8 minute read

Mimbar Cerpen

Next Article
Mimbar Ilmiah

Mimbar Ilmiah

sudah menunggunya dari tadi di gubuk tuanya itu.

” neng cantik” dengan suaranya yang khas, perempuan itu menyapa Ita yang sedang duduk menunggunya, sambil menyubit pipinya yang lembut.

Advertisement

“ih nenek.”.sambil tersenyum Ita memegang tangan nenek tua itu yang berada dipipinya.

“Duduk nek!” nunung mempersilakan nenek imah duduk, sambil mengambilkan piring untuknya.

”makan nek” ucap ita sambil tersenyum dan menunggu ibunya mengambilkan piring dan nasi untuknya.

“ya nak”.

Makan siang kali ini terasa berbeda, tidak tahu kenapa nenek imah makannya sangat pelan dan pelan sekali tidak seperti biasanya. Matanya kelihatan sayu dan seperti banyak pikiran, sesekali tatapan matanya dengan pelipis yang sudah keriput menatap kearah Ita dan Ibunya. Tatapan itu sangat bebeda dengan tatapan nenek Imah biasanya.Melihat tingkahnya seperti itu Nunung pun mengira bahwa nenek Imah sedang sakit. “ibu tidak enak badan ?” Nunung meyakinkan dugaannya.

“aa ahh tidak, ibu baik-baik saja” nenek Imah menjawab dengan kaget karena tiba-tiba di Tanya seperti itu.

“Ibu kalau merasa tidak enak badan biar malam ini tidur di rumah kami aja bu” Nunung mencoba menawarkan, meski udah tidak terhitung lagi ia mengajak nenek Imah untuk menginap dirumahnya dan diajak tinggal bersama, namun nenek Imah tidak pernah menerima tawarannya.

“Nenek sakit ya” Ita pun memiliki pikiran yang sama dengan ibunya, meskipun ia masih kecil namun ia sudah cukup mengerti dengan kondisi nenek Imah yang setiap hari menjadi temannya itu.

“tidak neng…nenek tidak sakit, nenek baikbaik saja…udah terusin makannya” jawabnya dengan santai.

Suasana hening sejenak hingga mereka bertiga menyelesaikan makan siangnya. Usai makan siang, Nunung langsung membereskan bekas makan di bantu Ita sedangkan nenek tampak murung bersandar di salah satu tiang penyangga pondoknya, wajahnya tampak muram, melamun dengan tatapan kosong mengarah ke sawah . melihat kondisi seperti itu Ita pun menghampirinya. “kamu lihat sawah yang kecil itu nak, yang daun padinya hijau melambai-lambai kearah kita!” sambil tersenyum telunjuknya diarahkan ke sawah.

“iya nek ada apa?”

“kalau Sawah itu…dan gubuk ini nenek kasihkan ke kamu, kamu senang gak?”

“benar nek! Ita senang banget…..tapi kenapa dikasihkan ke Ita?” dengan wajah polosnya ita sedikit bingung.

“benar dong, kan Ita cucu kesayangan nenek, nenek udah capek kerja terus jadi nenek mau istirahat saja”

“asyikk…..janji ya nek..” Ita tampak sangat senang sambil mengangkat kedua tangannya.

“iya nenek janji, tapi kamu harus janji juga nanti kalau sudah nenek kasihkan, kamu harus rawat sawah dan gubuk nenek ya?” pinta nenek sambil tersenyum tipis.

“Iya nek, Ita janji akan merawatnya nanti” tanpa mengerti apa yang dimaksudkan nenek , Ita sangat semangat.

Sedangkan Nunung yang sedari tadi berada dibelakang mereka mendengarkan dengan jelas percakapan kedua cucuk nenek itu.Ia merasa perkataan nenek Imah sangat berbeda, dan aneh, ditatapnya wajah nenek Imah dari samping, terlihat matanya berbinar-binar dan raut mukanya sangat berbeda. Timbul sedikit kekhawatiran dihati Ibu Nunung “ada apa dengan nenek Imah, hari ini ia tampak berbeda dengan hari biasanya” renung Nunung dalam hatinya.

“nek..” sapa ibu Nunung dari belakang

“iya nak, ada apa” sambil menoleh ke belakang

“benar nenek tidak apa-apa?, lebih baik malam ini nenek tidur dirumah Nunung saja, saya khawatir, nenek tampaknya tidak enak badan” Ibu nunung mencoba membujuknya lagi.

“tak usah nak, nenek tidak apa-apa nenek cuma lagi teringat dengan almarhum suami dan anak nenek saja” ucapnya menghela..

“benar nek?, tapi kalau nanti nenek merasa tidak enak pergi kerumah saja ya nek, nunung sangat khawatir disini nenek tidak ada yang ngurus”

“Iya nak, nanti kalau ada apa-apa nenek akan kasih tahu”

“ya udah, kalau begitu kami pamit dulu mau pulang, beres-beres rumah bentar lagi ayahnya Ita pulang kerja” bawakan makanan dan menemani nenek tiap hari disini, eh hampir lupa, ni.!” Sambil mengunjukan sebuah amplop besar yang sudah kusam.

“apa ini nek?” Ibu Nunung penasaran dan langsung ingin mengetahui isinya.

“tunggu…jangan dibuka dulu besok pagi baru dibuka ya..!” pintanya sambil memegang tangan Ibu Nunung.

Ibu Nunung menatap kea rah Nenek Imah dengan penuh rasa penasaran bercampur kekhawatiran, dan iapun mengurungkan niatnya untuk membuka amplop itu.Langsung digenggamnya dengan erat.

“kalau begitu kami pulang dulu ya nek, Ita pamitan sama nenek!”

“iya bu, nek Ita pulang dulu ya, besok kami datang lagi” ucapnya tersenyum ceria.

Setelah berpamitan Ibu nunung dan Ita berjalan menuju rumahnya, namun hati Ibu nunung sangat resah seakan-akan terjadi sesuatu peristiwa. Sesekali ia menatap ke belakang kearah nenekImah dan di belakang nenek Imah melambaikan tangan seperti hendak berpisah jauh, dan lagi-lagi hal ini tidak biasa dilakukan nenek Imah saat berpamitan. Tampak senyumnya di kejauhan dengan wajah yang penuh ekspresi kesedihan bercampur kebahagian.Sepanjang jalan Ibu Nunung memikirkan kejadian aneh tadi dan iapun tidak sabar untuk membuka amplop yang baru saja diterimanya.Sesekali terlintas dipikirannya untuk membuka amplop tersebut, namun semua itu diurungkannya mengingat pesan nenek Imah bahwa amplop tersebut baru boleh dibuka besok.

Sesampainya dirumah ternyata, suami Ibu Nunung sudah pulang dari kerja dan duduk santai di teras rumah ditemani secangkir teh panas. Melihat ayahnya Ita pun langsung menghampirinya dan tidak lupa Ibu nunugn menyapa dan bersalaman dengan suaminya dan meneruskan masuk rumah untuk melakukan perkerjaan rumah tangga yang masih banyak belum diselesaikan. Malam ini terasa berlalu sangat lama dan dingin sekali, hal inilah yang dirasakan Ibu Nunung yang tidak bisa tidur karena memikirkan hal yang dialaminya siang tadi. Setelah terlelap sebentar kemudian Ia terbangun, dilihatnya jam dinding sudah menunjukan pukul 02: 05 menit, bergegas ia keluar mengambil wudhu untuk melakukan sholat tahjud.

Sedangkan di gubuk tua saat itu juga terjadi hal serupa, Nenek Imah juga sedang melakukan shalat sunnah malam, ia juga tidur sebentar saja hari ini, ia selalu terbayang-bayang

dengan almarhum suami dan anaknya. Air matanya sesekali mengalir membasahi kulit pipinya yang sudah keriput.Ia juga merasakan hal yang aneh dengan dadanya, nafasnya terasa sesak dan susah diatur. Ia tidak bisa tidur lagi dan terjaga hingga waktu sholat subuh tiba, karena adzan subuh sudah berkumandang seperti biasa ia melaksanakan sholat subuh. Sama halnya dengan Ibu Nunung yang juga terjaga tidurnya hingga waktu subuh, selesai sholat Ibu nunung teringat kembali dengan amplop yang diberikan nenek Imah tadi siang.

“oh iya, inikan sudah subuh jadi amplop itu sudah boleh dibuka” ucapnya dalam hati. Tanpa melepas mukenanya, ia berjalan menuju laci yang ada di kamarnya kemudian mengambil amplop dan duduk di atas sajadah ditempat ia sholat tadi. Perlahan-lahan dibukanya amplop itu, betapa terkejutnya ketika di lihatnya isi amplop yang diterimanya itu ternyata ialah surat wasiat dan surat tanah nenek Imah. Isi surat wasiat itu berpesan bahwa sebidang tanah yang dimiliki oleh nenek Imah supaya dirawat oleh Ibu Nunung dan nanti setelah Ita berumur 20 tahun tanah tersebut diwariskan kepada Ita. Ia baru sadar perkataan yang diucapkan nenek Imah kepada anaknya ita tadi ternyata memang serius, tak terasa ibu Nunung meneteskan air mata, perasaannya was-was takut terjadi apa-apa kepada Nenek Imah. Segera dibangunkannya suami dan anaknya, untung saja ita dan ayahnya sudah biasa bangun pagi jadi tidak susah dibangunkan.

“pak pak, bangun!”

“Ada apa bu” dengan mata yang masih susah dibuka

“temankan ibu ke rumah nenek “

“pagi-pagi begini emangnya ada apa bu, nanti siang aja deh” ucapnya mencoba menolak.

“Tidak bisa pak, ibu ada firasat yang aneh terjadi dengan nenek imah” tanpa memberikan penjelasan secara rinci ibu Nunung memaksa suaminya untuk ikut bersamanya kerumah nenek Imah.

Dengan sedikit terkejut dan penasaran pak Ratman, suaminya ibu Nunung itu pun ikut dan tidak lupa membawa buah hatinya si Ita sambil digendong bergegas mereka menuju kediaman nenek Imah. Sesampainya disana mereka mengucapkan salam, namun tidak ada jawaban sehingga diulang tiga kali masih tidak ada suara dari dalam rumah nenek Imah, hal ini semakin menambah penasaran Ibu Nunung. Kemudian ia bertiga menghampiri pintu, dibukanya sedikit pintu itu tampak seseorang lagi sujud melakukan sholat subuh. “ada apa bu?” Tanya suaminya sambil menggendong Ita yang tampak masih ngantuk.

“tidak pak, saya kira terjadi apa-apa sama nenek Imah, ternyata dia lagi sholat” sambil mengerahkan mulutnya kearah ruangan.

“emangnya ada apa sih bu, kenapa ibu kelihatanya panik dan bergegas subuh-subuh kesini” ucap suaminya yang dari tadi penasaran.

Kemudian ibu Nunung menjelaskan peristiwa yang dialaminya siang kemaren hingga kejadian subuh tadi saat ia membuka amplop. Selesai menjelaskan secara panjang lebar, dan rasanya sudah cukup lama mereka menunggu dilluar, namun nenek Imah masih belum ada tampak keluar, padahal biasanya setelah sholat subuh nenek Imah sudah bersiap-siap turun ke sawah. Melihat nenek Imah tidak muncul-muncul, sekali lagi Ibu nunung mengintip dari pintu, namun ia jadi heran ketika ia lihat Nenek imah masih mengenakan mukena dan masih dalam kondisi bersujud. Dengan rasa was-was dan sedikit firasat buruk ia menghampiri suaminya dan mengajaknya masuk kedalam untuk menghampiri nenek Imah.kemudian mereka masuk kedalam dan menghampiri neneknya, dugaan sementara mereka, bahwa mungkin nenek Imah ketiduran sambil sholat karena kecapean.

“nek..nek” sambil menepuk pelan punggungnya, ibu Nunung mencoba membangunkan nenek Imah, namun tidak ada jawaban sehingga semakin kuat ia menggoyangkan badannya namun juga tidak ada reaksi kemudian pak Ratman turut membangunkannya dengan memegang dan mengangkat wajahnya, seketika ia berucap “innalillahi wa innalillahiroji’un” mendengar ucapan suaminya seperti itu Ibu nunung seketika meneteskan air mata dan turut menatap wajah nenk imah yang sudah tampak pucat, dan untuk meyakinkan bahwa nenek imah apakah benar-benar telah meninggal mereka berdua mengecek denyut nadi yang ada ditangan dan leher nenek Imah dan benar ternyata nenek Imah telah berpulang Kerahmatullah. Isak tangispun tak terbendung oleh ibu Nunung sedangkan pak Ratman hanya meneteskan air mata saja.Melihat kondisi kedua orang tuanya demikian Ita yang dari tadi masih sulit membuka matanya karena ngantuk terkejut dan berkata”ada apa bu… yah…?” ibu dan ayahnya tidak sanggup mengatakan apa-apa.

Dilihatnya wajah nenek Imah yang sudah dibaringkan tampak pucat dan kaku, Ita pun ikut-ikutan mengangis sambil berteriak “nenek kenapa…nenek kenapa?” ketiga orang itu larut dalam kesedihan yang mendalam. Kemudian ia membawa jasad Nenek Imah kerumah mereka untuk di mandikan dan dikafani serta dishalatkan sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam. Orang-orang pun berdatangan untuk melayat setelah diberi tahu berita tentang meninggalnya nenek Imah. Selesai di makamkan keadaan keluarga pak Ratman dan bu Nunung masih dikelabui oleh kesedihan, namun semua itu tidak berlarut-larut.

Tidak terasa peristiwa memilukan itu sudah berlalu selama sepuluh tahun, dan saat ini ita sudah beranjak umur 20 tahun itu berarti hak atas warisan sebidang tanah dan sawah serta sebuah gubuk yang masih terawat sepeninggalan nenek Imah, telah sah menjadi milik Ita. dari kejauhan tampak seorang gadis semampai yang berambut panjang sedikit ikal berdiri di depan gubuk tua itu, tidak lain dialah Ita gadis kecil yang dahulu suka bermain di sawah itu, ia menatap dalam-dalam kearah sawah dan merenung mencoba mengingat kenangan yang tersisa yang pernah terjadi di-

This article is from: