


Alhamdulillah majalah HALAL REVIEW edisi September telah terbit di tengah pembaca. Edisi kali ini HALAL REVIEW secara khusus mengangkat tema tentang TOP HALAL AWARD 2024. Penghargaan ini merupakan apresiasi kepada pelaku usaha yang berhasil membangun merek halal. Adapun merek-merek halal yang mendapat penghargaan TOP HALAL AWARD ditentukan berdasarkan hasil survei TOP HALAL INDEX yang dilakukan oleh IHATEC Marketing Research pada tahun ini.
Indonesia sebagai negara yang memiliki potensi pasar halal yang besar harusnya bisa menjadi pemain utama di pasar halal global. Oleh karena itu Pemerintah berkeinginan untuk membangun industri halal nasional yang kuat dengan tujuan agar Indonesia dapat menjadi pusat produsen halal dunia. Tentu ini perlu dukungan dari semua pihak, termasuk pelaku usaha melalui pengembangan produk dan layanan yang berbasis halal.
Membangun merek halal atau halal branding sangat penting dilakukan oleh pelaku usaha. Banyak manfaat yang bisa diperoleh dengan halal branding. Selain merek bisa dikenal luas, halal branding juga dapat meningkatkan kepercayaan dan loyalitas konsumen. Alhasil, perusahaan dapat meningkatkan pangsa pasar dan melakukan ekspansi ke pasar global.
TOP HALAL AWARD bisa dikatakan sebagai barometer keberhasilan pelaku usaha melakukan halal branding. Menarik disimak, bagaimana strategi pelaku usaha dalam membangun merek halal, dan siapa sajakah yang berhasil membangun merek halal. Jawaban dari pertanyaan itu menjadi topik utama majalah HALAL REVIEW edisi ini. Pada edisi ini juga disajikan merek-merek halal yang memenangkan TOP HALAL AWARD 2024.
Selain topik utama, kami juga menyajikan topik lain yang tak kalah menarik. Topik tersebut di antaranya survei tentang sikap dan persepsi konsumen terhadap produk halal. Selain itu menarik disimak ulasan tentang strategi mengintegrasikan nilai untuk kesuksesan produk halal. Topik berikutnya adalah tokoh yang memiliki peran besar dalam membangun industri halal global. Semoga bermanfaat.
Anang Ghozali Editor in Chief
PEMIMPIN UMUM
PEMIMPIN REDAKSI
REDAKTUR AHLI
Evrin Lutfika
Anang Ghozali
Prof. Irwandi Jaswir, M.Sc., Ph.D.v
Prof. Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc.
Dr. Wahyu T. Setyobudi, MM., ATP., CPM.
Ir. Nur Wahid, M.Si Purwono, S.IP
REDAKTUR
Audia Ari Anidah Mohammad Andika Priyandana Syauqi Ahmad
SEKRETARIS REDAKSI RISET
Tiara Aprilia Rizky
Fachruddin Putra Jaya
FOTOGRAFER DESAIN & LAYOUT
PEMASARAN Tri Hadi Prayitno Novia Putri Sari
KEUANGAN IT
Feby Sabrina Agisna Gusti Ainun
Dinda Yunita
Berlian Dwi Ayu M. Risal Abdilah
Diterbitkan oleh IHATEC Publisher (PT Insan Halal Cendekia)
Alamat:
@HALALREVIEW_
HALAL REVIEW HALAL REVIEW
Bogor Icon Central Office Lt. 3, Bukit Cimanggu City, Jl. Sholeh Iskandar No.1, Cibadak, Tanah Sareal, Bogor 16168
+62811-1145-060 (Whatsapp)
E-Mail : publisher@ihatec.com ISSN 3032-1964
Majalah HALAL REVIEW mengulas tentang potensi halal dalam pengembangan bisnis di pasar Indonesia maupun pasar global, untuk memberikan informasi dan inspirasi bagi pembaca maupun pelaku bisnis dalam menangkap peluang potensi pasar halal dan terbit satu bulan sekali.
Majalah ini dapat diperbanyak sebagian atau seluruhnya untuk kepentingan pendidikan dan non komersial lainnya dengan tetap mencantumkan sumbernya.
Membangun Merek Halal untuk Meraih Pasar Global
12
Survei Top Halal Index 2024
Sikap dan Persepsi Konsumen Milenial Indonesia terhadap Produk Halal
20 22 25 28 31 34
Halal Menjadi Bagian Dari Branding
Komitmen Halal dalam Setiap Sajian
Mengintegrasikan Konsep Halal Dalam Strategi Pemasaran
Peka Akan Kebutuhan Konsumen Muslim
Selain Halal, Juga Menarik Selera Konsumen
Kuncinya adalah Memahami Preferensi Konsumen
Peran Irwandi Jaswir Dalam Membangun Industri Halal Global
HALAL STRATEGY
Beyond Compliance, Integrasi Nilai Untuk Kesuksesan Produk Halal
TOP HALAL INDEX 2024
Metodologi Pengukuran Top Halal Award
TOP HALAL INDEX 2024
Top Halal Index (THI) 2024
HALAL UPDATE
Jakarta Halal Expo and Conference 2024
HALAL UPDATE
BPJPH: IGHF Jadikan Produk Fashion Halal Indonesia Kompetitif di Dunia
HALAL GLOBAL
BPJPH dan THIDA Membangun Jembatan Industri Halal
HALAL KNOWLEDGE
Positive List of Materials & Kemudahan Proses Sertifikasi Halal
Melalui kontribusinya di bidang riset dan inovasi, Irwandi Jaswir telah berperan penting dalam mendorong perkembangan industri halal global yang bernilai triliunan dolar.
Industri halal global terus tumbuh pesat, dengan nilai yang diperkirakan mencapai US$3 triliun pada 2025, dan memberikan kontribusi hingga US$5 miliar per tahun bagi produk domestik bruto (PDB) Indonesia (Setwapres, 2024). Pertumbuhan ini tidak hanya terjadi di negara-negara mayoritas muslim, tetapi juga di negara-negara nonmuslim seperti Korea Selatan, Jepang, dan Cina, yang semakin tertarik untuk memasuki pasar halal. Di Korea Selatan misalnya, industri halal mulai berkembang pesat sejak mereka memahami potensi besar di balik pasar halal, terutama dalam sektor daging dan produk unggas.
Namun, meskipun Indonesia menjadi negara muslim terbesar kedua dunia dan merupakan salah satu pasar halal terbesar secara global, negara ini masih menghadapi tantangan untuk menjadi pemain utama di sektor ekspor halal. Indonesia lebih banyak menjadi konsumen daripada produsen dalam konteks produk-produk halal. Negara-negara seperti Brasil, Australia, dan Thailand, yang bahkan memiliki populasi muslim lebih kecil, justru mendominasi ekspor daging dan produk halal dunia.
Di tengah tantangan ini, Irwandi Jaswir, seorang ilmuwan Indonesia terkemuka di bidang halal, telah berperan aktif dalam mendorong inovasi halal di banyak negara. Ia telah menulis lebih dari 250 karya ilmiah, menerbitkan sekitar 50 buku, dan memegang 11 paten terkait inovasi halal, termasuk pengembangan gelatin halal dan alat deteksi lemak babi.
Selain berkiprah sebagai dosen dan peneliti di Universitas Islam International Malaysia dan Universitas Negeri Padang, Irwandi juga menjadi konsultan bagi beberapa lembaga internasional, seperti Saudi Food and Drug Authority dan lembaga halal di Korea Selatan. Kontribusi dan pengalaman internasionalnya menjadikan Irwandi salah satu pionir dalam pengembangan industri halal global.
Memperkuat Ekosistem Halal: Tantangan dan Peluang Bagi Indonesia
Salah satu kunci keberhasilan industri halal adalah ekosistem yang kuat. Malaysia telah menunjukkan bahwa dengan ekosistem halal yang terintegrasi, negara dapat menjadi pusat industri halal global. Di Malaysia, hampir semua kantor pemerintahan dan kementerian terlibat
Prof. Irwandi, adalah Seorang Ilmuwan dan Ahli Bioteknologi Indonesia
Menerima Penghargaan Internasional King Faisal Prize untuk Pelayanan Islam
dalam pengembangan industri halal, dari sertifikasi hingga dukungan penelitian dan pengembangan.
Inisiatif ini mencakup pendanaan untuk pusat-pusat riset halal, sertifikasi, dan bahkan pembentukan pusat pengembangan halal yang secara langsung mendukung pertumbuhan industri halal. Kemajuan industri halal Malaysia dan keberhasilannya merajai industri halal global, tak dapat dipungkiri karena peran dan dorongan dari pemerintah Malaysia yang sangat signifikan.
Dalam konteks Indonesia yang sedang gencar mengejar kuantitas penerapan sertifikasi halal, Irwandi berpandangan meski sertifikasi halal adalah penting, namun sebaiknya tidak menjadi fokus utama. “Jangan sampai kita hanya sibuk dengan sertifikasi halal, sementara kita masih menjadi pasar bagi produk halal dari luar negeri,”
ujarnya. Ia menekankan bahwa tantangan terbesar adalah membangun ekosistem industri halal yang mampu bersaing di pasar global dan bukan sekadar menjadi konsumen dari produk halal negara lain.
Indonesia, meskipun memiliki pasar halal yang sangat besar, masih menghadapi berbagai kendala dalam memperkuat ekosistem halal. Banyak produk halal Indonesia masih didominasi oleh produk impor, sementara industri lokal belum berkembang optimal. “Kita ini membuka keran bagi industri halal, tapi sayangnya produkproduk dari luar negeri yang justru kita konsumsi,” kata Irwandi. Ia menekankan agar fokus bukan hanya pada sertifikasi, tetapi lebih kepada pembangunan ekosistem industri halal yang kompetitif di tingkat internasional
Irwandi juga mengusulkan pembentukan
satu badan pengembangan halal di Indonesia yang berada langsung di bawah presiden. Badan ini akan bertindak sebagai pusat koordinasi lintas kementerian untuk menyatukan visi dan fokus dalam mengembangkan industri halal nasional. Dengan demikian, Indonesia bisa mengoptimalkan potensi industrinya dan tidak hanya menjadi pasar bagi produk halal dari negara lain.
Penelitian dan Pengembangan Adalah Kunci Kemajuan Industri Halal
Penelitian dan pengembangan memainkan peran penting dalam memastikan masa depan industri halal, terutama dalam menciptakan produkproduk inovatif yang memenuhi standar halal global. Irwandi menekankan bahwa tanpa riset yang mendalam dan inovasi berkelanjutan, industri halal di Indonesia akan kesulitan bersaing dengan negaranegara lain yang lebih maju dalam pengembangan produk halal. “Industri yang kuat harus ditopang oleh penelitian dan pengembangan yang kuat. Tanpa inovasi, industri halal kita tidak akan bertahan lama,” kata Irwandi.
Salah satu contoh nyata kontribusi Irwandi dalam penelitian adalah pengembangan alat Electronic Nose yang digunakan untuk mendeteksi kandungan lemak babi dan alkohol dalam makanan. Alat ini berukuran kecil, seukuran pena, dan sangat membantu dalam memastikan kehalalan produk secara cepat dan akurat. Selain itu, Irwandi juga memiliki beberapa paten terkait pengembangan gelatin halal dari sumber alternatif seperti ikan, yang penting untuk berbagai industri, mulai dari pangan hingga farmasi.
Selain riset konvensional, teknologi juga memainkan peran penting dalam mendukung penelitian dan pengembangan di industri halal. Teknologi rantai blok (blockchain) dan Internet of Things (IoT) memungkinkan pengawasan rantai pasokan produk halal dari hulu ke hilir secara transparan dan efisien. Irwandi menyebutkan bahwa teknologi ini membantu memastikan kehalalan produk di seluruh proses produksinya. “Teknologi seperti blockchain dapat memperkuat penelusuran halal, memastikan integritas produk dari bahan mentah hingga berbentuk barang
jadi dan sampai ke tangan konsumen,” jelasnya. Dengan adopsi teknologi ini, industri halal Indonesia dapat meningkatkan daya saing di pasar global dan memastikan standar halal yang lebih ketat.
Meski di Indonesia sudah ada kesadaran pentingnya riset dan pengembangan dalam industri halal, namun tantangan yang dihadapi masih besar. Laboratorium-laboratorium halal di Indonesia perlu diperkuat agar dapat menghasilkan inovasi produk halal yang kompetitif di pasar internasional. Irwandi sekali lagi menegaskan bahwa tanpa dukungan penelitian dan pengembangan yang kuat, Indonesia akan sulit bersaing dengan negaranegara yang sudah lebih dulu maju dalam teknologi halal.
Menghadapi tantangan baru seperti cultured meat (daging buatan) dan makanan berbasis serangga, riset yang mendalam sangat diperlukan. “Tantangan ini nyata, dan tanpa riset serta inovasi, kita akan tertinggal,” tegas Irwandi. (Andika Priyandana)
Tempat wudhu itu berlumut, sempit, remang-remang, dan di atasnya banyak sarang laba-laba, yang walaupun tipis tapi menguarkan aroma pengap. Musholanya pun tak kalah memprihatinkan. Sajadah lusuh berbau basah, yang terasa benar berpasir apabila diraba dengan tangan. Sungguh berbeda seratus delapan puluh derajat dengan suasana rumah makannya yang tampak sangat asri, bersih dan terurus. Bukan hanya cantik, atmosfer rumah makan itu juga menunjukkan bahwa ia dirancang dengan serius, hingga ke aspek yang mendetail seperti pilihan warna, aksesoris hiasan dinding, dan pernakpernik lainnya. Saya rasa Anda juga sedikit banyak pernah mengalami pengalaman yang serupa. Mengunjungi restoran yang bagus, tapi sedih melihat tempat sholatnya.
Walaupun tidak sepenuhnya benar, jika ingin tahu seberapa komitmen sebuah perusahaan pada penerapan produk halal, tengoklah bagaimana keadaan musholanya. Memang poin ini tidak masuk dalam kriteria standar kehalalan makanan. Namun bagaimana sebuah perusahaan memperhatikan tempat sholat, memberikan pesan tentang komitmen pada penerapan prinsip halal yang bukan hanya sebatas kewajiban regulasi, namun lebih dari itu menjadi way of doing business. Inilah yang kita sebut sebagai beyond compliance . Penerapan konsep halal yang bukan hanya berfokus pada memenuhi kewajiban semata.
Bukan rahasia lagi dalam ilmu manajemen, apalagi di lingkungan persaingan yang sangat dinamis seperti sekarang ini, sebuah best practices yang sebelumnya menjadi kekuatan diferensiasi, akan cepat diadaptasi oleh pesaing. Selanjutnya adaptasi yang masif akan menjadi new normal
atau menjadi praktik yang jamak di industri. Ambil sebagai contoh ketika brand legend Wardah mengusung konsep halal sebagai tema sentral pengembangan brand, ini kemudian menimbulkan riak besar di industri kosmetik dan diapresiasi oleh konsumen. Tak berapa lama, dalam hitungan tahun, label halal menjadi sesuatu yang standar di industri ini. Dan poin diferensiasi menjadi usang. Maka terkait dengan hal itu, para pelaku bisnis tidak boleh berhenti pada mendapatkan label halal saja, namun perlu mendorong aplikasi halal dengan nilai-nilai plus lainnya.
Nilai produk atau product value selama ini dikaitkan dengan empat nilai utama yaitu functional value, financial atau economic value, emotional dan terakhir social value. Functional value adalah nilai produk yaitu besarnya manfaat dibanding pengorbanan untuk mendapatkan produk tersebut yang manifes dalam bentuk fungsi. Seperti misalnya pengharum ruangan yang dapat berfungsi sebagai pembunuh kuman, atau menciptakan mood . Kemudian, sesuai namanya, financial value diturunkan dari keuntungan pelanggan karena skema keuangan yang diberikan produk. Misalnya, skema cicilan, potongan harga, bundling, harga modular, dan lain sebagainya. Selanjutnya, emotional value adalah keuntungan yang diberikan produk
melalui perasaan konsumen seperti rasa bangga, bersemangat, bahagia, atau perasaan aman. Terakhir adalah social value, yaitu nilai produk karena mampu memberi suatu kelompok di mana konsumen menjadi bagian dari padanya. Loyalty club, gathering dan bentuk perkumpulan lainnya merupakan faset-faset social value.
Terkait dengan nilai produk tersebut, halal menawarkan satu jenis value lain yang tidak sering dibahas dalam manajemen, yaitu apa yang kita sebut sebagai spiritual value. Perasaan yang muncul sebagai buah koneksi keilahian. Berbeda dengan emotional value yang lebih dekat dengan kesenangan atau kegembiraan serta perasaan berenergi yang meletup dan sementara, spiritual value bersifat kebahagiaan yang lebih langgeng. Ia merupakan perasaan tenang yang stabil dan memberikan rasa tenteram jauh dari kekhawatiran. Dalam diksi Al Quran disebutkan sebagai “tidak ada rasa takut dan tidak bersedih”.
Begitu kita menyadari bahwa ada nilai produk yang spiritual dapat menjadi dominan, maka wajarlah jika kita menempatkannya dalam posisi yang sentral dikaitkan dengan keempat value yang lain. Inilah kemudian yang kita sebut sebagai value integration (integrasi nilai). Terdapat paling tidak 3 integrasi nilai yang bisa kita lakukan yaitu: pertama, integrasi antara nilai spiritual sebagai
core value , dan nilai fungsional, emosional, finansial, dan sosial, sebagai peripheral value . Kedua, integrasi nilai dilakukan sepanjang rantai pasok, yang maknanya pelaku bisnis halal perlu mengajak dan mempromosikan praktik halal kepada seluruh relasi bisnis baik supplier maupun distributor, sehingga membangun ekosistem halal yang paripurna. Dan ketiga, adalah integrasi antara klaim kehalalan di luar organisasi dengan penerapan prinsip-prinsip halal di perusahaan.
Kemudian selanjutnya, terkait dengan aplikasi praktik halal dan value integration , kita dapat membangun empat kuadran yang dibentuk dari dua dimensi utama yaitu tingkat kepatuhan (level of compliance) di satu sisi, dengan tingkat integrasi nilai di sisi yang lain. Tingkat kepatuhan yang tinggi bermakna perusahaan tidak hanya sekedar menempatkan logo halal dalam kemasan produk dan mengikuti kaidah-kaidah standar kehalalan, namun juga mengembangkan perusahaan dengan prinsip-prinsip halal sebagai pivot point. Perusahaan seperti ini mengembangkan hubungan perusahaan dengan karyawan secara transparan, saling menguntungkan, dan mendorong untuk melaksanakan syariat Islam dengan sebaik-baiknya. Prinsip halal menjadi tema sentral, way of doing business, dan diyakini sebagai ideologi pengembangan produk.
Dari dua dimensi tersebut, terbentuklah empat kuadran yang mencerminkan empat profil perusahaan dalam menerapkan halal. Pertama idaman kita semua adalah kuadran yang disebut Strategic Halal Champion. Perusahaan yang telah
matang dalam menjalankan praktik halal, dan memiliki nilai tinggi di mata konsumen. Produk yang dihasilkan bukan saja halalan-toyyiban , namun juga memiliki daya saing yang tinggi dan sulit ditiru oleh pesaing. Salah satu manifestasi prinsip beyond halal adalah perfection , yaitu memberikan layanan dan produk terbaik kepada pelanggan. Kuadran berikutnya adalah Label Centric, di mana perusahaan hanya berfokus pada memenuhi standar halal yang ditetapkan oleh regulator. Perusahaan seperti ini sering kali hanya melayani segmen muslim “hijau” yang fanatik namun jumlahnya sedikit, dan sulit untuk bisa menembus pasar yang lebih luas. Kuadran lain adalah Non-Halal Champion, yaitu perusahaan yang memiliki produk bagus, namun belum masuk ke prinsip halal secara mendalam. Dan kuadran terakhir adalah Non-Compliance di mana perusahaan abai akan label dan prinsip halal.
Dari keempat kuadran tersebut, tentu kita semua menargetkan perusahaan kita dapat masuk ke kuadran startegic halal champion , yang bukan saja melayani pelanggan dengan produk halal, namun terus-menerus mendorong inovasi unggul beretika sehingga pelanggan mendapatkan keuntungan duniawi melalui 4 value periferal, dan keuntungan akhirat melalui value core spiritual. Pada kesempatan berikutnya, kita akan membahas mengenai bagaimana caranya langkah demi langkah untuk membangun perusahaan yang mumpuni sebagai strategic halal champion. Salam semangat sahabat halal Indonesia.
Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, kehalalan produk telah menjadi salah satu aspek penting yang semakin diperhatikan oleh konsumen di seluruh dunia, terutama di negara-negara dengan mayoritas penduduk muslim seperti Indonesia. Saat ini label halal juga telah menjadi faktor utama dalam keputusan pembelian konsumen.
Tak hanya untuk memenuhi ketentuan dalam agama, namun halal juga bertransformasi menjadi gaya hidup sehari-hari (halal lifestyle). Konsumen yang memilih produk halal tidak hanya mencari kepastian bahwa produk tersebut bebas dari bahanbahan tidak halal dan najis saja, tetapi juga mengharapkan standar kebersihan dan kualitas yang tinggi. Dalam hal ini, label halal juga menjadi salah satu tanda kepercayaan konsumen akan kualitas produk. Pasalnya produk yang halal dipastikan terbebas dari unsur-unsur haram dan najis sehingga terjamin kebersihan dan kualitasnya.
keputusan pembelian konsumen? Untuk menjawab pertanyaan ini, penting untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi sikap konsumen terhadap kehalalan. IHATEC Marketing Research telah melakukan survei Top Halal Index 2024 kepada 1.700 responden yang tersebar di 6 kota besar di Indonesia (Jakarta, Semarang, Surabaya, Medan, Makassar, dan Balikpapan) dengan tema “Sikap dan Persepsi Konsumen Milenial Indonesia terhadap Produk Halal”. Survei ini diselenggarakan pada Juni 2024 secara face-to-face interview . Responden yang dipilih adalah mereka yang berusia 20 hingga 39 tahun, yang terdiri dari 87% responden muslim dan 13% responden nonmuslim.
Namun, pertanyaannya adalah sejauh mana kehalalan produk benar-benar memengaruhi
Survei dilakukan kepada 1.700 responden yang terdiri atas responden wanita mencapai 55% dan pria mencapai 45% dengan rentang
usia terbesar berada pada kelompok 20-25 tahun (30,2%), diikuti oleh kelompok usia 26-30 tahun (24,2%), 31-35 tahun (23,8%), dan 36-39 tahun (21,8%). Sebesar 35% responden bekerja sebagai pegawai staf; 29,3% ibu rumah tangga; dan 8,7% mahasiswa. Selain itu, ada 6,5% yang bekerja sebagai pegawai menengah atau supervisor dan 3,6% di antaranya merupakan profesional, seperti dokter, guru, atau konsultan.
Dari segi Socio-Economic Status (SES), responden dengan pengeluaran bulanan sebesar Rp 3.500.001 hingga Rp 5.000.000 mendominasi dengan persentase sebesar 39,7%; diikuti oleh kelompok pengeluaran Rp 2.500.001 hingga Rp 3.500.000 (25,2%); dan Rp 5.000.001 hingga Rp 10.000.000 (15,2%).
memengaruhi keputusan mereka. Data ini menunjukkan adanya perbedaan pertimbangan konsumen antar kategori produk, di mana halal lebih dominan dalam makanan dan restoran, sedangkan di kosmetik, kualitas memiliki peran lebih besar.
Dari hasil survei yang dilakukan oleh IHATEC
Marketing Research mengenai faktor utama konsumen dalam memilih produk makanan & minuman, restoran/cafe, dan kosmetik, diperoleh hasil bahwa kehalalan produk menjadi faktor terpenting bagi konsumen dalam kategori makanan dan minuman (41,3%) serta restoran/café (32,4%). Di sisi lain, aspek rasa dan harga juga diperhatikan, meski persentasenya lebih kecil. Sementara itu, pada kategori kosmetik, faktor kualitas produk justru menjadi faktor pertimbangan terbesar (28,8%). Namun, pentingnya kehalalan pada produk kosmetik juga tidak bisa diabaikan, halal menjadi faktor terbesar kedua dengan 17,4% konsumen menyatakan bahwa kehalalan kosmetik turut
Survei ini juga menanyakan sikap konsumen jika produk makanan atau minuman yang akan mereka beli ternyata belum memiliki label halal. Sebanyak 32,2% responden menyatakan bahwa mereka akan beralih ke produk makanan atau minuman lain yang sudah berlabel halal. Selain itu, 17,8% responden menyatakan mereka akan memverifikasi kehalalan produk terlebih dahulu. Sementara 14,6% responden menyatakan akan tetap membeli produk makanan atau minuman yang belum berlabel halal.
Lebih lanjut dalam survei ini juga menanyakan terkait tingkat kesetujuan konsumen terhadap pernyataan terkait produk halal. Hasil survei
menunjukkan bahwa mayoritas responden setuju dan sangat setuju dengan pernyataan bahwa produk halal sudah pasti mengandung kebaikan (95,3%); diikuti oleh pernyataan bahwa produk halal sudah pasti higienis (94,2%); dan pernyataan bahwa produk halal sudah pasti sehat (93,4%). Dari hasil survei ini juga menunjukkan terkait keyakinan konsumen bahwa produk halal juga menandai indikator penting dalam penilaian kualitas produk.
Selanjutnya, survei ini mengungkapkan
bahwa 2 dari 3 responden menyatakan bersedia membayar lebih untuk produk yang bersertifikat halal dibandingkan dengan produk serupa yang tidak memiliki label halal. Hal ini menunjukkan bahwa label halal memberikan nilai tambah (added value) pada suatu produk. Kesediaan konsumen untuk membayar lebih ini mencerminkan betapa pentingnya label halal dalam menentukan keputusan pembelian.
Lebih lanjut, hasil survei juga memperlihatkan bahwa dari 4 kategori produk (Makanan & Minuman, Personal Care & Home Care , Beauty Product & Skin Care , dan Restoran), kategori Makanan & Minuman dianggap penting dan sangat penting dicantumkan label halal dengan persentase 94,4%. Kemudian, di urutan kedua adalah kategori Restoran dengan persentase 93,7%. Sedang Personal Care & Home Care di urutan ketiga dengan persentase mencapai 91,9%. Sementara Beauty Product & Skin Care mencatat 87,2%. Hasil ini memberikan insight tentang prioritas konsumen terkait label halal di berbagai kategori produk, menyoroti betapa pentingnya kehalalan dalam keputusan pembelian mereka, terutama dalam kategori makanan dan minuman.
Hasil Survei Top Halal Index 2024 memberikan wawasan mendalam tentang sikap dan persepsi konsumen milenial Indonesia terhadap produk halal. Dalam era yang semakin mengedepankan nilai-nilai keagamaan dan kualitas, jelas terlihat bahwa label halal juga menunjukkan kepercayaan konsumen terhadap kualitas dan status higiene produk. Hasil survei ini tidak hanya menyoroti pentingnya label halal bagi konsumen, tetapi juga memberikan insight penting bagi produsen dalam menyusun strategi yang lebih efektif. Memahami preferensi konsumen memungkinkan pelaku industri untuk memenuhi kebutuhan pasar dengan lebih baik dan memperkuat posisi mereka di pasar yang semakin kompetitif. (Audia Ari)
Top Halal Award adalah apresiasi kepada merek-merek yang berhasil melakukan halal branding. Penghargaan ini juga bertujuan untuk mendorong merek halal agar siap berkompetisi di pasar global.
Industri halal di Indonesia diperkirakan akan mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Hal ini didorong oleh meningkatnya kesadaran masyarakat akan produk halal, serta komitmen Pemerintah untuk menyediakan produk halal di dalam negeri. Sebagai negara dengan populasi penduduk muslim terbesar kedua, Indonesia berpeluang menjadi negara utama penghasil produk halal dunia. Dalam Global Islamic Economy Indicator (GIEI), yang menampilkan peringkat negara-negara pemain dalam industri halal global, Indonesia berada di peringkat ketiga pada tahun 2022. Sementara untuk produk halal (halal food), Indonesia berada pada peringkat kedua,
hanya kalah dengan Malaysia yang menempati peringkat pertama.
Di sisi lain, data GIEI juga mengungkap Indonesia menempati urutan keempat di antara negara-negara OKI (Organisasi Kerja Sama Islam) yang mengimpor produk halal, dengan nilai impor sebesar US$ 30,29 milyar pada tahun 2022. Sedangkan untuk ekspor produk halal, pada tahun yang sama Indonesia menempati urutan kedelapan sebagai eksportir dengan nilai ekspor mencatat US$ 13,38 milyar. Dengan demikian sampai saat ini Indonesia masih sebagai negara net importir produk halal. Hal ini tentu menjadi tantangan bagi Pemerintah dan pelaku usaha
untuk menjadikan Indonesia sebagai negara produsen dan eksportir utama produk halal.
Halal Branding
Salah satu kunci keberhasilan pelaku usaha untuk dapat meraih pangsa pasar muslim baik di dalam negeri maupun luar negeri adalah membangun merek halal atau halal branding. Halal branding adalah upaya mempromosikan produk atau layanan yang sesuai dengan prinsipprinsip Islam dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dan nilai-nilai konsumen muslim. Oleh karena itu penting bagi pelaku usaha untuk melakukan halal branding, karena dengan upaya ini banyak manfaat yang bisa diperoleh. Halal branding akan membantu membangun kepercayaan konsumen terhadap merek berlabel halal, sekaligus mendorong konsumen untuk memilih merek tersebut.
Manfaat lain dari membangun merek halal adalah meningkatkan kesadaran konsumen terhadap merek kita. Merek yang kuat adalah merek yang dikenal oleh konsumen. Semakin banyak konsumen yang mengenal merek kita, maka berpeluang besar untuk dapat menarik konsumen baru dan mempertahankan yang sudah ada. Konsumen juga cenderung lebih setia kepada merek yang mereka kenal dan percaya. Alhasil, keberhasilan halal branding dapat meningkatkan daya kompetisi merek baik di pasar domestik maupun pasar global.
Saat ini sudah banyak pelaku usaha di Indonesia yang melakukan halal branding. Hal ini seiring dengan semakin tumbuh kesadaran pelaku usaha akan pentingnya mengembangkan produk dan layanan berbasis halal, dan melihat halal sebagai peluang untuk meningkatkan pangsa pasar. Halal sudah menjadi bagian dari strategi marketing atau pengembangan bisnis mereka. Para pelaku usaha paham bahwa halal sudah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat. Selain itu, sebentar lagi kebijakan kewajiban halal akan diberlakukan, yang berarti era pasar halal sudah di depan mata. Mau tidak mau, pelaku usaha harus bisa memanfaatkan halal untuk keberhasilan bisnisnya.
Barometer Keberhasilan Membangun Merek
Halal
Salah satu tolok ukur untuk melihat keberhasilan pelaku usaha dalam membangun
merek halal dapat dilihat dari Top Halal Index. Dari ribuan merek yang diukur dalam survei Top Halal Index, terdapat sekitar 300 merek yang berhasil meraih predikat Top Halal. Dari 300 merek tersebut, tercatat 20 merek dari berbagai kategori besutan Unilever Indonesia yang berhasil meraih predikat Top Halal. Salah satu merek di bawah naungan Unilever adalah Wall’s. Merek ini berhasil meraih Top Halal berturut-turut selama 3 tahun karena komitmennya menjaga jaminan halal mulai dari pemilihan bahan baku, proses produksi, hingga komunikasi jelas mengenai kehalalan produk Wall’s.
Di jajaran merek asuhan Heinz ABC, terdapat 9 produk dengan merek ABC berhasil meraih predikat Top Halal 2024. Produk-produk tersebut di antaranya adalah Kecap ABC, Sarden ABC, Saus Sambal ABC, Sirup ABC dan lainnya. Keberhasilan Heinz ABC dalam membangun merek halal karena manajemen Heinz ABC, mulai dari pucuk pimpinan hingga lini bawah, menyadari selain untuk memenuhi kewajiban halal juga sebagian besar konsumen Heinz ABC adalah muslim.
Kepiawaian Danone Indonesia dalam membangun merek halal menjadikan tiga merek besutannya berhasil meraih Top Halal 2024, yaitu AQUA, Mizone dan Susu SGM. Strategi membangun merek halal yang dilakukan Danone adalah turut berkontribusi dalam mendukung pembangunan ekosistem halal di Indonesia. Diantaranya, melalui pemberdayaan kepada mitra usaha yang bekerja sama dengan LPH, melakukan pembinaan UMKM untuk sertifikasi halal, serta secara aktif melakukan edukasi terhadap konsumen seputar gaya hidup halal yang mengusung nilai keberlanjutan dan hidup sehat.
Menarik menyimak data-data Top Halal Index. Melalui data-data tersebut, kita bisa melihat siapa saja yang tahun ini berhasil melakukan halal branding, siapa sajakah yang tahun ini belum bisa meraih Top Halal, dan siapa sajakah yang tahun ini terpaksa tergusur posisinya. Selain sebagai barometer keberhasilan merek dalam merebut hati konsumen, sesungguhnya merek-merek yang berhasil meraih predikat Top Halal adalah merek-merek yang siap berkompetisi di pasar global.
“Halal is a brand”, jadi salah satu statement yang dikutip oleh Dr. H. Muhammad Aqil Irham, Kepala BPJPH dalam webinar “Building Halal Brand to Capture Global Market”, pada 10 September 2024, secara daring.
Statement yang dikutip dari Jonathan AJ Wilson, Regent’s University London, memang tak berlebihan.
Halal yang sebelumnya dipandang eksklusif untuk kalangan muslim saja, kini menjelma menjadi nilai global yang diidentikkan dengan life style dan bussiness opportunity
Market produk halal secara global bernilai tak kurang dari US$ 2,29 triliun pada 2023.
DinarStandard mengkurasi nilai tersebut dari belanja 2 miliar konsumen muslim dunia di sektor makanan, farmasi, kosmetik, mode, perjalanan, dan media/rekreasi. Aqil menggarisbawahi meskipun nilai halal erat dengan pasar ekonomi Islam, namun daya tariknya terus tumbuh karena nilai-nilai ekonomi yang mendasarinya juga selaras dengan konsumen nonmuslim.
Pengadopsian halal sebagai brand masih mendapat tantangan di kalangan pelaku usaha
domestik, terutama UMK. Halal kerap dianggap terbatas pada terminologi ajaran Islam, seputar kewajiban mengonsumsi makanan minuman halal. “Banyak pelaku usaha yang mayoritas di Indonesia, UMKM katakanlah begitu, masih menganggap halal semata-mata soal agama, sehingga brand berupa sertifikat halal dan logo halal tidak begitu penting. Mereka berkeyakinan penuh bahwa bahan maupun proses produksi sudah dipastikan kehalalannya secara sepihak atau secara mandiri,” ungkap Aqil.
Padahal dari sudut pandang aspek marketing, halal sudah menjadi brand produk. Lebih jauh eksplorasi brand halal juga menjadikannya dianggap mewakili aspek kesehatan, higienis, dan mutu, sehingga menjadi nilai tambah dalam bisnis.
American Marketing Association
mendefinisikan brand atau merek sebagai nama, istilah, desain, simbol, atau fitur lain yang membedakan barang atau jasa dari satu penjual dengan penjual lainnya. Suatu produk ketika diberikan merek (brand) maka orang akan mengenalnya, lewat bentuk, desain, warna, maupun nilai yang dilekatkan padanya, sehingga merek dianggap mewakili produk. Adapun branding, Margie Clayman, seorang ahli marketing mendefinisikannya sebagai pernyataan misi, tujuan, dan jiwa perusahaan yang diekspresikan melalui suara dan estetika perusahaan.
Branding atau upaya membangun merek akan membuat produk atau bisnis menjadi lebih dikenal dan membedakannya dari kompetitor. Selain itu dengan branding, kepercayaan konsumen akan terbentuk dan menjadikan mereka konsumen yang loyal.
Sebagai sebuah konsep baru yang ditawarkan dalam membangun merek ( branding ), halal dapat melejitkan bisnis jika digabungkan dengan nilai produk lainnya, seperti nilai fungsi, nilai ekonomi, nilai emosional, dan sosial. Seperti diungkapkan Dr. Wahyu T. Setyobudi, dosen Global Business Marketing , BINUS, yang juga menjadi pembicara pada webinar yang sama. “Konsep halal apabila kita praktikan dengan baik maka bisa menjadi kunci game changer bagi bisnis. Caranya dengan menggunakan value integration atau mengintegrasikan nilai,” ungkapnya.
syariah yang menyediakan produk 100% halal dan thoyib di pasaran Indonesia.
Mengkolaborasikan konsep halal ke dalam brand sebuah produk adalah pilihan yang tepat, karena semakin lama konsep halal semakin relevan dengan arah perubahan tuntutan konsumen dan regulasi halal saat ini.
Halal Sebagai Keunggulan Kompetitif
Salah satu brand yang mengusung halal sebagai keunggulannya adalah Oriflame. Brand asal Swedia yang berkantor pusat di Stockholm ini sudah berdiri sejak 1967, dan sudah ada di Indonesia sejak 1986. Perusahaan yang identik dengan direct selling kosmetik ini memang memfokuskan pada penjualan dan pengembangan produk kosmetik, perawatan tubuh, dan makanan untuk kesehatan dengan standar Eropa tapi tetap hadir dengan harga yang terjangkau, sekaligus memberikan kesempatan bisnis.
Dalam perkembangannya Oriflame kemudian ingin menyesuaikan misi perusahaannya tidak hanya sebagai perusahaan kosmetik, namun juga memastikan inline dengan ekosistem halal yang saat ini berkembang di Indonesia. Komitmen tersebut dituangkan dalam misinya untuk menjadi perusahaan terbaik yang mengembangkan bisnis dengan sepenuhnya mematuhi peraturan pemerintah, dan sebagai perusahaan berbasis
Komitmen kuat Oriflame mengusung halal telah menepis keraguan konsumen muslim terhadap kehalalan produk kosmetik. “Sebelumnya kami memahami pasar Indonesia yang didominasi oleh kaum muslim, masih punya keraguan ketika memilih kosmetik, perawatan tubuh, apalagi makanan dan minuman kesehatan,” papar Laode Roni Syahirman, National Sales Manager Oriflame, tatkala didapuk sebagai salah satu narasumber webinar.
Komitmen tersebut dibuktikan hingga pada kuartal I tahun 2022, Oriflame secara resmi menyatakan bahwa seluruh produknya, baik kosmetik hingga makanan dan minuman kesehatannya telah memperoleh ijin edar dan sertifikasi halal dari lembaga yang berwenang di Republik Indonesia. Tak berhenti di sana, Oriflame Indonesia juga telah menyesuaikan sistem bisnisnya dan mendapatkan sertifikasi sebagai perusahaan penjualan langsung berjenjang syariah dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (PLBS) pada tahun 2023.
Oriflame adalah perusahaan yang tak hanya menawarkan produk saja tapi juga kesempatan berbisnis, kemandirian, dan entrepreneurship , telah memastikan dirinya mampu bersaing di tengah tuntutan halal dari konsumen. “Sertifikasi yang telah diberikan dari Dewan Syariah Nasional MUI sejak tahun 2023, menjadi satu kekuatan yang sangat besar untuk kami hadir di pasar Indonesia. Menawarkan kesempatan bisnis bersamaan dengan produk-produk halal,” pungkasnya. (Anidah)
Steak Moen Moen tidak hanya memprioritaskan kualitas rasa, tetapi juga menjaga komitmen terhadap kehalalan produk di setiap tahap produksi.
Diki Sopandi
Direksi Steak Moen Moen
Steak Moen Moen adalah salah satu pilihan restoran yang menyediakan berbagai macam steak dan cukup dikenal di masyarakat Indonesia. Steak Moen Moen memulai perjalanannya pada tanggal 31 Desember 2004 di Solo, Jawa Tengah. Dengan fokus pada menu steak yang bisa dinikmati semua kalangan, usaha ini berkembang pesat. Dalam waktu yang relatif singkat, Steak Moen Moen berhasil menarik minat banyak pelanggan berkat kualitas makanan yang terjaga. Tidak hanya dari segi rasa, tetapi juga dengan harga yang dapat dijangkau oleh berbagai kelas ekonomi.
Perkembangan bisnisnya pun signifikan. Pada tahun 2024, Steak Moen Moen memiliki 67 cabang yang tersebar di beberapa kota besar, termasuk Solo, DIY, Jabodetabek, Bandung, Surabaya, dan Lampung. Menariknya, semua cabang ini dikembangkan tanpa sistem kemitraan, sehingga kontrol kualitas tetap berada di bawah kendali manajemen pusat. Hal ini memastikan bahwa setiap gerai Steak Moen Moen mampu menyajikan makanan dengan standar yang sama, di mana pun lokasinya.
Salah satu momen penting dalam perkembangan bisnis ini adalah ketika Steak Moen Moen mendapatkan sertifikasi halal pada Maret 2023. Sertifikasi ini bukan hanya menjadi bukti komitmen perusahaan dalam menyajikan makanan yang sesuai dengan standar halal, tetapi juga memberikan nilai tambah di mata konsumen. “Halal kini kami manfaatkan sebagai nilai jual lebih di mata konsumen kami, sehingga secara langsung menambah kepercayaan konsumen terhadap produk kami,” ungkap Diki Sopandi, Direksi Steak Moen Moen.
Sertifikasi halal ini tidak hanya mencerminkan kepatuhan Steak Moen Moen terhadap regulasi pemerintah, tetapi juga menjadi bagian dari strategi pemasaran yang mengedepankan kepercayaan dan kenyamanan bagi pelanggan.
Steak Moen Moen juga memiliki slogan yang kuat: “Melayani dengan Hati, Berbagi Rasa dengan Cinta.” Slogan ini mencerminkan fokus perusahaan yang menempatkan pelanggan sebagai elemen paling penting dalam bisnis mereka. Diki menyatakan, “Kehilangan satu pelanggan saja sudah sangat besar bagi kami,” yang menunjukkan betapa seriusnya perusahaan dalam memberikan pelayanan terbaik . Slogan tersebut juga menggarisbawahi dedikasi Steak Moen Moen untuk tidak hanya menyediakan makanan berkualitas, tetapi juga menciptakan hubungan emosional yang kuat dengan konsumen mereka.
Penerapan Sertifikasi Halal dalam Rantai Produksi
Diki menjelaskan bahwa seluruh rantai produksi mereka diawasi dengan ketat untuk
memastikan bahwa standar halal terpenuhi sejak awal. “Kami memastikan semua vendor atau supplier yang bekerja sama dengan kami harus memiliki komitmen yang sama dalam memastikan kualitas bahan baku yang baik dan bersertifikasi halal,” tegasnya.
Pengawasan ini dimulai dari pemilihan bahan baku. Semua bahan baku yang masuk ke dapur pusat (central kitchen) harus berasal dari pemasok yang telah bersertifikat halal, termasuk rumah potong ayam (RPA) dan rumah potong hewan (RPH). Bahan-bahan ini kemudian diproses di dapur pusat, yang mana standar rasa, gramasi, dan kualitas terus dijaga untuk memastikan konsistensi di setiap cabang. Proses produksi seperti pemotongan daging, filet ayam, hingga pembuatan saus semuanya dilakukan di dapur pusat, sehingga setiap gerai Steak Moen Moen bisa menyajikan produk dengan rasa yang sama, terlepas dari lokasi cabang.
Selain pengawasan di tahap produksi, Steak Moen Moen juga rutin melakukan audit internal untuk memastikan bahwa SOP halal dan sanitasi dijalankan dengan konsisten di setiap cabang.
“Kami berkomitmen menjaga kehalalan produk dengan terus berusaha konsisten menjalankan SOP yang telah diberlakukan, mulai dari proses pemilihan pemasok, penerimaan bahan baku, hingga pengolahan akhir di gerai,” kata Diki.
Untuk memastikan kepatuhan terhadap standar halal dan higiene, Steak Moen Moen telah membentuk tim khusus yang bertugas memantau penerapan SOP halal di seluruh cabang. Tim ini terdiri dari berbagai divisi, termasuk audit internal, operasional, dan Quality Assurance (QA), yang bersama-sama memastikan bahwa setiap langkah dalam rantai produksi memenuhi standar yang telah ditetapkan.
Halal Sebagai Nilai Tambah dalam Pemasaran dan Gaya Hidup
Steak Moen Moen melihat peraturan pemerintah mengenai kewajiban penerapan sertifikasi halal sebagai peluang besar dalam industri dan pasar halal. “Saat ini, konsumen menjadikan halal sebagai cerminan gaya hidup sehat dan berkelanjutan. Ini adalah potensi pasar
halal yang sangat besar dan patut untuk terus dikembangkan,” ujar Diki.
Sebagai bagian dari strategi pemasaran, Steak Moen Moen secara konsisten menampilkan logo halal di semua pelantar mereka. Dari konten media sosial hingga kemasan produk, seperti dus untuk kemasan dibawa pulang, logo halal selalu dicantumkan untuk menambah kepercayaan konsumen. Di setiap gerai, logo halal juga dipasang dengan jelas, sehingga konsumen merasa yakin bahwa produk yang mereka konsumsi memenuhi standar halal yang ketat.
Selain itu, untuk menarik perhatian pasar milenial, Steak Moen Moen berinovasi dengan meluncurkan produk-produk baru yang mengikuti tren, seperti menu kopi dan burger halal. Upaya ini, ditambah dengan pemanfaatan pelantar digital secara intensif, membantu Steak Moen Moen tetap relevan dan menjadi pilihan favorit di kalangan generasi muda yang mengutamakan gaya hidup halal dan modern. (Andika Priyandana)
Bakso Lapangan Tembak Senayan (BLTS) tidak hanya menghadirkan cita rasa autentik dari setiap menunya, tetapi juga memberikan ketenangan bagi konsumennya karena memberikan jaminan kehalalan setiap hidangan yang disajikan.
Bakso merupakan makanan yang sangat populer dan digemari oleh berbagai kalangan. Bahkan banyak merek bakso yang menawarkan peluang franchise dengan berbagai keunggulan dan paket investasi yang beragam. Satu di antaranya Bakso Lapangan Tembak Senayan, usaha berjualan bakso yang dirintis Ki Ageng Widyanto Suryo Buwono sejak tahun 1972.
Berawal membuka warung bakso yang berlokasi di depan Lapangan Tembak Senayan, Jakarta pada tahun 1982 lalu. BLTS kini bertransformasi menjadi merek restoran yang kuat dan dikenal oleh masyarakat luas, karena kenikmatan baksonya yang terbuat dari daging sapi asli dengan racikan bumbu yang turun-temurun.
Saat ini restoran BLTS sudah memiliki 75 outlet yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia dan membuka program franchise. “Penyebarannya sekitar 60% masih di area Jabodetabek dan sisanya 40% tersebar dari Sumatera hingga Papua,” sebut Bagus Priambodo WS, Legal & Sekretaris SJPH PT Balats Dwi Tunggal.
Edy Junaedi, HRD dan Ketua SJPH PT Balats Dwi Tunggal, mengatakan, BLTS berkomitmen untuk menyajikan produk halal dari semua menu yang dikembangkan dan tawarkan. Pasalnya, kehalalan produk makanan menjadi aspek penting yang sangat diperhatikan oleh konsumen di Indonesia, yang mayoritas penduduknya beragama Islam.
“Kami menghadirkan produk yang tidak hanya lezat tetapi juga halal. Hal ini diperkuat
Priambodo WS Legal & Sekretaris SJPH PT Balats Dwi Tunggal
dengan sertifikat halal yang diperoleh BLTS dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) sejak tahun 2014. Sertifikasi menjamin seluruh proses produksi di restoran ini, mulai dari pemilihan bahan baku, pengolahan sampai penyajian, memenuhi standar halal yang telah ditetapkan,” ungkapnya.
BLTS telah melakukan sertifikasi halal di semua outlet -nya. Bahkan di wilayah yang mayoritas penduduknya nonmuslim, seperti Papua dan Bali, BLTS tetap memastikan bahwa setiap outlet mematuhi standar halal. Dalam sistem kemitraan yang diterapkan, BLTS mengelola sekitar 45% outlet secara mandiri, sedangkan 55% dikelola oleh mitra.
Bagus menjelaskan outlet yang dikelola langsung oleh BLTS sudah melalui proses pendaftaran sertifikasi halal. Sementara mitra diberikan keleluasaan untuk mendaftarkan sertifikasi halal dengan tetap berada di bawah pengawasan dan standar dari BLTS. Hal ini dilakukan untuk menjaga standar kualitas serta memastikan semua outlet tetap berkomitmen pada prinsip kehalalan.
“Pendaftaran sertifikasi halal dapat dilakukan untuk brand yang sama dengan entitas yang berbeda. Kami mendelegasikan ke mitra setempat dengan monitoring dan standarisasi yang telah ditetapkan. Tujuan hal ini dilakukan untuk menekan bujet, mengingat banyak mitra yang jangkauannya jauh dari kantor pusat BLTS,” bebernya.
Lantas bagaimana BLTS memastikan semua menu yang ditawarkan setiap outlet terjamin kehalalannya? Bagus menegaskan pihaknya sangat
teliti dan ketat dalam pemilihan dan penggunaan bahan baku, terutama daging yang menjadi bahan kritis untuk bakso. Untuk pemenuhan halalnya, BLTS hanya bekerja sama dengan pemasok daging lokal yang telah tersertifikasi halal.
“Dalam prosesnya kami melakukan audit kepada pemasok daging dan bahan baku lainnya. Sementara untuk pengadaan bahan baku bagi mitra yang berada di luar jangkauan kantor pusat akan dicarikan pemasok yang sudah terjamin kehalalannya dan tersertifikasi halal yang dipilih berdasarkan rekomendasi Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang profesional dan terpercaya yang bermitra dengan BLTS,” terangnya.
“Halal bukan sekedar ketertarikan konsumen, namun telah menjadi kebutuhan dalam mengembangkan produk. Sejatinya konsumen muslim cenderung lebih memilih produk yang memiliki jaminan halal. Selain itu produk halal pun mulai diminati oleh konsumen nonmuslim karena dianggap lebih higienis, sehat, dan etis,” nilai Bagus.
Edy menambahkan, khusus area Jabodetabek bahan baku disuplai dari dapur pusat ( central kitchen) BLTS yang sudah diaudit LPPOM MUI. Jadi outlet yang berada di wilayah tersebut diwajibkan menggunakan bahan baku halal, khususnya bahan baku kritis seperti daging bakso dan ayam untuk memastikan terjamin kehalalannya dan menjaga standar kualitas produk yang dihasilkan. Elemen Utama Dalam Branding
Pasar makanan dan minuman halal sangat potensial, sebab kesadaran konsumen muslim semakin meningkat akan kehalalan kuliner yang dikonsumsinya. Guna memenuhi kebutuhan tersebut, sekaligus memberikan rasa aman dan kenyamanan konsumen, BLTS sangat berkomitmen menjalankan Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH).
“Penerapan SJPH merupakan bentuk kewajiban dan tanggung jawab BLTS selaku pelaku usaha untuk menjaga standarisasi mutu, dan meningkatkan kualitas pelayanan yang memberikan kenyamanan, keamanan, dan kepastian ketersediaan produk halal bagi masyarakat,” ungkap Bagus.
Menurut Edy penerapan SJPH dalam pengembangan produk memungkinkan perusahaan untuk memanfaatkannya sebagai bagian dari strategi pemasaran. Sebab perusahaan
yang menyuguhkan produk halal dan telah memperoleh sertifikasi halal dari otoritas yang diakui dapat meningkatkan kepercayaan konsumen.
“Penting mengintegrasikan konsep halal dalam strategi pemasaran, sebab dapat memberikan keuntungan kompetitif bagi perusahaan, terutama di negara dengan mayoritas muslim seperti Indonesia yang semakin peduli terhadap kualitas dan etika produk,” jelasnya.
Konsep halal merupakan elemen utama dalam branding BLTS. Produk halal mencerminkan komitmen perusahaan terhadap kualitas, kebersihan, dan etika. Dalam jangka panjang, hal ini dapat membangun loyalitas konsumen dan reputasi yang kuat di bisnis restoran di Tanah Air.
Salah satu strategi pemasaran yang dilakukan adalah kampanye edukasi tentang pentingnya produk halal, transparansi dalam rantai pasokan, dan komunikasi label halal pada produk dan restoran BLTS. Mengingat konsumen yang lebih terinformasi akan lebih cenderung mempercayai dan memilih produk halal yang dinilai berkualitas dan aman.
“Jaminan produk halal ini kami informasikan di berbagai platform , baik visual maupun audio. Setiap outlet dan kemasan, serta alat promosi akan dipasang logo halal, termasuk memanfaatkan media sosial untuk menjangkau audien yang lebih luas,” beber Edy.
Masih Butuh Sinergi Antar Stakeholder Tantangan terbesar pelaku usaha dalam menghadirkan produk halal adalah menjaga konsistensi halal sepanjang rantai produksi. Pasalnya, satu kesalahan kecil saja dapat mengakibatkan kontaminasi produk dengan bahan yang tidak halal, yang akan merusak
reputasi perusahaan, bahkan berpotensi kehilangan sertifikasi halal yang telah diperoleh.
Untuk menjaga konsistensi ini, BLTS memiliki sistem pengawasan internal yang ketat, mulai dari audit berkala hingga pelacakan rantai pasok yang terintegrasi, yang didukung tim manajemen halal. Tim ini bertugas untuk melakukan perencanaan, implementasi, evaluasi, dan perbaikan sistem jaminan halal.
“Kami memiliki tim khusus halal yang berada di kantor pusat, yang selanjutnya secara struktural dibentuk tim halal cabang di masing-masing outlet, yang berperan mengatur rantai produksi dan menjaga kesinambungan proses produk halal,” urai Bagus.
Edy menyadari pengetahuan dan pemahaman karyawan terhadap konsep halal merupakan kunci untuk menjaga jaminan halal perusahaan. Oleh karena itu perusahaan terus memberikan pelatihan secara rutin kepada karyawan di semua level, agar memahami pentingnya menjaga kepatuhan terhadap standar halal.
“Selain memberikan pelatihan, kami memanfaatkan meeting bulanan yang dilaksanakan bagi supervisor outlet . Dalam kesempatan ini disisipkan agenda khusus yang membahas evaluasi tim halal cabang, selanjutnya hasil evaluasi tersebut disampaikan ke tiap anggota internal halal masing-masing outlet,” terangnya.
Selain tantangan internal, penerapan sistem jaminan halal juga dihadapkan pada hambatan eksternal, khususnya yang berkaitan dengan sinergi antar stakeholder dan regulator. Sinkronisasi yang kurang antara instansi yang terlibat dalam sertifikasi halal dapat menghambat kelancaran proses sertifikasi dan pengawasan.
Bagus menilai kurangnya sinergi menjadi hambatan utama pengembangan industri halal di Indonesia. “Pelaku usaha sering kali tidak mendapatkan dukungan yang memadai dari pemerintah dalam hal edukasi atau penyederhanaan regulasi terkait produk halal,” tutupnya. (Mohamad)
Peka terhadap tren kebutuhan konsumen muslim, dengan memastikan setiap produknya bersertifikat halal. Wall’s berhasil memperkuat kepercayaan konsumen, sekaligus membuka peluang untuk menjangkau pasar yang lebih luas.
Nur Aliqa Sendyalaras
Ice Cream Head of Marketing Unilever Indonesia,
Milenial muslim yang menjadi bagian dari konsumen utama di Indonesia, sering menjadi sasaran utama strategi pemasaran dari merek-merek produk makanan dan minuman. Namun, menggarap segmen ini tidak semudah yang dibayangkan. Sebab generasi ini memiliki kesadaran akan produk halal dan pentingnya sertifikasi halal yang sangat tinggi.
Terlebih banyak milenial muslim memandang produk makanan dan minuman halal tidak hanya dari segi kehalalan menurut agama, tetapi juga sebagai bagian dari gaya hidup yang modern, etis, dan bertanggung jawab. Alhasil, mereka akan mencari produk yang aman dan sesuai dengan syariat, jelas proses produksinya dari bahan baku hingga pengemasannya, serta mengaitkan konsep halal dengan tanggung jawab sosial praktik ramah lingkungan dari perusahaan.
Ice Cream Head of Marketing Unilever Indonesia, Nur Aliqa Sendyalaras, mengemukakan, sebagai brand yang memiliki purpose untuk membuat #SemuaJadiHappy, Wall’s yang hadir di Indonesia sejak 1992, senantiasa berupaya memberikan kebahagiaan bagi generasi ke generasi melalui produk maupun program-program yang dikembangkannya.
“Kami selalu peka akan kebutuhan konsumen, termasuk milenial muslim melalui inovasi produk, strategi komunikasi dan pemasaran. Kepekaan ini terlihat dari bagaimana memilih bahan baku yang berkualitas dalam berinovasi, menyediakan pilihan rasa dan varian, mendesain visual, ukuran
atau tipe kemasan, hingga memasarkan produk lewat kanal-kanal favorit mereka, baik online maupun offline,” jelas dia.
Tidak hanya itu, Nur juga melihat bahwa para milenial muslim semakin kritis dengan kehalalan suatu produk yang mereka pilih. Sehingga pihaknya selalu berkomitmen menjaga jaminan halal mulai dari pemilihan bahan baku, proses produksi, hingga komunikasi jelas mengenai kehalalan produk Wall’s.
Unilever mengaplikasikan sistem jaminan halal ke semua produk dan pabriknya di Indonesia sejak tahun 1994, termasuk untuk produk-produk Wall’s seperti Magnum, Paddle Pop, Cornetto, Feast, Populaire, dan lain-lain yang seluruhnya telah mendapatkan sertifikat sistem jaminan halal dari LPPOM MUI, dan kini sertifikathalal dari BPJPH. Saat ini produk Wall’s yang dipasarkan di Indonesia diproduksi di 2 pabrik yang terletak di Indonesia dan Thailand.
Bagi Wall’s dan Unilever Indonesia, memastikan kualitas, keamanan, termasuk kehalalan produk selalumenjadi prioritas utama bagi konsumen di Indonesia. Sertifikasi halal dipercaya salah satu cara untuk meningkatkan consumer satisfaction sekaligus bagian dari competitive advantage dari brand.
“Dengan sertifikasi halal ini, artinya kami menunjukkan bahwa dalam seluruh pengembangan produk kami terjamin halal oleh pemerintah, mulai dari bahan baku, proses produksi, fasilitas produksi, dan produknya yang memenuhi standar sesuai undang-undang mengenai jaminan produk halal,” tegas Nur.
Halal Jadi Alternatif Seluruh Konsumen
Menurut laporan Global Islamic Economy, pada 2023, pasar produk halal dunia diperkirakan mencapai lebih dari USD 2,3 triliun. Makanan dan minuman halal adalah salah satu segmen terbesar dalam industri ini. Sebagai negara dengan populasi muslim terbanyak, Indonesia menjadi pasar terbesar bagi produk-produk halal.
Pasar halal menawarkan peluang besar bagi perusahaan-perusahaan global seperti Unilever. Dengan strategi yang fokus pada sertifikasi halal, inovasi produk yang relevan dengan selera konsumen muslim, serta pemasaran yang sesuai dengan gaya hidup halal, brand Wall’s mampu
memanfaatkan potensi pasar ini dengan baik.
Di masa depan, Wall’s perlu terus beradaptasi dengan preferensi konsumen dan menjaga kepercayaan melalui komitmen pada standar halal yang tinggi. “Wall’s berkomitmen untuk terus konsisten mengambil bagian dalam promosi dan sosialisasi produk halal, serta turut aktif mengedukasi masyarakat untuk memilih produk yang aman dan halal,” sebut Nur.
Dalam memasarkan produknya, Wall’s memastikan bahwa produk es krimnya selalu “hadir” di tengah keseharian konsumen melalui berbagai saluran penjualan. Secara fisik penjualan dilakukan dengan menempatkan kabinet es krim di gerai-gerai strategis, baik di pertokoan modern maupun di pasar-pasar, serta melalui penjaja es krim Wall’s keliling untuk melayani konsumen di luar rumah.
Selanjutnya mendistribusikan seluruh aset pemasaran di berbagai platform media, mulai dari TV, digital, maupun kerja sama dengan
sejumlah figur publik dan influencer. Kolaborasi dengan dengan influencer dapat membantu meningkatkan brand awareness dan mendekatkan produk Wall’s dengan konsumen yang lebih muda.
Selain itu, salah satu cara pemasaran yang terbukti efektif adalah melalui strategi multisensory marketing lewat indra pendengaran, yaitu melalui jingle Wall’s yang sudah sangat legendaris. Melalui jingle ini, Wall’s ingin menyampaikan pesan mengenai purpose atau tujuan mulia bahwa kebahagiaan adalah hal yang sederhana, dan kehadiran Wall’s bisa membuat bahagia di setiap momen.
“Untuk mengomunikasikan kehalalan produk Wall’s ke konsumen, selain mencantumkan label halal pada setiap produk, seluruh iklan juga dilengkapi dengan label halal, supaya semakin meyakinkan konsumen akan kehalalan seluruh produk kami,” tutur Nur.
Konsisten Riset Tren Konsumen Muslim
Sebagai salah satu negara dengan mayoritas masyarakat muslim tertinggi di dunia, Unilever memahami bahwa konsumen tidak hanya mengharapkan produk-produk yang inovatif dan berkualitas, tetapi juga komitmen kuat untuk memastikan kehalalan produknya. Hal ini diwujudkan Unilever melalui pengaplikasian Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH) secara
konsisten untuk seluruh kriteria yang dipersyaratkan, komitmen dan tanggung jawab, bahan, proses produk halal, produk, pengawasan dan evaluasi.
“Dalam menjaga konsistensi kehalalan produk, perusahaan menjalankan kerja sama dengan para pemasok, melakukan edukasi dan menyamakan persepsi agar kriteria halal tersebut dapat dipenuhi oleh semua mitra. Melakukan koordinasi secara berkala dengan BPJPH dan LPH agar dapat memperoleh informasi yg benar sehingga dapat mengikuti alur sertifikasi halal tanpa adanya kendala,” ungkap Nur.
Selain itu perusahaan telah membentuk tim manajemen halal dengan melibatkan seluruh personel yang berkompeten sesuai dengan tugasnya dalam penerapan SJPH di pabrik dan perusahaan secara keseluruhan. Ini diperkuat dengan menghadirkan Unilever Muslim Centre of Excellence (MCOE) yang secara konsisten melakukan riset guna memahami kebutuhan dan tren konsumen muslim di Indonesia, untuk kemudian menghasilkan berbagai inovasi dan program yang relevan.
“Unilever MCOE telah memberikan insight yang berperan penting dalam pengembangan sejumlah inovasi serta komunikasi marketing yang relevan dengan dinamika kebutuhan konsumen muslim,” tutupnya. (Mohamad)
Sadar akan pasar yang dihadapi kritis terhadap rasa, kandungan gizi serta terjamin kehalalannya, PT Glico Indonesia coba menghadirkan snack Pocky yang dapat memenuhi keinginan konsumen Indonesia. Seperti apa strategi yang dilakukan perusahaan ini?
Bhakti Priyana
Presiden Direktur PT Glico Manufacturing Indonesia
Hadir di pasar Indonesia sejak tahun 1980, Pocky awalnya diperkenalkan ke pasar melalui importir. Barulah pada tahun 2014, didirikan PT. Glico Indonesia di Jakarta yang menandai tonggak penting dalam komitmen perusahaan terhadap pasar Indonesia.
“Sejak saat itu, Pocky resmi dipasarkan oleh Glico Indonesia dan kami mendedikasikan diri untuk memperluas kehadiran kami dan menjadikan Pocky sebagai camilan yang digemari konsumen Indonesia,” kata Bhakti Priyana, Direktur PT Glico Indonesia dan Presiden Direktur PT Glico Manufacturing Indonesia kepada Halal Review.
Bukan tanpa alasan Pocky mengembangkan pasarnya di Indonesia. Pasalnya menurut Bhakti, populasi Indonesia yang besar dan terus bertambah, mencapai lebih dari 270 juta jiwa, menandakan potensi pertumbuhan pasar yang besar dan menjadikannya pasar yang menarik bagi Glico, dan juga Pocky.
Terlebih konsumen Indonesia sangat perhatian sekali terhadap rasa dan gizi sehingga membuat Pocky mengusung prinsip “ Healthier days, Wellbeing for life”. Hal itu selaras dengan preferensi perusahaan yang memiliki tujuan menawarkan produk inovatif yang tidak hanya memenuhi selera lokal tetapi juga memenuhi permintaan makanan ringan yang menyeimbangkan kenikmatan dengan kesehatan.
“Kami sangat antusias untuk terus mengembangkan pasar yang menjanjikan ini dengan membina hubungan yang lebih dalam dengan konsumen Indonesia melalui komitmen kami terhadap kualitas, rasa, dan inovasi,” ujar Bhakti. Menjaga Prinsip Halal Produk
Upaya Pocky dalam menjaga komitmen halalnya bisa dibilang tidak main-main. Glico
sebagai perusahaan induknya melihat pasar halal Indonesia sebagai peluang yang sangat bagus, khususnya di negara-negara Asia Tenggara dengan populasi muslimnya.
Melihat perkembangan halal global yang mengalami pertumbuhan pesat, perusahaan menyadari bahwa ini sebagai salah satu jalan untuk meningkatkan skala bisnis Pocky. Hal ini karena semakin banyak konsumen di kawasan mayoritas muslim mencari camilan bersertifikat halal. Pocky berada pada posisi yang tepat untuk mengikuti tren ini dengan mengusung produk yang memenuhi standar halal seraya tetap mempertahankan kualitas dan rasa yang disukai konsumen.
Dengan berfokus pada jaminan kualitas, perusahaan ingin membangun hubungan jangka panjang dengan konsumen yang memprioritaskan pilihan produk yang bersertifikat halal. “Pendekatan ini tidak hanya memperkuat kehadiran Pocky di pasar kawasan ini, tetapi juga sejalan dengan tujuan kami untuk memberikan pengalaman camilan sehat dan menyenangkan untuk semua orang,” jelas Bhakti.
Glico telah memperoleh sertifikasi halal BPJPH untuk pabrik di Indonesia pada bulan Juni 2022 lalu. Bagi Bhakti, sertifikasi ini sekaligus merupakan dedikasi perusahaan dalam memenuhi kebutuhan konsumen dan memastikan bahwa produk Glico sepenuhnya mematuhi standar halal.
Keberadaan sertifikat halal juga merupakan komponen penting dalam strategi pengembangan produk Glico di Asia Tenggara. Komitmen perusahaan lebih dari sekadar memperoleh sertifikasi tapi juga berfokus pada sumber bahanbahan yang sepenuhnya mematuhi peraturan halal untuk memastikan integritas penawaran. Terkait hal ini tentu melibatkan kerja sama yang erat dengan pemasok yang memiliki dedikasi yang sama terhadap kualitas dan kepatuhan.
“Rincinya, kami juga secara aktif menyesuaikan produk kami untuk memenuhi spesifikasi pasar halal. Ini termasuk mengembangkan rasa dan formulasi unik yang menarik selera konsumen sambil tetap mematuhi standar halal. Dengan memadukan pertimbangan halal ke dalam proses pengembangan produk, kami bermaksud menciptakan camilan yang tidak hanya memenuhi kebutuhan konsumen halal tetapi juga menghadirkan rasa nikmat dan kualitas yang menjadi ciri khas Pocky bagi seluruh penggemar Pocky,” urai Bhakti panjang.
Dengan kekuatan tujuh pabrik yang memproduksi produk Pocky di empat negara utama: Jepang, Thailand, China, dan Indonesia serta penambahan terbaru di Karawang, maka fasilitas ini memperkuat kemampuan perusahaan untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat di pasar ASEAN khususnya di Indonesia. Termasuk berfungsi sebagai lokasi
produksi eksklusif untuk Pocky Crushed Nuts, yang didistribusikan ke negara-negara seperti Thailand, Indonesia, dan Filipina.
“Sekadar info, selain melayani pasar regional, pabrik GMI mulai mengekspor Pocky ke AS pada Mei 2023, yang semakin memperluas jangkauannya ke Amerika Utara dan meningkatkan kehadiran global kami,” ungkap Bhakti bangga.
“Satu lagi, sertifikasi halal MUI telah diperoleh pabrik kami di Thailand sejak tahun 2016. Pabrik kami di Thailand memperoleh sertifikasi halal Thailand (CICOT) pada tahun 2012,” imbuhnya.
Sebagai bukti keseriusan perusahaan terkait halal, perusahaan memiliki anggota yang berdedikasi dari berbagai fungsi yang bekerja bersama untuk memastikan penerapan standar halal yang efektif untuk produk-produknya.
Bhakti menjelaskan, di tingkat pabrik, tim manajemen halal khusus mengawasi seluruh proses sertifikasi dan kepatuhan halal. Tim ini
bertanggung jawab untuk mengelola semuanya, mulai dari pengadaan bahanbahan bersertifikat halal, pemantauan praktik produksi, hingga pelaksanaan audit rutin, guna memastikan bahwa produk kami secara konsisten memenuhi standar halal.
Di sisi korporat, departemen pemasaran memainkan peran penting dalam mengomunikasikan komitmen terhadap praktik halal kepada konsumen. Tugas utamanya, mengelola penyebaran informasi, memastikan transparansi untuk menjaga konsumen tetap mendapat informasi dan yakin mengenai status halal produk.
Sebagai bisnis makanan Jepang, Glico menjaga standar dan kualitas tinggi pada seluruh proses produksi. Menjaga kepatuhan halal yang ketat hanyalah salah satu dari banyak bagian penting operasi perusahaan.
Bhakti menyadari bahwa menjaga integritas produk, termasuk status halal, sangat penting untuk mendapatkan kepercayaan konsumen dan memastikan keberhasilan di pasar yang kompetitif ini.
Untuk mencapai hal ini, Bhakti mengaku menerapkan strategi multifaset yang mencakup setiap aspek operasi mulai dari penelitian dan pengembangan hingga pengadaan, produksi, dan pemasaran. Tim yang berdedikasi berfokus pada penciptaan produk inovatif yang selaras dengan prinsip kualitas, sambil secara cermat mencari bahan-bahan bersertifikat halal dan memastikan semua aspek produksi mematuhi pedoman halal.
Selain upaya operasional, perusahaan juga menekankan komunikasi yang transparan dengan konsumen. Perusahaan menampilkan logo halal secara jelas pada kemasan agar mudah dikenali dan memperkuat komitmen terhadap kepatuhan halal.
“Pendekatan holistik ini memungkinkan kami untuk secara konsisten menegakkan standar kualitas internasional, memperkuat kehadiran pasar kami, dan membangun hubungan jangka panjang dengan konsumen di wilayah mayoritas muslim melalui pemenuhan persyaratan halal,” jelas Bhakti. (Syauqi Ahmad)
Mondelez Indonesia sukses memasarkan produknya di Indonesia hingga menjadi merek ternama yang disukai konsumen. Kesuksesan ini didasari dua hal: menyediakan produk halal dan memahami tren yang ada di masyarakat.
Khrisma Fitriasari Head of Corporate & Government Affairs Mondelez Indonesia
Foto: Istimewa
Ingat iklan biskuit “ Diputar , Dijilat , Dicelupin ”? Ya, itu adalah tagline iklan OREO yang menggambarkan cara lezat menikmati 2 keping biskuit hitam dengan krim putih manis di tengahnya. Iklan OREO ini menarik dan melekat di benak masyarakat. OREO adalah merek biskuit besutan PT Mondelez Indonesia, yang telah hadir di Indonesia sejak tahun 1994. Mondelēz Indonesia merupakan bagian dari perusahaan makanan ringan global Mondelēz International, dengan produk-produknya yang ikonik seperti OREO, Biskuat, Cadbury, dan Keju KRAFT yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat Indonesia.
Mondelez Indonesia bisa dikatakan sebagai salah satu perusahaan yang konsisten mengembangkan bisnis dan produk-produknya yang senantiasa memahami tren dan preferensi konsumen, termasuk preferensi konsumen muda (milenial). Kelompok milenial merupakan salah satu generasi dengan populasi terbesar di Indonesia.
Salah satu strategi yang dilakukan Mondelez Indonesia untuk memenangkan pasar di Indonesia adalah mengedepankan kualitas produk dan menjalin kedekatan dengan pelanggan. “Selain itu, Mondelez Indonesia juga senantiasa terus berupaya untuk membangun brand dengan tujuan mulia (purpose-led brands) dan berdampak bagi masyarakat, sekaligus menciptakan relevansinya bagi konsumen,” kata Khrisma
Fitriasari, Head of Corporate & Government Affairs Mondelez Indonesia.
Khrisma mencontohkan, OREO memiliki tujuan
untuk membawa kebahagiaan dan membuat tiap momen jadi seru bersama keluarga, sedangkan Biskuat membentuk #GenerasiTiger dengan karakter positif, melalui pengembangan kekuatan baik dari dalam (inner strength).
Mengedepankan Komitmen Halal
Sebagai salah satu negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, Mondelez Indonesia memahami bahwa kehalalan produk merupakan faktor penting bagi konsumen muslim. Oleh karenanya, untuk pasar Indonesia, Khrisma mengatakan jika perusahaan berkomitmen untuk menyediakan produk-produk yang halal dan tersertifikasi halal dari pemerintah Indonesia.
“Melalui komitmen kami inilah, kami optimis perusahaan dapat meraih pangsa pasar yang signifikan dengan menjalin kepercayaan dan hubungan jangka panjang dengan konsumen muslim,” tambahnya.
Perusahaan menyadari betul pentingnya menyediakan produk-produk halal, terutama
untuk pasar mayoritas penduduk muslim, untuk memberikan kepastian dan kenyamanan bagi konsumen dalam mengonsumsi produk. Oleh karena itu, Mondelez Indonesia pun terus melakukan penerapan prinsip halal dalam pengembangan produk dan memastikan bahwa seluruh produk telah memiliki sertifikat halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal di Indonesia.
Saat ini terdapat 2 pabrik di Indonesia, yakni pabrik Mondelez Indonesia Manufacturing di Cikarang, Bekasi, yang berfokus pada pembuatan biskuit seperti OREO dan Ritz, serta pabrik di Padalarang, Bandung, yang berfokus pada produk olahan susu & keju untuk memproduksi keju KRAFT. Produk-produk Mondelez Indonesia ini telah memiliki sertifikat halal semenjak awal dipasarkan di Indonesia di tahun 90-an.
Komitmen halal di Mondelez Indonesia terlihat dengan dicantumkannya label halal pada semua kemasan produk, sebagai jaminan kepastian dan kenyamanan konsumen muslim di Indonesia dalam mengonsumsi produk Mondelez. “Dari waktu ke waktu, kami juga mengkomunikasikan kehalalan produk kami kepada konsumen melalui
berbagai kanal komunikasi brand kami,” imbuh Khrisma.
Adapun yang menjadi strategi perusahaan dalam menjaga kehalalan produknya diwujudkan melalui pengimplementasian sistem jaminan produk halal yang merupakan bagian dari komitmen tertinggi dari perusahaan yang dituangkan dalam manual halal, SOP, serta sistem yang digunakan, guna memastikan bahwa seluruh proses produksi tetap mematuhi standar kehalalan yang ditetapkan sehingga kehalalan produk dapat terus terjamin.
Untuk itu, Mondelez Indonesia senantiasa melakukan penerapan prinsip kehalalan sesuai dengan lima kriteria sistem jaminan produk halal (SJPH), yakni komitmen dan tanggung jawab, bahan, proses produk halal, produk, serta pemantauan dan evaluasi.
Perusahaan juga memiliki tim khusus yang bertanggung jawab untuk memastikan bahwa seluruh proses produksi tetap mematuhi
persyaratan halal, mulai dari pemilihan bahan baku, pendaftaran dan pembaharuan sertifikasi halal BPJPH, pengawasan proses produksi, hingga pengemasan dan pencantuman label halal pada setiap produk yang dipasarkan.
Dengan cara seperti itu, perusahaan mampu menjaga konsistensi kehalalan produk sejak pemilihan bahan baku, proses produksi, pengemasan, hingga distribusi agar tetap sesuai dengan prinsip halal yang telah ditetapkan oleh BPJPH di Indonesia. Kesuksesan Mondelez Indonesia sebagai perusahaan makanan memang tidak diraih dalam waktu singkat. Khrisma memastikan semuanya digapai dengan konsisten tinggi dalam mengembangkan bisnis dan brand yang berfokus pada pemberdayaan karyawan dan masyarakat di Indonesia. Menurut Khrisma, yang terpenting adalah dengan senantiasa memahami tren dan preferensi konsumen. (Syauqi Ahmad)
TOP HALAL AWARD adalah penghargaan yang didasarkan hasil survei Top Halal Index yang dilakukan oleh IHATEC Marketing Research. Survei dilakukan di 6 kota besar, yaitu Jakarta, Semarang, Surabaya, Medan, Makassar, dan Balikpapan dengan melibatkan 1.700 responden, baik pria maupun wanita. Survei dilaksanakan pada bulan Juni 2024 dengan menggunakan metode wawancara langsung kepada responden (face to face interview).
Responden yang dipilih adalah mereka yang berusia 20 s.d. 39 tahun (kelompok generasi Z dan milenial), dengan tingkat pengeluaran per bulan atau social economy status (SES) minimum Rp1.500.000, hingga mereka berpengeluaran per bulan lebih dari Rp10 juta. Responden yang diwawancara tidak saja kalangan muslim, tetapi juga nonmuslim, yakni 87% responden muslim dan 13% responden nonmuslim.
Merek yang mendapatkan TOP HALAL AWARD adalah merek yang memiliki Indeks Top Halal (TOP HALAL INDEX) di atas indeks rata-rata di kategorinya, dan indeks merek tersebut berada di posisi 3 teratas (top three). Kedua kriteria ini harus dipenuhi oleh sebuah merek untuk dapat menyandang predikat Top Halal. Dengan adanya dua kriteria ini, maka dalam 1 kategori produk tidak menutup kemungkinan terdapat lebih dari satu merek, maksimal 3 merek, yang meraih predikat Top Halal.
TOP HALAL INDEX dibangun oleh dua elemen besar, yaitu: Elemen Merek dan Elemen Halal.
Pada Elemen Merek, ada 3 parameter sebagai pembentuknya, yaitu:
• Halal Brand Awareness ( yaitu didasarkan atas merek halal yang pertama kali disebut oleh responden ketika kategori produknya ditanyakan).
• Last Usage Halal Brand ( yaitu didasarkan atas
merek halal yang terakhir kali digunakan/ dikonsumsi oleh responden dalam periode waktu tertentu).
• Future Intention of Halal Brand (yaitu didasarkan atas merek yang ingin digunakan/dikonsumsi di masa mendatang).
Nilai dari masing-masing parameter Elemen Merek untuk suatu merek diperoleh dengan cara menghitung persentase frekuensi merek tersebut relatif terhadap frekuensi keseluruhan merek.
Sedangkan Elemen Halal dibentuk oleh 4 parameter yaitu:
• Persepsi terhadap Komunikasi Kehalalan Produk (diukur dari persepsi konsumen terhadap komunikasi kehalalan yang dilakukan oleh produk tersebut).
• Persepsi Kehalalan terhadap Bahan Baku (diukur dari persepsi konsumen terhadap kehalalan bahan baku yang digunakan oleh produk tersebut
• Persepsi Kehalalan terhadap Proses Produksi (diukur dari persepsi konsumen terhadap kehalalan proses pembuatan dari produk tersebut).
• Persepsi Kehalalan pada Kemasan Produk (diukur dari persepsi konsumen terhadap kehalalan proses pengemasan dari produk tersebut).
Nilai dari masing-masing parameter Elemen Halal suatu merek dihitung dengan menggunakan skala 1 – 10.
Selanjutnya TOP HALAL INDEX diperoleh dengan cara menghitung Indeks Elemen Halal dengan menggunakan pembobotan Indeks Elemen Merek. Adapun jumlah kategori produk yang terlibat dalam survei ini lebih dari 100 kategori produk, yang meliputi produk makanan dan minuman, personal & home care, beauty product & skin care, restaurant & café, dan wisata halal.
Susu Kental Manis
Kecap Asin
Saos Tomat
Sambal Siap Saji
Saos Sambal
Penyedap Rasa
Bumbu Instan
Terigu
Tepung Bumbu
Sweetener
Margarin
Kopi Bubuk
Teh Celup
Minyak Goreng
Minuman Sari Buah Siap Minum
Soft Drink
Minuman Teh Siap Minum
Minuman Kopi Siap Minum
Air Minum dalam Kemasan (AMDK)
Minuman Isotonik
Wafer Stick/Roll
Minuman Penambah Tenaga (Energy Drink)
Biskuit Lapis/Sandwich
Biskuit Marie
Biskuit Kraker
Biskuit Malkist
Agar-agar/Jelly Powder
Kukis (Cookies)
Jelly Agar (Jelly Cup)
Stick Biscuit
Nata de Coco
Cokelat
Pasta (Makaroni/Spaghetti, dsb)
Madu
Madu
Madurasa
Javara 9,166
MaduSido 9,025
Herbal Masuk Angin Cair
Minuman/Larutan Panas Dalam
Sabun Mandi Batang
Sabun Mandi Cair
Kumur
Cuci Piring
Minyak Kayu Putih
Pewangi dan Pelembut Pakaian
Minyak Telon
Pelicin Pakaian
Pembersih Lantai
Perfume
Pembersih Makeup (Makeup Remover)
Sabun Pencuci Muka
Moisturizer
Restoran Siap Saji
RESTAURANT & CAFE
Restoran All You Can Eat
Shabu
Hotel Bintang 4
Madani Hotel Medan
Best Western Papilio Hotel
Lombok Raya Hotel
Lorin Sentul Hotel 8,002 Mercure
Hotel Santika Premiere
Hotel Bintang 5
JW
Panorama
Destinasi Alam
Pantai Indah Ancol
Danau Toba 8,105
Titik Nol Kilometer Sabang
Gunung Bromo
Taman Wisata Syariah Pamah Simelir
Destinasi Buatan
Dunia Fantasi Ancol 8,028
Jawa Timur Park 7,946 TOP HALAL
Mikie Funland 7,902 TOP HALAL
Hillpark Sibolangit 7,363
Taman Margasatwa Ragunan 6,856
Sea World Ancol 6,018
Kerja sama BPJPH dan THIDA dapat menjadi kunci untuk memperluas pasar halal dan menciptakan peluang bisnis yang menguntungkan antara Indonesia dan Taiwan!
SKerjasama THIDA dengan LSP PPHI dalam Program Sertifikasi Kompetensi Halal di Taiwan
Foto: www.thida.org
ertifikasi halal semakin berperan penting dalam perdagangan global. Bukan tanpa alasan, banyak faktor yang menjadikannya makin diperhitungkan di kancah global, seperti kebijakan pemerintah berbagai negara, termasuk Indonesia, pertumbuhan jumlah penduduk muslim dan arus migrasinya, hingga semakin mudah dan cepatnya perputaran produk pangan antarbangsa. Di seluruh dunia, permintaan akan produk halal terus meningkat, menjadikannya sektor yang menjanjikan bagi produsen. Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH)
di Indonesia berkomitmen untuk memastikan bahwa produk yang beredar di pasar domestik memenuhi standar halal yang ditetapkan. BPJPH bukan hanya mengawasi sertifikasi, tetapi juga memfasilitasi akses pasar bagi produk halal, sehingga mendorong pertumbuhan industri ini di Indonesia (BPJPH, 2023).
Di sisi lain, Taiwan Halal Integrity Development Association (THIDA) berupaya untuk memperkuat jaminan halal di Taiwan, mengembangkan sistem sertifikasi yang dapat diakui secara internasional (THIDA.org, n.d.). Kerja sama antara BPJPH dan THIDA melalui Mutual Recognition Agreement
(MRA) diharapkan dapat menciptakan sinergi yang menguntungkan kedua belah pihak, memperluas akses pasar, dan meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk halal di masing-masing negara (BPJPH, 2023).
Mendorong Inovasi dalam Sertifikasi Halal
MRA antara BPJPH dan THIDA menjadi langkah penting dalam mengembangkan industri halal. Kesepakatan ini menandakan pengakuan resmi dan saling keberterimaan sertifikat halal antara kedua lembaga, membuka jalur kolaborasi dalam standar sertifikasi. Dengan adanya MRA, produk halal dari Indonesia dan Taiwan dapat diakui tanpa menjalani proses sertifikasi berulang, mempercepat distribusi dan memperluas jangkauan pasar (BPJPH, 2023).
Lebih jauh, MRA ini meningkatkan akses bagi komunitas muslim di Taiwan terhadap produk halal bersertifikat, yang sebelumnya mungkin sulit ditemukan. Selain itu, MRA juga memperkuat kerja sama internasional, menciptakan peluang untuk pertukaran pengetahuan dan praktik terbaik dalam sertifikasi halal. Syamsi Hari Sanusi, Ketua BNSP, menekankan pentingnya kolaborasi ini dalam meningkatkan kompetensi sumber daya manusia di bidang jaminan produk halal. MRA juga berpotensi mendorong inovasi dan pengembangan standar baru dalam sertifikasi,
yang mana THIDA akan menggunakan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) untuk sertifikasi personel mereka, meningkatkan kualitas dan keandalan produk halal (THIDA.org, 2024).
MRA ini juga membuka peluang ekonomi bagi pekerja muslim dari Indonesia yang ingin berkarier di industri halal di Taiwan, memberikan pengalaman berharga yang dapat diterapkan kembali di Indonesia. Dengan demikian, MRA ini tidak hanya bermanfaat bagi produk halal tetapi juga untuk pengembangan ekonomi dan sumber daya manusia di kedua negara (THIDA.org, 2024).
Menavigasi Penerapan MRA
Dalam kerja sama ini, setiap pihak yang terlibat memiliki peran dan kontribusi yang unik. BPJPH bertanggung jawab untuk menetapkan dan mengawasi standar halal di Indonesia, termasuk produk-produk pangan impor dari Taiwan. Sementara THIDA berfokus pada penerapan standar tersebut di Taiwan. Kerja sama ini memungkinkan THIDA untuk mengadopsi dan menerapkan SKKNI, yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas dan keandalan produk halal di Taiwan.
Untuk mengimplementasikan MRA ini secara efektif, strategi yang komprehensif diperlukan. Salah satunya adalah pelatihan intensif dan
sertifikasi bagi tenaga kerja di sektor halal, yang akan dilaksanakan oleh Lembaga Sertifikasi
Profesi Penyelenggara Produk Halal Indonesia (LSP PPHI). Selain itu, penting untuk membangun komunikasi yang solid antara kedua lembaga untuk mengatasi tantangan yang mungkin muncul, seperti perbedaan regulasi dan persepsi masyarakat tentang produk halal, termasuk perbedaan penerapan standar halal. Dengan langkah-langkah ini, MRA diharapkan dapat memberikan dampak positif yang signifikan bagi industri halal di kedua negara, menciptakan ekosistem yang saling menguntungkan (THIDA. org, 2024).
Membangun Masa Depan Industri Halal Indonesia dan Taiwan, Serta Mengatasi Tantangan
MRA antara BPJPH dan THIDA adalah langkah strategis dalam memperkuat industri halal di kedua negara. Kesepakatan ini bukan sekadar formalitas, tetapi komitmen untuk meningkatkan akses pasar, memperluas jaringan distribusi, dan membangun kepercayaan konsumen.
Peluang ekonomi yang dihasilkan dari MRA pun signifikan bagi pekerja muslim dari Indonesia yang ingin berkarier di industri halal
Taiwan. Mereka dapat memperoleh pengalaman berharga yang dapat diterapkan kembali di tanah air guna mendukung pengembangan sektor halal di Indonesia. Selain itu, MRA ini berpotensi mendorong inovasi dalam sertifikasi halal, dengan penerapan standar baru yang lebih relevan dan kompetitif.
Namun, tantangan tetap ada, seperti perbedaan regulasi dan persepsi masyarakat. Oleh karena itu, strategi komunikasi yang efektif dan program pelatihan berkelanjutan sangat penting untuk mengatasi hambatan ini. Dengan pendekatan kolaboratif, MRA diharapkan dapat menciptakan ekosistem halal yang saling menguntungkan, memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat dan industri di kedua negara.
MRA ini mencerminkan komitmen yang kuat antara Indonesia dan Taiwan dalam mengembangkan industri halal, memastikan bahwa produk halal dapat diakses oleh konsumen di kedua negara dengan mudah. Dengan semua potensi dan peluang yang ada, kerja sama ini diharapkan dapat menjadi model bagi negaranegara lain dalam menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang di pasar halal global. (Andika Priyandana) Foto: www.thida.org
Jakarta Halal Expo and Conference (JHEC) 2024 berlangsung dari 30 Agustus hingga 1 September di Jakarta Convention Center (JCC). Kegiatan ini ditujukan bagi para pelaku industri halal dan turut menghadirkan 34 pembicara ternama, termasuk Menteri, pejabat pemerintah, perwakilan dari lembaga halal baik internasional maupun lokal, serta founder, CEO, dan beberapa influencer yang berkaitan dengan industri halal.
Beberapa pembicara utama di Jakarta Halal Expo and Conference (JHEC) 2024 termasuk Dr. Zulkifli Hasan, Dr. H. Sandiaga Uno, Riyanto Sofyan, Dima Djina, Gena Bijaksana, Rachmat Sutarnas Marpaung, dan Mohamed Jinna. Acara ini juga dihadiri duta besar seperti Mr. Nikos Panayiotou (Duta Besar Republik Siprus), Mr. Admiral (Prof.) Jayanath Colombage (Duta Besar Republik Sosialis Demokratik Sri Lanka), dan Mr. Francisco de Asís Aguilera Aranda (Duta Besar Spanyol).
JHEC 2024 mengangkat tema penting antara lain, “Shaping the Future: Strengthening Indonesia’s Trade Policy and Global Partnerships”, “The Future
of the Halal Creative Economy”, “Islamic Economic Engine Post Worldwide Conflict 2023-2024”, dan “Innovating the Halal Food Industry in the Global Market ”. Melalui tema tersebut harapannya dapat memberdayakan komunitas muslim di seluruh dunia untuk mengatasi tantangan saat ini, serta memanfaatkan peluang masa depan dalam ekonomi halal global terutama untuk mendorong kolaborasi, inovasi, dan pertumbuhan berkelanjutan di industri halal.
Selain diskusi, acara ini juga menghadirkan kesempatan terhubung dengan mitra internasional, mendapatkan wawasan dari praktik terbaik global, dan mengeksplorasi peluang pasar baru. JHEC menghadirkan puluhan booth dari berbagai negara. Mulai dari Indonesia, Malaysia, Jepang, Palestina, Uni Emirat Arab, Afrika Barat, Turki, Etiopia, dan New Zealand.
Hal ini sejalan dengan visi diselenggarakannya JHEC 2024, yaitu untuk menjadi katalisator perubahan positif dalam industri halal, serta berkomitmen untuk mendorong pertumbuhan dan inovasi sambil menjunjung tinggi Syariah Islam.
Upaya BPJPH melalui Indonesia
Global Halal Fashion (IGHF) adalah salah satu langkah strategis untuk mendorong penguatan ekosistem tanah air dalam industri fashion halal global. “IGHF lebih dari sekedar mempromosikan produk fashion halal Indonesia ke pasar dunia. Lebih dari itu, IGHF ingin membuktikan bahwa produk halal kita mampu kompetitif secara kualitas di pasar dunia,” kata Kepala BPJPH, Muhammad Aqil Irham, di Jakarta.
IGHF, yang diluncurkan pada Maret 2024 di Indonesia Fashion Week merupakan wadah kolaborasi dalam mendorong pengembangan ekosistem industri fashion halal yang merupakan langkah penting untuk mengantarkan Indonesia sebagai kiblat fashion halal dunia.
Untuk menjadi nomor satu di dunia di sektor fashion halal, Aqil mengatakan bahwa Indonesia harus memperkuat pengembangan ekosistem produk fashion halal dalam negeri secara komprehensif dari hulu ke hilir. Untuk itu perlu dilakukan inovasi penguatan industri
kain halal untuk membangun halal value chain industri fashion halal. Sedangkan promosi fashion halal dilakukan melalui partisipasi IGHF di sejumlah ajang fashion internasional di sejumlah negara, termasuk di London, Milan, dan Paris.
BPJPH maju ke depan untuk membuktikan bahwa pemerintah hadir memfasilitasi pelaku usaha agar produk fashion bersertifikat halal memiliki daya saing dan keunggulan tidak hanya bagi konsumen dalam negeri namun juga bagi konsumen dunia.
Ketua Asosiasi Pengusaha dan Perancang Mode Indonesia (APPMI), Poppy Dharsono, menekankan bahwa IGHF mendukung pengembangan sustainable fashion yang berbasis eco-conscious fabric . Ini menunjukkan bahwa fashion halal Indonesia tidak hanya memiliki potensi ekonomi, tetapi juga selaras dengan upaya mengembalikan ekosistem lingkungan agar seimbang dengan tren fashion, sehingga tidak berdampak buruk bagi lingkungan.
Adapun dari sisi potensi, Poppy juga melihat bahwa pengusaha dan perancang busana di Tanah Air memiliki potensi yang besar untuk berkembang dan bersaing di kancah global. Selain itu, potensi market fashion di dunia begitu besar. Tidak hanya menyasar pasar muslim saja yang saat ini mencapai 1,9 miliar orang di berbagai negara, namun fashion halal saat ini juga telah menjadi perhatian masyarakat dunia yang terus dinamis.
Langkah ini sangat penting bagi Indonesia sebagai negara dengan komunitas muslim terbesar di dunia untuk memimpin dalam sektor fashion halal yang tidak hanya mencakup pasar Muslim, tetapi juga diminati oleh masyarakat global.
Indonesia, menjadi negara pertama yang mewajibkan sertifikasi halal dalam hukum positifnya. Maknanya semua produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal. Namun, tak semua produk terkena kewajiban ini. Berdasarkan sifat, karakteristik maupun pengolahannya terdapat bahan yang telah ditetapkan sebagai bahan halal atau halal positive list of materials. Apa saja bahan yang tidak diwajibkan sertifikasi halal?
Kriteria Bahan dalam SJPH
Tatkala mengurus permohonan sertifikat halal, pelaku usaha harus melampirkan beberapa data dan dokumen, seperti data pelaku usaha, nama dan jenis produk, proses pengolahan produknya, dokumen daftar produk dan bahan yang digunakan, serta dokumen SJPH (Sistem Jaminan Produk Halal).
Pelaku usaha diwajibkan untuk mengimplementasikan SJPH, sebagai jaminan kesinambungan proses produk halal di tempat usaha. Pelaku usaha juga harus mendata bahan apa saja yang digunakan dalam proses produksinya, beserta dokumen pendukung yang menyatakan status kehalalannya. Secara umum bahan yang digunakan bisa saja berasal dari hewan, tumbuhan, mikroba, bahan yang dihasilkan melalui proses kimiawi, proses biologi, atau proses rekayasa genetik.
Kriteria Bahan merupakan salah satu Kriteria SJPH yang diatur dalam Kepkaban BPJPH Nomor 20 Tahun 2023. Kriteria Bahan dalam SJPH didefinisikan sebagai unsur yang digunakan untuk membuat atau menghasilkan produk yang dipersyaratkan. Kriteria Bahan tak hanya mencakup bahan yang digunakan dalam produksi saja, seperti bahan baku (raw material),
bahan tambahan (additive), dan bahan penolong (processing aid), namun juga setiap bahan yang kontak langsung dengan produk saat proses berlangsung. Misalnya kemasan, pelumas, grease, sanitizer , bahan penolong pencucian, hingga media untuk validasi hasil pencucian fasilitas.
Semua bahan yang akan digunakan pada Proses Produksi Halal/PPH, harus merupakan bahan halal yang dibuktikan dengan dokumen sertifikat halal. Terdapat pengecualian jika bahan tersebut bukanlah bahan yang kritis dari aspek kehalalan, atau yang dikenal sebagai halal positive list of materials. Sehingga sederhananya terdapat 2 kategori bahan yaitu bahan yang wajib bersertifikat halal, dan bahan yang dikecualikan dari kewajiban bersertifikat halal.
Bahan yang Dikecualikan dari Kewajiban Bersertifikat Halal
Bahan yang dikecualikan dari kewajiban bersertifikat halal adalah bahan yang tidak kritis dari sisi kehalalannya. Hal ini ditinjau dari karakteristik bahan, sumber bahan, kelaziman proses, keamanan pangan, hingga risiko kontaminasi oleh bahan tidak halal. Bahan tersebut dinyatakan sebagai positive list dan tidak perlu disertifikasi halal.
Sebagai pedoman dan kepastian hukum, pemerintah telah menetapkan bahan-bahan yang tak perlu disertifikasi halal. Ketentuan tersebut
terdapat dalam Keputusan Menteri Agama
Nomor 1360 Tahun 2021, yang membaginya ke dalam 3 kategori:
1. Bahan berasal dari alam berupa tumbuhan dan bahan tambang tanpa melalui proses pengolahan.
Bahan alam yang dimaksud mencakup sumber yang berasal dari tumbuhan, hewan non sembelihan, hasil fermentasi mikroba, dan air alam. Keempat bahan tersebut harus diolah tanpa proses pengolahan lebih lanjut, atau diolah secara fisik saja, dan tanpa adanya penambahan bahan penolong, bahan tambahan, ataupun bahan lainnya. Sehingga tidak ada risiko kontaminasi bahan syubhat dan haram dalam prosesnya.
Sebagai contoh pada kategori bahan asal tumbuhan adalah produk sayuran dan buah-buahan segar, yang biasanya tanpa pengolahan atau hanya pencucian saja. Kacang-kacangan kering, kelapa parut kering (desiccated coconut), dan rumput laut kering juga termasuk kategori ini yang diolah dengan proses fisik berupa pengeringan. Total terdapat 34 jenis bahan/produk pada kategori ini.
Contoh sumber hewan non sembelihan, adalah susu segar ( fresh milk) dan telur segar.
Produk ikan air laut/tawar/payau baik dalam kondisi segar, maupun dengan proses fisik seperti dibekukan, dikeringkan, ataupun diasinkan, belalang segar/dikeringkan, dan malam kuning (yellow bees wax) atau malam putih (white bees wax), juga masuk pada kategori ini.
Produk tape (ketan/singkong), oncom merah, oncom hitam, dadih (fermented buffalo milk) dan tempe, merupakan contoh produk fermentasi mikroba. Sedangkan Air yang berasal dari mata air/air tanah langsung, air injeksi, dan es batu, merupakan contoh dari bahan yang berasal dari air alam.
2. Bahan yang dikategorikan tidak berisiko mengandung bahan yang diharamkan.
Bahan yang dimaksud pada kategori ini adalah selain dari bahan alam pada kategori pertama, dan juga bukan merupakan bahan dan produk kimia hasil penambangan atau sintesis anorganik dan organik. Contoh untuk kategori ini mencakup aneka jenis kasa pembalut, kapas murni, polimer berbasis selulosa, selulosa, dan polimer sintetik.
3. Bahan yang tidak tergolong berbahaya serta tidak bersinggungan dengan bahan haram.
Bahan yang masuk pada kategori ini merupakan bahan kimia yang dapat diperoleh
melalui dua cara. Pertama dari sumber alami hasil penambangan dan/atau proses pemurnian bahan alam seperti batu bara, garam (Natrium klorida), dan zeolite yang biasa digunakan pada penjernihan air. Kedua merupakan hasil sintesis dari senyawa anorganik dan organik. Bahan yang masuk pada kategori hasil sintesis ini merupakan bahan yang paling banyak dalam positive list . Total terdapat 4038 jenis bahan produk sintesis yang masuk ke dalam positive list . Contohnya Asam mefenamat yang dikenal luas sebagai obat anti nyeri, pemanis buatan Sakarin, pengawet makanan Natrium benzoate, serta antioksidan Propil galat dan Natrium bisulfit.
Jika pelaku usaha menggunakan salah satu dari positive list tersebut dalam proses produksinya, maka tidak dibutuhkan lagi dokumen sertifikat halal. Pelaku usaha bisa langsung memasukkan bahan tersebut ke dalam daftar bahan dan menggunakannya.
Positive List of Materials, Bentuk Kemudahan Sertifikasi Halal
Pada dasarnya Allah SWT telah membolehkan manusia memanfaatkan segala sesuatu (benda) yang ada di dunia ini, dan mengecualikan sebagian kecil melalui nash secara khusus. Dengan kata lain hukum asal benda adalah ibahah (boleh), adapun jika terdapat dalil yang mengharamkannya maka benda tersebut dihukumi haram dimanfaatkan. Ini menunjukkan keluasan pandangan Islam dalam masalah halal dan haram suatu benda, karena jenis yang diharamkan jauh lebih sedikit jumlahnya.
Tak dipungkiri perkembangan dan inovasi teknologi dalam industri pangan, manufaktur, bioteknologi dan lainnya telah banyak
menghasilkan produk baru yang bermanfaat bagi manusia. Bukan tidak mungkin jumlahnya akan terus bertambah seiring dengan perkembangan zaman. Status halal atau haram dari produk baru tersebut perlu ditetapkan oleh para ulama dan para ahli di bidangnya, sehingga jelas statusnya apakah halal atau haram untuk digunakan.
Pengelompokan bahan berdasarkan wajib tidaknya untuk disertifikasi halal, dibuat dengan mempertimbangkan kesederhanaan pada saat proses sertifikasi halal produk. Jika suatu bahan atau produk diketahui bersumber dari bahan alam yang tidak haram, dan diproses dengan suatu teknologi yang terbukti tidak melibatkan penggunaan bahan haram, maka ditetapkan sebagai bahan halal dan tidak perlu disertifikasi halal.
Proses sertifikasi halal suatu produk memang bukan hal yang sederhana, namun juga tidak bisa dibilang sulit. Pelaku usaha perlu mempersiapkan persyaratan yang diperlukan, di antaranya dokumen terkait daftar bahan, dan sertifikat halal dari masing-masing bahan tersebut. Jika pada prosesnya pelaku usaha menggunakan bahan yang masuk ke dalam positive list, tentu proses pembuatan daftar bahan akan jauh lebih sederhana, karena tak perlu lagi melengkapi sertifikat halalnya. Pelaku usaha bisa fokus pada bahan lainnya yang wajib dilengkapi dengan sertifikat halal. Adanya halal positive list ini tak hanya saat membantu saat pembuatan daftar bahan, namun juga saat pelaku usaha akan menyeleksi bahan baru hingga saat proses penerimaan bahan.
Di sisi lain hal ini juga mempermudah lembaga pemeriksa halal (LPH) ketika menelaah pendaftaran sertifikasi halal dan penetapan biaya, serta membantu auditor tatkala memverifikasi dokumen sertifikasi halal. Harapannya proses sertifikasi halal akan lebih efisien dan efektif, baik dari sisi waktu maupun pembiayaan. (Anidah)