
12 minute read
Mimbar Selingan
ENI TENUN AMBAS TAK PUNYAS HAK PATEN
Foto: Istimewa
Advertisement
Seni kain tenun Sambas, baik itu dari proses, motif, dan hak paten, masih membutuhkan perhatian khusus dari pemerinntah maupun berbgai pihak. Ditakutkan, jika terus seperti itu, tidak menutup kemungkinan seni yang tak ternilai harganya akan hilang.
Oleh Mariyadi
38
Setelah melewati perjalanan yang melelahkan dan sempat diguyur hujan. Akhirnya aku sampai di Dusun Keranji, Desa Tanjung Mekar, Kecamatan Sambas, Kabupaten Sambas untuk menjambangi kediaman Budiana (45), seorang pengrajin kain tenun khas Sambas. Sampai saat ini ia sangat aktif menenun dan memasarkan hasil tenunnya ke berbagai daerah di Indonesia bahkan di Negara-negara lain. Selasa siang, (03/09/2013).
Terlihat dari jalan, Budiana sedang mengerjakan beberapa tenunannya. Seorang wanita paruh baya itu langsung menghentikan pekerjaannya saat aku memberi salam dan menceritakan perihal keingintahuanku terhadap teknologi tenun Melayu Sambas yang menghasilkan karya terkenal hingga luar negri itu. Saat itu Budiana menggunakan kerudung Biru. Kebaya putih bercorak melayu menambah serasi setelannya. Dengan senyum ramahnya, ia memperlihatkan sebuah alat tenun yang telah dari pagi tadi ia gunakan.
“Apakah ada alat tenun yang lain selain ini bu?”, tanyaku.
“Ada, nanti kita ke tempatnya”, jawabnya.
Berawal dari remaja hingga sudah beranak dua, Budiana masih aktif menenun. Keahlian menenun turun dari ibunya yang juga seorang penenun. Budiana juga telah suskes memasarkan kain tenun. Kain tenun sambas merupakan
satu dinatara kain tenun yang laku di pasaran bahkan terkenal di Malaysia dan Brunai Darusalam. Budiana telah membawahi lebih dari 100 penenun lain yang ada di sekitar kecamatan Sambas. Barubaru ini ia juga mendapat penghargaan Unesco Award sebagai satu diantara binaan PT.Garuda.
Di rumah tenun, tidak jauh dari kediamannya, terbentang sebuah alat tenun komplit. Ada pula beberapa lembar kain songket yang telah selesai ditenun terpajang di ruangan yang terang itu. Benangbenang sisa dan gulungannya memberi ciri khas rumah seorang penenun. Sebuah seni karya tradisional Sambas yang belum pernah sama sekali aku lihat selama ini. Hal tersebut membuatku kagum, hingga Budiana tersenyum melihat tingkahku yang selama ini tidak mengenal sebuah alat tenun Khas daerahnya sendiri.“Kalau ingin menenun kita harus menentukan
motif yang dikehendaki yang di dapat dari Suji Bilang,” kata Budiana memulai pembicaraan.
Budiana masuk ke dalam ruangan kamarnya. Ia mengambil sebuah buku yang ia sebut Suji Bilang. Suji bilang merupakan kumpulan motif ragam hias. Ada yang digambar di atas kertas, ada yang disulam pada kain stermin benang kasa, dan banyak lagi. Namun, saat itu Budiana memperlihatkan Suji Bilang yang dibuat di atas kertas berukuran HVS A4.
Menurut Budiana, untuk proses pertama penenun adalah menentukan motif yang dikehendaki. Jika tidak tersedia, maka ia akan menyalin motif tersebut menjadi Suji Bilang. “Untung saat ini sudah ada kertas bergaris. Kalau dulu, kami harus menggaris. Garisnya pun harus rapi. Jika tidak, hasilnya tidak bagus,” tambah Budiana.
“Proses selanjutnya adalah pemilihan benang,” ungkap Budiana. Ia mengatakan, apabila pemesan berkeinginan untuk menggunakan benang dari bahan sutra atau catton, kita terlebih dahulu mencelup (Mewarnai) bahan tersebut. Jika hanya menggunakan benang biasa (Benang Polister), maka tidak perlu pewarnaan. “Setelah benang diwarnai, kegiatan selanjutnya adalah Narau,” ungkap Budiana.
Budiana mengatakan, proses narau

Ngane’:
warga memindahkan benang longseng ke sebuah bidang yang di buat selangseling pada ane’an.

Alat Tenun: Miniatur alat pembuat kain tenun di rumah Sahidah, satu diantara penenun di Kabupaten Sambas

ini adalah proses menggulung tali ke sepotong kayu yang di sebut Pelating. Benang itu disebut benang pakan, berupa benang emas atau benang perak yang akan disongketkan pada benang putih atau warna lain yang biasa disebut benang longseng (Sebuah bidang yang berupa susunan beribu-ribu helai benang yang juga menjadi dasar tenunan). Dalam proses me-narau ini, ada sebuah alat yang mempermudah proses penggulungannya. Alat tersebut disebut Penarau.
Pelating adalah sebuah alat yang terbuat dari kayu keras, panjangnya sekitar 25-27 cm, bergaris tengah sekitar 5 mm. Sedangkan Penarau adalah sebuah alat penggulung persis penggulung yang ada pada pancing. Namun bentuknya besar. Apabila diputar, benang akan tergulung pada Pelating. “Lanjut dengan mengane’,” tambahBudiana.
Menurutnya, proses mengane’ adalah proses memindahkan benang longseng ke sebuah bidang yang di buat selang-seling yang disebut ane’an. Proses ini disebut ngane’. Kegunaannya untuk mengukur atau menentukan berapa helai kain tenun yang dapat dihasilkan. Pada benang yang diane’ diberi tanda dengan olesan kapur pada setiap ukuran satu helai kain.
Kata Budiana, pada proses pengane’-an, setelah sampai beberapa meter, benang yang telah selesai di ane’, kembali direntangkan dan digulung secara melebar pada sebuah papan yang disebut papan Tandaian. Papan Tandaian ini terbuat dari kayu keras, panjangnya sekirat 1,5 meter persegi dan lebarnya sekitar 1,75 meter, dan tebal sekitar 20 cm. Perentangan itu di sebuat dengan natar.
“Selanjutnya, setiap ujung benang longseng dihubungkan dengan sisa-sisa kain pada balok,” terang Budiana.
Setelah benang di gulung di Tandaian, proses selanjutnya adalah menghubungkan benang lonseng dengan sisa-sisa benang yang telah di tenun. Benang-benang yang putus itu helai perhelai sebelumnya telah masuk, telah diatur di dua buah bisang yang di sebut karab dan papan suri.
Karab atau cucuk karab dibuat dari ayunan benang dan disusun tegak lurus, gunanya untuk mengatur tinggi rendah pola kain. Terdapat dua buah kerap. Saat menenun, penenun akan menginjak karab pertama dan memasukan benang pakan pertama, lalu penenun menginjak kerap kedua untuk benang pakan yang selanjutnya. Keguanaan kerap ini adalah untuk mengangkat dan menurunakan benang agar ia benang longseng dapat selang seling saat memasukan benang pakan. Papan suri adalah papan yang mempunyai bilah-bilah lidi tipis dan terbuat dari kulit bemban batu yang disebut gigi suri. Papan suri gunanya untuk memadatkan benang pakan.“ Barulah mengikat motif,” ungkap Budiana
Menurutnya, proses tersulit di bagian ini adalah membuat motif. Untuk membuat motif, kita harus mengikat motif itu agar mudah nantinya mengagkat benang longseng dan memasukan sebuah alat yang dinamai Belirak. Belirak dibuat dari papan tipis, panjangnya sekitar 1,5 meter dan lebarnya sekitar 5 cm, gunanya untuk mengangkat motif yang diikat.
Untuk mempermudah memasukan benang pakan yang telah digulung pada pelating, penenun menggunakan sebuah alat yang dinamai dengan Turrak. Turrak terbuat dari ruas bambu khusus, berukuran panjang sekitar 30 cm, garis tengah sekitar 18 mm, pada salah satu ujungnya diberi sumbat dari kayu Belian bentuknya menyerupai peluru, gunanya untuk memudahkan memasukkan turrak pada benang longseng.“Begitulah selanjutnya. Jika ada perubahan motif, maka penenun harus mengangkatnya dan memasukan belirak. Jika telah banyak tenunan, maka kita harus memasang sumbe’,” tambah Budiana.
Sumbe’ terbuat dari sepotong bambu, ukuran panjangnya sekitar 1,5 meter. Pada ujung pangkalnya dipasang dua buah jarum, gunanya untuk mengatur agar hasil tenunan tetap kencang sebelum digulung pada balok passé.
Apabila hasil tenun telah mencapai beberapa centi meter, hasil tenun itu di gulung dengan sebuah kayu yang melintang di sebut balok passe. Hingga selanjutnya kembali penenun mengulur benang yang telah menggulung di tandaian.
Balok passe terbuat dari kayu keras, panjangnya seitar 1,5 meter, bentuknya persegi enam, dengan ukuran lebar sekitar 5 cm. balok passe digunakan untuk menggulung kain hasil tenunan.
“Sampai di situlah proses panjang pembuatan kain tenun. Biasanya kain paling cepat selesai satu bulan. Prosesnya yang lama membuat harganya mahal,” pungkas Budiana.
Begitulah teknologi melayu yang tidak pernah kita tahu siapa penemunya. Teknologi tenun yang berjasa membuat karya tradisional yang telah terkenal di beberapa Negara di dunia. Dari proses panjang tersebut juga membauat harga kain tidak semurah kain sablonan atau kain pabrikan. Menurut Budiana. Ratarata harga kain tenun sesuai dengan bahannya berkisar antara 1 sampai 3 juta rupiah. Namun untuk shall, kopiah, dan aksesoris lain biasanya seharga Rp. 100.000.
Ratusan Motif Belum Diketahui Makna Filosofisnya
Beberapa buah motif yang dituangkan ke dalam tenunan pastinya memiliki makna Filosofis pada penenun itu sendiri atau sejarah tertentu. Namun, di Sambas. Tidak banyak yang dapat digali mengenai Makna Filosofis dari beberapa motif tenunan yang jumalahnya sekitar 130 motif. Hanya 13 motif yang dapat dije-
laskan makna Filosofisnya.“Motif pucuk Rebung, istilahnya kehidupan kita yang seharusnya lurus,” kata Budiana.
Menurut Budiana, motif Pucuk Rebung atau yang lebih dikenal anak bambu melambangkan hidup seseorang yang seharusya lurus saat hidup, lalu bila sudah tua atau sudah tinggi, seseorang harusnya merunduk sama halnya dengan sifat bambu.
“Motif Kota Mesir orang kita yang dulu tinggal di Mesir,” lanjut Budiana.
Menurut Budiana, maksud dari motif Kota Mesir ini adalah saat seseorang yang pernah ke Kota Mesir menuangkan kondisi kota tersebut ke dalam tenunan, agar masyarakat Sambas mengetahui dan sekaligus dapat melihat gambaran Kota Mesir di dalam tenunan tersebut.
“Sebenarnya banyak motif untuk kain tenun Sambas. Namun, kami juga tidak tahu pasti bagaimana sejarah fungsi dan makna dari seluruh motif tersebut,” kata Budiana.
Budiana menambahkan, cukup banyak motif yang ada. Sekitar 130 motif jika dihitung-hitung. Namun, mereka tidak dapat menggali apa maksud dari motif-motif tersebut. Kebanyakan motifmotif yang telah ada adalah gambarangambaran tentang kehidupan manusia, tumbuhan, dan buah-buahan. Para penenun yang telah lama menenun, juga tidak terlalu mengetahui secara dalam. Mereka hanya menenun dan menenun tanpa tahu apa arti motif yang mereka tenun sampai saat ini.
Setiap motif dari kain tenun sambas ini pastinya memiliki latar belakang, bentuk dan makna filosofisnya. Dari sekian banyak kain tenun tersebut, baru beberapa saja yang kita kenal. agar bisa bersaing dengan kain tenun dari daerah lain. Kain tenun sambas sebagai khazanah budaya meskinya memiliki makna filosofis, agar punya nilai jual yang tinggi dalam pangsa yang lebih besar lagi.
Motif dan filosofi kain tenun
No Motif FILOSOFI
1 Pucuk Rebung Enggang Gading
2 Pucuk Rebung Bunga
3 Pagar Kota Mesir
4 Anggur
5 Sawa Melakko
6 Tabor Awan Pucuk rebung melambangkan kekuatan hidup manusia. Sedangkan burung enggang gading adalah sejenis burung besar khas pulau Kalimantan yang dijadikan maskot provinsi Kalimantan Barat. Melambangkan nuansa keindahan alam kota Sambas yang kemudian dituangkan ke dalam motif kain. Ada seorang ulama Sambas yang belajar Islam ke Mesir dan berkunjung ke istana yang mempunyai pagar berciri khas kota Mesir. Ulama tersebut menceritakannya kepada pengrajin tenun Sambas. Melalui cerita tersebut dituangkan dalam bentuk motif kain. Zaman dahulu masyarakat Sambas adalah pelayar dan peniaga, terutama ke Singapura. Pulangnya sering membawa buah anggur kesenangan mereka. Untuk mengenang perjalanannya dituangkan dalam bentuk motif kain. Ular sawah banyak ditemukan di daerah Sambas, biasanya ada yang melilit di pucuk rebung. Hal ini mengilhami penenun Sambas untuk menuangkannya ke dalam motif kain. Awan bertaburan di angkasa melambangkan suasana hari yang indah dan cerah. Keadaan ini mengilhami penenun Sambas untuk menuangkannya ke dalam motif kain.
7 Kupu-kupu Bagi masyarakat Sambas apabila kupu-kupu masuk ke dalam rumah pertanda akan kedatangan tamu. Hal ini kemudian dituangkan ke dalam motif kain.
8 Rantai Emas
9 Rantai Bintang
10 Tabor Bintang dan Tabor Bunga Sebangar
11 Bunga Male’
12 Bintang Timur
13 Parang Manang Melambangkan seni kerajinan dikenang terus-menerus tidak ada hentinya sampai ke keturunan selanjutnya. Semangat inilah yang diabadikan dalam motif kain. Melambangkan cita-cita tinggi yang terus-menerus dan harus tercapai. Semangat inilah yang dituangkan ke dalam kain motif ini. Gabungan seni yang berasal dari benda atas dan bawah yaitu bintang (atas) dan bunga sebangar (bawah), yang kemudian dilambangkan dalam motif kain. Pada suatu waktu masyarakat desa Sambas pergi ke hutan bertemu pohon Male’ yang sedang berbunga dengan indahnya setahun sekali. Untuk mengenangnya maka dituangkan ke dalam motif kain. Apabila ingin mengetahui waktu imsak masyarakat Sambas, khususnya penenun, melihat bintang timur yang mulai menampakkan diri. Pemandangan ini kemudian dituangkan ke dalam motif kain. Senjata yang dipakai berburu, berkebun, bertani oleh masyarakat Sambas adalah parang dan tombak. Salah satu bentuk parangnya sering menang (berhasil) untuk berburu, maka dituangkanlah dalam motif kain.
KTTHB

Bangkitkan Semangat Sosial Masyarakat Desa
Oleh Atem
“Tujuan terbentuknya Karang Taruna Tunas Harapan Bersama (KTTHB)sebagai wadah untuk berkumpulnya para pemuda untuk menggali bakat dan sekaligus untuk menekan dan menanggulangi kebebasan negatif yang sering dilakukan pemuda dan mengarahkannya pada kebiasaan yang berbau positif, “ ungkap Kasman, Ketua KTTHB
Di aat terjadi Fenomena kurangnya kepedulian sosial yang melanda masyarkat di zaman global terutama dikalangan pemuda, Karang Taruna Tunas Harapan Bersama (KTTHB) Desa Sungai Kumpai Kecamatan Teluk Keramat Kabupaten Sambas berusaha membangkitkan kembali semangat kepedulian sosial pemuda agar dalam melakukan sesuatu dalam kehidupan masyarakat menjadi lebih terarah, bertanggung jawab, dan melakukan hal-hal dengan tujuan yang positif.
Karang Taruna merupakan organisasi sosial wadah pengembangan generasi muda yang tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial dari, oleh, dan untuk masyarakat terutama generasi muda di wilayah desa/ kelurahan dan terutama bergerak di bidang usaha kesejahteraan sosial yang memiliki tujuan maupun visi dan misi yang berhubungan untuk kesejahteraan sosial bagi masyarakat di sekitarnya.
Sesuai dengan visinya yakni terbentuknya jiwa semangat dan tanggung jawab sosial yang tinggi pada generasi muda dalam menyikapi berbagai permasalahan sosial.
Saat diwawancarai Mimbar Untan pada Rabu (17/10/2012), Ketua KTTHB Desa Sungai Kumpai, Kasman, mengatakan tujuan terbentuknya karang taruna tunas harapan bersama sebagai wadah untuk berkumpulnya para pemuda untuk menggali bakat dan sekaligus untuk menekan dan menanggulangi kebebasan negatif yang sering dilakukan pemuda dan mengarahkannya pada kebiasaan yang berbau positif.
KTTHB yang memiliki sekretariat di Dusun Semayong Desa Sungai Kumpai ini, terbentuk pada tanggal 31 Desember tahun 2006 lalu dan masih eksis sampai sekarang. Hal ini tentu tidak luput dari Kerjasama desa dengan pemuda yang berjalan dangan baik. Kerjasama tersebut tampak dari bentuk dukungan Kepala Desa dan seluruh perangkat desa pada setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh KTTHB. “Banyak sekali dukungan yang telah diberikan pemerintah desa kepda KTTHB, karena Kepala Desa sebagai salah satu Pembina di organisasi ini jadi secara tidak langsung dukungannya selalu diberikan kepada organisasi KTTHB,” papar Kasman. Adapun dukungan yang dimaksud berupa dana pembinaan dari pemerintah desa dan setiap even yang dilaksanakan oleh KTTHB juga selalu mendapat bimbingan dan persetujuan dari pemerintahan desa. Kepala Desa Sungai Kumpai Dusun Semayong, Lana Sami’an mengaku mendukung program-program yang telah direncanakan KTTHB. “Perlu dibentuk KTTHB di Desa Sungai Kumpai untuk membangun karakter kepemimpinan kaum muda, sebagai inprastruktur sosial / patner pemerintah, Karang Taruna juga sebagai mitra pemerintah dalam penanganan usaha kesejahteraan sosial,” jelas Lana, Rabu (17/10/2012). Karang taruna dibentuk untuk mencapai tujuan-tujuan dalam menciptakan kesejahteraan sosial terutama di daerah pedesaan dan sebagai penggeraknya adalah para pemuda setempat. Ia berharap agar KTTHB kedepannya dapat meningkatkan potensi di desa dan mendorong masyarakat untuk lebih menciptakan generasi muda yang lebih maju. “Tujuan dibentuknya KTTHB di Desa Sungai Kumpai, supaya setiap generasi muda termotivasi untuk mampu menjalin toleransi dan menjadi perekat persatuan dalam kebersamaan kehadapan masyarakat berbangsa dan bernegara, terjalinnya kerjasama antara generasi muda dalam rangka mewujudkan tarap kesejahteraan sosial bagi masyarakat,” papar Lana. Masyarakat juga dapat merasakan manfaatnya meskipun masih belum banyak, tapi masyarakat tetap menyambut baik program-program yang dilakukan KTTHB yaitu dengan mendukung langsung dalam program tersebut, misalnya mengikutsertakan anak-anaknya di TPA, yang diadakan KTTHB, bersama-sama memeriahkan perayaan Hut RI, gotong-royong perbaikan jalan, dan beberapa kegiatan lainnya. Ada perbedaan sebelum dan sesudah berdirinya KTTHB di desa sungai kumpai. “Sebelum ada karang taruna, tiada satupun kegiatan, kalau tidak ada karang taruan, tidak ada apa-apa dikampung,” ucap Liani dengan bahasa khas Melayu Sambas. Dengan terbentuknya Karang Taruna Tunas Harapan Bersama di Desa Sungai Kumpai, ia mampu memberikan perubahan bagi desa dan masyarakat setempat. Kasman berharap KTTHB selalu akti eksis dalam segla hal, terus berkarya, kreatif, bisa memberikan motivasi, bisa membantu dan berguna bagi masyarakat desa Sui Kumpai dan selalu solid sesama anggotnya dalam mejalankan organisasi serta go internasional. Saat reporter Mimbar Untan kembali menyambangi KTTHB, mereka tampak masih tetap eksis melakukan segala kegiatan mereka. Masyarakat juga sangat antusias mengikuti semua kegiatan yang mereka adakan dan satu persatu program kerja mereka telah terwujud, seperti sukses menggelar peringatan Hut RI yang ke-68, di Desa Sungai Kumpai pada Sabtu, 17/08/2013 lalu.


