







DI KABARI MEDIA?
• Majalah Kabari Digital
• Majalah Hidup Sehat
• Majalah Tur Dunia
• Majalah Extra Uang
Disebarkan ke Lebih dari 27,000 Emails
Hubungi:
Lebih dari 25 juta Kabari YouTube Video Viewers
San Francisco : (415) 213-7323
Los Angeles : (562) 383-2100
Jakarta : (021) 4288-6112
Email: sales@kabarinews.com
08 Shahnaz Haque: Pendidikan Harus Pakai Hati
14 Komunitas Jendela, Meningkatkan Minat Baca Pada Anak
18 Lewat Angklung, Ajakan Untuk “Ngelmu Pring”
Bergaung di Ibukota Amerika
24 Supermentor 23 Hadirkan Tokoh-Tokoh Inspiratif di Los Angeles
26 Bincang Diplomasi Dengan Dino Patti Djalal
28 Menghadapi Isu-Isu Terkini Ala Ridwan Kamil
32 Wanita di Dunia Pria
34 Masih di SMA, tapi sudah kuliah? Kok bisa?!
40 Sambut Ramadan, Windy Ghemary Rilis Single Religi
42 Kedubes AS Kenalkan Kuliner Ramadan Indonesia
Ala Amerika
Puji Syukur atas segala rahmat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan kepada kami waktu dan kesempatan untuk tetap terus berkarya memberikan beragam informasi yang dikemas sebagai Jembatan Informasi Indonesia – Amerika.
Di bulan suci Ramadan ini, Majalah Kabari edisi 135 Mei-Juni 2018 akan menyuguhkan berbagai informasi menarik kepada para pembaca Kabari dimana pun berada.
Pendidikan adalah harta yang paling berharga bagi setiap orang, mendapatkan pendidikan yang terbaik merupakan cita-citanya. Shahnaz Haque, seorang presenter tanah air peduli dengan pendidikan anak-anak Indonesia mengatakan kita dihadapkan dengan anak-anak generasi milenial, anak-anak sudah canggih dengan segala macam teknologi, tapi yang tidak boleh dilupakan dari teknologi yang canggih itu adalah hati, karena pendidikan itu mesti pakai hati. Simak selengkapnya hanya di rubrik Cover Story.
Selain itu, pendidikan bukan hanya di sekolah saja, Majalah Kabari edisi kali ini juga menghadirkan cerita sekolompok anak muda yang tergabung sebagai mahasiswa UGM Yogyakarta mendirikan komunitas Jendela yang merupakan komunitas sosial pendidikan yang fokus utamannya adalah meningkatkan minat baca pada anak-anak.
Artikel lain yang layak untuk disimak ada di tiap lembar halamannya, salah satunya permainan instrumen Angklung di Ibu kota Amerika. Yuk! Baca artikelnya di rubrik seni dan budaya. Ragam artikel lainnya yang tak kalah menarik, wow! Ada tokoh-tokoh inspiratif di Los Angeles.
Majalah Kabari edisi kali ini juga memberikan suguhan spesial di bulan Ramadan, ada Kuliner Ramadan Indonesia Ala Amerika, ada musik nuansa Ramadan yang dibawakan oleh mantan Indonesian Idol Windy Ghemary, serta masih banyak lagi artikel menarik lainnya yang layak anda simak, hanya di Majalah Kabari Edisi 135 Mei-Juni 2018.
Kabari merupakan majalah bulanan berbahasa Indonesia yang diterbitkan oleh California Media International, Inc dan didistribusikan secara gratis di seluruh wilayah Amerika Serikat.
Kantor Pusat 1788 19th Avenue, San Francisco, CA 94122
Tel: (415) 213-7327
Fax: (415) 294-7030
Kantor Cabang LA 731 N Beach Blvd, Ste 210. La Habra, CA 90631
Tel: (562) 383-2100
Kantor Cabang Jakarta
Cempaka Putih Timur V No.15 Jakarta, Indonesia 10510
Tel: (021) 428-86112
Email redaksi: redaksi@kabarinews.com | Iklan : sales@kabarinews.com
PENERBIT
JOHN OEI
KOMISARIS INDONESIA
OLINA HIMAYANTI
DEWAN PENASIHAT
LISA TUNGKA
DIREKTUR UTAMA AMERIKA
INDRIATI (VONNY) OEI
DIREKTUR UTAMA INDONESIA ANITA SETIAWARDI
PENULIS
ASBAN NATAWIJAYA
PENATA ARTISTIK
LIEMALA HELMI
VIDEO
FANIE EKASYAH
KONTRIBUTOR
RIANA K LIPTAK
STANLEY CHANDRA
YANUAR AZIS
LULUK FRIEDLAND
IKLAN DAN PEMASARAN
WEINA TANUWIJAYA
SIRKULASI
PETER ZHANG
Bagi kebanyakan orang tua memilih pendidikan yang berkualitas untuk buah hati mereka merupakan hal yang sangat penting. Dengan semaksimal mungkin akan mencari sekolah yang terbaik bagi putra-putrinya. Pun demikian dengan perempuan cantik yang memiliki nama lengkap Shahnaz Haque adalah seorang presenter yang peduli dengan pendidikan ketiga buah hatinya. Pendidikan buat Shahnaz penting sekali, terutama untuk ketiga buah hatinya, baginya pendidikan merupakan sebuah kemewahan.
“Anak-anak akan mendapatkan kemewahan dari saya kalau urusannya ke pendidikan, tapi tidak kemewahan yang lain misalnya, baju, sepatu dandanan perhiasan, dan lain-lain, tapi kalau pendidikan mereka akan mendapatkan hasil yang maksimal sebisa saya, semampu saya,” ungkap Shahnaz saat ditemui Kabari di kawasan Kebon Sirih, Jakarta.
Belum lama ini, Shahnaz baru saja melepaskan putri sulungnya, Pruistin Aisha Haque Ramadhan untuk menuntut ilmu di Kanada. Di negara itu, Pruistin yang berusia 15 tahun belajar di Burnaby North Secondary School yang setara SMPSMA jika di Indonesia.
Setiap orang tua jika berpisah dengan buah hatinya dengan jarak yang jauh pastinya berat, namun Shahnaz menyadari apa yang telah menjadi pilihan putri sulungnya adalah pilhan terbaiknya, apalagi untuk urusan pendidikan, Shahnaz selalu memberi dukungan.
“Melepaskan si sulung di Kanada sebenarnya sendirian merantau, tinggal di rumah saudara Indonesia,
tetapi beda, tidak bisa memeluk, merengkuh, tidak bisa bercerita 24 jam dan ada perbedaan waktu, berat pasti, tapi kalau memang itu jalan hidup yang baik dan itu sangat mendukung untuk pendidikan anak saya,” ungkap Ibu tiga putri ini.
Putri sulungnya adalah pemain softball menurutnya, di Kanada menjadi tempat pilihan untuk menuntut ilmu adalah hal yang tepat. “Anak saya yang sulung kebetulan dia juga pemain softball, maka memang musti di sana tempatnya, artinya dengan segala risiko maka saya merestui untuk pergi, saya berat, apalagi kalau misalnya sakit, memang sekarang sudah zamannya teknologi canggih, ada video call ada WA, tetapi tetap saja the power of touch tidak bisa digantikan, tapi itulah risiko yang mesti diambil demi pendidikan demi pilihan,” ungkap Shahnaz.
Sebagai orang tua yang peduli akan pendidikan anak-anaknya, Shahnaz pun menerapkan pola pendidikan cukup sederhana yaitu anak-anak harus paham. “Pola pendidikan yang saya tanamkan buat anak-anak adalah anak-anak mesti paham, bukan hanya sekedar pintar karena menghafal,” kata Istri dari musisi Gilang Ramadhan ini.
“Kalau misalkan paham akan lama, kemudian mereka mesti mempunyai ilmu bukan hanya ilmu sekolah tetapi keahlian, karena buat saya anak pintar itu banyak tapi bagaimana membedakan anak pintar yang satu dengan yang lain adalah skill atau keahlian, passion kemudian ketelatenan pada saat dia menyukai sesuatu,” imbuh Shahnaz.
Menurutnya, pendidikan bukan serta-merta pendidikan antara guru dan murid di kelas sekolah namun, kata dia, “Ia musti belajar bgaimana mempunyai daya tahan dalam hidup, karena pintar saja tidak cukup, anakanak harus punya daya kreatif,” kata Shahnaz.
Menanggapi sistem pendidikan di Indonesia, Shahnaz mengatakan, “Pendidikan di Indonesia itu luar biasa, sekolah di Indonesia itu susah, kurikulum berat dan banyak. Saya berasa pada saat saya mengirimkan anak saya sekolah ke Kanada, kemudian dapat cerita dari anak, sekolah di Kanada lebih spesifik, bebannya ga begitu banyak, kurikulumnya lebih ringan kalau di sana, kalau di Indonesia udah kaya bawa koper berat dan guru-gurunya juga beban,” katanya.
Diakui Shahnaz, banyak catatan mengenai dunia pendidikan di tanah air, ia berharap tetap semangat menghadapi apapun yang terjadi termasuk dengan kurikulum yang berganti serta sistem mengajar juga harus diperbaiki. “Kita dihadapkan dengan anak-anak generasi milenial, anak-anak sudah canggih dengan segala macam teknologi, tapi yang tidak boleh dilupakan dari teknologi yang canggih itu adalah hati, karena pendidikan itu mesti pakai hati,” ungkap Shahnaz.
Mengenai perkembangan pendidikan di tanah air, bagi shahnaz pendidikan ini belum merata, jika pemerintah belum bisa memberikan pemerataan pendidikan bagi anak Indonesia yang tersebar di seluruh nusantara, alangkah baiknya menggandeng pihak swasta untuk
dapat memberikan edukasi lewat acara televisi, seperti acara cerdas cermat dihidupkan kembali.
“Intinya adalah bagaimana membuat mereka itu tertarik dengan sesuatu yang berbau pendidikan tetapi dikemasnya adalah dengan hiburan, mudah-mudahan itu bisa memajukan, salah satu cara pendidikan di Indonesia dengan cara yang menyenangkan,” katanya.
Sebagai orang tua yang sangat peduli dengan pendidikan anak, khususnya terhadap ketiga buah hatinya, Shahnaz berharap, pendidikan di tanah air bisa diberikan secara merata kepada seluruh anak Indonesia untuk mendapatkan hak dalam pendidikan hingga ke pelosok nusantara.
“Saya punya mimpi sekolah sudah tidak mahal lagi, saya punya mimpi semua orang bisa menjadi guru untuk memberikan ilmu kepada anak-anak Indonesia, Indonesia bukan hanya ada di kota besar, tapi ada di Pulau, ada di pelosok, ada di tempat-tempat terpencil di hutan, maka saya bermimpi semoga orang dewasa bisa menjadi guru untuk anak-anak Indonesia, apapun itu profesinya, ataukah orang tua
“Kalau misalkan paham
akan lama, kemudian mereka mesti mempunyai ilmu bukan hanya ilmu sekolah tetapi keahlian, karena buat saya anak pintar itu banyak tapi bagaimana membedakan anak pintar yang satu dengan yang lain adalah skill atau keahlian, passion kemudian ketelatenan pada saat dia menyukai sesuatu.”
yang melakukan pendampingan, karena kita tidak bisa sendiri untuk membuat anak Indonesia menjadi pintar,” ujar Shahnaz. Bagi Shahnaz, pendidikan membuat orang menjadi kuat dan memiliki harga diri. Dengan pendidikan seseorang bisa tercerahkan.
“Kemudian setelah dia “kuat” agar ilmunya tidak hilang, maka dia mendidik orang lain, sesuatu yang dia paham, maka pendidikan bisa memberdayakan banyak orang menjadi rantai kepercayaan diri yang tak terputus,” pungkasnya. (Kabari1008/ Foto: dok. Shahnaz )
Digital Magazine
Digital Magazine with Video E-News Email
Written Articles in KabariNews.com
Copy & Paste from other Medias
Number of Videos (YouTube)
Number of Video Viewers (YouTube)
Number of Video Subscribers (YouTube)
Webinar
Livestream
Social Media
Facebook Subscribers:
Ikut Kabari Amerika
Kabari Magazine
Urban Kabari (English)
KabariNews.com in Ranking.com
KabariNews.com in Alexa.com
Komunitas Jendela Jakarta merupakan cabang dari Komunitas Jendela di Yogyakarta.
Komunitas Jendela Jakarta dikelola dan digerakkan oleh para volunteer yang berasal dari berbagai latar belakang dan bekerja secara sukarela. Fokus kegiatan komunitas ini pada segi pengembangan pendidikan dan mental anak, terutama pada anak-anak yang kurang beruntung di Manggarai.
Ali Yakhya, selaku Kordinator Utama Komunitas Jendela Jakarta mengatakan, “Komunitas Jendela adalah suatu komunitas pendidikan yang bergerak dan fokus di bidang pendidikan anak-anak, fokus kami yang utama adalah meningkatkan minat baca pada anak-anak,” ungkap Ali saat wawancara dengan Kabari.
Tempat baca yang berdiri pada tanggal 12 Maret 2011 di Yogyakarta ini merupakan tempat kegiatan belajar dan membaca bagi anak-anak yang tidak sekolah setelah bencana erupsi gunung merapi. Komunitas Jendela ini didirikan oleh gabungan Mahasiswa yang masih kuliah semester akhir yang dilatarbelakangi karena melihat keadaan anak-anak tidak sekolah pasca erupsi merapi. Mereka membentuk pendidikan alternatif
lewat perpustakaan. Kemudian komunitas ini menyebar kebeberapa kota, salah satunya di Jakarta.
Berawal dari perpustakaan yang sederhana, Komunitas Jendela berusaha menghidupkan minat baca adik-adik Manggarai agar senantiasa menghargai pentingnya buku untuk menggapai cita-cita mereka. Beberapa program pembelajaran yang diberikan seperti Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, IPA, IPS, Seni Musik, Seni Menggambar, dan lain-lain.
Anak-anak yang tinggal di Manggarai setiap hari Sabtu dan Minggu selalu menghabiskan pagi mereka dengan bermain. Ada yang bermain dan berkumpul dengan teman lainnya, ada yang menggambar, serta melakukan permainan lainnya selayaknya anak-anak berkumpul. Semua kegiatan ini dilakukan di depan rumah kecil di samping warung, yang berada di pertigaan Jalan Manggarai Utara VI, Jakarta Selatan. Selain itu, program yang berjalan di komunitas ini ada dua, yakni kegiatan untuk anak-anak juga bagi relawan sendiri.
Untuk kegiatan anak-anak, dikatakan Ali, “Ada kegiatan rutin setiap Sabtu dan Minggu yaitu cooking
class, ada menggambar, kelas mewarnai, bahkan ada one day trip, dimana kita mengajak anak-anak belajar sambil bermain, misalnya pergi ke museum di Jakarta,” katanya. Selain itu, kata Ali, “Kita ada kegitan Makraf, dimana kami mengumpulkan semua relawan di satu tempat untuk saling berkomunikasi, saling memberikan inspirasi dan ide apa yang dapat kita lakukan program apa yang terbaik untuk anak-anak,” ungkap Ali yang juga mahasiswa di perguruan tinggi di Jakarta.
Komunitas Jendela ini tersebar di tiga tempat di Jakarta yakni Manggarai, Serpong dan sungai Bambu, Sunter. Masing-masing di ketiga perpustakaan ini memiliki anak didik kisaran 50 siswa. Jadi untuk keseluruhan anak didik di komunitas jendela Jakarta berjumlah 150 siswa. Komunitas yang berfokus pada peningkatan minat baca pada anakanak, ini setiap sabtu-minggu para relawan tidak hanya mengajarkan membaca, namun memberikan pemahaman isi cerita. Melalui kegiatan yang mereka tidak dapatkan di sekolah, para relawan juga memberikan pelajaran seperti mendongeng, mewarnai bahkan memasak.
Berawal dari menjemput bola
untuk bisa memberikan edukasi serta literasi pada anak-anak yang kurang beruntung dengan keadaan ekonomi orang tuanya, komunitas ini tergerak denga niat untuk ikut mencerdaskan anak bangsa lewat perpustakaan.
Seperti yang kita ketahui minat baca buku generasi muda Indonesia saat ini semakin menurun. Ditambah hadirnya beragam gadget canggih membuat mereka perlahan meninggalkan kegiatan membaca buku. Menurut Ali, perkembangan minat baca yang ditularkan kepada anak-anak cukup berkembang dengan hadirnya komunitas ini dan mengalami perubahan yang signifikan.
“Terutama pada mereka yang di usia TK, mereka lebih senang untuk belajar menulis kemudian senang untuk belajar membaca, jadi kita ada program satu bulan satu buku, dimana para relawan mewajibkan anak-anak untuk membaca minimal satu bulan satu buku, dan berkembang satu bulan menjadi empat buku yang dibaca,” kata Ali.
Pendidikan bukan sesuatu yang mahal, bukan juga hal yang sulit untuk bisa diraih oelah anak-anak, pendidikan harus menjadi fondasi yang kuat agar anak-anak bisa mewujudkan impian terbesarnya.
“Kami berharap, semoga pendidikan di Indonesia semakin maju, bukan hanya dari segi kuantitasnya saja tetapi dari segi kualitas,” ujar Ali berharap.
Selain itu, kata Ali, “ Para tenaga pendidik dan sekolah harus meningkatkan kualitas agar bisa menghasilkan lulusan terbaik atau anak-anak didik yang berkualitas, jadi bukan hanya pintar dari segi akademik, tetapi juga dari segi attitude,” tambahnya.
Menurutnya, kesadaran untuk membaca di masyarakat belum memiliki minat baca yang tinggi, dengan begitu Komunitas Jendela hadir di tengah-tengah masyarakat melalui anak-anak berusaha memberikan edukasi yang terbaik lewat membaca dengan menumbuhkan kecintaan mereka terhadap buku.
Dengan demikian, diharapakan ke depan bisa mengaplikasikan segala ilmu mereka yang sudah didapatkan di perpustakaan sederhana ini sehingga anak-anak tumbuh menjadi priabdi yang pintar dan kreatif. “Melalui sebuah buku mereka bisa mendapatkan banyak pengalaman dan bisa mengaplikasikan ke dalam kehidupan mereka di masa yanag akan datang,” pungkas Ali. (Kabari1008)
Prihatin dengan situasi perpecahan di Tanah Air — situasi yang juga terjadi di Amerika — House of Angklung dari Washington DC mengajak kita introspeksi melalui filosofi sesuatu yang sudah mereka kenal baik: Bambu.
Instrumen ini sangat populer di Indonesia. Unik namun sederhana relatif mudah, namun memukau. Anak-anak memainkannya di sekolah, dan orang dewasa memecahkan rekor dengan mengumpulkan ribuan pemain angklung di luar negeri. Namun mungkin tak banyak yang menyadari bahwa bambu, tanaman yang menjadi asal-usul angklung, memiliki filosofi yang sangat mendalam.
Diadakan di George Washington University di Washington DC pada hari Sabtu malam tanggal 12 Mei 2018, konser bernama #LearnFromPring ini dibuka dengan alunan angklung yang memainkan lagu kebangsaan Amerika “Star Spangled Banner”, sebagai bentuk penghargaan atas negeri tempat House of Angklung tumbuh, berkembang dan berkarya selama hampir 1 dekade. Anakanak Indonesia yang tergabung dalam sekolah bahasa Indonesia di bawah naungan “Rumah Indonesia”, serta anak-anak Amerika dari sebuah sekolah lokal dengan bangga mengocok angklung mereka, membuka konser yang dihadiri sekitar 800 penonton.
Inspirasi konser ini datang dari puisi karya Sindhunata SJ, seorang wartawan, budayawan, dan rohaniwan Katolik, “Ngelmu Pring” atau “belajar dari bambu”. Puisi yang dituangkannya dalam buku “Air Kata-Kata” mengajak manusia untuk mencontoh tanaman bambu yang senantiasa tumbuh dan memberi tempat untuk kehidupan rumpunrumpun baru, serta bermanfaat bagi manusia.
Puisi berbahasa Jawa ini ditampilkan dalam ilustrasi garapan Demokreatif, sebuah unit karya sosial Berakar Komunikasi di Jakarta. Setiap segmen didahului dengan video yang menampilkan visual bambu dan elemen-elemennya sebagai pengingat akan karakter bambu yakni introspektif, berani menghadapi, fleksible, tidak mudah menggerutu dan mengeluh, jujur, peduli, dan tidak pura-pura tidak tahu.
DARI “AVE MARIA” HINGGA “TAK TONG TONG”
Karakter angklung dengan suara alamnya yang unik dan getarannya yang kaya warna ditampilkan tidak hanya sebagai instrumen utama, melainkan juga sebagai instrumen pelengkap yang meningkahi alatalat musik barat. Pengarah Musik sekaligus Dirigen Tricia Sumarijanto mengatakan bahwa musik yang diperdengarkan tidak hanya mencakup musik tradisi dan pop Indonesia, tetapi juga musik klasik barat, bahkan pop, hingga rock. Pengaransemen musik Ulung Tanoto memadukan unsur new age dan progressive dalam nomornomor yang ditampilkannya, seperti “Fratres” dari Avro Pärt dan “New World Symphony” dari Dvorak. Menurutnya, karya-karya ini adalah masterpiece yg akan mengejutkan
pengamat musik klasik, terlebih lagi karena lagu-lagu tersebut memiliki sentuhan tradisional.
Dari Indonesia ada “Yamko Rambe Yamko” yang dimainkan dengan nada-nada pelog dan dengan iringan musik yang jazzy. Ditampilkan pula momen-momen “mashup” yang merupakan fusi berbagai elemen yang berbeda, seperti “How Far I’ll Go”-nya Disney bertemu dengan “Tak Tong Tong” dari Sumatera, “Ave Maria”-nya Schubert berpadu dengan “What A Wonderful World”-nya Louis Armstrong, bahkan Firework”nya Katy Pery pun tampil semarak dengan gaya jaipongan bercampur hiphop.
Bicara soal angklung dan memang sulit dilepaskan dari tari
Setiap segmen didahului dengan video yang menampilkan visual bambu dan elemen-elemennya sebagai pengingat akan karakter bambu yakni introspektif, berani menghadapi, fleksible, tidak mudah menggerutu dan mengeluh, jujur, peduli, dan tidak purapura tidak tahu.
jaipongan yang sama-sama berasal dari Jawa Barat. Jauhjauh dari Bandung, kelompok tari Padepokan Jugala yang dibentuk oleh maestro tari Gugum Gumbira ambil bagian dalam konser ini. Dua minggu sebelumnya, bersama kelompok Saung Angklung Udjo dari Bandung, mereka mendampingi House of Angklung tampil dalam acara PTRI (Perutusan Tetap Republik Indonesia) di Markas PBB di New York dalam rangka diplomasi Indonesia yang sedang mencalonkan diri menjadi Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB periode 2019-2020.
Bagian yang mungkin bisa dibilang paling favorit adalah segmen interaktif. Para penonton mendapat angklung yang tidak hanya boleh dibawa pulang secara cuma-cuma, tetapi juga boleh dimainkan dan bahkan menjadi bagian dari konser.
Dirigen Tricia serta Sam Udjo dari Saung Udjo memimpin pelajaran angklung ini dengan menggunakan Solfege hand sign yang menggunakan bahasa tangan untuk
menentukan nada Do, Re, Mi, dan seterusnya. Hanya dalam beberapa menit, penonton yang belum pernah memegang angklung sudah bisa memainkan “Mother How Are You Today”. Sebuah kejutan, karena kebetulan keesokan harinya adalah Hari Ibu di Amerika. Mereka sampai terpukau dengan kebolehan mereka sendiri yang awalnya hadir tanpa tahu apa-apa soal alat musik ini.
Ignorance is not a virtue—ketidaktahuan bukanlah kebajikan. Pesan ini yang ingin disampaikan oleh Koproduser Karina Sudyatmiko dari Grace Heritage Foundation, yang mengatakan bahwa baik publik Indonesia maupun Amerika bisa belajar untuk memahami bahwa perbedaan adalah kekuatan, dan bukan sesuatu yang membuat kita resah, takut, apalagi berseteru.
Konser selama 2 jam ini ditutup dengan finale “America The Beautiful”, salah satu lagu patriotik Amerika yang paling terkenal, yang dimainkan bersama pemain pemula a.k.a penonton.
[Debbie Sumual-Patlis, Washington DC]
Photo credit: Cynthia Sumarijanto
Empat tahun lalu, mantan Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) RI Dino Patti Djalal meluncurkan sebuah forum inspiratif Supermentor. Selain berbagi dengan masyarakat di Indonesia, program tersebut juga diselenggarakan untuk menyebarkan kiat sukses dan optimisme kepada generasi muda Indonesia. Setelah berkunjung ke beberapa kota di Tanah Air dan Australia, program Supermentor yang ke-23 hadir untuk pertama kalinya di Los Angeles. Bekerja sama dengan Dapoer Kita Productions sebagai pihak penyelenggara lokal, Supermentor 23 menghadirkan Dino Patti Djalal, Ridwan Kamil, dan Sehat Sutardja. Di hadapan 200 diaspora Indonesia yang memadati UCLA’s James Bridges Theater, Dino Patti Djalal menilai kompetisi manusia abad ke-21 dalam lapangan pekerjaan akan semakin ketat seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence atau AI). Ia juga berbagi kisah suksesnya dari sejak menjadi pegawai cuci piring di Kedutaan Besar RI di Washington, D.C. hingga menjadi Wamenlu di Kabinet Indonesia Bersatu II yang dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Berangkat dari pengalamannya tersebut, diplomat kelahiran Yugoslavia 52 tahun silam itu berpesan kepada peserta Supermentor agar
tidak semata-mata mengejar harta, jabatan, dan kekuasaan melainkan kepercayaan, prestasi, dan reputasi.
Pembicara ke-2, Sehat Sutardja, sepakat dengan apa yang sebelumnya disampaikan oleh pendiri forum Supermentor. Meski dikenal dengan kesuksesannya sebagai pendiri Marvel Technology di Silicon Valley, ia mengaku tidak terlalu berprestasi semasa kecilnya. “Anda tidak harus unggul dalam segala hal tetapi jadilah yang terbaik dalam bidang yang hendak Anda tekuni,” ujar alumni Kolese Kanisius, Jakarta ini. Ia juga berpandangan bahwa orangtua sebaiknya memberi kebebasan pada anak untuk memilih bidang pekerjaan.
Supermentor 23 ditutup dengan presentasi oleh Ridwan Kamil. Menurutnya, Sang Walikota Bandung petahana berkeyakinan bahwa perubahan harus dijemput dan bukan hanya untuk ditunggu. Ia berharap generasi muda milenial Indonesia siap untuk bersaing secara lebih kompetitif. Bersama timnya, pria yang sempat menggeluti dunia arsitek ini kerap menciptakan perangkat lunak untuk menjawab berbagai permasalahan selama memimpin di Kota Kembang. Dalam forum tersebut, ia pun tak lupa berbagi resep mengenai gaya kepemimpinannya yang kekinian, mulai dari kepemimpinan yang interaktif dengan warganya, reformasi ruang publik, hingga pelayanan kesehatan yang inovatif. (Kabari1007)
Sosok seorang Dino Patti Djalal identik dengan dunia diplomasi dan politik luar negeri. Selepas pensiun dari Kementerian Luar Negeri, ia mendirikan sebuah sekolah diplomasi dan organisasi nirlaba yang diberi nama Foreign Policy Community of Indonesia. Melalui organisasi tersebut, mantan Wakil Menteri Luar Negeri era SBY ini membidani lahirnya forum Supermentor yang bertujuan untuk memotivasi generasi muda Indonesia baik di dalam maupun luar negeri. Ditemui dalam lawatan singkatnya ke Los Angeles kali ini, ia berbagi pandangan dengan Kabari News merespons perkembangan kebijakan dan geopolitik kawasan.
• Hubungan Indonesia – Amerika Serikat
Sebagai mantan Duta Besar RI untuk AS, Dino menilai perkembangan hubungan kedua negara masih dalam taraf normal meskipun ada banyak tantangan baru yang disebabkan oleh pergantian pemerintahan di Negeri Paman Sam. “Kebijakan pivot (rebalance) dari Presiden Obama telah diganti oleh Presiden Trump
dan sekarang sudah ada konsep baru namanya Indo-Pasifik dan Quad (AS, Australia, India, Jepang). Saya kira Indonesia masih perlu mempelajari arah angin dari politik luar negeri terhadap Asia dan Indonesia. Tetapi masih kurang sejelas dari rebalance policy dari Obama di mana Indonesia menjadi sangat strategis dalam konsepsi mereka.”
• Urgensi Dalam Diplomasi RI
“Tentu sekarang adalah bagaimana memajukan perekonomian Indonesia. Diplomasi ekonomi menjadi sangat penting. Yang kedua adalah menjaga kepemimpinan Indonesia di kawasan Asia Tenggara. Negara-negara ASEAN sangat mengharapkan Indonesia tetap menjadi pemimpin. Dan ketiga, bagaimana Indonesia dapat membantu isu-isu global yang sekarang ini agak terancam dengan mundurnya AS dari berbagai kesepakatan global, seperti perubahan iklim, Trans-Pacific Partnership (TPP), dan beberapa hal lainnya. Saya kira Indonesia perlu bisa maju untuk menutup gap-gap yang sekarang mulai timbul.”
• Perkembangan Kesepakatan Perubahan Iklim
“Kalau menurut saya, window opportunity kita hanya sekitar 20 tahun ke depan. Jadi kalau umat manusia gagal memanfaatkan window opportunity itu maka perubahan iklim akan terjadi di atas 2-3 derajat Celcius dan mungkin di atasnya. Dan kalau itu terjadi, bumi akan mengalami malapetaka. Jadi, benar-benar generasi kita harus aktif sekarang.”
• Potensi Perdamaian di Semenanjung Korea
“Saya kebetulan baru dari Korea Utara beberapa minggu lalu dan impresi saya di tahun 2018 jauh lebih baik dari situasi tahun 2017 yang sangat parah karena penuh ketegangan. Jadi, inisiatif dari Kim Jong-un saya kira perlu kita sambut baik dan perlu kita dorong terus. Korea Selatan telah mengakui bahwa proses perdamaian sekarang memang inisiatif dari Korea Utara. Tetapi masih banyak yang harus diverifikasi terutama bukti konkret dari program denuklirisasi karena sampai sekarang masih merupakan aspirasi dan belum ada rencana eksekusi yang praktis untuk menghilangkan senjata nuklir dari Semenanjung Korea.” (Kabari1007)
Gaya kepemimpinan dan berbagai
terobosan karya Ridwan Kamil kerap mengundang perhatian dunia, tak terkecuali pihak penyelenggara Milken Global Conference 2018. Tahun ini, forum bergengsi tersebut menghadirkan sederet pembicara, termasuk Presiden Bank
Dunia Jim Yong Kim, mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair, dan mantan Wakil Presiden Amerika Serikat Al Gore. Di hadapan para elite, sang Walikota Bandung mempresentasikan bagaimana pemerintahan yang ia pimpin berhasil menghadirkan pelayanan publik dan memberantas korupsi menggunakan kemajuan teknologi
informasi serta mengutamakan kebahagiaan warganya. Selama berada di Los Angeles, ia juga memenuhi undangan untuk berbicara di kampus University of Southern California (USC). Dalam kuliah umumnya di Fakultas Kebijakan Publik USC, pria yang akrab disapa Emil ini berbagi tips tentang bagaimana kepemimpinan yang inovatif bisa mendekatkan jarak antara warga dan negara. Di sela agenda kunjungannya yang padat selama di Los Angeles, Kabari News meminta tanggapan Ridwan Kamil mengenai isuisu terkini baik dalam skala lokal maupun nasional.
• Membangun Infrastruktur Kota Bandung
“Sekarang, kita ada projek LRT (Light Rail Transit).
Cable car (kereta gantung) masih proses. Semua yang kapital intensif masih proses. Mudah-mudahan dalam lima tahun ke depan kalau lancar, Bandung bisa lebih baik dari sisi konektivitas. Jadi, projek infrastruktur besar rata-rata transportasi.”
• Menanggapi Kritik Kemacetan Bandung
“Saya tanya ada tidak kota yang tidak macet? Semua masih macet. Kenapa? Karena power dari transportasi publik ini belum hadir di Bandung. Jakarta juga sama, Surabaya juga sama. Jadi, nanti pada saatnya transportasi publik hadir, yang awalnya kita perjuangkan, Insyaallah akan mengurangi kemacetan.”
• Menurunkan Tensi Politik Nasional
“Saya selalu bilang pemilihan harus damai sebagai syarat kita akan menjadi negara hebat. Kami ingin pemilihan Gubernur Jawa Barat yang saya sekarang sedang berkompetisi juga baik. Maka pesannya adalah menang dengan cara yang baik, menang dengan cara yang ilmiah, menang dengan cara yang kreatif. Jauhi hate approach, jauhi black campaign. Mudah-mudahan tensi boleh
tinggi tetapi tetap fair dan membawa kreativitas dan kedamaian dalam prosesnya karena kita sebagai bangsa masih panjang dalam mencari bentuk demokrasi yang akan kita lakukan dan kita sukai.”
• Menyiasati Biaya Politik Yang Mahal
“Saya punya kampanye udunan (istilah Sunda untuk iuran). Jadi dari sepuluh ribu rupiah, warga bisa donasi online. Mudah-mudahan dengan online donation yang transparan dan mudah ini membuat partisipasi warga kepada calon yang mereka sukai sehingga akhirnya mereka bisa menang tanpa banyak berutang atau mengembalikan kepada pihak-pihak yang mungkin tidak cocok dalam proses demokrasi.”
• Mengendalikan Urbanisasi dan Menanggulangi Kemiskinan
“Kuncinya adalah mengurangi gap di desa dan kota. Maka, kita ada program One Village, One Company. Kita juga ada program Vocational Study to Digital Economy Dengan begitu, kemiskinan akan berkurang. Tingkat migrasi ke kota akan berkurang. Kuncinya adalah mengurangi gap dengan memberikan pekerjaan di desadesa.” (Kabari1007)
Edisi bulan ini:
• Pengobatan Terbaru Rheumatoid Arthritis
• Puasa dan Kesehatan Pencernaan
• Penyakit Jantung dan Otak Menjadi Pembunuh
Utama di Dunia
• Rahasia Tetap Semangat Kerja Saat berpuasa
• Sehatkan Jantung Dengan Kurma
• Tetap Cantik Di Bulan Puasa
• Rawat Kaki Sebelum Terlambat
• Jangan Anggap Remeh Kesemutan
• Pantang Sakit Dengan Konsumsi Kelapa
• Cabai Bantu Atasi Serangan Jantung?
Interaktif Majalah Hidup Sehat
Edisi Mei 2018 klik http://bit.ly/HSmei22
Langganan daftar di KabariGratis.com
Pendidikan tinggi sekarang ini bukan lagi hanya untuk pria. Wanita pun sama memiliki kesempatan menimba ilmu setinggi-tingginya bahkan di bidang pendidikan yang mayoritas didominasi oleh pria. Wanita memiliki kepandaian, kemampuan, kepercayaan diri dan nilai-nilai yang sejajar dengan pria. Sekarang ini wanita tak lagi hanya berkutat di rumah dan di dapur saja.
Kalimat yang sering orang tua ingatkan pada anak tentang gapailah cita-citamu setinggi langit itu memang untuk semua anak. Tidak mengacu pada anak laki-laki saja. Bahkan termasuk memilih bidang pendidikan dan aktivitasnya. Anak perempuan juga silakan jika lebih menyenangi memilih kelas karate dibanding kelas menari atau kursus memasak. Lebih memilih olahraga
sepak bola dibanding kelas balet. Saat lepas dari sekolah menengah, tak perlu ragu memilih jurusan teknik atau arsitektur. Selepas kuliah, siap berkarier di dunia kerja yang mayoritas masih didominasi pria.
Percaya diri bahwa kita bisa dan mampu melakukan pekerjaan kita seperti yang pria lakukan. Itu yang harus selalu terpatri di dalam pikiran wanita. Seperti yang masih banyak terjadi bahwa wanita merasa kurang didengarkan suaranya atau kurang dihargai karena masih minoritas. Itu juga karena tanpa sadar bisa terjadi akibat perilaku wanita sendiri yaitu antara lain karena kurang percaya diri, lebih banyak diam, kurang berani mengemukakan pendapat, dan kurang fokus dengan kemampuan sendiri.
Wanita memiliki kekuatan yang sama dengan pria. Seandainya bukan kekuatan luar tapi kita memiliki kekuatan dari dalam yaitu dari otak. Wanita juga memiliki keunggulan dapat mengatur untuk berpikir secara logika dan rasional. Apa yang kita punya dan mampu kita keluarkan, jangan ragu untuk dikeluarkan. Jangan berpikir bahwa rekan kerja pria atau pemimpin perusahaan akan melecehkan. Asal kita percaya diri dan berani berbicara tegas sehingga mereka mendengarkan.
Mengungkapkan pendapat dalam rapat memang tidak semudah mengobrol dengan teman. Apalagi jika dikelilingi oleh pria yang lebih tegas dan keras dalam berbicara. Cara berlatihnya adalah mengungkapkan pendapat saat sedang berbicara dengan rekan kerja atau dengan pemimpin perusahaan di rapat kecil atau saat santai di kantor. Mereka akan mendengarkan dan membawa pendapat itu di rapat
besar bahkan dapat mendukung dan menganjurkan kita memaparkannya sendiri. Dukungan ini akan membuat kepercayaan diri kita bertambah. Sebagai wanita terkadang merasa frustasi ketika merasa dipandang sebelah mata atau dijadikan nomor dua. Tapi hal itu jangan menjadikan kita makin mundur tapi justru makin membuktikan bahwa wanita tidak seperti yang ada dalam pikiran mereka. Saat ini persentase wanita menimba ilmu atau bekerja di dunia yang dulunya hanya milik pria sudah makin meningkat. Lihat saja di bidang kontraktor bangunan, teknik nuklir, militer, keamanan, serta bekerja mengendarai bis sekolah dan transportasi umum. Begitu pula di bidang olahraga. Sepak bola, ice hockey, bahkan tinju. Wanita kini memiliki kesempatan bekerja dan beraktivitas dimana saja serta sebagai apa saja. Tak perlu cemas dengan pandangan sebelah mata. (Kabari1004)
Bagi masyarakat Indonesia di tanah air rasanya sulit dipercaya jika seorang pelajar yang masih bersekolah di Sekolah Menengah Atas (SMA), dapat menempuh bangku kuliah di waktu yang bersamaan. Namun fenomena ini adalah hal yang lazim terjadi dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat sejak beberapa tahun silam. Melalui Program Dual Enrollment, seorang siswa tidak hanya mendapatkan pendidikan di SMA, tetapi juga memperoleh College Credit atau Satuan Kredit Semester (SKS) dengan berkuliah di Perguruan Tinggi setempat. Ini berarti saat siswa tersebut lulus SMA, ia juga telah menyelesaikan kuliah
D1 atau D3, tergantung dari seberapa banyak SKS yang dikumpulkan. Dengan kata lain, saat lulus SMA nanti siswa yang mengikuti program ini akan mendapatkan gelar diploma. Tentu saja tidak semua siswa dapat mengikuti program Dual Enrollment (DE) ini. Setiap siswa yang ingin mendapatkannya, harus memenuhi persyaratan khusus yang ditentukan oleh perguruan tinggi setempat di negara bagian tempat mereka tinggal. Persyaratan utama yang berlaku adalah paling tidak harus menjadi siswa SMA kelas 10. Selain itu juga, siswa harus memiliki Grade Point Average (GPA) atau juga lazim disebut Indeks Prestasi Akademik (IPK) minimal 3.5,
serta ia harus lulus tes kesiapan
akademik kuliah melalui tes SAT (Scholastic Assessment Test) dengan score tertentu. Di beberapa negara bagian di AS, program DE memiliki tambahan persyaratan lainnya, seperti surat rekomendasi dari guru pembimbing di SMA, tes kesiapan moril siswa, persetujuan dari orang tua, dan lainnya.
Singkat cerita, Program Dual Enrollment merupakan kesempatan emas yang hanya didapatkan oleh siswa-siswa teladan yang berhasil lolos tes. Reporter Kabarinews, Luluk Friedland, berhasil mewawancarai beberapa pelajar diaspora Indonesia di Amerika Serikat yang berhasil masuk dalam program bergengsi tersebut. Mari ikuti kisah mereka selama mengikuti program DE serta manfaat yang mereka dapatkan selama ini
LULUS LEBIH CEPAT = HEMAT UMUR
Alyssa Ardhya (15) adalah seorang pelajar kelas 10 di Satellite High School, yang juga seorang mahasiswa di Eastern Florida State College. Ia berharap saat lulus SMA nanti, ia hanya perlu mengambil tambahan 2 tahun kuliah untuk mendapatkan gelar Bachelor Degree (Sarjana S1). “Pada dasarnya saya menghemat 2 tahun pendidikan kuliah dari normal 4 tahun kuliah S1. Ini juga artinya saya bisa lulus S1 lebih cepat dari yang seharusnya”, ujar Alyssa yang memulai menjadi mahasiswa saat berumur 14 tahun.
Lain cerita dengan Yuida
Nuasnigi (20) yang saat ini menjadi mahasiswa S1 di University of Colorado Denver. Ia mengikuti
program Dual Enrollment saat masih bersekolah kelas 11 di SMA. Menurutnya, program DE ini benar-benar bermanfaat dari sisi menghemat waktu dan umur. “Pada dasarnya begitu saya lulus SMA, saya loncat dua tingkat di bangku kuliah S1 karena saya sudah punya SKS dari program DE. Jadi saya dapat lulus lebih cepat. Ini berarti saya menghemat umur juga”, cerita mahasiswi Public Health Major & Chemistry Minor yang akan lulus S1 tahun depan dua tahun lebih cepat dari teman-teman sebayanya. Sungguh membanggakan.
Manfaat program Dual Enrollment tidak hanya dari sisi penghematan waktu, tetapi juga dari sisi biaya pendidikan. Menurut data yang disampaikan oleh Departemen Pendidikan di Brevard County Florida, melalui program DE, siswa menghemat biaya pendidikan kuliah hingga 5,7 juta Dollar AS atau setara dengan Rp 74 juta.
Meski kebijakan tiap negara bagian di AS berbeda-beda, namun umumnya para siswa yang mengikuti program Dual Enrollment mendapatkan kemudahan dari sisi biaya. Bahkan banyak di antaranya yang tidak dipungut biaya sama sekali selama mengikuti kuliah. Hal ini disampaikan oleh Al Tomasati (16), seorang pelajar junior di SMA High School in the Community New Haven yang juga mahasiswa di Yale University. “Pertama kali saya ikut
program DE saat di kelas 11, saya tidak pernah dipungut biaya apapun. Pihak universitas juga memberikan kemudahan akses buku-buku kuliah yang harganya cukup mahal”, ujar siswa brilian ini yang juga mendapatkan penghargaan khusus di program Summer Camp di kampus bergengsi tersebut.
Amara Siegel (18) menyampaikan hal senada dengan pengalamannya saat mengikuti program DE selama SMA. “Program Dual Enrollment ini dapat dikatakan sebagai program beasiswa dari State dan Perguruan Tinggi. Karena selama waktu tersebut semua biaya pendidikan gratis dibiayai oleh program tersebut, termasuk tuition fee dan biaya buku-buku kuliah. Jadi saya sudah mengirit biaya kuliah yang cukup banyak”, perjelas Amara yang saat ini telah lulus SMA dan meneruskan kuliah S1 di Valencia College, Florida.
LEBIH MATANG
DIBANDING TEMANTEMAN SEBAYANYA
Mengecap bangku kuliah saat bersekolah di SMA juga memberikan dampak positif secara psikologis bagi pelakunya. Para pelajar diaspora Indonesia ini terlihat begitu matang dibanding teman-teman sebayanya.
berada di lingkungan yang memang menuntutnya lebih dewasa,” ujar
Rosidah SiegelHarris, ibunda dari Amara Siegel. Manfaat serupa juga dirasakan oleh
Rina Tomasati (ibunda dari Al) dan Aida Gambrell (ibunda dari Yuida).
Rina menyampaikan bahwa dengan Program DE ini putranya mendapat gambaran seperti apa dunia perkuliahan nanti. “Dengan mengenalkan dunia perkuliahan sejak dini melalui program ini, Al lebih siap saat nanti memasuki dunia kuliah S1 nanti. Semakin hari saya lihat ia menjadi lebih pede,” perjelas ibunda Al ini. Sementara Aida menambahkan kelebihan yang terlihat jelas dari Yuida adalah ia terlihat lebih advance dan mature saat menghadapi dunia kuliah.
“Karena anak dikenalkan dini dengan dunia kuliah, ia akan lebih matang menghadapi tantangantantangan yang ada selama kuliah S1nya,” kata Aida.
SUKA DUKA SELAMA
SMA SAMBIL KULIAH
Ia
“Setelah mengikuti program DE, putri saya terlihat lebih dewasa dan lebih matang cara berpikirnya dibanding temanteman seusianya. Ini dikarenakan ia
Bersekolah di SMA sambil berkuliah di Perguruan Tinggi tentu saja bukan tanpa hambatan ataupun tantangan. Para pelajar-pelajar cemerlang ini menghadapi tantangan tersendiri, seperti pembagian waktu belajar dan mengerjakan tugas SMA serta tugas kuliah.
Alyssa bersekolah di SMA dari hari Senin hingga Jumat, selama lima hari tersebut ia juga pergi ke
tempat kuliahnya di Eastern State Florida College (EFSC). “Hari Senin sampai Kamis pagi saya harus ada di EFSC untuk kuliah, siangnya saya ke SMA untuk kelas lainnya. Awal mulai kuliah dan SMA terasa berat juga, karena banyak tugas dari kelas SMA dan kuliah. Tapi lama-lama ya terbiasa juga. It’s all about time management,” tutur gadis muda yang juga magang sebagai Social Media Manager di salah satu perusahaan lokal di Florida.
Lain halnya dengan Al yang berkuliah di Yale University usai pulang sekolah SMA. “Tantangannya ya harus pandai membagi waktu. Karena jadwal kuliah saya hanya 1 kali selama seminggu, jadi saya perlu mengatur waktu saya lainnya. Untuk tugas kuliah biasanya saya kerjakan weekend, sementara hari lainnya saya mengerjakan tugas-tugas dari SMA,” tukas Al yang juga aktif mengajar les privat ke teman-temannya dan bekerja sebagai interpreter di salah satu museum lokal di Connecticut.
MAHASISWA TERMUDA
Di akhir dari bincang-bincang dengan KabariNews, Amara berbagi cerita mengenai pengalaman uniknya
selama SMA sambil kuliah. “Saya pernah duduk bersebelahan dengan mahasiswa berumur 40 tahun. Bagi saya ini terasa aneh karena saya terbiasa bersekolah dengan temanteman SMA yang masih remaja. Namun pengalaman ini menjadi berharga bagi saya, karena saya jadi menghargai bahwa belajar itu tidak dibatasi oleh umur. Inilah indahnya dunia kuliah,” kata Amara yang juga aktif mempromosikan budaya Indonesia di Florida melalui tarian tradisional Indonesia.
Sementara Alyssa memiliki cerita lucu selama menjadi mahasiswa termuda di kelas kuliahnya. “Di salah satu kelas kuliah Psikologi, ada bahasan yang agak adult subject. Tiba-tiba Profesor dan temanteman kuliah saya melihat ke saya, dan bilang kalau harus hati-hati bahasnya karena ada anak yang masih di bawah umur di kelas ini,” ujar gadis belia ini sambil tertawa malu-malu.
Berbagai manfaat dari program Dual Enrollment ini terasa begitu berharga bagi siswa ataupun keluarga. Mulai dari sisi materi, waktu, serta kematangan psikologis dan lainnya. Semoga program sejenis ini dapat diterapkan di Indonesia oleh pemerintah kita. Suatu saat nanti. (Kabari1016).
Edisi bulan ini:
• Phuket Pulau Surga dan Destinasi Tingkat Dunia
• Mitos Berwisata di Thailand
• 50 Alasan Mengapa Bangkok No. 01
• Istana Kanazawa
• Sensoji
• Tempat suci bagi Indian Amerika - Monumen Nasional Devils Tower
• Kota Pegunungan Terbaik di Amerika
• Gunung Rushmore
Interaktif Majalah Tur Dunia Edisi 04 klik http://bit.ly/TurDu04\ Langganan daftar di TurDuniaGratis.com
1. Tur Guide berbahasa Indonesia/ Inggris.
2. Private Tur di Amerika dan Kanada: Supir berbahasa Indonesia dengan Mobil/Van/ Bis.
3. Sebelum Pulang ke Indonesia: Spesial Tur Program di Beberapa Negara di Asia Tenggara dengan Harga Grosir.
4. Sebelum Pulang ke Indonesia: Spesial Reuni Tur Program dengan Teman dan Famili Anda dari Indonesia.
5. Kantor di San Francisco, Los
Angeles (La Habra) dan Jakarta.
6. Karyawan berpengalaman lebih dari 20 tahun.
7. Endorsed oleh California Media International, Inc (Penerbit Majalah Kabari, Majalah Tur Dunia dan Majalah Joint VentureHidup Sehat).
8. Harga Grosir untuk Tur ke Asia Tenggara = Joint Venture dengan Perusahaan Tur Wholesale yang berdomisili di Jakarta, Worldlinks Indonesia, dimana Program Tur hanya dijual melalui agen-agen travel ritel di Indonesia.
Setelah malang melintang di industri musik bergenre pop, Windy Ghemary, dara cantik yang berasal dari Palembang dan Bangka Belitung ini kembali menunjukkan kemampuannya lewat lagu terbarunya yang bejudul “Keagungan-Mu”
Mantan finalis Indonesian Idol 2014 ini kembali menyapa penggemarnya lewat single bergenre religi. Windy Ghemary adalah penyanyi bertalenta dari zaman Indonesian Idol 2014. Meski hanya masuk babak 7 besar, dia tetap bisa membuktikan eksistensi di industri musik. Bersama Posan Tobing, dia telah menelurkan karya-karya berkualitas. Terakhir Windy pada 2018 lalu meluncurkan single Gelisah Hati.
Lagu religi ini diciptakan oleh Ilham Baso yang juga merupakan alumni Indonesia Idol 2,
dipersembahkan untuk meramaikan Ramadan tahun ini.
“Lagunya cocok, aku suka liriknya, pas momen di bulan puasa, aku pikir kesempatan baik, kenapa kita ga usaha dulu, akhirnya jadilah single Keagungan-Mu,” ungkap Windy saat jumpa pers dikawasan Kelapa Gading, Jakarta.
Perempuan yang juga punya bakat modelling ini menjelaskan bahwa lirik Keagungan-Mu punya makna yang dalam bagi dirinya. Dia menjadikan single itu sebagai salah satu cara untuk bersyukur kepada Allah.
“Keagungan-Mu menceritakan tentang penyerahan diri sebagai seorang manusia yang bersyukur atas kebesaran Tuhan yang sudah menciptakan alam dan seisinya. Saya sebagai manusia yang ga luput dari dosa dan kesalahan meminta petunjuk kepada Sang Pencipta
untuk diberikan kemudahan jalan,” kata Windy.
Memutuskan untuk membawakan lagu dari genre yang berbeda dengan single sebelumnya, Masih Menciantaimu dan Gelisah Hati, Windy mengaku tidak memakan waktu yang cukup lama prosesnya untuk menghasilkan karya single religi ini.
Dalam proses pembuatan lagu ini, Windy mengatakan,“Kesulitannya ga banyak, paling cuma penghayatan dari bait ke baitnya untuk lebih menghayati pendalaman lagu. Lebih memperbaiki diri karena udah keluarin single religi terbaru ini,” katanya.
Tahun 2018, dalam rangka meyambut bulan ramadan Windy kembali hadir menyapa pemirsa dengan merilis single religi yang berjudul Keagungan-Mu di bawah naungan Athena Jaya Production sebuah perusahaan entertainment yang dipimpin olehnya.
Single Keagungan-Mu ini dibuat dalam waktu yang relatif singkat, namun dari sisi kualitas tidak perlu diragukan, karena direct vokal dipimpin langsung oleh Irvanat, lagu secara notasi kecil dan dikerjakan secara bersama dengan Bambang Hery (MD GenFM) sebagai konsultan musik serta didukung oleh video klip yang berkualitas diproduksi oleh tim profesional yang bertaraf Internasional dengan mengambil nuansa alam sebagai bagian dari ciptaan dan keagungan Tuhan Yang Maha Kuasa berlokasi di Kintamani dan Ubdud Bali.
Lagu Keagungan-Mu memiliki makna penyerahan diri secara total insan kepada Sang Pencipta, lantunan indah seakan doa yang yang mengharapkan petunjuk kepada Tuhan untuk menemui jalan yang benar. (Kabari1008)
Dalam menyambut bulan suci Ramadan yang jatuh pada pertengahan Mei. Kedutaan Besar Amerika Serikat menggelar acara kuliner Ramadan untuk memperkenalkan produk-produk unggulan dari Negeri Paman Sam tersebut.
Dalam kegiatan tersebut menampilkan aneka sajian hidangan khas Ramadan Indonesia dengan bahan olahan segar dari mulai buah, sayuran hingga daging.
Chris Rittgers dari US
Agriculture Counselor mengatakan Ramadan di Amerika Serikat sama seperti di Indonesia. Komunitas muslim akan berkumpul bersama keluarga, teman dan orang terdekat untuk berbuka puasa bersama.
“Di Amerika, penduduk muslim memang sangat menanti datangnya bulan suci Ramadan sama seperti yang terjadi di Indonesia dan negara-negara muslim lainnya. Namun, bagi mereka merayakan Ramadan bukan hanya bicara tentang sajian kuliner saat berbuka
puasa saja, namun yang penting bagi muslim di AS adalah berkumpul, berbagi makanan, dan menghabiskan waktu bersama keluarga,” ujar Chris Ritthgers dalam jumpa pers kuliner ramadan di Amuz Gourment Restaurant, Jakarta, (9/5).
Selain itu, Christ menambahkan, semakin banyaknya penduduk muslim di negara Amerika, membuat suasana ramadan di negeri Paman Sam tersebut kian berwarna setiap tahunnya.
Menurutnya, penduduk dan pemerintah Amerika sangat menghormati keberagaman yang ada. Masyarakat bisa bebas dan leluasa menjalankan ajaran agamanya masing-masing tanpa takut terintimidasi.
“Dimana beberapa restoran dan cafe yang menjajakan makanan halal kini makin menjamur dan berkembang pesat di beberapa kota besar seperti di kota Chicago, Washington DC, North Virginia, Los Angeles dan masih banyak kota lainnya di Amerika. Mereka (restoran dan cafe) kini juga banyak menjual dan menghidangkan makanan halal yang bisa dikonsumsi umat muslim di sana,” imbuh Christ.
Terkait dengan kuliner khas Indonesia yang masih jarang ditemui di negara adidaya itu, Chris Rittgers
percaya bahwa ke depan kuliner dan makanan khas Indonesia akan bisa menembus pasar kuliner di Amerika.
“Kuliner di Indonesia sebenarnya bisa kok menembus pasar di Amerika. Apalagi kuliner Indonesia terkenal dengan banyak menggunakan rempah-rempah ternyata banyak disukai masyarakat di sana. Namun demikian yang ada saat ini adalah kuliner khas Indonesia yang dipadukan citarasa khas orang Amerika,” pungkas Chris yang suka dengan masakan Indonesia khususnya rendang. (Kabari1008)
Untuk menonton video klik KabariNews.com/67108