
14 minute read
Mimbar Realita
Keluh Kesah TRANSMIGRAN KAYONG
“YAH BEGINILAH DI SINI, JAUH DARI KOTA, SAYA SAMA KELUARGA SUDAH TUJUH TAHUN TINGGAL DI SINI, TAPI BELUM ADA PERUBAHAN,” UNGKAP MULYONO, TRANSMIGRAN KAYONG.
Advertisement
Oleh Arin
Cuaca gerimis panas menghiasi langit dan udara di pelabuhan Rasau Jaya. Melalui perjalanan selama lebih dari satu jam mengendarai motor, dengan rute yang hanya berbelok kanan dua kali di setiap simpang tiga jalan, ditemani struktur jalan bergelombang dari Kota Pontianak.
KM Gunung Palong, kapal Ferry yang biasa dipakai untuk penyeberangan antarpulau bersandar kokoh di pinggir pelabuhan, menanti penumpang yang akan menggunakan jasanya agar dapat sampai tujuan. Para penumpang yang sebagian besar adalah Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang mengadu nasib di Kabupaten Kayong Utara dan mahasiswa yang pulang kekampung halamannya demi menyambut hari Raya Idul Adha ini satu persatu menaiki kapal fery. Dengan hanya membayar Rp.2000,- untuk parkir kendaraan sebelum menaiki kapal dan Rp.115.000,- untuk penumpang beserta kendaraan yang dibawa oleh kapal.
Matahari yang tadinya ganas kini mulai menyerah pada waktu sore yang ditemani langit mendung, jam yang telah menunjukkan pukul 4 sore mengiringi kapal penyebrangan yang mulai berlayar perlahan melewati perairan bertemankan hawa dingin yang diselimuti malam. Para penumpang yang berwajah ceria menanti kedatangannya ke kampung halaman kini kelelahan dan kelaparan, kantin kapal silih berganti mereka kunjungi untuk sekedar membeli cemilan dan rokok. 12 jam adalah waktu yang ditempuh dalam satu kali pelayaran. Jam 4.30 kapal sudah sampai di tanah Kayong tepatnya di Pelabuhan Teluk Batang. Sedikit tentang kabupaten hasil pemekaran Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kayong Utara. Kabupaten ini memiliki enam Kecamatan diantaranya Kecamatan Seponti, Teluk Batang, Simpang Hilir, Suka Dana, Kepulauan Karimata, dan Pulau Maya.
Hanya perlu 90 menit untuk dapat sampai di Desa Rantau Panjang, yaitu salah satu desa yang sebagian wilayahnya dijadikan daerah transmigrasi. Tujuan perjalanan re-
portase ini bukanlah di Pelabuhan Teluk
Batang, melainkan Desa Rantau Panjang, Kecamatan Teluk Batang yang jaraknya masih satu setengah jam perjalanan. Berbekal sarung tangan dan masker demi menerobos hawa berembun yang dingin subuh menjelang pagi. Tidak banyak kesulitan yang akan dihadapi, karena akses jalan sudah beraspal, hanya saja pasokan bensin dalam tangki motor yang selalu dipantau, karena kios-kios bensin jaraknya lumayan jauh, sedangkan SPBU hanya ada beberapa saja, dan diperhatikan demi kelancaran perjalanan.

Desa Rantau Panjang
Kesan pertama ketika tiba yang didapat dari Desa Rantau Panjang Kecamatan Teluk Batang ini adalah penduduknya memiliki pola pemukiman yang linear, artinya membangun rumah di sepanjang tepian jalan. Di desa yang masih jarang penduduk ini terdapat Satuan Pemukiman (SP) transmigrasi, letaknya sekitar 500 meter ke dalam dari kampung luar.
Dengan mengendarai motor hanya beberapa menit tibalah di SP satu. Di SP ini rumah-rumah begitu bersahaja terbuat dari kayu beratapkan seng. Rumah yang berada di kompleks transmigran ini bentuk bangunannya tidak jauh beda. Berdinding kayu beratapkan seng yang karatan dengan halaman yang cukup luas dari jalan utama yang berupa tanah kuning. yang digunakan di Tersier-Tersier (TR-TR) dari sepuluh TR yang ada di SP satu, kemudian memiliki jemuran pakaian di samping kiri dan kanannya dibuat seadanya serta gentong semen tempat menampung air. Di wilayah ini air merupakan barang langka yang sulit dicari, warga harus rela mengantri bahkan ada yang tahan tidak tidur malam untuk mendapatkan air bersih. Tidak hanya kelangkaan air yang mereka alami tempat untuk Mandi Cuci Kakus (MCK) juga dibuat seadanya di tengah kebun karet.
Mulyono, satu diantara transmigran yang tinggal di sini. Dia telah tinggal dan menetap di Desa Rantau Panjang selama 7 tahun. Pria paruh baya ini memiliki seorang istri dan dua orang anak perempuan. Istri dan anak-anaknya semuanya memiliki nama yang awalannya Sri. Mulyono adalah mantan kepala dusun yang baru satu tahun lengser dari jabatannya. Anak dan istrinya adalah alasan hingga ia tidak lagi memangku jabatan Kepala Dusun. “Dulu waktu jadi Kadus, bapak cuman punya waktu sedikit buat keluarganya, selebihnya ngurusin kerjaannya,” kenang Sri, istrinya.
Selain itu gaji seorang Kadus hanya Rp.500.000,- perbulan dan diberikan tiga bulan sekali, sehingga harus mencari alternatif lain untuk mencari nafkah. “Ya, selain ngurusin urusan sebagai Kadus saya dan istri juga membuat tempe dan dijual keliling kampung, tapi sekarang udah ndak lagi soalnya bahan bakunya juga udah mahal, terus untungnya juga ndak nutup modal kalo bikinnya sedikit,” kata Mulyono bercerita dengan dialek Jawa yang kental. itupun tidak dapat beristirahat dengan tenang padahal badanku pegal akibat perjalanan panjang yang aku lewati semalaman, cuaca panas membuatku ingin mandi. Terasa sangat segar air yang menjadi hal langka dan sulit dicari di sini.Usai mandi aku duduk di ruangan sebelah kamar yang akan meninabobokanku jika malam tiba.
“Gimana suasana di sini Rin?” Tanya pak Mulyono padaku. “Adem, ” jawabku singkat.
“Yah beginilah di sini, jauh dari kota, saya sama keluarga sudah tujuh tahun tinggal di sini, tapi belum ada perubahan,” lanjutnya dengan bahasa Indonesianya yang medok Jawa diselingi senyum ketir.
“Oowh di sini sama keluarga besar ya pak?” tanyaku. “Iya, anak saya dua, dan dua duanya bernama Sri, Sri anak saya yang sulung udah berkeluarga dan punya anak tiga, dan Sri Mudrikah anak bungsu saya masih kuliah, nah ini cucu saya, anak bungsu Sri sulung” katanya bercerita, seraya memangku cucunya yang benama Alif.
“Anak saya dan keluarganya tinggal di TR satu”, lanjutnya, “TR itu apa pak?” tanyaku penasaran “TR tu artinya tersier, maksudnya parit-parit kecil yang ada di sepanjang SP ini,” jelasnya.
Seperti telah disinggung sebelumnya bahwa di wilayah Transmigrasi Rantau Panjang ini terdapat dua SP, SP satu berisi sepuluh TR dan SP dua baru terdapat dua TR saja. Tidak banyak yang aku lakukan di sini, karena memang Pak Mulyono sebagai seorang petani yang hanya pengandalkan hasil dari kebun karet serta buah-buahan dan sayur mayur yang jumlahnya hanya cukup untuknya dan keluarganya saja. Setiap pagi beliau pergi ke kebun Karet miliknya.
GAY
ABAD MILENIUM
Oleh Nico
Siapa mereka?
Manusia adalah mahkluk sosial, pada hakikatnya manusia akan membentuk sebuah struktur ataupun sistem masyarakat yang akan melahirkan standar nilai maupun norma yang akan menjadi pedoman hidup. Pada kenyataannya interaksi di dalam masyarakat tidak pernah berjalan lancar tanpa adanya pertentangan. Pertentangan ini terjadi karena adanya perbedaan kebutuhan setiap orang. Dari segi kebutuhan tentunya masing-masing individu memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Apabila kebutuhan individu tersebut bertentangan atau bahkan mengancam kebutuhan individu lainnya, dapat dipastikan akan muncul konflik antar individu untuk mempertahankan pemenuhan kebutuhan masing-masing.
Untuk menghindari pertentangan tersebut, dibutuhkan suatu tatanan masyarakat yang mengatur interaksi antar individu yang dinamakan norma sosial. Norma sosial lahir dari konvensi sosial untuk membantu orang berperilaku baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
Perkembangan zaman yang semakin modern dan pengaruh budaya barat menyebabkan pergaulan manusia semakin tiada batas membuat banyak pelanggaran norma sosial dan penyimpangan perilaku. Salah satu bentuk penyimpangan norma asusila yang tum-

buh dalam masyarakat adalah homoseksualitas.
Kapan mereka ada?
Di Indonesia homoseksual masih merupakan hal yang tabu dan sangat sulit diterima oleh masyarakat. Budaya timur yang melekat di masyarakat membuat hal ini menjadi sebuah masalah yang besar. Berbeda dengan di negara barat, khususnya negara Belanda, masyarakatnya telah menerima keberadaan kaum homoseksual dan menghalalkan pernikahan sesama jenis. Demikian pula di Argentina, yaitu di kota Buenos Aires dan Provinsi Rio Negro. Mereka menamakan diri dengan ‘The Argentine Homosexual Community’. Kelompok ini mengajukan perluasan hak atas undangundang yang berlaku di Negara itu pada tahun 2002, yaitu mengenai hak bagi pasangan, tanpa ,emperdulikan jenis kelamin atau orientasi seksualnya, menjadi sepasang pengantin yang syah di muka hukum Negara.
Pada zaman prasejarah, praktik homoseksual sudah terjadi. Sebagai contoh suku Marind di Merauke dan Kiman di Papua. Begitu terlepas dari masa kanakkanak maka anak lelaki diambil dari ibunya dan dari rumah para perempuan untuk selanjutnya tidur bersama bapaknya dirumah laki-laki. Sejak muncul tandatanda pubertas pertama, pamannya dari pihak ibu diberi tugas untuk mempenetrasi anus si anak lelaki itu, yang dengan demikian memberi/melengkapinya dengan sperma yang akan menjadikannya sebagai laki-laki kuat. Anak-anak lelaki baru meninggalkan fase ini setelah kirakira tiga tahun kemudian.
Homoseksualitas mengacu pada interaksi seksual yang berjenis kelamin sama secara situasional dan berkelanjutan. Menurut Ensiklopedia Indonesia, Homoseksual adalah istilah untuk menunjukkan gejala-gejala adanya dorongan seksual dan tingkah laku terhadap orang lain berjenis kelamin sama.
Homoseksual terdiri dari gay yaitu lakilaki yang secara seksual tertarik terhadap laki-laki dan lesbi yaitu perempuan yang secara seksual tertarik terhadap perempuan. Perdebatan terhadap kaum homoseksual baik gay maupun lesbi membuahkan sikap negatif dari lingkungan sosial. Akan tetapi sikap negatif oleh masyarakat lebih kuat terhadap kaum gay daripada kaum lesbian (Knox, 1984). Hal ini disebabkan karena keberadaan kaum gay lebih teramati dan terlihat dalam kehidupan sehari-hari sehingga masyarakat semakin bersikap negatif dengan harapan mereka hilang dari kehidupan sosial (Bonan, 2003 & Pace, 2002).Keberadaan kaum gay adalah fakta. Mereka adalah sebuah realita abad 21. Kini mereka mulai berani memunculkan diri di seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia.
Perkembangan jumlah homoseksual di Indonesia tiap tahunnya semakin bertambah. Data statistik menunjukkan 8-10 juta populasi pria di Indonesia pada suatu waktu terlibat pengalaman homoseksual. Dari jumlah ini, sebagian masih aktif melakukannya. (Kompas Media Cyber, 2003). Hasil survey YPKN (Yayasan Pendidikan Kartini Nusantara) menunjukkan, ada 4000 hingga 5000 penyuka sesama jenis di Jakarta. Sedangkan Gaya Nusantara memperkirakan, 260.000 dari enam juta penduduk Jawa Timur adalah homo(Gaya Nusantara adalah satu yayasan khusus untuk kaum gay yang sangat terkenal di Indonesia. Yayasan ini berdomisili di Surabaya. Mereka menerbitkan buku, bulletin, majalah dan mengadakan acara serta seminar khusus untuk kaum gay). Angka-angka itu belum termasuk kaum homo di kota-kota besar lainnya.
Dr. Dede Oetomo, lahir tanggal 6 Desember di Pasuruan. Dia adalah orang yang pertama kali mengumumkan bahwa dirinya adalah seorang gay di Indonesia. Berkat itu, sekarang dia mendapat julukan “Presiden Gay Indonesia”. Penerima penghargaan internasional Felipa De Souza Award 1998 di New York ini adalah pendiri Yayasan Gaya Nusantara dan dia sekarang menjadi Dewan Pembinanya. Penulis buku ‘Memberi Suara Pada Yang Bisu’ ini juga laris sebagai narasumber untuk kegitan-kegiatan seminar di bidang gender, kesehatan seksual, sosial maupun politik. Bukan cuma di Indonesia saja, namun juga di mancanegara. tahun-tahun dengan pasangan homonya ini, memperkirakan secara nasional jumlahnya mencapai 1% dari total penduduk Indonesia. (Gatra,2003).
Sejarah Gay di Indonesia
Tanggal 1 Maret 1982, organisasi gay resmi terbuka pertama di Indonesia dan Asia dengan nama “Lambda Indonesia”, dengan sekretariat di Solo.
Dalam waktu singkat terbentuklah cabang-cabangnya di Yogyakarta, Surabaya, Jakarta dan tempat tempat lain. Terbit juga buletin G: gaya hidup ceria (19821984). Akibat dari munculnya organisasi Lambda Indonesia, di tahun1992, terjadi ledakan berdirinya organisasi-organisasi gay di Jakarta, Pekanbaru, Bandung dan Denpasar. Juga di tahun 1993 Malang dan Ujungpandang menyusul.
Pada tahun-tahun selanjutnya, kaum gay makin banyak mendirikan organisasi dan komunitas, hanyasaja belum berani unjuk diri secara terang-terangan ke masyarakat Indonesia pada umumnya. Namun, akhir-akhir ini fakta itu bergeser. Pasalnya, acara-acara TV yang menampilkan sosok gay semakin banyak. Kebanyakan dari mereka muncul untuk “menginformasikan” kehidupan kaum gay kepada masyarakat.
Orang yang membenci kaum gay biasa disebut Homophobia. Reaksi kaum Homophobia apabila bertemu gay ataupun berada di lingkungan gay adalah merasa tidak tenang, gelisah, khawatir, takut tertular “penyakit homoseksual”, merinding dan tidak sedikit yang langsung kabur dan menjauh. Namun ada juga kaum Homophobia yang sampai mengisolasi dan memprovokasi masyarakat untuk menjauhi kaum gay.
Dewasa ini, sebagian besar masyarakat masih melihat kaum gay sebagai sesuatu yang keluar dari koridor heteronormativitas. Perilaku gay bahkan dianggap sebagai penolakan terhadap takdir. Dalam kehidupan nyata, keberadaannya senantiasa disingkirkan dan dibedakan dengan heteronormativitas. Mereka dicap sebagai ‘pelaku penyimpangan seksual’.
Gay merupakan sebuah identitas yang dialamatkan pada seorang laki-laki yang mempunyai pola hubungan cinta, kasih sayang, dan erotisme seksual pada sesama laki-laki. Sebagian besar dari mereka masih menutupi identitas seksual yang sebenarnya, karena banyaknya konsekuensi buruk yang akan mereka terima ketika harus mengakuinya. Dengan berbagai siasat, hingga kini mereka bisa teta mempertahankan identitas seksualnya.
Gay di Kalbar
Di kalimantan barat, khusus di kota pontianak kaum gay sudah mulai menunjukkan identitas diri mereka. Meski hanya melalui dunia maya seperti facebook. Dari data penelusuran yang diperoleh penulis hinggaawal bulan desember, hampir mendekati angka 900 orang yang tergabung dalam group akun facebook Komunitas Gay Pontianak. Di dunia maya mereka bisa lebih bebas berekspresi, dibandingkan di kehidupan nyata. Mereka saling mengenal, kemudian tukaran nomor handphone dan tak jarang ada diantara mereka langsung ketemuan. Dalam hal ini mereka jarang menggunakan nama asli. Agar tidak ketahuan mereka cenderung menggunakan nama samaran, baik dalam akun facebook maupun dalam berinteraksi. Demikian pula dengan foto profil yang mereka pasang di facebok, mereka lebih suka menggunakan foto syur, seperti bertelanjang dada dan lain sebagainya. Namun, ada pula yang menampilkan nama dan foto aslinya.
Di Pontianak mereka memiliki tempat untuk nongkrong atau tempat untuk santai di malam hari. Bahkan tempat untuk mereka saling bertemu sesama Gay. Menurut salah seorang narasumber yang Gay, tempat untuk mereka nyantai di pontianak ini adalah di Ambalat Caffe, Tisya Caffe dan Hyundai Caffe. Mereka hanya nongkrong dan ngobrol-ngobrol biasa saja.
Penulis berhasil berbincang dengan salah seorang Gay yang sedang nongkrong di sebuah caffe di kota Pontianak, sebut saja namanya Rio (bukan nama sebenarnya). Rio mengaku bahwa pada awalnya dia bukanlah seseorang penyuka sesama jenis. Namun kini ia sudah terlanjur masuk dalam dunia Gay. “Kejadian nya sudah setahun lebih. waktu itu ada teman aku dari sambas nginap di rumah, pas waktu malam nya aku langsung di setubuhi sama dia, semenjak itu juga kami berdua pacaran. Sampai sekarang lah ni aku jadi gini”, ungkap pria berumur 28 tahun itu.
Bagaimana pendapat tentang mereka?
Sosiolog Fakutas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura Pontianak, Drs. Mukhlis, M.si, mengakui bahwa tidak dapat dipungkiri di era globalisasi ini perkembangan homoseksual sangat pesat. Beliau menilai “Homoseksual merupakan salah satu gejala di dunia modern yang membuka jati dirinya ke hal-hal yang baru. Tapi hal ini sudah ditunjukkan pada jaman Nabi Nuh. Dari perspektif sosiologi Agama, ini menunjuk pada ciri-ciri dunia kiamat.” bahwa faktor ekonomi merupakan salah Drs. Mukhlis, M.si satu penyebabnya. Sosiolog Universitas Tanjungpura Fenomena gejala penyakit masyarakat, yaitu homoseksual ini menurutnya perlu penanganan dari berbagai pihak. Orang tua merupakan aktor yang paling penting dalam hal ini. Beliau juga menilai bahwa kaum homoseks ini sering mengganggu ketenangan masyarakat pada malam hari. “Homoseksual ini merupakan salah satu gejala di dunia modern yang membuka jati dirinya ke hal-hal yang baru. Tapi hal ini sudah ditunjukkan pada jaman nabi Nuh. Dari perspektif sosiologi Agama, ini menunjuk pada ciri-ciri dunia kiamat”, ungkapnya pada Miun. Pendapat hampir senada terlontar dari seorang dosen Sosiologi Hukum fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Tanjung Pura Pontianak, Yulianti S.H yang mengatakan bahwa homoseksual adalah fenomena yang mau tidak mau harus ada di masyarakat. Menurutnya perkembangan homoseksual di kota pontianak belum terlalu nampak terlihat di permukaan, namun tidak dapat di pungkiri komunitas mereka memang ada. Ia melihat perilaku seperti itu terbentuk dari pola asuh keluarga dan karena kurangnya perhatian dari orang tua. Ia “Dari sisi hukum, saya kira sudah jelas ‘bahwa segala perbuatan yang menyimpang itu dilarang oleh kaidah-kaidah hukum’. Cuma bagaimana agar tindakan melanggar ini tidak terjadi secara terus menerus, saya rasa tidak hanya aparat penegak hukum juga memandang bahwa perilaku homoseksual saja yang dilibatkan tetapi juga secara langsung memang tidak mengganggu, seluruh masyarakat. Tetapi yang namun perilaku seperti ini tidak dapat di tolerir paling penting adalahkarenamelanggar secara moral dan perilaku keluarga.” mereka tergolong bersifat aneh bagi orang nor- Yulianti S.H mal pada umumnya. “Saya pribadi menolak”, Ahli Hukum
ujarnya. Karena memang ada ciri-ciri tertentu yang menggambarkan bahwa mereka adalah homoseksual. “Dari sisi hukum, saya kira sudah jelas ‘bahwa segala perbuatan yang menyimpang itu dilarang oleh kaidah-kaidah hukum’. Cuma bagaimana agar tindakan melanggar ini tidak terjadi secara terus menerus, saya rasa tidak hanya aparat penegak hukum saja yang dilibatkan tetapi juga seluruh masyarakat. Tetapi yang paling penting adalah keluarga”, tuturnya kemudian. Pendapat berbeda terdengar dari dosen Syf. Ema Rahmaniah, MBA.Edmenjelaskan jika dilihat dalam konteks kemanusiaan bahwa hidup adalah pilihan. Dan kaum homoseksual mempunyai pilihan tersendiri yang mungkin berbeda dengan harapan kita. Namun, mereka memiliki potensi yang luar biasa. “Saya melihat dari sisi kemanusiaan, mereka adalah masyarakat kita dan mereka adalah bangsa kita. Jika berbedapun tidak semestinya harus menghapus mereka, harus memerginalkan mereka. Karena isu minoritas dan mayoritas itu harus kita hapuskan ”, ungkapnya kepada miun. Ia melihat sejauh ini kaum homoseksual tidak pernah mengganggu kehidupan masyarakat secara fisik seperti, tindakan kriminal pelecehan seksual dan sebagainya. Ia juga mengatakan dalam hal ini masyarakat hanya merasakan kebisingan psikologi, aktivitas kaum homoseksual ini mungkin mengganggu kebisingan psikologis mereka. Namun, perlu di garis bawahi mengenai aktivitas ini, banyak terdapat aktivitas kemasyarakatan mereka yang bersifat positif misalnya:mereka mengadakan konser amal untuk korban bencana, mereka mengadakan suatu pelatihan dan lain-lain. Yang mengganggu itu adalah aktivitas seperti tawuran dan pergaulan bebas yang ternyata mengganggu aktivitas masyarakat. Jadi bagaimana kita saling menghormati “Jika mereka meminta dihormati pilihan mereka, mereka juga harus menghormati pola kehidupan yang sudah ada disekitar masyarakat mereka. Saya rasa jika sudah seperti itu, tidak akan ada istilah mengganggu baik secara fisik maupun psikis”, ungkapnya. Dari perspektif pendidikan ia mengungkapkan bahwa pemahaman kita tentang peran gender perlu direkonstuksi. Gender ini tidak berorientasi kepada jenis kelamin atau seksual. Dalam hal ini bagaimana kita menanamkan nilai-nilai kebersamaan dan nilai-nilai toleransi terhadap mereka yang berbeda. “Artinya kewajiban kita bersama membentuk menciptakan nilai-nilai character building”, tuturnya lagi.
LPM Untan menerima pemasangan iklan di majalah, website dan radio
