5 minute read

Mimbar Humaniora

Next Article
Mimbar Sorotan

Mimbar Sorotan

MARSEL, penderita Hidrochepalus bersama ibunya, Kurnia, saat meminta bantuan ke SMPS. (Miun/Mariyadi)

Foto: SMPS

Advertisement

KESEMBUHAN BUKAN UNTUK MEREKA, KAUM YANG TAK PUNYA

“Berjuang untuk kesembuhan dan melawan penyakit memang tidak mudah, harus pulang dan kalah karena dana yang kurang memadai,” ungkap Hadali, anggota Solidaritas Mahasiswa Peduli Sesama (SMPS).

Oleh Mariyadi

Langit di ufuk barat sudah memerah. Burung-burung berbondong pulang ke sarang. Terdengar kumandang azan dari corong Mesjid sekitar. Beberapa menit kemudian Solat Magrib pun telah selesai dilakasanakan kaum muslim sebagai suatu kewajiban. Tidak terlalu sepi suasana Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sudarso Pontianak saat kami 30 jambangi, melainkan diramaikan oleh para keluarga atau sanak famili yang hendak menjenguk pasien. Begitu juga ruang L Bedah Syaraf. Masing-masing dari mereka membawa sejumlah makanan dan peralatan untuk si sakit. Ada yang membawa Termus dan beberapa buah segar. Tampak juga beberapa orang yang sedang duduk di kursi, terdiam berpangku tangan di depan pintu masuk dari masing masing ruang pasien.

Di ruang Cherry, di ranjang khusus bagi orang yang sedang sakit, 5 orang pasien terbaring kaku. Rata-rata pasien di ruang tersebut berpenyakit Hidrosepalus ( Pembesaran Volume Kepala) dan penyakit Tumor atau penyakit syaraf lainnya. Suasana haru menyelimuti ruangan yang diterangi lampu putih. Mereka pasti merasa ingin sekali keluar dan sembuh dari penyakit mereka, agar dapat menghirup udara tenang di luar. Bermain, bersekolah, bercanda dengan sanak keluarga atau teman mereka bagi si sakit yang masih kecil. Bagi mereka yang memunyai tanggungan keluarga pasti mereka ingin bertemu dengan sanak keluarga di rumah, anak tersayang, suami yang tercinta,

Edisi VII Tahun XXXII/ LPM Untan/ 2014

tetangga mereka yang ramah, lalu bekerja di sawah, berbelanja dan banyak lagi yang menjadi idaman mereka jika mereka sembuh kelak.

Melawati, terbaring miring ke kanan terselubungi selimut putih tebal. Gadis berumur 11 tahun ini menghidap penyakit komplikasi Hidrosepalus dan Tumor Otak. Di samping Melawati ada kedua orang tuanya, Rohaya dan Mulyadi yang kesehariannya bekerja sebagai petani di kampungnya, Setapuk Besar, Kota Singkawang Utara. Mulyadi sudah sebulan tidak bekerja demi menjaga anaknya. “Kami telah hampir sebulan di rumah sakit, saat ini genap 26 hari kami di sini,” kata Mulyadi.

Ditanya tentang bagaimana Melawati masuk ke RSUD Soedarso, Mulyadi agak sedih saat bercerita. “Awalnya Melawati mengalami demam, pusing, batuk, dan penglihatan mata kanannya agak kabur, lalu ia dilarikan ke rumah sakit daerah Singkawang. Setelah tiga hari di rumah sakit Singkawang, Melawati dirujuk ke RSUD Sudarso Pontianak yang kemudian di operasi pertama hari Senin (27/11), kemarin,” ujar Mulyadi.

Mulyadi menerangkan, keadaan anaknya setelah operasi pertama masih seperti biasa. Melawati masih merasa pusing-pusing setelah setengah cairan di kepalanya dibuang. Pada awalnya, penglihatan mata sebelah kanan Melawati kabur. Kemudian, setelah beberapa hari di rumah sakit, mata bagian kiri turut kabur. Sampai saat ini terhitung 10 hari setelah selesai operasi, Melawati tidak bisa buang air besar. Kata dokter, penyakitnya pun bertambah awalnya hanya Hidrosepalus kini tambah deritanya dengan Tumor otak.

Setelah mengetahui penyakit Melawati bertambah parah, kedua orang tuanya tidak putus asa untuk berikhtiar menyembuhkan buah hatinya itu. Mereka berencana membawa Melawati ke Jakarta. Di sana, mereka akan bertemu dengan dokter ahli yang tentunya akan menyembuhkan penyakit Melawati. “Mungkin untuk selanjutnya kami akan membawa Melawati ke Jakarta,” Kata Rohaya. Mulyadi dan keluarga dihadapkan kembali kepada permasalahan dana. Meskipun semua biaya operesi ditanggung Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat), segala tetek bengek lain pasti memerlukan dana juga. Sedangkan pada waktu itu mereka tidak dapat bekerja untuk mencari dananya.

“Seperti pengalaman sebelumnya, perawatan untuk penyakit ini memerlukan waktu lama dan dana yang cukup besar. Bahkan memakan waktu berbulanbulan,” kata Hadali, yang bersama saya saat itu.

Kondisi serba kekurangan tersebut juga pernah dialami oleh beberapa pasien penghidap hidrosepalus sebelumnya, Marsel dan Nayla. Mereka harus pulang ke rumah karena kekurangan dana untuk menunggu operasi kedua. Padahal di rumah mereka tidak dirawat sebagaimana mestinya. “Kemarin kami juga sedikit membantu Nayla dan Marsel,” tambah Hadali saat bersama SMPS di titik pengumpulan dana.

Marsel pulang ke Dusun Sui Guntung Barat, Desa Sui Palah, Kecamatan Galing, setelah operasi pertamanya. Marsel sejak berumur 2 bulan mengalami penyakit ini, pada saat berumur 4 tahun dia baru dioperasi. Dana yang terkumpul dari SMPS-lah yang dipakai, namun uang sebesar 22 juta telah habis. Masih ada satu kali operasi yang harus dilakukan demi tersembuhnya penyakit Marsel. Begitu juga Nayla yang berumur 6 bulan, harus terbaring sakit karena menghidap Penyempitan Uraf Syaraf. Dia hanya pernah menangis sekali saja setelah dilahirkan. Dan saat ini dia pulang ke rumahnya di Kubu Raya setelah menjalani operasi yang pertama, dikarenakan keterbatasan dana.

Mahasiswa Kalbar bentuk SMPS

SMPS adalah sebuah organisasi mahasiswa dari perguruan tinggi di Kalimantan Barat yang mempunyai rasa sosial tinggi untuk membantu orang-orang yang membutuhkan. Mereka membantu sebisa mungkin mencari dana untuk membantu orang-orang yang membutuhkan seperti Melawati, Nayla dan Marsel. “Kami turun ke jalan, meminta belas kasihan pengguna jalan untuk sedikit meringankan beban mereka. Namun, itu pastinya belum cukup untuk mereka yang rata-rata orang tua si sakit hanya petani biasa yang tidak memunyai penghasilan yang tetap,” terang Hadali.

“Kami mulai kembali ingin membantu. Kami sangat mengharapkan kerjasama dan bantuan dari pihak-pihak yang peduli akan sesama. Tidak memandang dari mana ia berasal, pendidikannya, atau apapun juga, asal mau untuk menolong orang-orang yang sedang terbaring sakit dan sangat memerlukan pertolongan,” ujar Putra Hermanto, anggota SMPS.

Menurut Putra, berawal dari Alm. Dirga dan Alm. Sapika yang menghidap penyakit Hidrosepalus asal Jawai dan Pemangkat, aksi sosial mereka terus ada, sebagai bentuk Pengabdian Kepada Masyarakat yang tertuang dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi. Dalam segala aksi sosial ini mereka menunjukan bahwa mahasiswa tidak duduk diam melihat penderitaan saudara-saudara yang terbaring di rumah sakit. Mereka berterima kasih kepada para pengguna jalan yang telah mau mengulurkan tangan meringankan penderitan si sakit.

Kegiatan SMPS Mulai Berkurang, Pasien Hilang Kontak

Kamis, (26/09/13), reporter Mimbar Untan kembali menemui Hadali. Ada pula beberapa rekan SMPS lainnya. Mereka menerangkan kembali kabar beberapa pasien yang telah mereka bantu sebelumnya. “Saat ini, marsel kondisinya memburuk. Ia tidak terlalu diurus keluarganya. Padahal uang yang terkumpul masih ada untuk biaya perawatan Marsel,” ungkap Hadali. Menurut Hadali, kondisi Marsel semakin memburuk. Keluarganya tidak terlalu memperhatikan kesehatan Marsel. Mungkin karena ketidaktahuan atau hal-hal lain yang tidak mereka ketahui. Sedangkan Nayla dan para pasien lain, tidak diketahui kabarnya sampai saat ini.

Menurut Hadali, pergerakan SMPS saat ini dirasa mulai berkurang. Sejak mereka sedang Magang atau PPL, tidak ada yang mengajak teman-teman SMPS untuk turun ke jalan lagi. “Pergerakan SMPS juga tidak lagi semantap dulu,” ungkap Hadali.

Turun ke Jalan: Solidaritas Mahasiswa Peduli Sesama melakukan aksi penggalangan dana untuk pasien yang kurang mampu, di Bundaran Digulist Universitas Tanjungpura Pontianak. Foto: SMPS

This article is from: