
11 minute read
Mimbar Utama
BOBROKNYA
Birokrasi Perbatasan Di Aruk
Advertisement
Ilustrasi: Miun Dodi
BORDER ARUK YANG TERLETAK DI KECAMATAN SAJINGAN, KABUPATEN SAMBAS TERGOLONG MASIH SANGAT MUDA SETELAH PERESMIANNYA PADA TAHUN 2011 KEMARIN. MUKA NEGARA INDONESIA INI MASIH SANGAT MIRIS KEADAANNYA, KANTOR SEPI, PEGAWAI SEDIKIT DAN KEADAAN FISIK BORDER TAMPAK TAK TERAWAT. HAL TERSEBUT JELAS TERLIHAT BERBEDA KETIKA KITA MELIHAT MUKA NEGARA TETANGGA
Dibutuhkan sekitar 2 jam perjalanan dari desa Galing menuju border Aruk. Untuk sampai ke daerah ini butuh tingkat kehati-hatian yang tinggi. Jalan terjal yang tinggi penuh bebatuan harus kita lewati, belum lagi turunan dengan tingkat kecuraman tinggi.
Sekeliling pemandangan yang kita lewati cukup bagus, karena daerah ini merupakan dataran tinggi pegunungan. Tapi bukan pohon rindang yang tinggi kita jumpai, yakni tanaman sawit yang baru ditanam sampai sudah dewasa .
Aktivitas di border ini masih sepi hanya saja, tampak para pengojek yang mencoba mengais nafkah dari para pengunjung yang datang. Pegawainya juga masih minim. Belum lagi kondisi border yang kurang terawat. Kondisi tersebut berbeda dengan Malaysia. Tatanan lingkungan yang apik, petugas yang non-stop berjaga di pos, dan keadaan bordernya yang terawat. Di border Aruk terdapat beberapa instansi yakni Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) Aruk, bea cukai, imigrasi, dan karantina. Kesemua instansi tersebut mempunyai tugas dan wewenang tersendiri. Instansi lainnya adalah Pemerintah Kecamatan Sajingan.
Ketika tim reporter mengunjungi kantor camat Sajingan yang berada di jalan raya Sajingan pada pukul 13.12 WIB, ruangan kantor tampak kosong tidak ada seorang pun yang menyambut kedatangan kami, lalu kami pun mengunjungi rumah dinas camat Sajingan yang terletak disampingnya. Rumah yang tidak begitu besar dan tata ruang yang cukup sederhana serta tampak dua orang yang sedang mengajukan perubahan nama
Pintu keluar-masuk perbatasan Indonesia-Malaysia di Kecamatan Sajingan, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat.

pada kartu keluarga kepada camat atau yang lebih dikenal dengan nama Suhut Firmansyah, timbul pertanyaan dibenak kami apakah ini bentuk pelayanan publik di daerah perbatasan? Kemana perginya pegawai pemerintah yang seharusnya memberi pelayanan kepada publik atau hanya kepala kecamatan yang melayani seluruh masyarakat disini?, akhirnya semua pertanyaan itu dijawab ringan oleh camat, “ Pegawai lain sedang makan siang “ ungkapnya dengan ramah. Hal ini berkaitan erat dengan inefisiensi waktu yang dibutuhkan, pekerjaan-pekerjaan teknis yang dilaksanakan secara manual dan berulang-ulang, serta rendahnya kapasitas dan kapabilitas pegawai diberbagai unit kerja.
Hal tersebut disebabkan birokrasi adalah pelaksana kebijakan dan prosedur yang kaku, maka efisiensi seringkali sulit untuk dilaksanakan, yang terjadi adalah pemborosan waktu, tenaga dan sumber daya. Belum lagi soal kualitas personel dan sumber daya birokrasi pada umumnya. Beliau juga membeberkan beberapa informasi yang berkaitan dengan perbatasan seperti pelayanan di border, tidak adanya koordinasi UPT PPLB, informasi mengenai trayek 2014 antara Kuching-Singkawang dan kurangnya informasi antar instansi di perbatasan. Mengenai pelayanan diborder beliau mengungkapkan beberapa hal yang perlu digaris bawahi yang pertama adalah catatan kewenangan yang sah antara kecamatan dan pihak border untuk bekerja sama mengelola perbatasan, yang kedua penanganan border yang belum jelas dan yang ketiga pola manajemen UPT PPLB Aruk yang tak terarah.
Menurut Eddy Suratman dalam bukunya yang berjudul “Pengembangan Kawasan Perbatasan”. Selama ini kawasan perbatasan belum mendapat perhatian dari pemerintah. Meskipun arah kebijakan pengembangan kawasan perbatasan sudah ditetapkan, yaitu menjadikan kawasan perbatasan sebagai beranda depan NKRI, dengan tujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan kapasitas pengelolaan potensi kawasan perbatasan dan memantapkan ketertiban adan keamanan kawasan perbatasan.
Beliau juga menambahkan penanganan masalah dikawasan perbatasan membutuhkan landasan hukum yang tegas, komprehensif dan mampu mengikat semua pihak. Salah satu landasan hukum yang paling mendasar adalah kejelasan wewenang dan jalur koordinasi dalam pengelolaan kawasan perbatasan. Hingga saat ini belum ada kejelasan soal siapa yang memiliki kewenangan mengelola perbatasan, apakah pemerintah pusat, provinsi, atau kabupaten.
KECAMATAN DAN BORDER?
Berlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah, maka daerah pun diberi kewenangan dalam menjalankan otonomi seluasnya-luasnya,kecuali urusan yang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat, dalam Pasal 18A Ayat (2) menyatakan bahwa “ hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang undang”. Dalam hal ini jelas bawa peran pemerintah daerah itu sangat luas mencakup beberapa aspek kehidupan.
Termasuklah pelayanan umum diperbatasan, kecamatan adalah salah satu bagian dari pemerintah daerah yang memiliki wewenang di daerahnya masing-masing dan seharusnya di perbatasan pihak kecamatan juga di ikut sertakan dalam pelayanan umum diperbatasan. “ Camat jangan hanya dijadikan label kepala daerah, itu terbukti dengan koordinasi dari pihak border yang terbatas kepada kami “, ungkap Suhut Firmansyah. Beliau juga menambahkan bahwa kerja sama antar lembaga itu penting guna mencapai tujuan yang maksimal dalam pelayanan di perbatasan. Suhut juga menegaskan bahwa desentralisasi dan otonomi daerah sesungguhnya telah memberikan sejumlah kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Berbagai kewenangan selama ini dilakukan pusat telah diserahkan ke pemerintah daeeah, seiring dengan diberlakukannya Undangundang Nomor 32 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah. Namun dalam pembangunan kawasan perbatasan kewenangan pelaksanaannya masih berada pada pemerintah pusat, dengan alasan untuk mengintegrasikan berbagai kegiatan social ekonomi yang bersifat lintas administrasi wilayah pemerintahan sehingga diperlukan koordinasi dari institusi secara hirarkis lebih tinggi.

PENANGANAN BORDER YANG BELUM JELAS
Rumput tetangga lebih hijau dari rumput kita, mungkin pribahasa itu lebih cocok jika kita membandingkan daerah ditapal batas, entah itu dari segi financial maupun fundamental. Perbedaan bentuk fisik antara border Aruk (Indonesia) dan border Malaysia terlihat sangat jauh jika ditinjau dari pandangan mata. Dari segi taman dan bentuk bangunan yang tersusun apik serta pengamanan yang extra dari border Malaysia sangat jauh berbeda dengan situasi border Aruk. Bentuk bangunan yang nampak tak terawat karna banyak ruangan yang kosong belum lagi minimnya staf-staf yang bertugas disana. Mengenai masalah birokrasi di border aruk, Suhut Firmansyah juga membeberkan informasi mengenai kinerja petugas karena menurut beliau border itu harus diformat sama dengan Malaysia karena manajemennya jelas satu kepemimpinan bukan mesti masing-masing wewenang harus punya banyak manajemen meskipun berbeda tugas karena sudah jelas mempunyai tugas yang berbeda. Dan hal itu terjadi terus dalam melayani masyarakat yang keluar masuk antara 2 negara, tidak kejelasan ini membuktikan bahwa begitu buruknya birokrasi Negara kita, “ Harusnya sudah diantisipasi dan transparansinya, tapi pada prakteknya ketiga-tiganya (bea cukai, imgrasi dan karantina) masih jalan sendiri dan kepala UPT nya pun belum jelas sampai sekarang “, ungkap beliau.
Dampak dari hal ini adalah maraknya peredaran barang yang tak terkena bea cukai masuk pasar local yang memang dipasok dari Malaysia, tak hanya konsumen dari perbatasan yang menggunakan barang illegal tapi sampai kepada daerah kota Pontianak. Kepala bidang hubungan masyarakat Polda Kalbar AKBP Mukson Munandar mengungkapkan, saat ini Polda Kalbar terus meningkatan operasi rutin dalam penindakan dan penangkapan barang illegal yang rentan masuk ke Kalbar dari Negara tetangga. Dalam waktu sepuluh hari, polisi berhasil mengungkapkan delapan kasus barang illegal. Adapun pengungkapan kasus-kasus barang illegal diantaranya, penangkapan 50 karung gula illegal, pengungkapan kasus karantina hewan, ikan dan tumbuhan dengan barang bukti ikan tongkol beku asal Malaysia sebanyak tujuh ton dan satu unit kendaraan truk bernopol B 9669 MK, yang ditangkap di jalan Trans Kalimantan Ambawang, Kubu raya. (sumber : Pontianak Post, 5 oktober 2013). Ini jelas
menimbulkan pertanyaan dibenak kita, bagaimana barang haram ini bisa sampai di Kota Pontianak ?, menurut Mukson barang yang sudah disita pihak Polda Pontianak semuanya tidak dilengkapi dokumen resmi dari Balai Karantina. Apakah begitu mudahnya barang illegal dari Malaysia masuk begitu saja tanpa surat menyurat yang lengkap bisa tiba dengan barang yang tidak begitu sedikit dan apakah hal ini harus dibiarkan menjadi sebuah kebiasaan untuk terus mengkonsumsi barang haram?
POLA MANAJEMEN UPT PPLB ARUK YANG TAK TERARAH
Kategori keluhan ini berkaitan dengan karakter eksternal birokrasi, yaitu karakter birokrasi dalam menghadapi pihak luar dirinya, terutama dengan pihak publik sebagai klien utama dari pelayanan jasa yang diberikannya. Secara umum, muncul keluhan bahwa birokrasi itu bersifat bertele-tele, lamban, berbelitbelit dan sebagainya.
Birokrasi akan menajadi demikian manakala para aparatur birokrasi lebih berorientasi pada aturan-aturan atau prosedur dalam menjalankan tugasnya ketimbang pada tujuan pokok dari tugasnya. Dalam kaitannya dengan hal ini, seorang Laurence J. Peter menyatakan bahwa: “Dalam suatu hiraki, setiap pegawai cendrung untuk naik ketingkat inkompentensinya.” Dengan kata lain pada suatu saat, setiap jabatan diduduki oleh pegawai yang tidak kompenten menjalankan tugasnya.
Manajemen yang rendah dan minimnya tingkat SDM pegawai di perbatasan yang pada umumnya tamat SMA menjadi faktor utamanya. Joko merupakan kepala pos bea cukai yang berada diborder Aruk adalah pegawai yang pendidikan terakhirnya adalah SMA dan begitu juga dengan rekan-rekan kerjanya.
Saat tim reporter ingin menemui kepala UPT PPLB Aruk, beliau sedang tidak ada ditempat. Akhirnya kami pun menjumpai kepala Pos bea cukai Joko yang sedang bertugas memeriksa barang dari WNI yang hendak pulang ke Indonesia. Kami juga menemukan hal yang agak kurang beres disini, WNI tersebut ketahuan membawa 12 bungkus rokok dari dalam tasnya, petugas bea cukai tersebut mengambil 7 bungkus dan memberikan 5 bungkus kepada WNI tadi. Saat ditanya mengenai perihal tadi joko mengaku hal tersebut adalah bentuk dari sosialisai kepada masyarakat mengenai keamanan dan peraturan yang ada di border perbatasan. “ ini bentuk sosialisasi kepada masyarakat setempat, agar masyarakat mengerti tentang peraturan di border, karena sekarang sudah tak sebebas dulu (sebelum ada border) “, ungkap Joko.
Sekarang pemerintah pusat sedang membenah diri perihal birokrasi yang ada. Salah satunya adalah Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 Tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 – 2025. Pasal 2 Grand Design Reformasi Birokrasi 20102025 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 menjadi acuan bagi Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dalam melakukan reformasi birokrasi dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. Semoga ini menjadikan birokrasi di Indonesia lebih baik atau hal ini hanya menjadi tumpukan kertas diatas meja pejabat yang tak tahu kapan terealisasikan.

Pemeriksaan: Petugas Imigrasi sedang memeriksa barang-barang milik warga negara Indonesia (WNI) yang akan masuk ke Indonesia
Pendataan: Petugas Imigrasi sedang mendata WNI yang baru saja pulang dari Malaysia.

JALAN MENUJU BATAS

Foto: Mariyadi/Miun
Rusak
Kondisi infrastruktur jalan di perbatasan Kalimantan Barat (Kalbar), sebagian besar masih berupa tanah dengan kondisi yang rusak berat. Tidak hayal dengan kondisi infrastruktur jalan yang buruk banyak menimbulkan hambatan dan kerugian bagi masyarakat yang menggunakan akses jalan tersebut.
Doni (32) satu di antara pengendara yang melintasi Jl. Nasional Biawak (Malaysia)–Sambas (Indonesia), Kecamatan Sajingan Besar, Kabupaten Sambas, Kalbar, mengeluhkan kondisi jalan tanah yang menanjak yang licin, Selasa (24/9). Pasalnya, jalan tersebut tidak bisa dilewati, mobil yang dikendarainya untuk membawa karet, tidak mampu menanjak. “Mobil saya tidak bisa naik, karena pas tanjakan mobil saya habis kampas kopleng dan mobilnya pun termundur,” keluh Doni yang berprofesi sebagai supir ini.
Doni mengaku hendak pergi ke Sambas untuk menjual karet yang dibeli dari warga sekitar rumahnya di Sajingan. Dia mengatakan, buruknya akses jalan Sajingan ini memberi dampak negatif. “Kadang-kadang hasil kita habis ke mobil saja. Ini yang kedua kalinya saya begini, terpaksa kita harus tidur di jalan kalau situasi seperti ini. Apalagi kalau musim hujan tiba, kita harus tunggu panas baru bisa pergi,” jelasnya.
Kondisi tersebut tidak jauh berbeda dengan yang dialami Rian. Bedanya, mobil truk Rian amblas tepatnya di desa Sagang, Kecamatan Galing. “Mobil saya tiba-tiba amblas karena banyak muatannya,” ungkapnya kepada Mimbar Untan.
Menurut Rian, mobil yang dikendarainya ini bermuatan semen yang dibawa dari Sambas menuju Sajingan. Namun, ketika melewati desa Sagang ti-
Mogok: Mobil warga yang sedang melintang di jalan karena tidak mampu mendaki jalan yang tinggi.
ba-tiba mobilnya amblas, karena tekstur jalan di desa ini masih berupa tanah dan tidak mungkin mampu menahan beban muatan mobilnya. Tidak ada pilihan lain selain melintasi jalan ini, jalan ini satusatu yang bisa mengubungkan ke Kecamatan Sajingan.
Kondisi permukaan jalan tanah yang tidak rata, berlubang, dan menanjak tersebut, diperparah jika musim kemarau ataupun musim hujan tiba. Pada musim kemarau, jalan berdebu dan jika musim hujan, jalan akan menjadi licin dan becek sehingga menghambat transportasi masyarakat, mengingat jalan ini juga menghubungkan dua kecamatan lainnya yaitu bagian dari Kecamatan Teluk Keramat dan Kecamatan Galing.
Rizal, staf Bina Marga Pekerja Umum Sambas mengungkapkan jalan yang menghubungkan Sajingan sampai ke Sebangkau (bagian dari Kabupaten Sambas) merupakan jalan negara. “Dari Sebangkau terus ke tebas, abis itu ke Sambas belok ke Kukulingkar terus sampai ke simpang Galing terus ke Aruk (bagian dari kec. Sajingan) nah itu jalan nasional,” cerita Rizal saat ditemui di kantornya, Jalan Raya Subah, Sambas.
Rizal juga menambahkan, jalan tersebut bukan termasuk pekerjaan dari PU Sambas, melainkan menjadi tanggung jawab negara. Seharusnya negara yang wajib bertanggung jawab terhadap jalan yang menghubungkan Sajingan sampai ke Sambas tersebut.
Suhut Firmansyah, Camat Kecamatan Sajingan angkat bicara. Dia mengatakan ada wacana akan dibangun trayek Singkawang-Kuching. Berdasarkan kese-


Mobil yang melintas di jalan tanah yang terjal.
pakatan Sosekmalindo, mereka sepakat bahwa Desember ini, trayek tersebut sudah bisa dioperasionalkan, tentunya jalan yang akan dikerjakan adalah jalan dari Sajingan hingga ke Sambas. “Hanya saja sekarang ini infrastruktur sekarang makin rusak, sesungguhnya jalan itu pernah dikeraskan dulu tetapi tidak di pelihara,” ungkapnya kepada Mimbar Untan.
Hotasi, Kepala Satuan Kerja Perencanaan Kementrian Pekerja Umum Direktorat Jendral Bina Marga Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VII menegaskan bahwa jalan negara tersebut sedang dalam proses pengerjaan. “Ya jalan itu sedang di kerjakan,” ungkapnya saat ditemui di ruang kerjanya.
“Selama 18 bulan tahap pengerjaan atau hampir dua tahun akan di kerjakan dan dana nya berasal dari APBN dan Asia Development Bank,” tambah Hotasi lagi.
