
6 minute read
Mimbar Resensi
KUPU-KUPU KERTAS
Judul : KupuKupu Kertas (Perjuangan Meraih Cinta & Cita) Penerbit : Reginamedia Penulis : Deny Wijaya ISBN : 9786021783122 Cover : Soft cover
Advertisement
Oleh: Nabu
Novel ini berkisah tentang pahit getir perjuangan seorang anak yatim bernama Rangga. Terputus dengan sang ayah, yang merantau tah kemana, tidak tahu kemana keberadaanya. Rangga pun hidup sebatangkara, setelah ibunya wafat. Rangga pun berjuang mati-matian, untuk menyambung hidup dan terus sekolah. Ia rela menjadi kuli angkut barang di pasar bahkan kerja asongan. Berkat semangat dan keteguhan, Rangga berhasil menapaki jenjang sekolah, sehingga ke Perguruan Tinggi. Perkenalnya dengan Shirly dalam sebuah Ospek membuat dilema ketika Rangga telah jatuh hati pada Tantri. Yang dimana Tantri adalah cinta pertama Rangga yang ia kenal semasa dibangku SMA. Inila Awal episode cinta yang indah dan penuh dilema. Pada mulanya Shirly membenci Rangga, namun kebencian Sherly pada Rangga justru membuatnya terperangkap pada cinta yang mendalam.
Namun sherly tak sepenuhnya mendapatkan cinta Rangga. Sherly pun memutuskan untuk pindah kuliah Ke Melbourne, Australia. Uniknya, berkat sebuah beasiswa dari tempat Rangga bekerja di Jakarta, Rangga juga mendapakan kesempatan menamatkan studinya di Melbourne. Perjumpaan Rangga dengan Sherly di Melbourne membuat kedekatan mereka terajut kembali. Cinta lama bersemi. Kembali Rangga dihadapkan pada dilema. Memilih Tantri yang hilang Ingatan atau berpaling pada Sherly.
Mimbar Budaya MUSIK TANJIDOR
GENTA PERBA HAMPIR TERLUPAKAN

Langit penuh dengan awan keabu-abuan, sesekali terdengar gemuruh. Gas motor diperkencang melewati jalan batu dan tanah kuning, agar cepat sampai ke tempat tujuan. Desa Pipitteja, Kecamatan Teluk Keramat, mengunjungi grup tanjidor yang tersohor pada zamannya. Lumayan jauh dari Desa Paloh, sekitar 15 km dengan waktu tempuh 30 menit. Kini suara tanjidor mereka jarang terdengar dan hampir terlupakan.
Oleh Nabu
Dari jauh terlihat seorang yang sudah berumur dengan rambut penuh uban, berbaju coklat bergari putih, celana jabrai, sedang duduk di lapak sayurnya sambil memperhatikan orang lalu lalang. Pria itu bernama Ali, satu diantara pemain tanjidor yang tergabung dalam Grup Tanjidor Genta Perba dan masih menjabat sebagai Ketua Grup. usaha ayah dari Ali rekannya mengajak masyarakat desa untuk patungan membeli alat musik dan membentuk kelompok musik. “Grup Tanjidor Genta Perba yang berdiri pada tahun 1962 dengan personil 12 orang, hasil patungan (persatuan) sekampung, tanjidor ini sudah berumur 50 tahun”, ungkap Ali.
Menurut Ali, menjadi pemusik harus siap apa bila diperlukan, harus siap meninggalkan keluarga dalam waktu yang cukup lama. “Kadang kami sebulan sekali pulang rumah jika Genta Perba diminta manggung, itu pun hanya satu hari, karena jaman dulu permintaan orang pernikahan masih banyak dan kami hanya pakai sepeda” tambah Ali.
Ali menceritakan musik Tanjidor dulu sangat laris. Dalam satu bulan, biasa ada 8 atau 9 tempat untuk main, rata-rata kami main untuk orang perkawinan yang waktu itu harga sekali main 15 ribu ru-
piah. “Grup Tanjidor Genta Perba yang pernah kedaerah mana saja, bahkan dipanggil untuk main diacara Bupati dan masa Pemilihan Bupati. Jadi kami tak lelah untuk itu, bahkan kami makin cinta dengan Tanjidor sampai tua. Untuk lagu pun sudah hapal di luar kepala tanpa latihan”, kenang Ali.
Landak (69) dan Arif (70), pemain Grup Tanjidor Genta Perba tahun 62 yang sudah pensiun ini mengatakan, pada tahun 90-an mereka pernah mendapatkan penghargaaan dan mereka pernah juga dapat juara 1 dalam sebuah pertandingan.
Permintaan akan tanjidor tidak banyak seperti dulu. Hal tersebut di akibatkan banyaknya grup band dan organ tunggal dalam setiap acara pernikahan atau acara resepsi lainnya. “Sekarang Tanjidor tak sehebat dulu. Rata-rata panggilan untuk main 1 bulan cuma 3 kali saja, disebabkan setiap acara perkawinan pasti memanggil bend bukan Tanjidor. Kami bersyukur masih ada juga yang meminta kami untuk bergabung dengan bend”, ungkap Ali.
“Untuk pemainnya pun hanya ada beberapa yang muda, sisanya pemain lama,” ungkap Ali.
Dalam kenangan warga, Tanjidor sudah lama tidak terdengar lagi, ada pun tidak pull Tanjidor. “Dulu Tanjidor sangat pas sekali dengan acara pernikahan dan saat kami kecil dulu suka sekali mendengarkan Tanjidor”, kata Tambri warga setempat.
Menurut Agus (18), salah satu siswa SMK 1 Paloh, sekarang ia jarang sekali mendengarkan musik Tanjidor. “Pengen rasanya mendengarkannya lagi, malah band (Okestra) yang banyak di acara pernikahan,” tambahnya.
Untuk regenerasi, grup genta perba sudah melakukan rekruitmen. Namun, tidak banyak pemuda yang tertarik untuk bergabung. “ Kami sudah berusaha untuk mencari pengganti kami, terutama anakanak muda yang masih kuat tenaganya“ ungkap Arif.
“Mungkin penerusnya sudah tidak ada, anak-anak muda pun tidak mau melanjutkan budaya ini. Mungkin gengsi atau malu jaman sekarang main Tanjidor. Termasuk aku, malu dan gengsi bila disuruh main”, canda Landak sambil tertawa.
Pendapatan yang diterima setiap personil yang berjumlah 12 orang sebesar Rp. 60.000. Jumlah gaji yang diterima tersebut dari total upah yang diterima grup Tanjidor Genta Perba yang berjumlah 1 juta rupiah. “ Untuk harga sekarang 1 juta sekali main. “Itu pun dibagi 12 orang. Jadi 60 ribu per orang dan 20 ribu masuk kas kami”, jelas Ali lagi.
Ali dan kawan-kawanya berharap, musik tanjidor dapat dilestarikan dan dibudayakan, supaya tidak hilang dimakan zaman. Anak-anak muda juga harus sadar akan budaya ini. “Aku sangat cinta tanjidor. Menurut saya pribadi, membuat budaya musik tanjidor ini bisa bertahan sampai anak cucu adalah kebanggaan tersendiri bagi saya,” kata Ali.
“Lanjutkan budayaTanjidor ini, jangan sampai kalah dengan band (okestra) dan jangan sampai nantinya anak cucu kita tidak tahu musik tanjidornya, masyarakat dan pemerintah setempat juga harus sadar dan bertindak untuk melestarikan budaya ini”, tutur Agus, berharap kedepan.
Ali mengatakan Sebagai seorang pemusik, ia berharap kian tumbuh kesadaran masyarakat khususnya para pemuda untuk melanjutkan perjuangan mereka, untuk mempertahankan budaya yang ada dan ia juga ingin pemerintah lebih memperhatikan hal ini, karena jika tidak di lakukan upaya pelestarian, budaya musik tanjidor ini bisa hilang karena ditelan jaman modern yang mengandalkan Band. []

Para pemain grup tanjidor Genta Purba.
DI BALIK HARAPAN

Ketika ku buka jedela kehidupan yang nampak tilas Awan mendung menggambarkan keadaan jiwa ku............. Cerminan cuaca yang nampak jelas Aku melihat jauh di sana............. Ada harapan besar mencuat kepermukaan... Ada pengharapan,,,,,,, Ada cinta,,,,,,,,, Ada masa depan ??? Harapan itu seakan memanggil hasrat hati untuk tergugah Namun apalah daya ....... Aku terbentur tembok besar Tembok yang memaksa untuk ku mengurungkan segala harapan dan impian Ada kemelut hadir di sela harapan ku..................... Begitu besar muatan terminal memori ingatan akan sebuah harapan Akankah daya ini menyemburat keluar ??????? Dibalik harapanku hanya kekuatanNYA yang berkuasa.... Getir kehidupan datang di bawa arus hidp........... Api di jiwa tak pernah padam selalu diterpa badai kebimbangan........ Namun semangatku tak pernah pudar.... Dia kan berikan jawaban Di balik harapan.....

Oleh: Talino
KATA PRESIDEN
Kata SBY pendidikan sama dengan KORUPSI Yang dapat menciptakan tikus-tikus berdasi Kata MEGA pendidikan sama dengan “Wong gede” Sehingga “Wong deso” tidak mendapatkan hak mengayom pendidikan, jadilah pengangguran Kata GUSDUR pendidikan sama dengan orang buta “Sudah bertahun-tahun negara ini merdeka, kok masih gitu-gitu terus ndk ada maju-majunya” Kata HABIBI pendidikan sama dengan teknologi “Lihat seperti aku, bisa menciptakan pesawat dengan teknologi” Kata SUHARTO pendidikan sama dengan perubahan atau Reformasi. Demi kebebasan dan demi hak asasi manusia marilah kita mengabdi dipangkuan Pertiwi Kata SUKARNO pendidikan sama dengan kemerdekaan Harus kita rebut dan pelihara dengan baik Darahku adalah darahmu negeriku Itulah kata presiden
Oleh: Nabu
JERITAN ANAK BANGSA
Kami generasi muda bangsa,,, Kami anak bangsa yang tak tau mau dibawa kemana Kehilangan sosok legenda bangsa, Kehilangan manusia – manusia sempurna dimata belia.... Kata – kata tak bersarang lagi di terminal ingatan......... Mimpi kami hanya bersarang di dada, Ketulusan bercampur dengan kedustaan................ Penindas kini merdeka........... Kami sengsara......... Bumi kami........ Ladang kami........ Musnah ditelan para pen guasa jalanan........... Jeritan kami tak keluar......... Ditelan angin jalanan........... Hanya tawaran rimba yang ada saat ini dan nanti..... Kami generasi bangsa bagaikan dalam tabung kaca............ Mampu tapi tak bisa.. Gejolak jiwa membara dan lenyap seketika Hanya bisa menjerit dalam air............ Melihat dalam kegelapan