkan oleh Mastianti untuk terapi anaknya yang saat itu berusia tiga tahun. Selama di sekolah, Adit mendapat respon yang baik, ia tidak mendapat perlakuan yang berbeda. Dalam proses belajar di

Foto: Mar’a

kelas, Adit juga tetap didampingi oleh gurunya.

“Respon teman-temannya baik-baik. Biasanya kalau di kelas didampingi sama gurunya. Terapi di autis center tidak berbayar, semua terapi di situ gratis berhenti terapi karena dia ada batasnya 8 bulan. Usia berapapun setahu saya sih gratis,” ungkap Mastianti.

Rumah Autis Sayang Pontianak Sebagai Alternatif Layanan Terapi

Rumah Autis Sayang Pontianak yang menjadi salah satu alternatif bagi anak berkebutuhan khusus untuk mendapat layanan pendidikan dan terapi. Untuk terapi di sini lebih berfokus untuk terapi perilaku pada ABK. Saat ini terdapat sekitar 20 ABK yang diterapi di Rumah Autis. Anakanak tersebut ditangani oleh terapis di Rumah Autis yang berjumlah tiga orang dengan jadwal bergiliran.

Dini, salah satu terapis di Rumah Autis ini menyampaikan ceritanya saat melihat anak didiknya memiliki progres, ia merasa begitu bahagia meskipun menurutnya membutuhkan waktu yang tidak cepat. Dini juga menerangkan bahwa terapi yang dilakukan haruslah rutin dan jika si anak jarang diterapi maka harus mengulang lagi dari nol. ”Kesannya awalnya senang sekali, siapa sih yang nggak senang lihat anak ada yang membaik walaupun bertahap benar-benar cukup lama. Kalau dia misalnya jarang diterapi lagi harus ulang lagi dari nol karena dia langsung hilang makanya kalau lama ndak diterapi nanti diterapi lagi nah itu progresnya tuh sulit,” ungkapnya.

Dini melanjutkan, keberhasilan terapi anak-anak berkebutuhan khusus seperti Autis, tidak

Gedung Instalasi ABK UPT Klinik Utama Sungai Bangkong Foto: Mar’a

Seorang Ibu sedang mengantri layanan terapi untuk anaknya di UPT LDAC Pontianak Foto: Mar’a

terlepas dari kerja sama orang tua. Orang tua perlu menjalin komunikasi yang baik dengan terapis dan berkonsultasi dengan terapis untuk memenuhi semua kebutuhan anak, seperti perihal makanan yang boleh

maupun tidak boleh dikonsumsi. Makanan yang tepat bisa membantu memperbaiki perilaku anak, sementara makanan yang tidak tepat akan bekerja sebaliknya. Dari sinilah peran orang tua dalam membantu terapis meningkatkan perkembangan anak.

Namun meski telah diberikan pemahaman larangan beberapa jenis makanan, menurut Dini masih ada orang tua yang tidak mematuhi hal tersebut dengan alasan takut anaknya kekurangan gizi.

“Saya sudah larang ini masih ngeyel takut anaknya kurang gizi padahal tepung, gula, susu itu sudah paten nggak boleh karena itu nanti dia sikapnya bakal racun/ toxic,” ucapnya.

Rumah Autis pada awalnya hanya ada satu, kini sudah berlokasi di dua tempat, yaitu di Jalan H. Rais Arrahman Gang Agung No.46 dan Jalan Ampera Gang Ikhlas. Terbatasnya ruangan yang ada menjadi alasan hadirnya cabang Rumah Autis.

Lola Prianti, sebagai terapis Rumah Autis mengatakan bahwa selain terapis, ada pula relawan yang turut membantu jalannya Rumah Autis. Setiap dua tahun sekali, terdapat kegiatan bernama Odbeat untuk orang-orang yang ingin menjadi relawan. Dari situ relawan diberi bekal mengenai cara menghadapi dan memberikan terapi pada ABK. Sejauh ini, terdapat sekitar tujuh relawan di Rumah Autis.

“Biasanya relawan ini bertugas di kelas sosial untuk menerapi anak. Kelas sosial isinya lebih dari satu anak dalam satu kelas. Selain itu juga ikut dalam kegiatan yang ada di Rumah Autis,” ungkapnya.

Sebagai layanan terapi

ABK, Rumah Autis memerlukan sarana, seperti ruangan, mainan, dan alat pendukung terapi lainnya. Keperluan tersebut didapatkan dari uang donasi masyarakat dan proposal.

Untuk pembiayaan, selama ini berasal dari para pengurus, donatur dan perusahaan atau sponsor. Dini mengatakan bahwa Rumah Autis belum mendapatkan dana dari pemerintah, hanya ASN yang memberi dengan uang pribadi dan bukan atas nama pemerintah.

“Mereka tu ngasih sih, cuman kan ASN-nya ngasih pribadi, bukan dari pemerintahannya,” ucapnya.

Menurut Lola, terapi pada ABK di Kota Pontianak masih perlu peningkatan baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Selain itu, masih banyak ABK yang belum merasa bahwa terapi itu penting untuk dijalani.

Untuk itu, diperlukan kerja sama oleh banyak pihak, tak terkecuali pemerintah. Lola juga berharap pemerintah dapat memberikan dukungan terhadap sarana dan prasarana terapi.

“Pemerintah dapat ikut andil dimulai dari angka pasti anak berkebutuhan khusus per diagnosanya, hingga menuju penerimaan dan pendukungan ABK melalui edukasi kepada orang tua untuk menerima terapi yang komprehensif,” tutupnya. []

Lola sedang memberi layanan terapi kepada Richie Foto: Mar’a

This article is from: