4 minute read

Mimbar Budaya

Next Article
Mimbar Utama

Mimbar Utama

SERULING GRUP

Harta Karun yang Terpendam

Advertisement

Sebagaian masyarakat Kalimantan Barat (Kalbar) tentunya jarang mendengar kesenian musik tradisional seruling khas Kalimantan Barat ini. Namun, tim mimbar untan menemukan jejak kesenian ini di Desa Sungai Guntung Barat yang masih dimainkan oleh Grup Perintis. Saat ini, kesenian seruling khas Kalbar ini diambang kepunahan. Sebab, tidak ada generasi penerus dan kesenian ini tergerus oleh musik-musik luar.

Oleh Mariyadi

Jamiri adalah satu diantara seniman seruling grup yang tersisa di daerah itu. Di sebut seruling grup, karena seluruh personilnya, kompak memainkan alat musik jenis seruling. Seruling ini terbuat dari bahan dasar bambu, bila dimainkan secara bersamaan, akan menghasilkan nada lagu yang indah dan berirama. Dalam perjalanan waktu, beberapa diantara personil grup ini, menambah beberapa jenis alat musik lainnya. Seperti tanji, tambur, dan sejumlah alat pengeras suara. “Tujuannya agar suara musik yang dihasilkan bervariasi dan berirama,” kata Jamiri.

Bagi warga Dusun Sungai Guntung, seruling grup biasa ditampilkan pada acara perkawinan, peringatan hari kemerdekaan dan penyambutan kedatangan para pejabat atau kepala daerah yang berkunjung ke dusun ini.Pertunjukan terbesar digelar warga dusun ini, Pengalaman tujuh tahun yang lalu, menontuhkan orang yang paham dengan teknik pembuatan. Karena teknik pembuatan yang rumit, seruling ini tidak ditemukan di toko yang menjual alat musik.

“Di Sambas, hanya tersisa satu orang saja yang mahir membuat seruling ini. Sayang beliau sudah almarhum. Pak Zainal namanya,” kata Jamiri. “Sampai sekarang belum ada generasi yang menggantikan bakat Pak Zainal,” tambahnya.

Bisa jadi, lantaran krisis tenaga pembuatan seruling, kesenian ini sempat redup juga. Nyaris setiap ada acara pernikahan maupun hari kemerdekaan, suara seruling ini sempat tak terdengar lagi.

Baru pada 2003, Jamiri ketika itu menjabat sebagai kepala dusun, kesenian ini dibangkitkan kembali. Jamiri kemudian mendirikan grup kesenian seruling ini. Anggotanya adalah warga Sungai Guntung Barat. Grup ini diberi nama “Grup Perintis.”

“Ketuanya adalah Nordi. Warga kampung kami juga,” kata Jamiri.

Jamiri mengatakan, untuk membina dan melestarikan grup ini tidak cukup dengan latihan. Tetapi juga butuh pembinaan. nah, khusus untuk pembinaan di sini, dibutuhkan modal untuk operasional. Misalnya biaya perawatan alat musik, kostum dan konsumsi.

Beruntung Jamiri bertemu dengan Ihsani. Ia adalah pegawai di Badan Pendapatan Daerah Kalbar. Darinya, grup ini mulai mendapat binaan. Pada setiap kesempatan Ihsan mengundang grup ini untuk mengisi acara pesta sejumlah pejabat di pemerintahan daerah. Pelan-pelan kesenian ini mulai dikenal masyarakat luas. Salah satunya, grup ini pernah tampil pada perayaan ulang tahun Pemkab Sambas dan mengikuti festival kesenian di pelbagai daerah.

Ketua Grup Perintis, Nordi (45 tahun) mengatakan saat ini grup yang dipimpinnya memiliki jumlah anggota sebanyak 18 orang.

Dari anggota ini, mereka sampai sekarang terus berlatih memainkan seruling dan mempelajari beragam jenis lagu. Menurutnya, hal ini penting dipelajari. Karena tidak selamanya setiap ada pagelaran, para anggota membawakan lagu daerah. Lagu-lagu terkini juga wajib dipelajari.

ton dua puluh orang bermain seruling di atas pentas di dusun Sungai Guntung Timur

“Sebenarnya kesenian ini telah ada sebelum kami lahir,” jawab Jamiri. Ia menceritakan pada 1950 kesenian seruling grup mulai diperkenalkan oleh seorang guru, bernama Muhamad Rifai. Ia berasal dari Sungai Bundong, Kecamatan Sungai Kunyit Kabupaten Pontianak. Muhamad Rifai menikahi seorang gadis bernama Asmi dan menetap di Sungai Guntung Barat. Di tempat inilah kesenian seruling grup mulai diajarkan pada masyarakat sekitar.

Mulanya seruling grup memiliki anggota sebanyak 23 orang.Kelompok ini dipimpin langsung Rifai. Dalam perjalanan waktu, hanya tinggal beberapa orang saja yang tersisa, melestarikan kesenian tradisional tersebut. Mereka adalah Marjini, Muslimin, Parhan, Sumbri, Simin. Mirisnya lagi, empat dari lima anggota yang tersisa bahkan kini telah menetap di Malaysia.

“Hanya Muslimin yang tersisa. Sekarang tinggal di Sambas,” kata Jamiri.

Menurut Jamiri, kesenian seruling grup mirip dengan perkumpulan seniman musik tanjidor. “Namun, seruling lah yang paling dominan,” kata Jamiri.

Ia mengatakan, kesenian seruling ini idealnya memiliki 20 buah seruling, satu tanji dan tambur. Dalam setiap pagelaran, tiap seruling diberi pengeras suara. Khusus untuk jenis seruling yang digunakan, menurut Jamiri sedikit berbeda dengan seruling yang biasa digunakan pada musik band sekarang.

Perbedaan itu terletak pada bentuk fisik dan ukuran dan ukuran bervariasi. Seruling paling panjang berukuran 47 centimeter dengan jarak antara lubang not 3 centimeter. Sedangkan untuk seruling kecil, memiliki panjang 30 centimeter dengan jarak lubang not 2 centimeter.

Setiap ukuran seruling menghasilkan nada yang berbeda. Untuk menghasilkan nada tadi, alat ini dimainkan dengan cara ditiup. Untuk seruling yang besar menghasilkan nada bas dan yang kecil untuk pengiring.

Adapun bahan dasar dari seruling ini adalah dari bambu. bambu ini diraut menggunakan mata pisau dengan halus. Tapi untuk pembuatan seruling ini dibu-

pem mengenalkan Tujuannya agar bawaan dan media

tradisional ini tidak hanya untuk kalangan tua. Generasi muda juga wajib mengetahui, bahwa alat musik ini tidak kalah dengan alat musik modern yang mereka kenal sekarang.

Pernah suatu ketika, pada saat alat grup ini mendapat undangan tampil mengisi acara ulang tahun Pemkab Sambas. Lebih tepatnya pada 2005 silam. Pada saat itu grup pipmpinan Nordi sempat bingung begitu pihak panitia acar meminta grup ini membawakan lagu daerah Sambas.

“Sebelumnya kami hanya berlatih lagu-lagu maras, dangdut, dan lagu-lagu melayu.” Kata Nordi.

Maras dalam masyarakat Melayu Sambas merupakan sejenis lagu untuk arak-arakan pengantin. Lagu ini juga biasa dimainkan dengan alat musik tanji-

dor.

Bagi generasi muda yang ingin belajar memainkan seruling grup cukup mudah dan tidak membutuhkan waktu yang lama.

“Kuncinya cukup menguasai not nada pada lubang di seruling,” katanya.

Jamiri, Nordi dan seniman seruling grup ini adalah generasi yang tersisa di Kabupaten Sambas. Latihan dan latihan dari anggota grup ini tentulah tak cukup untuk mempertahankan tradisional ini secara berkelanjutan. Apalagi pesatnya teknologi dengan kehadiran alat musik modern, lambat laun seni seruling bambu ini bakal tergerus zaman.

Butuh dukungan semua pihak untuk melestarikan kesenian ini. Misalnya dukungan dana dan pola pembinaan yang baik. Pada akhirnya, generasi mudalah yang nantinya yang akan estafet perjuangan Grup Perintis, agar seruling grup bisa dikenal masyarakat

luas. Semoga.

This article is from: