













DI KABARI MEDIA?
• Majalah Kabari Digital
• Majalah Hidup Sehat
• Majalah Tur Dunia
• Majalah Extra Uang
Disebarkan ke
Lebih dari 27,000 Emails
Hubungi:
Lebih dari 25 juta Kabari YouTube Video Viewers
San Francisco : (415) 213-7323
Los Angeles : (562) 383-2100
Jakarta : (021) 4288-6112
Email: sales@kabarinews.com
Pembangunan Museum adalah Bagian dari Pendidikan Sejarah
Mengenal Lebih Detail Tentang Museum Benteng Heritage Bersama Tiwan
Belajar sejarah di Museum Benteng Heritage
Yani Halim, Fashion Designer Lakukan inovasi dalam desain
Seyvia Charis Antara Keanggunan Gaun Pengantin dan Debut di New York Fashion Week
Gardencove, Makanan Enak dengan Vibes yang Cozy
Menikmati Ketenangan dan Keindahan Telaga Ngebel
Outstanding Kolaborasi Wou Batik x Wishnu Aji
Dr. Yovita Setiadi, Spesialis Double Eyelid yang
Membantu Meningkatkan Kepercayaan Diri Lewat
Sentuhan Kecantikan Alami
House of Inang Ciptakan Fashion Ramah Lingkungan dan Pemberdayaan Lansia
Puji Syukur atas segala rahmat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan kepada kami waktu dan kesempatan untuk tetap terus berkarya memberikan beragam informasi yang dikemas sebagai Jembatan Informasi Indonesia – Amerika.
Majalah Kabari edisi kali ini menghadirkan beragam informasi serta artikel menarik buat para pembaca Kabari yang budiman.
Pernah melanglang ke berbagai negara, tidak membuat Udaya Halim, pendiri Museum Benteng Heritage, lupa akan identitasnya sebagai orang Indonesia. Simak kisah selanjutnya hanya di cover story.
Selain itu, Majalah Kabari edisi kali ini juga menghadirkan kisah menarik lainnya, seperti : Airin, Petugas Pemandu : Belajar sejarah di Museum Benteng Heritage, Mengenal Lebih Detail Tentang Museum Benteng Heritage Bersama Tiwan, Menikmati Ketenangan dan Keindahan Telaga Ngebel.
Dan masih banyak lagi artikel lainnya yang tak kalah menarik diantaranya : Outstanding Kolaborasi Wou Batik x Wishnu Aji, Yani Halim, Fashion Designer : Lakukan inovasi dalam desain. Simak selengkapnya hanya di Majalah Kabari Edisi 205.
Kabari merupakan majalah bulanan berbahasa Indonesia yang diterbitkan oleh PT. Cempaka International dan didistribusikan secara gratis di seluruh wilayah Amerika Serikat.
Kantor Cabang Jakarta Cempaka Putih Timur V No.15 Jakarta, Indonesia 10510 Tel: (021) 428-86112
Email redaksi: redaksi@kabarinews.com | Iklan : sales@kabarinews.com
PENERBIT
JOHN OEI
KOMISARIS INDONESIA
OLINA HIMAYANTI
DEWAN PENASIHAT
LISA TUNGKA
DIREKTUR UTAMA AMERIKA
INDRIATI (VONNY) OEI
DIREKTUR UTAMA INDONESIA
ANITA SETIAWARDI
PENULIS
ASBAN NATAWIJAYA
HARRY PRASETYO
PENATA ARTISTIK Yanti bi
VIDEO
FANIESYAH
KONTRIBUTOR
STANLEY CHANDRA
RIANA K LIPTAK
ADMINISTRASI
DEWI LIEM
IKLAN DAN PEMASARAN
WEINA TANUWIJAYA
SIRKULASI
PETER ZHAN
Pernah melanglang ke berbagai negara, tidak membuat Udaya Halim, pendiri Museum Benteng Heritage, lupa akan identitasnya sebagai orang Indonesia.
Dalam perbincangan dengan KABARI, Udaya menyebut sejak dulu memiliki ketertarikan akan sejarah. “Terutama berkaitan dengan identitas saya. Saya orang Indonesia, tapi sejak lahir, kita merasakan ada diskriminasi. Hal-hal seperti itu menjadi tantangan bagi saya, bagaimana membongkar sejarah. Bahwa sebagai orang Tionghoa, Indonesia adalah tanah air beta,” ucapnya.
Lelaki kelahiran Tangerang, Banten, 26 Maret 1953 berusaha keluar dari stigma bahwa orang Tionghoa adalah pebisnis. Karena itu, di awal tahun 1980-an, Udaya mendirikan kursus King’s English
Course hingga kemudian dipercaya menjadi mitra British Council melalui Indonesia-Britain Education Centre (IBEC). “Sebetulnya saya punya kesempatan menjadi businessman seperti kebanyakan orang-orang Tionghoa. Tapi saya pilih bidang pendidikan agar tidak kena stigma kalau Tionghoa cuma pantas jadi pengusaha,” terangnya. “Saya menjadi antitesis, saya keluar dari bisnis. Saya katakan bahwa tidak semua orang Tionghoa itu adalah pebisnis. Karena semua sektor terbuka,” sambungnya. Karena banyak berkecimpung di dunia pendidikan, Udaya banyak melihat hal-hal paradoks terjadi, khususnya terkait pembangunan bangsa. “Dalam penemuan saya, sejarah seringkali diekspos berdasarkan kepentingan tertentu. Banyak sekali distorsidistorsi sejarah, terutama tentang
keterlibatan orang-orang Tionghoa dalam pembangunan bangsa. Hal-hal itu yang menantang saya, sehingga saya banyak melakukan riset independen,” terangnya.
Pergulatan batin tentang identitas diri sekaligus menggali peran orang Tionghoa dalam proses pembangunan bangsa Indonesia yang menstimuli Udaya membangun Museum Benteng Heritage di Tangerang, Banten. “Saya memang pecinta sejarah. Saya punya ketertarikan tersendiri tentang sejarah, juga menyangkut tentang sejarah kehidupan saya. Jadi pembangunan museum adalah bagian dari pendidikan sejarah, termasuk sejarah bangsa. Untuk menentukan ke mana masa depan kita. Apalagi dengan keterlahiran saya sebagai orang Tionghoa. Tangerang juga punya sejarah terkait orang Tionghoa,” papar Udaya.
Bagi Udaya, dengan membangun museum, berarti membuka tabir sejarah. “Dengan membangun museum menjadi cara bagi saya untuk mencari jati diri. Juga sarana merilis emosi tentang bagaimana menjadi orang Indonesia, dimana saya punya hak, dan kewajiban yang sama. Karena sebenarnya kalau kita percaya Tuhan, kita semua memiliki kedudukan yang sama,” ujar Udaya.
Berdasarkan penelusuran Udaya, orang Tionghoa sudah hadir di
Tangerang sejak tahun 1407. “Jadi orang China Benteng itu sudah ada sejak saat itu,” tukasnya.
Pada 2007, Udaya membeli bangunan tua berarsitektur Tionghoa yang kemudian direstorasi menjadi Museum Benteng Heritage. Lokasinya di di Jalan Cilame, Pasar Lama, Tangerang, Banten. “Waktu itu, saya mimpi suatu tempat, saya bilang ke istri, saya mau beli rumah itu. Dan kini, tempat itu saya bangun museum,” kata Udaya.
Bangunan itu diperkirakan berusia 200 tahun, dan kini menampung koleksi berupa kebaya encim dan gambang kromong yang 80 persen instrumennya diserap dari Tiongkok. Juga ada rumah kayu, perkakas rumah, kecap Benteng khas Tangerang, dan artefak lain khas Tionghoa Peranakan. Salah satunya adalah Surat menyurat O.K.T (Oey Kim Tiang), penyadur cerita silat dari Tangerang.
Proses restorasi memakan waktu sekitar dua tahun, karena Udaya bolak-balik melakukan riset ke negeri orang untuk mencari literatur atau dokumen terkait kondisi asli bangunan. Juga melakukan beberapa kajian budaya originalitas
dari bangunan terjaga seoptimal mungkin. Akhirnya pada 11 November 2011, Museum Benteng Heritage diresmikan.
Karena membangun museum ini, Udaya banyak melakukan riset kebangsaan. Salah satunya terkait Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Dalam ikrarnya menyebut: Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa, Indonesia. “Ada 4 orang Tionghoa yang memiliki andil besar dalam peristiwa Sumpah Pemuda dan ikut mempersiapkan konstitusi, BPUPKI. Tak hanya mereka, ada juga Yo Kim Tjan, perekam pertama lagu kebangsaan Indonesia Raya. Jadi partisipasi orang Tionghoa, benar-
benar ada dalam proses kebangsaan Indonesia. Jadi pertanyaannya, mengapa orang Tionghoa masih dianggap sebagai warga negara kedua?,” tanya Udaya.
Orang Tiongoa, tak hanya berkontribusi pada kemerdekaan Republik Indonesia, Udaya juga menyebut peran kuliner Tionghoa dalam berbagai jenis makanan yang ada di Indonesia. Sebut saja bakso, bakwan hingga bakpia.
Udaya mengaku banyak tantangan dalam membangun museum. “Ada banyak sekali. Gak gampang. Ketika saya bilang mau bangun museum, banyak orang bilang, saya gila,” katanya tersenyum. Namun, Udaya membuktikan,
ia mampu melakukannya. “Ini merupakan legacy. Saya ingatkan anak-anak, masa depan dan nama baik keluarga jauh lebih abadi dibanding punya uang,” ungkapnya. Mengakhiri pembicaraan dengan KABARI, berikut pesan Udaya untuk pembaca KABARI. Udaya mengaku memiliki 4 prinsip hidup, yang biasa disebut dengan 4K. Pertama, Kemanusiaan. Hargai setiap orang, karena setiap orang setara. Kedua, Kebudayaan. Budaya adalah bagian dari kemanusian. Ketiga, Kebangsaan. Keempat, Konfisius menyebut cintai dan hargai negara Anda tercinta.
Museum Benteng Heritage adalah museum peranakan Tionghoa pertama dan satu-satunya di Indonesia, yang terletak di Kota Tangerang. Ini adalah hasil restorasi dari sebuah bangunan berarsitektur tradisional Tionghoa yang diperkirakan dibangun pada pertengahan abad ke-17, menjadikannya salah satu bangunan tertua di kota ini. Bangunan ini memiliki nilai sejarah yang tinggi, dan menyimpan koleksi artefak yang memperlihatkan jejak kehidupan komunitas Tionghoa sejak tahun 1407. Komunitas yang tinggal di sekitar benteng tersebut adalah warga keturunan Tionghoa asli Tangerang.
Museum ini seolah menjadi jembatan antara masa lalu dan masa kini, menampilkan berbagai artefak dan benda peninggalan sejarah yang menjadi saksi bisu kehidupan masyarakat Tionghoa di masa lalu. Mulai dari cerita kedatangan armada Cheng Ho dengan rombongannya, hingga kehidupan seharihari masyarakat Tionghoa di Tangerang. Melalui koleksi dan pamerannya, Museum Benteng Heritage berusaha melestarikan dan memperkenalkan budaya dan tradisi Tionghoa kepada generasi baru, sekaligus mengingatkan kita tentang pentingnya menghargai dan memahami keragaman budaya dan sejarah di Indonesia.
Hari itu, Tiwan mengajak KABARI mengenal secara detail tentang Museum Benteng Heritage. “Saya berkenalan dengan Pak Udaya Halim sejak tahun 2011, sebelum museum ini diinagurasi,” kata Tiwan mengawali cerita siang itu.
Dijelaskan Tiwan, Museum Benteng Heritage telah berusia hampir 200 tahun. “Jadi Pak Udaya dulu pernah tinggal tiga blok dari museum ini. Jadi beliau punya masa kecil ada di sini. Setelah krisis 1998, kira-kira tahun 2005, Pak Udaya mendapatkan ilham atau wahyu tentang rumah ini (kini menjadi Museum Benteng Heritage). Pak Udaya kurang paham tentang tentang mimpinya, tapi ketika dia datang ke rumah ini, beliau tahu harus membeli rumah ini,” cerita Tiwan.
Setelah membeli rumah tersebut, Udaya Halim ingin mengubahnya menjadi Museum Benteng Heritage. “Pak Udaya memiliki suatu wisdom, bahwa rumah ini tidak boleh direhabilitasi, tapi harus direstorasi. Restorasi adalah memperbaiki dengan cara-cara yang lama, dengan memakai material yang lama. Pak Udaya punya teman baik, seorang professor di Singapura, yang merupakan ahli restorasi,” ungkap Tiwan.
Saat memasuki museum, pengunjung akan merasakan suasana sejarah yang kental, dimana pintu dan jendela bangunan merupakan ornamen asli yang telah dipertahankan sejak abad ke-17. Tiang penyangga utama bangunan dibuat dari kayu shi, jenis kayu yang semakin tua semakin kokoh.
Salah satu yang menarik dalam kunjungan kali ini, KABARI berkesempatan menikmati tea time bersama para rombongan yang hadir hari itu. Saat tea time menggunakan mangkok yang ada gambar ikan yang menunjukkan harapan agar selalu sukses. “Dan saat melayani dalam tea time, jika kita yang melayani lebih muda, maka harus diberikan kepada yang lebih senior terlebih dahulu,” ungkap Tiwan tersenyum.
Sekadar informasi, sebelum menjadi Museum Benteng Heritage, rumah ini sempat dijadikan markas bagi organisasi perdagangan Tionghoa di Tangerang. Pada abad ke 19 rumah dibeli oleh satu keluarga bermaga Lao yang akhirnya dihuni. Rumah sempat dikontrakan sampai akhirnya dibeli oleh Udaya Halim pada 2009.
Di lantai dua museum, terdapat berbagai barangbarang sejarah yang tersusun rapi, baik di dalam etalase maupun yang diletakkan di atas meja. Salah satu koleksi barang-barang antik pertama yang bisa ditemui adalah timbangan opium. Timbangan opium yang terdapat di museum ini berasal dari Tiongkok, Jepang, Korea, Indonesia, Burma, dan Thailand.
Museum ini juga menyimpan koleksi barang-barang yang ditemukan pada saat restorasi museum dilakukan. Pada saat melakukan penggalian untuk mengecek pondasi bangunan museum, mereka menemukan barang-barang yang diduga sebagai peninggalan sejarah. Ada pecahan keramik, kerang-kerang, gigi, paku buatan tangan yang terbuat dari besi, bahkan timah. Banyak pernak-pernik peralatan judi orang Tionghoa pada masa lampau, radio, koleksi patung-patung dewa, perlengkapan perkawinan adat peranakan Tionghoa Tangerang.
Belum lama ini, KABARI mendapat kesempatan istimewa melakukan tur ke Museum Benteng Heritage yang berlokasi di dalam kompleks Pasar Lama Kota Tangerang, Banten. KABARI dipandu oleh Airin, Petugas Pemandu di Museum Benteng Heritage.
Dijelaskan Airin, bangunan Museum Benteng Heritage telah ada sejak abad ke-17. Salah satu bentuk orisinalitas dari bangun museum ini, terlihat dari lantai yang masih asli, lantai kayu. “Biasanya disebut golden tile, karena masih bisa bertahan hingga ratusan tahun, “kata Airin.
Menurut Airin, 2/3 dari bangunan museum ini masih asli, sejak abad ke-17. Di area lantai dua Museum Benteng Heritage bisa dikatakan pusat dari museum ini. “Pak Udaya Halim, pemilik Museum Benteng Heritage banyak
meletakkan benda-benda bersejarah, yang didapatkan tidak hanya dari Indonesia saja, tapi juga dari luar negeri di area ini,” jelas Airin. Sebut saja keramik biru dan putih yang biasanya digunakan untuk upacara kedukaan, lalu mangkok, hingga kumpulan kerang dan potongan keramik. Kumpulan kerang dan potongan keramik merupakan benda-benda yang ditemukan saat proses restorasi bangunan lama menjadi Museum Benteng Heritage. Di lantai dua ini juga terpampang papan besar berisi kisah kedatangan Laksamana Cheng Ho ke wilayah Tangerang melalui Teluk Naga. Dikisahkan bahwa rombongan
yang dipimpin prajurit kepercayaan kerajaan besar Tiongkok Muslim itu mendarat di Tangerang pada tahun 1405. Ketika itu rombongan sebanyak 30.000 pasukan datang dengan 300-an kapal besar. Laksamana Cheng Ho memiliki misi pertukaran budaya, termasuk melakukan perdagangan ke beberapa wilayah yang dijelajahinya, termasuk Tangerang. “Jadi kedatangan Cheng Ho terkait multikulturalisme. Cheng Ho dengan serdadunya menularkan budaya-budaya yang mereka bawa hingga bercampur dengan budaya di Nusantara,” ucap Airin.
Tak hanya kisah tentang Cheng Ho, ada pula perangkat
orkes gambang kromong. Gambang kromong memang merupakan kesenian musik multikultural, meskipun selama ini lebih dikenal sebagai musik tradisional Betawi. Dalam orkes ini, alat musik China seperti tehyan dan sukong berpadu dengan alat musik tradisional Nusantara berupa gambang dan gendang. “Sekarang sudah sulit menemukan orang bisa memainkan Gambang Kromong dan Tehyan, jadi ini harus dilestarikan,” ucap Airin.
Saat berkeliling di lantai dua, beberapa sepatu mini yang dipajang dalam ruang kaca menarik perhatian. Meski terlihat seperti sepatu anak-anak, namun sepatu-sepatu itu dulunya dipakai wanita dewasa di Tiongkok. “Sejak kecil kaki mereka sudah ditekuk dan diikat sehingga tulang kaki tidak berkembang menjadi besar,” kata Airin. “Ini namanya budaya ikat kaki. Jadi sepatu perempuan kalangan bangsawan saat tradisi bounded feet. Dengan yang memakai ikat kaki ini biasanya berjalan dengan anggun dan cantik,” lanjut Airin.
Jejak interaksi etnis Tionghoa dengan etnis lainnya juga terekam dalam motif kain, salah satunya kain Batik.
“Motif dan teknik pewarnaannya, ada pengaruh dari orang-orang China yang datang ke Indonesia. Biasanya mereka tinggal di daerah pesisir, maka motif batik pesisir biasanya berwarna cerah,” kata Airin.
Museum Benteng Heritage merupakan salah satu bangunan tertua di Tangerang. Pada salah satu bagian bangunan kayu itu terdapat relief yang menceritakan kepahlawanan dan kegagahan Jenderal Kwan Kong yang jujur, setia, adil, dan suka menolong. ”Relief seperti ini hanya ada di tempat tertentu yang menjadi simbol keadilan. Karena Kwan Kong dikenal sebagai dewa yang adil. Ini menunjukan bahwa dulu, museum ini bukanlah rumah orang sembarangan. Ini diduga rumah persaudaraan dari para pedagang,” kata Airin. Relief ini menceritakan tentang usaha Kwan Kong menyelamatkan kakak ipar perempuannya dari kejaran Cao Cao terpahat di atap Museum Benteng Heritage.
Di museum ini juga ditemukan lukisan-lukisan yang mengisahkan budaya masyarakat Tionghoa Benteng sejak dulu hingga sekarang. Salah satunya tentang festival Pehtjun atau Lomba Perahu Naga. “Festival Lomba Perahu Naga, tiap tahun diadakan tanggal lima bulan lima kalender Tionghoa. Kalau di masehi, biasanya antara bulan Mei-Juni,” kata Airin. Pemilihan tanggal lima bulan lima didasari kepercayaan bahwa tanggal tersebut merupakan puncak musim panas. “Biasanya hari Pehtjun, khasnya adalah makan bakcang,” kata Airin
Di dalam Festival Lomba Perahu Naga, mereka biasanya menggunakan tambur. Tambur yang digunakan dalam festival perahu naga disebut Tambur Pehtjun. Tambur ini digunakan sebagai iringan dalam upacara
Pehtjun di Tangerang, Banten. “Tambur itu selain memberikan motivasi, juga lambang semangat, juga komunikasi,” kata Airin.
Airin juga menjelaskan upacara pernikahan adat Cina Benteng, yang juga dikenal dengan nama Cio Tao. Tradisi Cio Tao untuk merajut masa lalu dalam harapan pada masa depan. Mereka tetap setia menjaga serta merawat dengan penuh kehormatan nilai-nilai dan tradisi yang telah ditinggalkan oleh para leluhur. “Dalam pernikahan Cio Tao, biasanya musik lebih cempreng, karena pakai terompet dan tehyan,” kata Airin.
Dalam pernikahan China biasanya berlangsung selama tiga berturut-turut. Hari pertama, disebut hari potong ayam. Hari kedua, hari bumbu. Lalu hari ke tiga merupakan pesta pernikahannya. “Biasanya hari pertama dan kedua, gak boleh bertemu. Barulah di hari ketiga, mempelai pria dan wanita bertemu. Kalau dari cerita mama saya, pernikahan zaman dulu biasanya dijodohin. Jadi biasanya di hari ketiga, baru masingmasing mempelai mengetahui siapa jodohnya,” cerita Airin tersenyum.
Untuk mengisi waktu luang, masyarakat Cina Benteng biasanya memainkan berbagai macam permainan kartu, salah satunya kartu ceki yang cukup dikenal. “Biasanya main berempat dan saat main ceki, biasanya gak 1-2 jam, biasanya seharian. Nilai positif dari main ceki adalah kumpul-kumpul, persaudaraan dan juga mengasah otak,” ungkap Airin.
Yani Halim sebagai fashion designer menceritakan awal mulai terjun di dunia bisnis. Saat itu, tahun 2009, Yani memulai usaha butik. Namun, saat itu, ia menjual baju-baju ready to wear. “Waktu itu belum mendesain, jadi beli baju yang sudah jadi lalu dijual,” ungkap Yani kepada KABARI. Seiring waktu berjalan, Yani berasa memiliki potensi dalam mendesain baju. “Saya ingat waktu zaman kuliah di Bandung, Ibuku sering banget bikin baju, terus beliau itu minta aku yang desain. Jadi memang inspirasinya memang dari almahrum Ibuku,” cerita Yani. Setelah mengembangkan kemampuanya dalam mendesain baju, Yani lalu membangun brand pertamanya, yang dibuat sesuai namanya, Yani Halim. “Halim adalah nama bapak saya,”
tukas wanita murah senyum ini.
Yang khas dari produk Yani Halim adalah bahannya menggunakan kain wastra Nusantara, secara khusus batik dari Jambi. “Karena saya kebetulan berasal dari Jambi, sehingga setiap koleksi yang saya desain dipadupadankan dengan denim, karena tujuannya itu agar bisa dipakai di semua kalangan, dan tentu saja agar tampilannya lebih muda dan modern,” kata Yani.
Selain menggunakan wastra Nusantara, kekhasan lain dari karya Yani adalah penggunaan warna. “Ciri khas desain saya adalah penggunaan warna soft pink, misalnya warna soft pink di saku. Jadi meski hanya di area tertentu pada baju, tapi selalu ada warna tersebut,” ujar Yani.
Saat membangun usaha ini, umumnya produk yang dibuat Yani berdasarkan pesanan. Namun, seiring dengan berjalannya usahanya, dalam dua tahun terakhir, Yani mulai merambah ke produk fashion ready to wear. Untuk koleksi ready to wear tersedia di Oke Mart Blok M, Jakarta Selatan. “Segera akan ada di malmall lainnya,” kata Yani.
Meski telah memiliki kemampuan mendesain yang dipelajari secara otodidak, Yani ingin terus mengembangkan kapasitas dirinya. Ia mulai rutin mengikuti berbagai kursus terkait fashion, mulai dari membuat pola hingga ilustrasi. “Sekarang saya sedang menempuh kuliah S1 Fashion Designer,” kisah
Yani dengan riang. Untuk segmentasi pasar produk Yani Halim mengarah ke kalangan menengah atas. Pasalnya produk-produk yang dibuat Yani menggunakan bahan-bahan berkualitas, mulai dari batik tulis hingga kain tenun. “Bahan-bahan ini, saya dapatkan langsung dari pengrajinnya. Misalnya pengrajin batik dari Jambi, lalu pengrajin tenun dari Lombok dan Jawa,” ungkap Yani. Yani mengakui bahwa bisnis di bidang fashion memiliki persaingan yang ketat. Meski begitu, Yani tidak takut. Hal ini karena produk yang dibuat Yani memiliki keunggulan. “Saya punya ciri khas dengan produk menggunakan wastra Nusantara, tujuannya untuk memajukan warisan
budaya Indonesia. Saya ingin mengajak anak muda agar mau pakai wastra yang dipadupadankan dengan denim. Kebaya juga termasuk warisan budaya, lalu saya padupadankan dengan denim, juga dipadu dengan kain yang dililit, simpel untuk dipakai,” tukas Yani. Yani juga selalu melek dengan perkembangan fashion hari ini. Karena baginya bertahan dalam bisnis ini, kuncinya adalah inovasi. “Saya lakukan inovasi dengan desain-desain terbaru mengikuti perkembangan jaman, dengan mengikuti selera Gen Z,” kata Yani. Karena itu, harapan Yani ke depannya, agar semakin banyak anak-anak muda Indonesia ini menghargai warisan budaya. “Agar mereka mau memakai batik, mau memakai sarung dan kebaya. Untuk mengajak mereka memakai ini, tentu bukan cara yang mudah, maka dari itu kita perlu membuat desain yang disukai anak-anak muda. Saya buat desain-desain yang edgy agar disukai kalangan muda,” pungkasnya.
Seyvia Charis desainer berbakat asal Yogyakarta telah membuat langkah besar dalam dunia fashion sejak memulai karirnya pada tahun 2015. Dikenal karena kepiawaiannya dalam menciptakan gaun pernikahan yang elegan dan modern, Seyvia berhasil menjawab permintaan klien dengan sentuhan personal pada setiap karyanya. Dengan perhatian mendalam pada detail dan kualitas, ia menciptakan busana yang tidak hanya indah tetapi juga unik.
Cinta pada Detail
Seyvia memutuskan untuk terjun ke dunia fashion karena ketertarikannya yang kuat pada sesuatu yang detail. “Saya suka dengan sesuatu yang detail, apalagi ketika semakin banyak klien yang meminta busana pernikahan, membuat saya semakin mantap untuk fokus di bidang ini,” ungkapnya.
Ciri khas dari koleksi Seyvia Charis adalah cutting elegan dan modern yang dipadukan dengan teknik drapping, penggunaan payet 3D, serta manipulasi bahan yang jarang dilakukan oleh desainer lain. Selain itu, penggunaan bahan premium menjadi pembeda utama dari karyanya. “Di Jogja, penggunaan bahan premium masih jarang, itulah yang membuat brand saya berbeda,” jelas Seyvia.
Berbicara mengenai pasar, Seyvia menargetkan segmen menengah ke atas untuk brand utamanya, Seyvia Charis. Namun, untuk menjangkau pasar yang lebih luas, ia menciptakan lini khusus gaun pesta dengan brand Gaunmewaah_id yang ditujukan untuk kalangan menengah ke bawah. “Dengan Gaunmewaah_id, saya ingin agar karya saya juga bisa dinikmati oleh pasar yang lebih luas,” tambahnya.
Seyvia Charis dikenal dengan gaun pernikahan yang didesain secara custom, sesuai dengan permintaan klien. Namun, ia juga menyediakan beberapa koleksi ready-to-wear yang bisa disewa langsung di butiknya. Semua busana, baik yang custom maupun yang ready-to-wear, dibuat sendiri oleh Seyvia dan timnya. “Mayoritas memang custom, tapi saya juga menyediakan beberapa koleksi yang siap disewa di butik,” katanya.
Perkembangan bisnis busana pernikahan Seyvia menunjukkan tren yang sangat positif. Koleksinya tidak hanya diminati oleh pasar Yogyakarta, tetapi juga oleh klien dari luar kota. “Perkembangannya sangat baik, menarik minat market di Jogja dan luar kota,” ujar Seyvia dengan optimisme.
Debut di New York Fashion Week 2025
Visi Seyvia Charis tidak berhenti di pasar lokal. Ia berambisi membawa karyanya ke panggung global. Pada tanggal 7 September 2024, ia membuat debut runway internasionalnya di New York Fashion Week (NYFW) Spring/ Summer 2025, sebuah pencapaian luar biasa dalam karirnya.
“Bisa ikut event fashion di AS adalah sebuah kebanggaan. Walaupun tidak mudah, berkat dukungan keluarga dan tim (Seysquad), koleksi saya bisa selesai tepat waktu. Saya sangat bersyukur atas pencapaian ini,” ungkapnya.
Pada NYFW kali ini, Seyvia membawa koleksi busana yang menggunakan bahan batik, sebuah langkah baru dalam karirnya yang selama ini banyak berfokus pada gaun pernikahan dan pesta. Koleksi ini tetap menonjolkan DNA khas dari Seyvia Charis: desain elegan dengan cutting seksi, aplikasi 3D,
bordir, serta payet yang membuat tampilan gaun batik menjadi unik dan berbeda dari batik pada umumnya.
Kolaborasi dengan Rianty Batik dan Semar Nusantara
Untuk debut di NYFW, Seyvia menggandeng dua vendor lokal dari Yogyakarta, yaitu Rianty Batik dan Semar Nusantara. Rianty Batik menyediakan bahan batik untuk koleksinya, sedangkan Semar Nusantara menghadirkan perhiasan yang melengkapi setiap busana, mulai dari kalung, gelang, anting, hingga cincin.
“Kali ini, saya terinspirasi dari elemen kehidupan seperti air, udara, dan tanah. Elemen-elemen ini saya tuangkan ke dalam motif batik dan desain perhiasan,” jelas Seyvia. Tidak hanya koleksi gaun yang diperagakan di runway, Seyvia juga menghadirkan versi ready-to-wear dari koleksi batik ini yang bisa dibeli di toko Rianty Batik. Kolaborasi ini, menurutnya, tidak akan berhenti di NYFW saja, tetapi akan terus berlanjut di berbagai fashion show dan pameran lainnya di masa depan. Seyvia berharap bahwa setelah penampilannya di NYFW, karyanya akan semakin diterima oleh masyarakat luas, terutama klien setianya. Selain itu, ia juga berharap bisa membuka jalan bagi desainerdesainer Indonesia lainnya untuk tampil di panggung internasional.
“Semoga setelah NYFW ini, makin banyak peluang dan kesempatan untuk tampil di showshow lainnya. Saya juga berharap Indonesia semakin dikenal di dunia, dan semakin banyak desainer yang bisa membawa harum nama Indonesia,” ujarnya penuh harapan.
1. Tur Guide berbahasa Indonesia/ Inggris.
2. Private Tur di Amerika dan Kanada: Supir berbahasa Indonesia dengan Mobil/Van/ Bis.
3. Sebelum Pulang ke Indonesia: Spesial Tur Program di Beberapa Negara di Asia Tenggara dengan Harga Grosir.
4. Sebelum Pulang ke Indonesia: Spesial Reuni Tur Program dengan Teman dan Famili Anda dari Indonesia.
5. Kantor di San Francisco, Los
Angeles (La Habra) dan Jakarta.
6. Karyawan berpengalaman lebih dari 20 tahun.
7. Endorsed oleh California Media International, Inc (Penerbit Majalah Kabari, Majalah Tur Dunia dan Majalah Joint Venture-Hidup Sehat).
8. Harga Grosir untuk Tur ke Asia Tenggara = Joint Venture dengan Perusahaan Tur Wholesale yang berdomisili di Jakarta, Worldlinks Indonesia, dimana Program Tur hanya dijual melalui agen-agen travel ritel di Indonesia.
Ingin mendapatkan Informasi Tur Terkini? Silakan daftar di TurDuniaGratis.com
Anda sedang mencari tempat nongkrong yang asyik dengan menu yang jawara? Mari sambangi restobar yang menawarkan paduan nikmat antara kreasi kuliner dan minuman pilihan. Namanya Gardencove yang berlokasi di Jalan BDN Raya nomor 10, Cipete Selatan, Jakarta Selatan.
Hari itu, cuaca Jakarta bersahabat, saat KABARI menyambangi Gardencove. Tak menunggu terlalu lama, KABARI diberi kesempatan melakukan sesi wawancara dengan Boymau Elia, Operational Manager Gardencove.
Elia, demikian pria ramah ini biasa disapa menjelaskan sejarah detail berdirinya Gardencove.
“Saya coba cerita dari awal mula Gardencove ini berdiri ya. Sebelum menjadi Gardencove, ini adalah coffee shop yang berdiri sejak tahun 2019, tepatnya pada hari Pemilu di tahun 2019. Jadi saat itu, kalau selesai nyoblos, siapa pun yang datang dengan menunjukan jari dengan tinta, kita kasih compliment kopi. Saat itu, coffee shop namanya Seven and Coffee, lalu kita coba bertransformasi menjadi restoran. Sayangnya saat itu kami mengurus Hak dan Kekayaan Intelektual di Dirjen KemenkumHAM, nama Seven and Coffee sudah dipakai orang. Kebetulan saat itu ada salah satu pelanggan, namanya
Gardencove. Saya ajuin nama itu dan disetujui. Akhirnya sampai dengan saat ini, kami pakai nama itu Gardencove,” ungkap Elia.
Setelah nama menjadi Gardencove, interior pun diubah layaknya taman yang indah. “Jadi di sini, suasana garden itu berasa banget. Taman yang kami buat di sini, bukan berasal dari bunga plastik, tapi benar-benar tanaman hidup,” kata Elia.
Tahun 2023, setelah berganti nama menjadi Gardencove dengan konsep restoran, lalu di dipertengahan tahun 2023, untuk memperluas market, tidak hanya menjadi Restoran Gardencove tapi juga lounge and bar, yang masih berjalan hingga saat ini.
Menu yang tersedia di Gardencove, sangat variatif. Mulai dari menu western, Asia, hingga Nusantara. “Kalau di restoran kita punya steak, pasta, hingga pizza. Kekhasan pizza di sini adalah Italian Pizza. Sedangkan menu Nusantara yang favorit adalah Ketupat Sayur Minang. Untuk menu ini, kalau dari informasi beberapa tamu kami, katanya medok banget Minangnya,” jelas Elia.
Di Gardencove tersedia minuman alkohol dan non alkohol. Untuk non alkohol, ada kopi yang paling identik di sini namanya Gardencove Original. Sedangkan untuk cocktail favorit, namanya Aged Negroni. “Bagi beberapa tamu yang datang ke sini, mereka bilang Negroni di sini yang paling enak se-Jaksel. Ini disclaimer dari tamutamu kami yang sudah pernah mencoba menu ini,” urai Elia.
Sesuai dengan namannya, Gardencove sebagai restaurant, lounge and bar sehingga di siang hari, biasanya orang-orang datang ke sini untuk makan siang. Tapi di sore hingga malam hari, biasanya menjadi tempat nongkrong bersama teman-teman. “Kami juga menyediakan ruangan private, yang bisa dipakai untuk keperluan meeting atau pun untuk membicarkan hal-hal yang sifatnya private,” ucap Elia.
Gardencove buka dari hari Senin hingga Sabtu dari pukul 11.00 WIB-02.00 WIB. Biasanya di hari Jumat dan
Sabtu, Gardencove menyediakan live music, ada live band hingga live DJ. “Lagu-lagunya santai sehingga tamu tidak bakal terganggu dengan bising musiknya. Tamu masih bisa tetap ngobrol santai dan tetap bisa menikmati makan malam bersama teman dengan nyaman,” kata Elia.
Target market Gardencover dari usia 25-45 tahun. “Beberapa tamu umur di atas 45 dan kami tetap welcome. Sebenarnya siapa pun boleh ke sini kok,” ucap Elia.
Elia bersyukur, masih banyak tamu yang setia datang ke sini, sejak masih menjadi coffee shop hingga menjadi restoran Gardencove saat ini.
Telaga Ngebel terletak di Desa Ngrogung, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Kawasan Telaga Ngebel merupakan tempat wisata dengan cuaca sejuk. Destinasi wisata ini dapat menjadi pilihan untuk mengisi waktu libur bersama keluarga maupun teman. Ketenangan dan dan keindahan Telaga Ngebel menjadi salah satu daya tarik tempat wisata ini. Luas Telaga Ngebel sekitar 150 hektar. Dengan luas tersebut, Telaga Ngebel diklaim lebih luas lima kali dibandingkan Telaga Sarangan di Magetan yang memiliki luas sekitar 30 hektar. Telaga Ngebel berada pada ketinggian 734 mdpl yang membuat kawasan ini selalu diselimuti udara sejuk dengan suhu sekitar 20 derajat Celcius. Kawasan
Telaga Ngebel Ponorogo.
Telaga Ngebel merupakan salah satu destinasi wisata yang banyak dikunjungi wisatawan
ini berada di lereng barat Gunung Wilis. Pengunjung dapat menikmati pemandangan yang dikelilingi oleh hutan pinus dengan menyusuri menggunakan perahu ataupun speed boat.
Telaga Ngembel juga terkenal dengan legenda yang merupakan asal usul telaga ini. Legenda tersebut merupakan kisah ular naga yang bernama Baru Klinting. Ular tersebut merupakan jelmaan Patih Kerajaan Bantaran Angin. Saat patih sedang bersemedi, ia berwujud ular. Tanpa sengaja, ada warga desa yang membawa ular jelmaan tersebut ke desa. Saat ular akan menjadi santapan karena tubuhnya besar, ular tersebut menjelma menjadi anak kecil sebelum dipotong. Kemudian, anak kecil tersebut menancapkan lidi di tanah. Warga desa diminta untuk mencabut lidi itu, namun tidak ada warga desa yang berhasil mencabut lidi tersebut. Hanya bocah ajaib itulah yang berhasil mencabut lidi. Dari lubang bekas tancapan lidi itu keluar air, kemudian menjadi mata air yang menggenang dan membentuk telaga. Bagi pengunjung yang ingin menikmati keindahan Telaga Ngebel akan dikenakan biaya masuk sebesar
Rp 15.000. Harga tiket masuk tersebut berlaku sejak 30 juli 2022. Untuk pengunjung yang ingin keliling menggunakan speed boat, ada sejumlah paket yang ditawarkan. Paket speed boat melalui tengah telaga, yaitu Rp 75.000 sekali putaran. Paket melalui tepi sebesar Rp 100.000 sekali putaran, dan paket komplet Rp 160.000 sekali putaran.
Telaga Ngebel terletak di timur laut Kabupaten Ponorogo yang merupakan kawasan perbukitan. Jarak tempuh Telaga Ngebel sekitar 22,2 kilometer dari pusat Ponorogo dengan waktu tempuh sekitar 48 menit.
Digital Magazine
Digital Magazine with Video E-News Email
Written Articles in KabariNews.com
Copy & Paste from other Medias
Number of Videos (YouTube)
Number of Video Viewers (YouTube)
Number of Video Subscribers (YouTube) Webinar
Livestream Social Media
Facebook Subscribers: Ikut Kabari Amerika
KabariNews.com in Ranking.com KabariNews.com in Alexa.com
Wou Batik, brand batik yang dikenal dengan inovasi dan keunikan pada desainnya menggelar Indonesian Celebrity Runway 2024, yang diadakan pada 15 September 2024 di Kafe Kopi AA Rawamangun, Jakarta Timur, bekerjasama dengan Wishnu Aji.
KABARI mendapatkan kesempatan istimewa berbincang dengan Anton Wibowo, Wishnu Aji hingga Leny Rafael.
Anton Wibowo selaku founder dan owner Wou Batik menjelaskan
kolaborasi dengan Celebrity Fashion
Stylist Wishnu Aji. “Awalnya bekerjasama dengan Mbak Leny Rafael, kemudian dikenalkan dengan Mas Wishnu. Awalnya Mas Wishnu butuh baju-baju untuk artisnya dari Wou Batik. Kemudian kita bekerjasama lagi dengan Mas Wisnhu untuk membantu Wou Batik, dalam membuat baju-baju kami lebih eye catching dan sesuai kebutuhan anak muda, “jelas Anton.
Melalui kerjasama dengan Wishnu Aji, Wou Batik melakukan
terobosan dalam produk batiknya. “Kami bangun Wou Batik sejak tahun 2016, awalnya kita menjual batik yang umum saja. Namun, dengan kolaborasi ini kita membuat baju batik lebih berbeda. Misalnya jaket bomber batik yang dikombinasi dengan bahan polosan maupun jeans, sehingga look baju ini lebih muda,” kata Anton.
Jika dulu dengan produk batik yang umum dijual di harga 200k ke bawah, dengan sentuhan desainer, Wou Batik pede sehingga kita
menyasar ke kelas menengah atas, dengan range harga 300k-850k.
Setelah usahanya berkembang pesat di Solo, Anton ingin memasuki pasar nasional. Jakarta sebagai kiblat fashion Indonesia, menjadi pilihan Anton. Sebelum memasuki pasar Jakarta, Anton melalukan riset mendalam. Mulai dari pemetaan harga hingga model batik apa yang disukai. Dari riset tersebut, Anton mengetahui kekurangan dan keunggulan produknya. Kekurangan diantisipasi dan keunggulan ditonjolkan. Dengan riset tersebut, harapan Anton produk Wou Batik diterima di Jakarta.
Setelah bekerjasama dengan Leny Rafael dan Wishnu Aji, apakah ada keinginan Anton berkolaborasi dengan desainer lain? “Saat ini fokus kerjasama dengan Mbak Leny dan Mas Wishnu, belum kepikiran untuk kerjasama dengan desainer lain. Karena saya menjaga komitmen kerjasama ini. Strategi yang akan kita lakukan adalah pola kolaborasi yang berbeda. Saat ini kita kerjasama dengan artis dan influencer. Desain kita punya dan exposure dimiliki para artis dan influencer. Kita lebih kerjasama dengan mereka,” kata Anton.
Dengan berbagai pencapaian ini, Anton berharap Wou Batik terus memberi kontribusi dalam melestarikan batik di Indonesia.
Sementara itu, Wishnu Aji selaku Celebrity Fashion Stylist menjelaskan awal mula bekerjasama dengan Wou Batik. ”Bekerjasama dengan Mas Anton itu, awalnya dari Kak Leny, karena memang Kak Leny sering berkolaborasi dengan beberapa selebriti yang aku tanganin. Akhirnya
bekerjasama dengan Mas Anton karena sama-sama dari Solo. Kebetulan memang almahrum papaku, orang Solo, jadi pengen aja melestarikan karya dari Solo,” kata Wishnu.
Menurut Wishnu, inilah konsep kolaborasinya bersama Wou Batik. “Ini merupakan koleksi perdana yang aku desain. Jadi look dari baju yang aku buat ini terinspirasi dari kerajaan Majapahit. Jadi vest dari bahan brokat warna hijau kombinasi dengan kuning gold. Jadi ada aksen ukiran Jawa. Tetapi agar tetap tampilan kekinian, aku kombinasi agar tampilannya lebih chic,” kata Wishnu
Dengan kolaborasi ini, Wishnu ingin mempresentasikan batik dengan taste yang berbeda. Apalagi sekarang, batik setiap daerah mempunyai signature masing–masing.
Dalam kolaborasi dengan Wou Batik ini, warna yang digunakan adalah nude hingga pastel. Kenapa?
“Karena memang warna ini tidak terlalu terang, tidak terlalu mencolok tetapi memberikan energy beauty bagi pemakainya,” ucap Wishnu. “Bagi yang dewasa pakai warna-warna nude biasanya terlihat lebih muda,” sambung Wishnu. Fashion item yang dibuat, ditujukan untuk gen z, milenial hingga baby boomer.
Harapan Wishnu dengan kolaborasi ini, batik dari Wou Batik semakin diterima di semua kalangan. “Selebriti yang sudah aku tangani, sudah pernah pakai Wou Batik. Ada Kang Irfan Hakim, Sarwendah hingga Ruben Onsu. Aku berharap semoga yang custom, gak cuma para selebriti tetapi dari semua kalangan,” tukas Wishnu.
Wishnu mengajak para generasi milenial hingga gen z untuk mencintai produk-produk Indonesia, terutama batik. “Jadi kita ikut melestarikan dan mencintai wastra Nusantara,” tegas Wishnu.
Kolaborasi antara Wishnu Aji dan Wou Batik bisa terlaksana, karena kontribusi penting, desainer Leny Rafael. “Ini merupakan launching Wou Batik kolaborasi dengan Wishnu Aji, dengan beberapa teman–teman artis yang support acara ini,” ujar Leny tersenyum.
Di acara ini, Leny juga turut serta memamerkan karyanya. “Untuk desain dari aku lebih simpel dan bisa dipakai oleh siapapun. Saya juga keluarin warna – warna basic seperti hitam dan marun, jadi lebih ke warna-warna bumi,” ungkap Leny.
Untuk target market, ditujukan untuk semua kalangan. Harganya pun terjangkau dan bervariasi. “Untuk custom dari angka Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta. Kalau ready to wear, dari 400k hingga 800k,” pungkas Leny.
Dunia kecantikan semakin berkembang pesat, dan dr. Yovita Setiadi, M.(Biomed) AAM, dipl. CIBTAC, sebagai spesialis double eyelid di Beauty Line, berhasil menempatkan dirinya sebagai salah satu ahli terdepan dalam prosedur estetika.
Menurut Dr. Yovita, mata memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk penampilan wajah seseorang.
“Mata adalah bagian utama dari wajah, dan saat berinteraksi, kontak mata menjadi kunci menarik perhatian. Itulah mengapa saya fokus pada teknik double eyelid,” ungkap Dr. Yovita.
Teknik double eyelid tidak hanya sekadar memperindah tampilan mata, tetapi juga memberi manfaat praktis bagi pasien, seperti mempermudah proses makeup.
“Banyak wanita yang menginginkan hasil makeup yang cantik tanpa harus memakan waktu lama, dan prosedur ini sangat membantu mereka dalam hal tersebut,” tambahnya.
Perjalanan Menuju Dunia
Estetika
Sebelum mendalami bidang estetika, Dr. Yovita memulai karier sebagai dokter umum. Namun, hasratnya untuk membantu orang tampil lebih percaya diri mendorongnya mendalami ilmu kecantikan, khususnya anti-aging medicine di Universitas Udayana. Gelar M. Biomed (AAM) yang ia raih menjadi fondasi utama dalam perjalanan kariernya di dunia estetika.
“Menjadi dokter estetik memerlukan pengetahuan mendalam tentang kecantikan, dan
Dr.
gelar tersebut sangat membantu saya dalam memberikan perawatan terbaik bagi pasien,” jelasnya.
Meski bekerja di dunia kecantikan penuh dengan tantangan, bagi Dr. Yovita, kepuasan pasien yang meningkat kepercayaan dirinya setelah menjalani prosedur adalah hal yang paling memuaskan. Namun, salah satu tantangan terbesar adalah ketika menghadapi pasien yang sudah cantik secara alami tetapi ingin tampak lebih sempurna.
“Tantangannya adalah menjaga hasil tetap natural, tidak berlebihan, sehingga tidak terlihat aneh,” ujarnya.
Pengalaman dan keterampilan menjadi modal utama Dr. Yovita dalam menghadapi tantangan ini. Ia menekankan pentingnya keseimbangan dan harmoni dalam setiap prosedur agar hasil tetap terlihat alami dan selaras dengan wajah.
Fokus pada Kecantikan yang Alami dan Harmonis
Dalam setiap prosedur estetika, Dr. Yovita selalu memprioritaskan hasil yang alami dan sesuai dengan karakter wajah pasien.
“Misalnya dalam membuat lipatan mata, tidak perlu besar, yang penting natural dan sesuai dengan bentuk wajah,” kata Dr. Yovita. Ia juga terus mengikuti perkembangan tren kecantikan yang selalu berubah, agar selalu bisa memberikan pelayanan terbaik kepada pasien.
Komitmen Dr. Yovita terhadap inovasi dan kualitas pelayanan tidak pernah berhenti. Ia secara rutin mengikuti pelatihan terbaru di bidang estetika untuk terus meningkatkan pengetahuannya
“Sebagai dokter kecantikan, kita harus terus belajar dan berkembang. Ini demi memberikan hasil maksimal yang memuaskan harapan pasien,” tutupnya.
Mey Hasibuan, pendiri House of Inang, telah menorehkan pencapaian istimewa
dalam menciptakan produk fashion ramah lingkungan yang tidak hanya mengangkat seni tradisional, tetapi juga memberdayakan perempuan lansia.
Dalam wawancara bersama KABARI, Mey berbagi perjalanan inspiratif di balik berdirinya House of Inang, yang dimulai dari ketertarikannya pada nenek-nenek penganyam di Indonesia yang mengolah limbah plastik menjadi kerajinan bernilai tinggi.
Pada tahun 2010, Mey, yang saat itu masih tinggal di Amerika, berkesempatan kembali ke Indonesia. Di tanah air, ia dikenalkan dengan nenek-nenek penganyam oleh seorang sahabatnya.
“Sejak saat itu, saya sangat mengagumi keahlian mereka dalam menganyam plastik-plastik bekas,” kata Mey. Meskipun ia masih berkarier di dunia korporat, komitmennya terhadap nenek-nenek penganyam tersebut semakin kuat. Akhirnya, pada tahun 2014, Mey memutuskan untuk berhenti dari karier korporatnya dan kembali ke Indonesia untuk memulai bisnisnya.
“Awalnya, kami hanya memproduksi tas dari hasil anyaman plastik, namun saya menyadari bahwa
konsumen perempuan tidak hanya membutuhkan tas, tetapi juga berbagai produk lainnya. Dari sana, kami mulai mengembangkan koleksi fashion yang lebih lengkap, termasuk pakaian dan sepatu,” ujar Mey, mengingat perjalanan awal berdirinya House of Inang.
Filosofi House of Inang dan Produk Ramah Lingkungan
Mey menjelaskan bahwa House of Inang berdiri di atas tiga pilar utama yang menjadi landasan dalam setiap produk yang mereka buat. Pilar pertama adalah upaya mengurangi sampah plastik. Indonesia, sebagai salah satu penghasil sampah plastik terbesar di dunia, menjadi fokus utama dalam misi ini.
“Pilar kedua adalah pemberdayaan perempuan, khususnya lansia. Kami bekerja sama dengan neneknenek yang sudah berusia 60 hingga 80 tahun, namun masih produktif dan mampu mendapatkan penghasilan tambahan untuk keluarga mereka,” jelas Mey. Sementara itu, pilar ketiga adalah upaya melestarikan tradisi melalui penggunaan kain wastra Indonesia dalam setiap produk yang dihasilkan.
Dengan kombinasi antara pemberdayaan masyarakat,
pengurangan sampah, dan pelestarian budaya, House of Inang menjadi sebuah merek fashion yang menggabungkan keberlanjutan dan warisan tradisional Indonesia.
House of Inang menawarkan berbagai produk fashion yang dapat digunakan oleh wanita berusia 25 hingga 60 tahun. Koleksinya mencakup pakaian ready to wear, tas, sepatu, dan aksesori lainnya seperti topi. Setiap produk dirancang dengan memperhatikan gaya yang elegan namun tetap fungsional.
“Produk kami menggunakan bahan plastik bekas seperti pembungkus pasta gigi dan kemasan produk rumah tangga. Sampah-sampah ini kemudian diolah menjadi gulungan kain yang dianyam oleh nenek-nenek pengrajin kami,” kata Mey. Selain itu, House of Inang juga mengumpulkan sampah plastik dari pelanggan dan komunitas di sekitar Bintaro melalui program pengumpulan sampah rutin.
Seperti bisnis berbasis lingkungan lainnya, House of Inang menghadapi tantangan dalam edukasi pasar. Mey menjelaskan bahwa banyak masyarakat Indonesia yang masih kurang menghargai produk daur ulang, terutama yang menggunakan bahan seperti sampah plastik.
“Sebagian besar konsumen lebih mengutamakan produk branded atau produk impor dengan harga murah. Oleh karena itu, kami terus melakukan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya mengurangi sampah plastik dan bagaimana memilih produk yang lebih ramah lingkungan,” tambah Mey.
Tantangan lainnya adalah regenerasi penganyam. Saat ini, sebagian besar pengrajin anyaman di House of Inang adalah nenek-nenek yang sudah berusia lanjut, dan minat generasi muda terhadap kerajinan anyaman semakin berkurang. “Ini menjadi pekerjaan rumah besar bagi kami, karena kami perlu mencari cara untuk menarik minat anak muda agar mau melanjutkan tradisi anyaman ini,” ungkap Mey.
Prestasi dan Pengalaman Berharga
Dalam perjalanan empat tahun terakhir, House of Inang telah berhasil mengelola sekitar satu ton limbah plastik setiap tahunnya. Mey sangat bersyukur karena produknya banyak diminati oleh kalangan korporasi untuk dijadikan suvenir perusahaan, yang memberikan dampak signifikan terhadap pengelolaan sampah plastik dan juga kesejahteraan para pengrajin.
“Pengalaman paling berkesan bagi saya adalah ketika melihat dampak langsung dari produk-produk kami terhadap lingkungan dan pemberdayaan neneknenek pengrajin. Kami tidak hanya berhasil mengurangi sampah plastik, tetapi juga memberikan penghasilan tambahan bagi mereka,” kata Mey.
Mey berharap kesadaran masyarakat Indonesia terhadap produk ramah lingkungan akan semakin meningkat di masa depan. Ia juga berharap semakin banyak orang yang mengapresiasi produk-produk lokal, sehingga House of Inang bisa memberdayakan lebih banyak pengrajin dan mengelola lebih banyak sampah plastik yang bisa diselamatkan dari tempat pembuangan akhir.
“Tujuan utama kami adalah memperpanjang usia plastik-plastik ini agar tidak berakhir di tempat sampah. Dengan begitu, kami bisa terus berkontribusi dalam menjaga lingkungan dan melestarikan warisan tradisional Indonesia,” tutup Mey penuh harap.
Interaktif Majalah Digital Kabari Edisi 204 klik https://issuu.com/kabari8/ docs/majalah_digital_kabari_ edisi_204_2024
Langganan daftar di KabariGratis.com
Edisi bulan ini:
• Trendi dan Nyaman Dipakai ala Meemaa Style
• Dedikasi dan Visi Dunia Estetika dr. Widya Rahayu Arini Putri, Dipl. AAAM
• Artine Kain Mengangkat Budaya Indonesia Lewat Fashion Unik Dan Indah
• Inner Salon Muslimah, Inovasi Pelayanan Prima untuk Kenyamanan Muslimah di Indonesia
• Syifa Nurafantin dan Perjalanan Mendirikan Brand Fashion Kenakan
• House of Liza Hadirkan Karya Paduan Tradisional dan Modern di Pagelaran Indonesian Heritage Diversity
• Serba Serbi Sedot Lemak, Solusi Membentuk Tubuh Ideal dengan Metode yang Tepat
• Komala Dewi AD Luncurkan Buku ‘Kelola Uang Bisnis Gemilang’ untuk Edukasi Keuangan Bagi UMKM
• Yummy Craft, Tas dengan Sentuhan Kuliner Nusantara yang Fashionable dan Trendi
• Kafe Kopi AA Jadi Oase di Tengah Panasnya Jakarta
Untuk menonton video klik KabariNews.com/67108