

Alhamdulillah majalah HALAL REVIEW edisi Agustus telah hadir di tengah pembaca. Edisi ini bertepatan dengan perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-79. Untuk itu pada kesempatan ini, redaksi HALAL REVIEW mengucapkan Dirgahayu Republik Indonesia ke-79. Semoga semangat juang para pahlawan tetap menginspirasi kita untuk terus berkarya demi Indonesia yang lebih baik.
Pembaca budiman, majalah HALAL REVIEW edisi Agustus mengulas tentang kebijakan baru pemerintah terkait dengan sertifikat halal luar negeri (SHLN), sebagai topik utama. Topik ini menarik karena pemerintah mewajibkan produk bahan baku makanan impor yang telah memiliki SHLN untuk diregistrasi di Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) terlebih dahulu sebelum diedarkan di pasar Indonesia. Sebelumnya importir bahan baku makanan cukup menggunakan SHLN dari negara setempat untuk mengedarkan produknya ke pasar Indonesia.
Dalam topik utama diulas bagaimana kebijakan baru ini memberikan manfaat bagi pelaku usaha, kemudian bagaimana kesiapan pelaku usaha menghadapinya, apa saja tantangan dan kendala yang dihadapi pelaku usaha, serta apa harapan pelaku usaha terhadap penerapan kebijakan ini. Mengingat tidak lama lagi wajib halal bagi industri makanan dan minuman akan diberlakukan, yakni pada Oktober 2024. Selain itu, diulas juga bagaimana kesiapan beberapa perusahaan importir makanan untuk menghadapi era wajib halal, serta bagaimana strategi perusahaan menjaga keberlangsungan produk halalnya.
Selain topik utama, kami juga menyajikan topik lain yang tak kalah menarik. Topik tersebut diantaranya KH Sholahudin Al Aiyub, salah satu tokoh yang berperan besar dalam kebijakan halal di Indonesia. Selain itu menarik disimak ulasan tentang Rambu-Rambu Pemasaran Produk Halal. Topik berikutnya adalah Halal Lifestyle yang mengulas Arie Untung, seorang artis yang menjadikan halal sebagai komitmen dalam kehidupannya. Semoga bermanfaat.
Anang Ghozali Editor in Chief
PEMIMPIN UMUM
PEMIMPIN REDAKSI
REDAKTUR AHLI
Evrin Lutfika
Anang Ghozali
Prof. Irwandi Jaswir, M.Sc., Ph.D.v
Prof. Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc.
Dr. Wahyu T. Setyobudi, MM., ATP., CPM.
Ir. Nur Wahid, M.Si Purwono, S.IP
HALAL REVIEW
@HALALREVIEW_
REVIEW
REDAKTUR
Audia Ari Anidah
Mohammad Andika Priyandana Syauqi Ahmad
SEKRETARIS REDAKSI RISET
Tiara Aprilia Rizky
Fachruddin Putra Jaya
FOTOGRAFER DESAIN & LAYOUT
KEUANGAN IT
PEMASARAN
Tri Hadi Prayitno
Novia Putri Sari
Feby Sabrina Agisna Gusti Ainun
Dinda Yunita
Berlian Dwi Ayu
M. Risal Abdilah
Diterbitkan oleh IHATEC Publisher (PT Insan Halal Cendekia)
Alamat:
Bogor Icon Central Office Lt. 3, Bukit Cimanggu City, Jl. Sholeh Iskandar No.1, Cibadak, Tanah Sareal, Bogor 16168
+62811-1145-060 (Whatsapp)
E-Mail : publisher@ihatec.com ISSN 3032-1964
Majalah HALAL REVIEW mengulas tentang potensi halal dalam pengembangan bisnis di pasar Indonesia maupun pasar global, untuk memberikan informasi dan inspirasi bagi pembaca maupun pelaku bisnis dalam menangkap peluang potensi pasar halal dan terbit satu bulan sekali.
Majalah ini dapat diperbanyak sebagian atau seluruhnya untuk kepentingan pendidikan dan non komersial lainnya dengan tetap mencantumkan sumbernya.
Jadi Penghambat atau Peluang ?
Produk dan bahan baku makanan asal luar negeri diharuskan untuk registrasi sertifikasi halal terlebih dahulu di BPJPH. Kebijakan ini tentunya akan bermanfaat bagi konsumen Indonesia dan pelaku usaha pangan. Namun di sisi lain importir belum siap dengan kebijakan ini.
TOP Halal Award
Apresiasi Kepada
Merek-Merek Halal
Terbaik Di Indonesia
Tantangan Kewajiban
Sertifikasi Halal Produk Impor
No Halal, No Business!
Belum Sepenuhnya Siap Wajib
Registrasi Sertifikat Halal Luar Negeri
Dorong Industri Pangan
Hadirkan Produk Halal Inovatif
Strategi PT Indoguna Utama
Menghadapi Era Wajib Halal
Peran KH Sholahudin Al Aiyub dalam Kebijakan Halal di Indonesia
HALAL STRATEGY
Rambu-Rambu Pemasaran Produk Halal
HALAL ISSUE
Jasa Logistik Halal, Syarat Mutlak dalam Ekosistem Halal
HALAL CORPORATE
Niat Baik, Hasil Baik
HALAL CORPORATE
Punya 1.500 Produk Halal
HALAL UPDATE
Baru 1,5 Persen Pedagang Bakso Bersertifikat Halal, Penggilingan Jadi Kendala
Surabaya Halal Festival (SHF) 2024 “Sustainable Halal Towards a Future”
Halal Fair Jakarta 2024 08
HALAL GLOBAL
Kerja Sama untuk Menjamin Ketersediaan Produk Halal Global
HALAL LIFESTYLE
Halal Bukan Sekedar Label, Tapi Sebuah Komitmen
Melalui penuturannya, kita bisa mengetahui bagaimana kontribusi signifikan KH Sholahudin Al Aiyub dalam membentuk standar halal di Indonesia dan internasional.
Sertifikasi halal adalah elemen vital dalam kehidupan umat Islam. Sertifikasi ini memberikan jaminan bahwa produk yang dikonsumsi atau digunakan sesuai dengan syariat Islam, sehingga memberikan rasa aman dan nyaman bagi umat. Di Indonesia, sertifikasi halal tidak hanya berfungsi sebagai pedoman konsumsi, tetapi juga menjadi standar yang meningkatkan daya saing produk, baik di pasar domestik maupun internasional.
KH Sholahudin Al Aiyub, Ketua MUI Bidang Ekonomi Syariah dan Halal, memainkan peran penting dan signifikan dalam mengembangkan dan mempromosikan standar halal di Indonesia dan dunia. Beliau dikenal sebagai tokoh yang memiliki visi dan dedikasi tinggi dalam memperkuat implementasi kebijakan halal.
“Sertifikasi halal bukan sekedar label, melainkan bentuk tanggung jawab kita terhadap umat,” ujar Sholahudin.
Sholahudin turut berperan dalam perumusan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk penyembelihan dan standar halal lainnya. SNI menjadi pedoman baku yang mengatur proses produksi hingga distribusi produk halal di Indonesia. “Kami berusaha memastikan setiap tahap proses produksi, antara lain penyembelihan, memenuhi syariat Islam,” kata Sholahudin.
Kolaborasi antara Majelis Ulama Indonesia (MUI), industri, dan akademisi menjadi kunci sukses dalam penyusunan SNI. Keterlibatan berbagai pihak ini memastikan standar yang dihasilkan tidak hanya memenuhi aspek agama, tetapi juga praktis dan dapat diterapkan oleh industri. Pengaruh SNI dalam sertifikasi halal sangat besar, karena menjadi salahsatu acuan dalam penilaian kehalalan produk.
Sebagai bagian dari MUI, Sholahudin berperan penting dalam merumuskan dan
menyebarluaskan fatwa halal. MUI menjaga kehalalan produk melalui fatwa yang mereka keluarkan. Usaha untuk menyamakan standar dengan lembaga halal internasional juga menjadi fokus MUI. Pengakuan standar MUI oleh lembagalembaga halal di luar negeri menunjukkan keberhasilan usaha ini. Standar yang diterapkan MUI telah diakui dan diterima oleh banyak negara, sehingga produk bersertifikat halal dari Indonesia dapat dengan mudah menembus pasar internasional.
Sholahudin juga aktif dalam bidang ekonomi syariah. Beliau berperan dalam berbagai lembaga keuangan syariah, memastikan bahwa prinsipprinsip syariah diterapkan dengan baik dalam sektor ekonomi. “Ekonomi syariah bukan hanya
tentang transaksi keuangan, tetapi juga tentang etika dan keadilan,” kata Sholahudin.
Kolaborasi MUI dan BPJPH dalam Kebijakan Halal
Dalam proses sertifikasi halal, MUI berfokus pada penetapan kehalalan produk melalui fatwa dan standar halal. Sebelum adanya BPJPH, MUI menangani proses sertifikasi halal mulai dari pemeriksaan bahan hingga proses administratif. “MUI tetap menjadi lembaga yang menetapkan kehalalan produk, memastikan setiap detail proses memenuhi standar syariah yang ketat,” kata Sholahudin.
Fatwa halal tetap berada di tangan MUI untuk menjaga kepastian hukum. “Kenapa fatwa masih
Drs. K.H. Sholahuddin Al Aiyub, M.Si - Ketua Majelis Ulama Indonesia
tetap di MUI? Karena memang dalam hal fatwa, kalau dibuka ruang selain dari MUI, jadi nanti ada ketidakpastian hukum. Karena bisa jadi lembaga lain mengatakan hukumnya A, di MUI mengatakan hukumnya B. Maka untuk kepastian hukum, penetapan fatwanya itu tetap ada di Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia,” jelas Sholahudin.
Sejak 2017, BPJPH mengambil alih peran administrasi dalam proses sertifikasi halal, dengan tetap melibatkan MUI dalam penetapan fatwa halal. BPJPH bertanggung jawab mengelola seluruh proses administratif dari pendaftaran hingga penerbitan sertifikat halal. “BPJPH bertujuan untuk mempermudah dan menyederhanakan proses sertifikasi halal bagi pelaku usaha,” ujar Sholahudin.
Kolaborasi antara BPJPH dan MUI penting untuk memastikan bahwa aspek substantif dan administratif dari sertifikasi halal berjalan selaras. MUI tetap berperan dalam kehalalan, sementara BPJPH mengurus aspek administratif. Sinergi ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam penerapan kebijakan halal di
Indonesia, memberikan kepastian dan keamanan bagi konsumen muslim.
Dengan adanya BPJPH, proses sertifikasi halal di Indonesia menjadi lebih terstruktur dan transparan, memudahkan pelaku usaha dalam memenuhi persyaratan halal.
Barang-Barang yang Tidak Wajib Disertifikasi Halal
Tidak semua produk di Indonesia wajib memiliki sertifikat halal. Produk-produk yang jelas halal atau haram berdasarkan bahan bakunya tidak memerlukan sertifikasi. “Ada beberapa produk yang tidak memerlukan sertifikat halal karena kehalalannya sudah jelas,” kata Sholahudin. Ini termasuk makanan yang tidak melalui proses penyembelihan, seperti buah-buahan dan sayuran, serta produk non konsumsi seperti alat tulis dan pakaian.
Barang-barang yang sudah jelas status kehalalannya atau haramnya berdasarkan bahan baku yang digunakan tidak memerlukan sertifikasi halal. Produk-produk seperti ini sudah dipahami oleh konsumen muslim sehingga
tidak membutuhkan verifikasi tambahan. “Produk-produk yang tidak memerlukan sertifikat halal adalah yang tidak memerlukan proses lebih lanjut yang bisa meragukan kehalalannya,” tambah Sholahudin.
Pengecualian ini dibuat untuk menyederhanakan proses sertifikasi dan fokus pada produk-produk yang memang memerlukan verifikasi lebih mendalam untuk memastikan kehalalannya.
Tantangan Penerapan
Kebijakan Halal
Kebijakan halal di Indonesia bertujuan melindungi umat Islam dari konsumsi produk haram, dan memastikan bahwa produk yang dikonsumsi sesuai dengan syariat Islam. “Kebijakan ini adalah bentuk tanggung jawab kita untuk menjaga kesucian konsumsi umat Islam,” kata Sholahudin. Namun, penerapan kebijakan ini menghadapi berbagai tantangan, termasuk biaya dan proses administrasi yang harus dilalui oleh pelaku usaha.
Tantangan dalam penerapan kebijakan halal sering kali berkaitan dengan biaya tinggi dan proses sertifikasi yang rumit. Hal ini terutama dirasakan oleh pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah Indonesia telah mengambil inisiatif untuk menyederhanakan proses dan mengurangi biaya sertifikasi halal. “Kami berusaha untuk membuat sertifikasi halal lebih terjangkau dan mudah diakses oleh semua pelaku usaha,” jelas Sholahudin. (Andika Priyandana)
Meriang, begitulah sebutan bagi perasaan tidak enak badan yang sering muncul ketika kecapean atau kena cuaca yang tidak bersahabat. Dikata sakit tapi tidak terlalu, dikata sehat tidak juga, karena aktivitas sedikit banyak terganggu.
Dulu, ketika masih usia SD, saya senang sekali menunggu saat-saat meriang ini. Terkesan aneh bukan? Namun dalam kerangka pandang anak usia 10 tahunan waktu itu, meriang memang suatu kemewahan terselubung. Bayangkan suatu pagi, ketika orang tua dan saudara-saudara tetiba memperhatikan kita. Dilarang sekolah, bahkan disuruh berleha-leha, istirahat di atas kasur ditemani komik. Kegiatan yang tidak mungkin dilakukan di hari normal ketika sehat. Selain itu, hanya di hari merianglah saya bisa mendapat susu kental manis hangat yang sangat jarang dibelikan di hari biasa.
Susu kental manis (SKM) sejak dulu kami percayai memiliki manfaat yang ajaib untuk menyembuhkan. Apapun sakitnya, susu kental manis hangat jawabannya. Tentu karena susu memang memiliki protein tinggi, dan zat-zat bergizi lain yang entah bagaimana menyebutnya. Dalam pemasaran, sesuai pendekatan Hawkins & Motherbaugh kita menamainya iconic rote , yaitu proses asosiatif yang tumbuh karena pengulangan terus-menerus, tanpa konsumen berusaha memahami jalur logikanya.
Sekian puluh tahun berlalu, baru pada tahun 2018, BPOM mengeluarkan 4 larangan untuk produk SKM, termasuk himbauan untuk menghilangkan kata “Susu” dalam SKM. Ditunjukkan dalam kesempatan itu bahwa kandungan susu hanya mulai 8%, sementara kandungan gulanya bisa melebihi 50%. Rasanya kaget dan tertampar. Ternyata selama ini, yang
kami konsumsi adalah gula dengan perasa susu. Campur aduk rasanya, dan mulai saat itu saya berjanji tidak akan memberikannya pada anak kami.
Ini adalah salah satu contoh kegiatan komunikasi pemasaran yang tidak komplit dan cenderung missleading. BPOM menemukan bahwa iklan SKM sebelumnya, sering menggunakan anak-anak dan seakan-akan memberi kesan bahwa SKM bisa menggantikan susu. Ini tentu berbahaya karena spesifikasi SKM tidak memenuhi syarat, dan konsumsi gula berlebih bisa berbahaya bagi tumbuh kembang anak-anak. Halalan thoyyiban sebagai basis konsumsi produk bagi kaum muslimin harus dilaksanakan secara menyeluruh. Halal sebagai syarat mutlak, dan thoyyib (baik) dalam akibat, jangka panjang maupun jangka pendek sebagai syarat perlu.
Dalam tulisan ini, saya hendak menekankan bahwa kehalalan bukan hanya diperlukan untuk produk saja, namun juga cara pemasaran yang mengantarkan produk tersebut ke tangan konsumen. Saya menawarkan pendekatan yang terdiri dari 4 prinsip dan 6 rambu-rambu pemasaran agar sesuai dengan kaidah produk halal.
Pertama fondasi dari pemasaran produk halal adalah prinsip-prinsip utama muamalah yang
dicontohkan oleh Rasulullah SAW dalam berdagang. Beliau dikenal sebagai Al-amin bukan tanpa sebab. Dalam menjalankan perdagangan, selalu berpegang pada prinsip beneficial , atau menjamin barang yang dijual memberikan manfaat kepada pelanggan. Sebaik-baik kamu adalah yang paling bermanfaat, demikian beliau berpesan kepada kita, untuk selalu menakar manfaat produk setiap saat.
Kedua prinsip fairness atau keadilan. Perniagaan yang baik adalah yang saling menguntungkan dan tidak mengambil manfaat dari ketidaktahuan pihak lain. Prinsip lain yang juga penting adalah transparency atau keterbukaan. Rasulullah pernah menegur pedagang kurma yang meletakkan kurma basah di bawah sementara kurma kering di atas untuk menipu pelanggannya. Berikutnya adalah prinsip mutual concent dimana seluruh pihak melalukan transaksi secara sukarela dalam kondisi informasi yang terbuka.
Berlandaskan pada keempat prinsip tersebut, maka muncullah beberapa rambu-rambu yang perlu diperhatikan oleh rekan-rekan pemasar semua. Pertama holistic information, yaitu komunikasi pemasaran yang holistik, menyeluruh, dengan tujuan memberikan pemahaman penuh atas produk dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Informasi perlu diberikan kepada konsumen yang tepat sesuai dengan peran pembeliannnya.
Berikutnya adalah inclusive, yaitu memfasilitasi seluruh kalangan dapat memiliki akses terhadap informasi dan pembelian produk. Produk halal hakekatnya juga dapat masuk ke pasar yang lebih luas karena sifatnya yang ethical. Ketiga adalah avoiding missleading message , pesan yang sengaja dirancang untuk memberikan persepsi keliru atas produk. Tidak bisa disalahkan, namun juga tidak bisa dibenarkan. Pesan missleading biasanya legal, dan tertib hukum, namun cela dalam etika.
Rambu-rambu keempat yang bisa kita berikan adalah avoiding slander , atau menghindari pesan yang menjelekkan, bahkan memfitnah produk pesaing. Islam mengajarkan konsep rejeki di mana setiap makhluk sudah mendapat bagiannya sendiri dan tidak akan tertukar. Oleh karenanya, berfokuslah pada membangun manfaat dan basis pelanggan yang loyal dibanding berusaha menjatuhkan produk pesaing. Bahkan dalam konsep manajemen modern, Adam Brandenburger dari Harvard Business School mengenalkan istilah co-opetition atau colaboration plus competition. Suatu keadaan ketika pesaing saling berkolaborasi dalam menumbuhkan industri, tapi tetap bisa bersaing dengan baik untuk menguatkan posisi masingmasing.
Kemudian rambu kelima adalah respect and protect women . Sudah jamak menjadi pengetahuan umum, bahwa pemasaran sering mengeksploitasi perempuan untuk menarik pelanggan. Lihat saja pameran otomotif, dimana setiap display mobil sebagian besar juga memasang perempuan sebagai penarik perhatian. Padahal peran perempuan dalam Islam sangat dijunjung tinggi. Bahkan salah satu poin pidato terakhir Baginda Rasul yang
dipesankan pada kaum muslim adalah untuk melindungi dan menghormati perempuan. Untuk itu, tentu tidak ada cara yang instan. Perlu kreativitas untuk bisa memoles produk dengan baik, memberikan informasi dan edukasi bagi pelanggan yang berkualitas. Rambu terakhir yang perlu kita perhatikan adalah penghormatan pada privacy pelanggan . Terkadang karena terlalu semangat, para pemasar sedikit melampaui batas, mengganggu pelanggan di saat yang tidak tepat. Bahkan waktu bertamu pun diatur dalam Al Quran. Selain itu penggunaan datadata pelanggan yang diambil tanpa izin juga sebaiknya tidak dilakukan.
Demikian, sekali lagi perlu ditekankan bahwa memasarkan produk halal, mesti dibarengi dengan cara yang baik. Banyak yang berpendapat bahwa dengan cara tersebut makin sulit untuk mendapatkan peluang laku atau terjadinya sales. Hal ini benar, jika yang dimaksudkan adalah sales yang instan. Namun jika kita melebarkan cara pandang hingga ke jangka panjang, maka praktek pemasaran yang halal justru akan membangun trust, yang pada akhirnya meletakkan fondasi yang kokoh bagi keberlanjutan produk kita. Salam sukses pembaharu.
Menteri Perekonomian, Sandiaga Uno
Memberikan Sambutan di Top Halal Award 2023
Di era modern seperti sekarang ini, konsep halal tidak lagi sebatas prinsip religius bagi umat muslim dalam memilih makanan dan minuman. Halal kini juga telah merambah menjadi bagian dari gaya hidup ( lifestyle ), termasuk bagi nonmuslim. Hal ini karena halal juga dipersepsikan sebagai sesuatu yang sehat, bersih, dan aman untuk dikonsumsi.
Permintaan akan produk halal di seluruh dunia pun terus meningkat. Terlihat dari pesatnya pertumbuhan industri halal yang tak terbatas pada sektor makanan dan minuman, namun juga kosmetik, farmasi, hingga pariwisata.
Indonesia, sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, memiliki potensi besar untuk memperkuat posisinya sebagai pusat produsen halal global. Kebijakan penerapan kewajiban sertifikasi halal bagi seluruh produk yang beredar di Indonesia akan mulai berlaku pada Oktober 2024 mendatang. Kebijakan ini dikenal dengan nama WHO, Wajib Halal Oktober, yang diharapkan mampu mendukung pengembangan industri halal di Indonesia serta menjamin kehalalan produk yang beredar di pasaran.
Dalam rangka mengapresiasi merek-merek halal dengan performa terbaik, IHATEC Marketing Research, sebuah lembaga survei independen, menyelenggarakan acara Top Halal Award. Acara ini bertujuan untuk memberikan penghargaan kepada merek-merek halal yang dipersepsi ‘TOP’ oleh milenial Indonesia, baik dari sisi awareness merek halal, proses produksi, bahan baku, serta kemasan.
Top Halal Award bertujuan untuk membantu perusahaan bersaing di pasar global dan meningkatkan daya tarik produk atau jasa mereka. Selain itu, penghargaan Top Halal Award ini mendorong perusahaan untuk menjadikan halal sebagai penguat brand ( unique selling proposition). Dari sisi konsumen, Top Halal Award berfungsi sebagai referensi untuk memilih merek halal yang tersedia di pasaran sehingga dapat membantu pengambilan keputusan pembelian.
Acara Top Halal Award telah diselenggarakan sejak tahun 2022 sehingga tahun ini menandai penyelenggaraan yang ke-3. Sejak pertama kali
digelar, puluhan merek pemenang dari berbagai kategori telah berpartisipasi dalam acara ini.
Beberapa di antaranya termasuk merek ABC, Aice, Aqua, Bango, Bimoli, Coca-Cola, Esteh Indonesia, Inaco, Kacang Garuda, Kanzler, Kopi Kenangan, Lux, Masako, McDonald’s Indonesia, Molto, Oriflame, Regal, Rinso, Royco, Sajiku, SGM, Sunlight, Wall’s, dan Waroeng Steak & Shake dan lainnya.
Penentuan pemenang Top Halal Award didasarkan pada hasil survei Top Halal Index. Top Halal Index adalah survei tahunan yang dilakukan oleh IHATEC Marketing Research untuk mengukur tingkat persepsi milenial Indonesia terhadap merek halal. Selain itu, survei ini juga menggali sikap dan perilaku milenial Indonesia terhadap produk halal, dengan tujuan memahami seberapa penting label halal sebagai pertimbangan dalam memilih dan menggunakan produk atau jasa. Untuk menentukan merek yang mendapatkan predikat Top Halal Award, indeks merek harus berada di atas rata-rata kategori dan termasuk dalam 3 peringkat teratas.
Keunggulan Top Halal Award
Bagi merek yang berpartisipasi dalam Top Halal Award, IHATEC Marketing Research akan memberikan hak lisensi untuk menggunakan logo penghargaan ini. Logo tersebut dapat digunakan dalam berbagai bentuk komunikasi, baik Above The Line (ATL), Below The Line (BTL), maupun di media sosial. Logo Top Halal Award memiliki
keunggulan-keunggulan yang yang dapat mendukung perkembangan bisnis perusahaan.
Kredibilitas, pemenang ditentukan melalui wawancara langsung dengan konsumen sehingga memberikan hasil yang akurat dan terpercaya. Keunggulan ini memperkuat posisi merek di mata konsumen.
Eksposur, penggunaan logo Top Halal Award pada berbagai media promosi dan kemasan produk dapat meningkatkan visibilitas dan daya tarik brand di pasar yang semakin kompetitif.
Kepercayaan, logo Top Halal Award yang ditampilkan pada kemasan produk juga dapat membangun kepercayaan konsumen sehingga meningkatkan reputasi dan loyalitas merek.
Preferensi , penghargaan Top Halal Award mendorong konsumen untuk memilih produk dengan label halal yang terbaik. Pada akhirnya meningkatkan peluang penjualan yang lebih besar bagi perusahaan.
Top Halal Index 2024
Tahun ini IHATEC kembali melakukan survei tahunan Top Halal Index 2024. Tahun ini Survei Top Halal Index dilakukan di bulan Juni dengan melibatkan 1.700 responden milenial yang tersebar di 6 kota besar Indonesia, yaitu Balikpapan, Jakarta, Makassar, Medan, Semarang, dan Surabaya. Responden dalam survei ini tidak hanya kalangan muslim, tetapi juga non muslim, dengan rentang usia antara 20 hingga
39 tahun, dan tingkat pengeluaran bulanan minimal Rp1.500.000,00 (tidak termasuk cicilan rumah, mobil/motor, asuransi, dan lainnya).
Data dikumpulkan menggunakan metode purposive random sampling, di mana wawancara dilakukan secara langsung (face-to-face interview). Wawancara tersebut dilakukan oleh puluhan interviewer yang tersebar di berbagai kota.
Selain berfungsi sebagai penentu pemenang
Top Halal Award, survei Top Halal Index juga memiliki beberapa tujuan berikut:
• Memahami perilaku pasar di segmen milenial
• Menentukan strategi yang tepat
• Menciptakan loyalitas merek
Menteri Perekonomian, Sandiaga Uno Memberikan Penghargaan Kepada Pemenang Top Halal Award 2023
• Mengidentifikasi perbaikan untuk memperkuat merek halal di segmen milenial
Dari survei ini, merek juga dapat memperoleh laporan lengkap yang mencakup informasi seperti:
1. Persepsi dan perilaku konsumen
2. Brand Performance
3. Advanced Analysis
• Conversion rate
• Brand switching analysis
• Brand diagnostic
• Media Habits
4. Top Halal Index
Pada tahun ini, survei Top Halal Index mencakup sebanyak 119 kategori, yang terbagi dalam 5 kategori utama, yaitu (1) produk makanan & minuman, (2) perawatan pribadi & perawatan rumah, (3) produk kecantikan & perawatan wajah, (4) restoran, dan (5) wisata halal yang mencakup kategori hotel, destinasi wisata dan biro perjalanan (travel agent).
Dari hasil Top Halal Index ini, kemudian ditentukan merek-merek halal yang memenangkan Top Halal Award 20204. Tahun ini Top Halal Award 2024 akan diselenggarakan pada bulan Oktober, berdekatan dengan penerapan kebijakan WHO. Dengan adanya penghargaan ini diharapkan dapat turut mendukung kebijakan pemerintah mengenai kewajiban halal yang mulai berlaku pada Oktober 2024.
Produk dan bahan baku makanan asal luar negeri diharuskan untuk registrasi sertifikasi halal terlebih dahulu di BPJPH. Kebijakan ini tentunya akan bermanfaat bagi konsumen Indonesia dan pelaku usaha pangan. Namun di sisi lain importir belum siap dengan kebijakan ini.
Indonesia merupakan negara dengan potensi pasar yang sangat besar untuk industri makanan. Industri ini setiap tahunnya terus meningkat dan berperan besar dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Berdasarkan data yang ada, pada tahun 2023 industri makanan menyumbang sekitar 34% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dalam sektor industri pengolahan. Maka tak heran jumlah pelaku usaha di industri ini sangat banyak, mulai dari usaha kecil hingga skala besar. Pelaku usahanya tidak saja perusahaan nasional, tetapi juga banyak perusahaan multinasional atau luar negeri.
Sebagai industri yang menghasilkan produk yang dikonsumsi masyarakat, industri makanan menjadi prioritas pertama yang dikenakan wajib halal. Tahun 2024 adalah tahun wajib halal bagi industri makanan dan minuman. Kebijakan ini dikeluarkan karena Pemerintah perlu menjaga kehalalan produk makanan yang beredar di Indonesia, mengingat sebagian besar konsumen Indonesia adalah konsumen muslim. Pemberlakukan wajib halal tidak saja untuk produk makanan jadi (ritel), tetapi juga untuk bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong, dan hasil sembelihan, baik yang berasal dari lokal maupun impor.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2021 pasal 127, semua produk, bahan
baku, bahan tambahan, bahan penolong dan hasil sembelihan yang
sudah memiliki Sertifikat
Halal Luar Negeri (SHLN), perlu melakukan registrasi SHLN di Badan Penyelenggara
Jaminan Produk Halal (BPJPH). Alhasil, sebelum diperdagangkan di pasar Indonesia, importir perlu melakukan registrasi
SHLN dari setiap produk yang diimpornya. Sebelumnya untuk produk impor bahan baku makanan cukup menggunakan SHLN tanpa ada registrasi sertifikasi halal di BPJPH, atau bisa menggunakan dokumen lain semisal flowchart jika produk impor bukan bahan kritis.
Perlu dicatat, registrasi hanya bisa dilakukan jika SHLN diterbitkan oleh Lembaga Halal Luar Negeri (LHLN) yang telah melakukan kerjasama dengan BPJPH, atau perjanjian pengakuan bersama (mutual recognition agreement ). Bagi importir yang belum memiliki SHLN dari LHLN yang telah MRA dengan BPJPH, harus melakukan sertifikasi halal produknya melalui jalur reguler di BPJPH.
Tanggapan Pelaku Usaha Terhadap Kebijakan SHLN
Kebijakan registrasi SHLN tentunya sangat baik bagi kepentingan konsumen muslim Indonesia. Melalui kebijakan ini produk makanan impor yang diperdagangkan di pasar Indonesia sudah terjamin kehalalannya. Kebijakan ini juga sangat baik bagi pelaku usaha yang ingin memperluas pasarnya di Indonesia, di tengah tuntutan konsumen Indonesia yang semakin peduli tehadap produk makanan halal. Banyak perusahaan yang mengakui bahwa kebijakan wajib halal sebagai peluang besar untuk berkembang, terutama di pasar Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. “Pasar halal adalah peluang emas bagi kami. Dengan semakin ketatnya regulasi halal, kepercayaan konsumen terhadap
produk kami juga meningkat,” kata Juard Effendi, Direktur PT Indoguna Utama.
Lalu bagaimana kesiapan pelaku usaha menghadapi kebijakan baru tersebut? Bagi pelaku usaha impor, kebijakan registrasi SHLN ke BPJPH menjadi tantangan sendiri. Diketahui bahwa saat ini baru tercatat 37 LHLN yang sudah menandatangani MRA dengan BPJPH. Sementara ada 109 LHLN dari beberapa negara yang mengajukan kerjasama dengan BPJPH, dan masih dalam proses MRA.
Masih sedikitnya LHLN yang telah terdaftar di BPJPH menjadi kendala utama bagi sejumlah pelaku impor dalam proses registrasi SHLN. Sebagaimana dikatakan oleh Juard Effendi kepada HALAL REVIEW, bahwa banyak produk yang didistribusikan oleh PT Indoguna Utama memiliki sertifikasi halal dari LHLN, antara lain dari negara-negara Eropa. Namun tanpa adanya registrasi resmi dari BPJPH, produkproduk tersebut terhambat peredarannya di pasar Indonesia. Untuk itu Juard berharap ada penundaan dalam penerapan kebijakan ini. Penundaan tersebut akan memberikan waktu bagi lembaga-lembaga halal luar negeri untuk mendaftar di BPJPH, sehingga tidak mengganggu rantai pasokan yang sudah berjalan.
Corporate Regulatory Manager & Penyelia Halal Indesso Group, Lendrawati, tak memungkiri bahwa registrasi SHLN dapat digunakan sebagai alat dalam bisnis untuk mengembangkan produk dan layanan. Pelaku bisnis yang bisa mematuhi dan menerapkan peraturan tersebut pun mampu merebut pasar dan memudahkan bagi aktivitas
perdagangan produk halal. Namun semuanya perlu difasilitasi oleh pemerintah agar kebijakan registrasi ini tidak mengganggu bisnis yang berjalan. “Ada beberapa mitra bisnis kami yang LHLN belum MRA, seperti Italia dan Jerman. Saat ini baru 54% mitra bisnis yang memenuhi persyaratan, masih menunggu MRA”, beber Lendrawati.
Sementara itu, Widya Herminingsih, Head of Regulatory Affair Kerry Ingredients Indonesia menilai registrasi SHLN menjadi jaminan untuk produk yang disertfikasi halal oleh LHLN untuk beredar di pasaran sudah diakui oleh BPJPH. Namun jika kebijakan ini diberlakukan untuk bahan baku impor yang akan digunakan untuk sertifikasi halal produk akhir makanan dan minuman, akan menambah waktu dan biaya. Selain itu harus diperpanjang saat sertifikat halal habis, dan wajib mencantumkan logo halal di tiap kemasan. “Akan lebih tepat bila diterapkan untuk produk akhir saja yang dijual secara ritel ke pasar Indonesia”, usulnya.
Kebijakan registrasi sertifikasi halal produk makanan dan bahan baku impor, tentunya memberikan kenyamanan bagi konsumen Indonesia, juga memberikan manfaat dan peluang bagi pelaku usaha untuk mengembangkan produknya di pasar Indonesia. Adanya sejumlah pelaku usaha importir yang belum siap menghadapi kebijakan ini perlu mendapat perhatian dari pemerintah, agar penerapan kebijakan ini tidak menjadi penghambat rantai pasok yang telah berjalan. Pada prinsipnya, terjamin pasokan bahan baku makanan, terjamin pula kehalalan produknya.
Dunia semakin terkoneksi. Lalu lintas perdagangan global memungkinkan produk dari negara lain dapat dengan mudah sampai ke tangan konsumen di Indonesia. Jarak dan waktu tak lagi jadi kendala. Lantas bagaimana menjamin kehalalan produk impor yang masuk ke Indonesia?
Pasar halal global memiliki potensi ekonomi yang sangat besar.
Dikutip dari Dinard Standar dalam State of the Global Islamic Economy Report 2023/24, total pengeluaran produk halal global pada tahun 2022 mencapai US$ 2.29 triliun. Indonesia menjadi negara yang berperan penting dalam pasar halal global. Total pengeluaran atau belanja produk dan jasa halal konsumen
Indonesia menyentuh angka US$ 184 miliar atau >10 % pengeluaran di tingkat global (Indonesia Halal Markets Report 2021/2022). Tak heran Indonesia menjadi market produk dan jasa halal yang patut diperhitungkan.
Sebagai upaya perlindungan hak konsumen terhadap kehalalan produk, Pemerintah
Indonesia telah mewajibkan setiap produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal. Produk impor
yang berupa bahan baku maupun produk jadi, keduanya tak lepas dari kewajiban sertifikasi halal. Selain itu jasa logistik yang merupakan bagian dari supply chain produk impor maupun lokal juga terkena kewajiban sertifikasi halal.
Importasi, Stok Nasional, dan Risiko Inflasi
Importasi produk pangan telah menjadi salah satu cara pemenuhan kebutuhan dalam negeri saat ini. Kebutuhan nasional beberapa komoditas pangan strategis seperti daging sapi, sebagiannya masih dipenuhi dari impor. Dalam perjalanannya setiap kali terdapat hambatan dalam importasi produk pangan, akan langsung berdampak pada kelangkaan stok dan naiknya inflasi di tengah masyarakat. Regulasi kewajiban sertifikasi halal, dikhawatirkan akan menjadi salah satu faktor penghambat importasi produk pangan dan memicu inflasi.
Kekhawatiran tersebut disampaikan Teguh
Boediyana, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha
Daging Impor (ASPIDI), dalam acara Focus Group Discussion bertema “Implementasi Kewajiban Sertifikasi Halal Produk Impor dan Jasa Logistik”, yang diselenggarakan secara daring pada 1 Agustus 2024.
“Komoditas daging sapi dan juga kerbau mempunyai peran yang sangat besar dalam perekonomian nasional”, jelasnya. Impor daging mempunyai multiplying effect yang sangat besar dari sisi ekonomi maupun sosial. “Banyak sekali kegiatan usaha yang bertumpu dengan pemenuhan kebutuhan daging impor, karena daging lokal belum mencukupi. Dari lapisan atas untuk hotel dan restoran, sampai di bawah untuk UMKM”, tambahnya lagi.
Saat ini kewajiban importir dinilai sudah cukup banyak dengan berbagai regulasi dari berbagai instansi menyangkut produk daging sapi. ASPIDI mengharapkan adanya regulasi halal tidak menimbulkan suatu kesulitan bagi importir.
Sebelum WHO 2024, sertifikasi halal produk daging impor sudah berjalan mengacu pada daftar Halal Plant yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH), Kementerian Pertanian, yang dalam prosesnya ditetapkan bersama dengan BPJPH dan MUI. Selanjutnya proses sertifikasi produk impor harus melalui LHLN yang telah memiliki MRA dengan BPJPH.
Masalah teknis yang berpotensi menjadi hambatan proses importasi daging dan kaitannya dengan sertifikasi halal, antara lain apabila dalam proses impor daging tidak memiliki sertifikat halal dari LHLN yang telah teregistrasi, atau masa berlaku LHLN melewati batas yang ditentukan. Hambatan tersebut bisa menimbulkan implikasi yang berat bagi importir apabila berdampak pada penolakan produk saat pemeriksaan di border. Tantangan Kewajiban Halal Produk Impor
Sebagai satu-satunya negara yang mewajibkan sertifikasi halal, Indonesia akan menghadapi kondisi yang menantang untuk implementasinya pada produk asal luar negeri. Terdapat perbedaan penerapan kewajiban pasca Wajib Halal Oktober (WHO) 2024 nanti, yang berpeluang menjadi tantangan dan kendala bagi para pengusaha importir.
Beberapa tantangan sertifikasi halal untuk produk impor dan jasa logistik diungkap oleh Evrin Lutfika, selaku Direktur IHATEC Publisher dan Marketing Research, dalam forum FGD yang sama.
Beberapa yang disorot adalah kewajiban sertifikasi halal untuk produk bahan baku impor meskipun bukan bahan kritis, kewajiban registrasi SHLN untuk semua produk impor, dan kewajiban pencantuman label halal Indonesia pada kemasan produk impor.
Terdapat 2 kategori produk impor, yaitu berupa bahan baku dan produk jadi ( retail ). Produk impor yang berupa bahan baku dan sudah bersertifikat halal luar negeri/SHLN, sebelumnya dapat langsung digunakan dan belum wajib disertifikasi halal. “Jadi bahan baku impor itu ada yang memang sudah punya SHLN, dan ada juga yang belum, yang bisa di-support dengan dokumen lain misalnya flow chart, jika bahannya bukan kritis, misalnya garlic powder. Tapi setelah WHO, bahan itu harus punya sertifikat halal”, ungkapnya.
Sertifikasi halal pada bahan baku impor, bisa menjadi tantangan karena karakteristik bahan baku dapat digunakan oleh banyak pelaku usaha. Untuk jenis bahan baku yang sama dari produsen yang sama namun memiliki importir yang berbeda maka harus diregistrasi berulang oleh masing-masing importir, sehingga tidak efisien.
Sementara itu produk impor berupa produk jadi (retail), baik yang telah memiliki SHLN maupun yang tidak, sebelumnya wajib disertifikasi oleh BPJPH. Pasca WHO 2024 importir hanya melakukan registrasi SHLN di SIHALAL, dengan catatan sertifikat halalnya dikeluarkan dari Lembaga Halal Luar Negeri (LHLN) setempat yang telah memiliki perjanjian pengakuan bersama atau mutual recognition agreement dengan BPJPH. Sementara untuk produk retail tanpa SHLN tetap perlu disertifikasi oleh BPJPH melalui jalur reguler.
Lebih lanjut Evrin mengemukakan jumlah LHLN yang sudah memiliki MRA dengan BPJPH baru 37. Bahkan dari 44 LHLN yang sebelumnya telah diterima sertifikat halalnya (sebelum WHO 2024), baru sekitar 20 yang diakui oleh BPJPH pasca kewajiban registrasi SHLN ini.
Selain itu terdapat kewajiban pencantuman label halal Indonesia pada kemasan produk impor bahan baku maupun produk retail. Kewajiban tersebut diatur dalam Keputusan Kepala BPJPH No 88/2023 tantang Penggunaan Logo Halal dan Label Halal pada Produk yang
Telah Memperoleh Sertifikat Halal. Pencantuman label halal dikhawatirkan menimbulkan kendala lainnya. “Biasanya produk-produk impor hanya mencantumkan logo halal LHLN asalnya. Dengan adanya ketentuan terbaru berarti pertama harus melakukan registrasi, dan kedua mengganti labelnya. Mungkin diperlukan adanya aturan tambahan dari BPJPH”, jelas Evrin.
Persyaratan dan Prosedur Registrasi SHLN
Registrasi SHLN dilakukan oleh pelaku usaha (importir) melalui SIHALAL. Fitur RSHLN sendiri baru diluncurkan BPJPH pada 15 Juli lalu setelah sebelumnya melewati 2 kali uji publik. Terdapat 4 tahap RSHLN diantaranya; Pendaftaran, Verifikasi, Pembayaran, dan terakhir Penerbitan RSHLN. Pada tahap pendaftaran terdapat beberapa dokumen yang harus dipenuhi importir, seperti surat pemohonan, NIB, surat penunjukkan dari perusahaan negara asal, salinan SHLN dari produk yang akan masuk ke Indonesia, dan terakhir daftar barang yang akan diimpor lengkap dengan nomor kode sistem harmonisasi.
Khusus untuk salinan SHLN harus telah disahkan perwakilan Indonesia di luar negeri dalam bentuk legalisir oleh pejabat yang berwenang, dan jika LHLN berada di negara anggota konvensi Apostille, maka cukup dilampirkan dokumen sertifikat Apostille tersebut.
Peran Lembaga Halal Luar Negeri (LHLN)
Lembaga Halal Luar Negeri/LHLN mempunyai posisi yang sangat penting dalam proses sertifikasi halal produk impor. Sertifikat halal yang dikeluarkan oleh LHLN negara asal, baru bisa diakui dan diregistrasi jika telah melakukan mutual recognition agreement/MRA sertifikat halal dengan BPJPH. MRA sertifikat halal merupakan saling keberterimaan dan pengakuan sertifikat halal antar lembaga sertifikasi halal negara, baik lembaga sertifikasi halal pemerintah ataupun non-pemeritah. MRA sertifikat halal yang dilakukan antar LHLN dengan BPJPH bertujuan agar tidak diperlukan sertifikasi halal ulang ketika produk tiba di Indonesia.
Arini Hasanah Setiati, selaku Analis Pelayanan Subbidang Registrasi Produk dan Label Halal BPJPH, menjelaskan tahapan MRA sertifikat halal luar negeri, saat menjadi pembicara pada forum yang sama.
Pada tahap awal, terlebih dahulu diperlukan adanya Perjanjian Antar Negara berupa MoU
G to G di bidang halal. Setelah adanya MoU diantara kedua negara, LHLN yang ada di negara tersebut dapat mendaftarkan diri di SIHALAL. BPJPH sebagai lembaga penyelenggaraan halal di Indonesia akan melakukan akreditasi atau penilaian kesesuaian terhadap LHLN secara on site. Jika memenuhi kriteria LHLN tersebut akan mendapatkan sertifikat akreditasi dan/atau MRA dari BPJPH. Selanjutnya setiap sertifikat halal yang diterbitkan LHLN tersebut dapat diregistrasi untuk bisa masuk dan diedarkan di wilayah Indonesia. Tentunya pengurusan MRA dan/atau akreditasi LHLN di SIHALAL juga dikenakan biaya.
Arini juga mengungkapkan saat ini sudah ada 146 LHLN yang mengajukan registrasi, namun baru 37 LHLN diantaranya yang sudah memiliki MRA, sementara sisanya masih dalam proses.
Prosedur importasi khususnya produk pangan melibatkan keterlibatan lintas sektoral, mulai dari faktor keamanan pangan, stok nasional, hingga status kehalalan. Adanya regulasi mandatory halal yang juga diterapkan pada produk impor, selayaknya dipandang sebagai upaya melindungi hak konsumen dan peluang meraih pasar halal. Meski dalam penerapannya menghadapi beberapa tantangan, namun dengan komunikasi dan kolaborasi dari semua stake holder bukan hal yang mustahil untuk diterapkan. (Anidah)
Prinsip tegas diusung PT Foodex Inti Ingredients dalam menciptakan produkproduknya yang berkualitas. Kunci utamanya adalah menjaga standardisasi halal yang dijalankan secara totalitas oleh perusahaan.
Devi Hariyanti, QA Manager
PT Foodex Inti Ingredients
Dikenal sebagai negara dengan cita rasa kuliner yang beragam dan unik, industri makanan Indonesia tumbuh dengan cita rasa yang dikenal lezat. Beragamnya makanan Indonesia dengan cita rasa yang mengundang selera jadi alasan banyak masyarakat menghabiskan waktu senggangnya dengan berkuliner. Makanan Indonesia tidak saja digemari oleh warga lokal tapi banyak warga negara lain yang juga menggemarinya.
Di balik kelezatan makanan Indonesia, ada peran bumbu-bumbu yang mewarnai khazanah rasa penggugah selera dan hadir melengkapi kesempurnaan sebuah hidangan. Satu perusahaan besar Indonesia yang concern bermain di penyediaan bumbu inti dan dipakai oleh banyak produsen makanan besar sebagai pasarnya adalah PT Foodex Inti Ingredients (Foodex).
Foodex, yang didirikan pada tahun 1995, fokus menggarap pasar bumbu makanan (food seasoning) dan bahan makanan (food ingredients) di Indonesia. Foodex mengaku optimis untuk senantiasa mengembangkan produknya, karena industri ini dinilai memiliki pasar yang cukup besar. Terlebih di segmen food service yang dipastikan memiliki keunggulan cita rasa masingmasing.
Sejatinya hal tersebut sejalan dengan terus bertumbuhnya industri makanan dan minuman (mamin) olahan secara masif. “Sampai kapanpun, industri makanan akan tetap stabil dan cenderung meningkat, sedangkan food service juga meningkat jauh,” ungkap Devi Hariyanti, Quality Assistance Manager Foodex kepada Halal Review.
Memiliki basis produksi di Kawasan Industri Delta Silicon 3, Cikarang, Jawa Barat, Foodex sedari awal berkomitmen menyediakan produkproduk berkualitas dan bercita rasa lezat yang konsisten. Salah satunya dengan menggunakan bahan premium dari luar negeri atau impor.
“Perlu diketahui, fasilitas manufaktur dan gudang kami mematuhi sistem keamanan dan manajemen pangan HACCP, GMP dan FSSC 22000,” jelas Devi seraya mengajak Halal Review berkeliling pabrik Foodex. Lebih lanjut Devi mengatakan bahwa fokus utama Foodex adalah menjadi mitra terpercaya dan memberikan solusi bagi berbagai jenis industri makanan seperti industri noodle, seasoning, snack, daging olahan dan Horeka/ Food Service . “Kami memberikan solusi melalui keahlian kami dalam enam kategori produk, yakni: seasoning , meat extracts , flavor ingredient, beverage, functional ingredient, sauce, paste & condiments, dan produk ready to eat atau siap saji,” terang Devi lebar.
Adapun produk atau bahan baku yang diimpor antara lain seperti, Fermented Soy Sauce, Hydrolized Vegetable Protein, dan Spices seperti chili powder, garlic powder, onion powder serta bahan-bahan lainnya. Sejumlah bahan-bahan tersebut banyak diimpor dari negara China, India, Philipina, Amerika dan sejumlah negara Eropa. “Kami juga berperan sebagai manufaktur yang produknya diekspor ke berbagai negara seperti
Malaysia, Afrika Selatan, Dubai dan Uni Emirat Arab,” Devi melengkapi.
Sebagai perusahaan yang sangat berkaitan erat dengan produk halal, Foodex menjamin adanya keseragaman komitmen dan prinsip soal halal. Semua produk Foodex yang diimpor tercatat telah memiliki sertifikat halal kecuali produk positif list . Hebatnya, semua produk memiliki approval penggunaan bahan sebelum digunakan sebagai raw material ataupun sebagai produk trading.
Lebih lanjut Devi mengatakan jika sertifikat halal yang digunakan saat ini masih mengacu ke 45 Lembaga Sertifikasi Halal Luar Negeri yang diakui LPPOM MUI, serta sertifikat supplier luar negeri, dimana paling banyak memiliki sertifikat halal Indonesia dari BPJPH.
Dengan sokongan material yang lengkap seperti demikian, saat ini Foodex mampu memproduksi food seasoning (savory & sweet), flavor ingredients, meat extracts, dan sauce sebesar 1.000 ton per bulan. Dengan kapasitas produksi sebesar itu, Foodex akan terus memberikan kontribusi terhadap perkembangan cita rasa kuliner di Indonesia.
Halal Menjadi Prioritas Utama
Terkait upaya perusahaan dalam menjamin kehalalan produk makanan yang diimpor, Devi menjelaskan bahwa sebelum perusahaan
membeli produk kerap melakukan review dokumen halal yang dikirim ke Foodex. Langkah berikutnya adalah menginfokan kepada LPPPOM MUI untuk izin penggunaan bahan apakah bisa digunakan atau tidak. “Jika LPPOM MUI menyatakan produk bisa digunakan, baru kami membeli produk tersebut melalui divisi Purchasing ,” urut Devi. Untuk itu, manajemen secara khusus membentuk tim halal dari berbagai departemen seperti Purchasing , R&D, QA, Produksi, Marketing, HRD dan GA.
Jadi jika diurut prosesnya, terang Devi, dimulai dari proses evaluasi dokumen halal terlebih dahulu, seperti sertifikat, flow process , dan spesifikasi yang berisi juga ingredients. Setelah itu baru diunggah ke CEROL (sistem pelayanan sertifikasi halal LPPOM MUI secara online) untuk mengetahui izin penggunaan bahan apakah bisa digunakan atau tidak. Jika bahan bisa digunakan baru bisa dilakukan pembelian dengan mengisi form new RM approval yang ada di sistem untuk identitas produk dan kode produk.
Semua langkah-langkah tersebut ditempuh oleh perusahaan guna menjaga kualifikasi standar halal yang terbaik dan mewujudkan produk dengan kualitas maksimal bagi pasar. “Sejauh ini semuanya berjalan dengan baik dan tidak ada kendala karena masih mengacu 45
Lembaga Sertifikasi Halal Luar Negeri yang diakui LPPOM MUI untuk produk-produk yang wajib bersertifikat halal, dan flow process untuk produk yang positif list tadi itu,” papar Devi lebar.
Keseriusan perusahaan menjalani proses sertifikasi halal di setiap produknya karena melihat pasar halal saat ini berkembang dengan sangat baik dan masih akan berkembang ke depannya. Kesadaran masyarakat Indonesia yang semakin besar terhadap kehalalan produk kini terus tumbuh dan meningkat tidak hanya untuk produk makanan saja, tapi juga produk kosmetik, personal care, body care dan lainnya. “Selain itu juga berpotensi untuk produk yang diekspor ke negara-negara berpenduduk muslim,” imbuhnya.
Bagi Foodex, halal adalah kewajiban yang mutlak dan sudah disadari sedari awal sebagai peluang untuk memenuhi kebutuhan market baik B2B maupun food service. Halal sudah menjadi komitmen Foodex dalam pengembangan bisnis perusahaan. Komitmen ini dijalankan sesuai Kebijakan Keamanan Pangan dan Mutu Foodex yaitu fokus mengembangkan dan memproduksi berbagai jenis bahan makanan yang selalu memenuhi standar kualitas, keamanan pangan, halal dan sesuai regulasi.
“Karena bagi kami, No Halal, No Business!,” tegas Devi. (Syauqi Ahmad)
Era baru wajib sertifikasi halal di Indonesia sebentar lagi bakal dimulai. Meski sangat mendukung kebijakan ini, Indesso Niagatama selaku distributor dan importir bahan baku pangan mengaku belum sepenuhnya siap. Terbatasnya jumlah LHLN yang sudah MRA dan masih kurang teredukasinya produsen di luar negeri menjadi faktor penyebabnya.
Kewajiban sertifikasi halal akan diberlakukan oleh pemerintah pada Oktober 2024 mendatang.
Pada tahap pertama, kewajiban ini diperuntukkan bagi produk makanan dan minuman, bahan baku pangan, serta hasil dan jasa sembelihan. Kelompok produk tersebut harus sudah bersertifikat halal pada 18 Oktober 2024
untuk usaha menengah dan besar. Selanjutnya pada tanggal 18 Oktober 2026 untuk usaha mikro dan kecil (UMK).
Dalam pelaksanaan wajib sertifikasi halal ini, ada beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan salah satunya kesiapan bahan baku pangan. Pasalnya, produsen makanan dan minuman harus memastikan bahwa semua bahan baku yang digunakan telah memiliki sertifikat halal. Ini mencakup bahan-bahan utama, seperti daging, susu, dan rempah-rempah, hingga bahan tambahan seperti pewarna, pengawet, dan perasa.
Corporate Regulatory Manager & Koordinator
Halal Indesso Group, Lendrawati, mengatakan, kesiapan Sertifikat Halal bahan baku makanan menjadi salah satu faktor utama dalam penerapan sertifikasi halal. Indesso Group, perusahaan yang menyediakan solusi B2B dengan menyediakan berbagai bahan baku yang bertujuan untuk meningkatkan rasa, aroma dan kesejahteraan untuk industri yang beragam, berkomitmen mendukung penuh program kewajiban sertifikasi halal ini.
“Kami sudah memiliki komitmen halal sejak 1997 untuk memproduksi dan menghasilkan produk yang bersertifikat halal sehingga dapat memberikan rasa aman bagi para konsumen dan menjamin produk aman dari unsur yang tidak halal dan diproduksi dengan cara halal. Dengan adanya kewajiban halal, perusahaan sudah berada pada jalur yang benar untuk membuka peluang-peluang bisnis baru yang sesuai dengan kebijakan halal Indonesia,” ujarnya.
Selain menjadi perusahaan manufaktur, Indesso Group melalui anak usahanya Indesso
Niagatama merupakan distributor bahan baku pangan impor, seperti botanical extract , hidrokoloid, perisa, pewarna alami, pemanis alami, dairy , yeast , omega-3, bumbu dan kondimen. Bahan baku pangan tersebut diimpor dari beberapa produsen bahan baku dunia, meliputi Australia, Polandia, Jerman, Belanda, Cina, Perancis, Selandia Baru, Denmark, Malaysia, Spanyol, India, Peru, Italia dan Amerika Serikat, yang kemudian dipasarkan untuk produsen makanan dan minuman, termasuk farmasi dan fragrans, di seluruh Indonesia.
Corporate Halal Team
Dalam menjaga kepercayaan dan kepuasan pelanggan terhadap produk dan layanan yang diberikan, Indesso Niagatama telah mengantongi sertifikasi ISO 9001 dan Cara Distribusi bahan baku Obat yang Baik (CDOB) BPOM RI. Distributor dan importir ini juga memiliki peran krusial dalam mendukung kebijakan sertifikasi halal, dengan memastikan semua bahan baku yang diimpor ke Indonesia telah mendapatkan sertifikasi halal dari lembaga yang diakui.
Lendrawati mengemukakan, sertifikasi halal bertujuan memproteksi dan memberikan kepastian ketersediaan produk makanan yang aman dan nyaman bagi masyarakat, khususnya umat muslim dalam mengonsumsi produk pangan yang menggunakan bahan baku impor. Bagi distributor dan importir, Sertifikat halal tentunya menjadi nilai tambah dan peningkatan kualitas produk, serta membuka peluang untuk memperluas pasar.
“Produk bahan baku pangan yang kami distribusikan sudah memiliki sertifikat halal dari beberapa Lembaga Halal Luar Negeri (LHLN), seperti HCS (Swiss), HQC (Belanda), HFCE (Jerman), NZIDT (Selandia Baru), ICCV (Australia), JAKIM (Malaysia) dan IFANCA (Amerika Serikat),” bebernya.
Untuk menjamin kehalalan bahan baku pangan, Indesso Niagatama selaku importir terus menjalin kemitraan dengan produsen di negara asal untuk memastikan bahwa proses produksi bahan baku tersebut memenuhi standar halal. Selain itu, melakukan koordinasi dengan otoritas sertifikasi halal di Indonesia untuk memastikan bahwa semua dokumen dan sertifikat yang diperlukan dapat diproses dengan lancar.
“Calon mitra bisnis kami harus memiliki sertifikat halal yang diakui di Indonesia. Kami akan memintakan sertifikat halal secara berkala dan menginput batas kadaluarsa sertifikat halal dalam sistem Indesso. Termasuk melakukan cek keabsahan sertifikat halal melalui web certification body, jika memungkinkan,” sebut Lendrawati.
Selanjutnya Indesso Group memiliki tim khusus yang disebut Corporate Halal Team yang terdiri dari personil yang memahami quality , gudang, operasional, dan regulasi. Tim tersebut diketuai oleh Koordinator Halal yang memiliki sertifikat kompetensi sesuai peraturan.
“Tim halal memiliki tugas dalam membuat manual dan prosedur halal dan memonitor kegiatan operasional seperti melakukan review calon mitra bisnis termasuk juga internal audit. Tim diberikan wewenang untuk memberikan rekomendasi atau menolak (jika diperlukan) calon mitra bisnis jika hasil review tidak sesuai dengan kebijakan yang sudah ditetapkan,” jelasnya.
No Halal, No Market
Mengutip web Kemenag RI, proyeksi tahun 2030 Indonesia akan menyumbang sekitar 13% populasi dari seluruh umat muslim dunia yang diperkirakan mencapai 2,2 miliar. Populasi yang besar tentunya membuat potensi pasar halal di negeri ini sangat terbuka luas, baik di sektor makanan dan minuman, kosmetik, farmasi sampai menunjang pariwisata halal.
“Indonesia merupakan target pasar yang besar bagi produk halal. Sebabnya halal sudah menjadi strategi dalam pengembangan bisnis perusahaan, di mana kami berkeyakinan No Halal, No Market untuk pasar makanan dan minuman di negeri yang saat ini memiliki populasi muslim lebih dari 85%,” sebut Lendrawati.
Kendati memiliki pontesi besar, sejumlah produsen makanan dan minuman, serta penyedia bahan baku impor sering kali menghadapi berbagai tantangan dalam memenuhi persyaratan halal. Salah satu tantangan terbesar adalah perbedaan standar halal antara negara asal dan Indonesia.
Selain itu, proses verifikasi dan sertifikasi halal yang memakan waktu juga menjadi tantangan bagi importir karena harus memastikan bahwa semua dokumen yang diperlukan tersedia dan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
oleh otoritas sertifikasi halal di Indonesia. Satu yang menjadi fokus Indesso Niagatama adalah kendala dalam Registrasi Sertifikat Halal Luar Negeri (SHLN).
Lendrawati tak memungkiri bahwa Registrasi SHLN dapat digunakan sebagai alat dalam bisnis untuk mengembangkan produk dan layanan. Pelaku bisnis yang bisa mamatuhi dan menerapkan peraturan tersebut pun mampu merebut pasar dan memudahkan bagi aktivitas perdagangan produk halal. Namun semuanya perlu difasilitasi oleh pemerintah agar kebijakan registrasi ini tidak mengganggu bisnis yang berjalan.
“Melihat kondisi saat ini, seperti memaksakan diri jika harus Registrasi SHLN di 18 Oktober 2024. Menimbang baru 37 LHLN yang menandatangani MRA dengan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag), dari 146 LHLN dari beberapa negara yang mengajukan. Ada beberapa mitra bisnis kami yang berlokasi di Eropa dan memiliki sertifikat halal dari LHLN yang belum MRA, seperti HQC. Jika dihitung, saat ini baru 54% dari mitra bisnis Indesso Niagatama yang memiliki sertifikat Halal dari LHLN dengan MRA, sisanya masih menunggu MRA,” bebernya.
Menurut pandangan Lendrawati, sebaiknya untuk bahan baku yang digunakan untuk industri selanjutnya (B2B) tidak perlu melakukan Registrasi SHLN karena saat pengguna melakukan sertifikasi produknya, bahan baku ini akan dikaji
kembali oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan masing-masing pengguna sudah melakukan verifikasi atas keabsahan sertifikat halal.
“Namun, jika dari kebijakan pemerintah masih diperlukan Registrasi SHLN untuk B2B, maka sebaiknya Registrasi SHLN untuk bahan baku dan ketentuannya seperti pencantuman logo halal dilakukan voluntary terlebih dahulu sambil dilakukan pematangan persiapan internal dan eksternal. Bila disimpulkan sistem sudah siap, maka Registrasi SHLN baru bisa di-mandatory,” harapnya.
Tantangan lainnya yang dihadapi Indesso Niagatama adalah kurangnya kesadaran dan pemahaman tentang ketentuan registrasi SHLN di beberapa negara produsen, yang dapat menghambat proses kemitraan dan registrasi. Alhasil, diperlukan pelatihan dan edukasi kepada produsen di luar negeri tentang pentingnya sertifikasi halal dan prosedur yang harus diikuti.
“Mitra bisnis kami belum familiar dengan Registrasi SHLN ini sehingga perlu melakukan pendekatan secara intensif dan hal ini memerlukan waktu. Belum ada sistem yang mengkoordinasikan antar kelembagaan ( Custom , BPOM, dan Perindustrian) terkait dengan ketentuan Registrasi SHLN saat impor. Saat ini, kami baru mendapati Kementan yang mempersyaratkan ketentuan BPJPH saat mengurus Surat Rekomendasi Pemasukan produk keju,” pungkasnya. (Mohamad)
Kerry menunjukkan komitmennya untuk mematuhi pemberlakuan wajib
sertifikat halal pada Oktober 2024, dan memanfaatkan peluang yang ada untuk terus berkembang di pasar yang semakin mengutamakan produk halal.
Sertifikasi halal telah menjadi satu aspek paling penting dalam industri makanan dan minuman. Hal ini seiring semakin sadarnya konsumen, bahwa halal tidak hanya terkait aspek keagamaan, namun juga mencerminkan kualitas, kebersihan, dan etika dalam produksi. Alhasil, menghasilkan produk halal kini menjadi komitmen di banyak perusahaan di dunia.
Komitmen ini pun telah diterapkan dalam bisnis Kerry, perusahaan makanan dan bahan baku asal Irlandia. Dalam kurun waktu lima dekade, perusahaan tersebut telah beradaptasi dengan perubahan gaya hidup konsumen. Kerry menawarkan solusi yang tidak hanya memenuhi selera yang terus berkembang, tetapi juga menyediakan nutrisi berkelanjutan untuk generasi mendatang.
Mey Brianto, President Director PT Kerry
Ingredients Indonesia, mengatakan bahwa Kerry memberi solusi rasa dan nutrisi berkelanjutan yang didukung oleh sains terkemuka di dunia untuk pasar makanan, minuman, dan farmasi. “Kami berinovasi untuk menciptakan produk dengan cita rasa yang lezat, nutrisi dan fungsionalitas yang lebih baik, sekaligus memastikan dampak yang lebih baik bagi planet ini,” ucapnya.
Guna mencapai tujuan ini, Kerry memahami pentingnya menaruh perhatian pada permintaan konsumen yang semakin kritis terhadap produk, termasuk aspek kehalalan. Bermodal wawasan konsumen yang mendalam, tim RD&A global yang terdiri dari lebih dari 1.100 ilmuwan pangan, dan jejak global yang luas memungkinkan perusahaan untuk memecahkan tantangan kompleks dengan solusi inovatif.
Hal tersebut menunjukkan bahwa Kerry tidak hanya berkomitmen untuk menyediakan nutrisi yang berkelanjutan, tetapi juga berupaya untuk menjangkau lebih dari 2 miliar konsumen dengan solusi nutrisi berkelanjutan pada tahun 2030. “Di tahun 2024 ini, kami menargetkan menyediakan solusi nutrisi yang positif dan seimbang untuk 1,25 miliar konsumen,” ungkap Brianto.
Memiliki portofolio produk yang terdiri dari 18.000 item , dan lebih dari 80% diantaranya memberikan nutrisi yang positif dan seimbang. Kerry menawarkan berbagai produk mulai dari dari rasa (modulasi rasa, asap dan panggang), nutrisi (protein, enzim nutrisi) dan bahan fungsional (pengemulsi, teksturan), hingga solusi makanan dan minuman (olesan, bumbu perendam, sirup, saus), layanan makanan (solusi ritel serba ada), solusi farmasi dan bioteknologi (asetat), aplikasi F&B (makanan beku siap saji, alternatif susu) dan aplikasi hewan (nutrisi makanan hewan peliharaan).
Brianto mengemukakan strategi bisnis Kerry selalu difokuskan untuk menjadi mitra yang paling berharga bagi pelanggan mereka, seiring dengan visi menciptakan dunia yang aman, dan sehat yang berkelanjutan. Ini diwujudkan dengan menciptakan produk yang mempertimbangkan aspek halal dan memastikan memenuhi standar kualitas yang ketat sekaligus sesuai dengan persyaratan halal yang dibutuhkan.
Selanjutnya Kerry bermitra dengan produsen makanan dan minuman untuk meningkatkan efisiensi dalam produksi, mengurangi limbah, biaya transportasi bahan baku dan produk jadi, serta memenuhi semua kepatuhan dan jaminan halal yang diperlukan. Selain itu, dalam membangun pabrik dan mengembangkan produk, Kerry memastikan bahwa setiap aspek operasional mereka sesuai dengan sistem halal.
Diminati Konsumen Non Muslim
Saat ini industri makanan halal menempati posisi penting dalam perekonomian global. Di tahun 2021, konsumen muslim global mengeluarkan sebesar US$1,27 triliun untuk produk makanan halal, dan menjadikannya sektor terbesar kedua setelah keuangan Islam. Angka ini diperkirakan akan tumbuh hingga US$1,6 triliun pada tahun 2025 (Laporan Keadaan Ekonomi Islam Global, 2022). “Pertumbuhan ini tidak hanya
didorong oleh peningkatan populasi muslim, tetapi juga oleh perubahan regulasi pemerintah di berbagai negara yang semakin ketat dalam hal kepatuhan terhadap sertifikasi halal,” terang Brianto.
Menariknya, produk makanan halal kini tidak hanya diminati oleh konsumen muslim. Konsumen non muslim mulai menganggap produk halal sebagai simbol keamanan, kebersihan, dan kesehatan pangan. “Kesadaran yang semakin meningkat ini mendorong produk, layanan, dan merek halal menjadi lebih relevan di pasar yang lebih luas. Selain itu, nilai-nilai yang diusung oleh konsumerisme etis juga sejalan dengan prinsip-prinsip produk halal, menjadikannya lebih menarik bagi berbagai kalangan,” bebernya.
Menurut Brianto, Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, memiliki peran strategis dalam industri ini. Implementasi standar halal yang seragam di seluruh negara anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI) diharapkan dapat meningkatkan standar makanan halal dan memperkuat persepsi serta pangsa pasar produk halal dalam perdagangan pangan global.
Investasi di sektor ekonomi Islam juga menunjukkan tren positif. Investasi di pasar OKI dan non-OKI tumbuh sebesar 118%, dari US$11,8 miliar pada tahun 2019/2020, menjadi US$25,7 miliar pada tahun 2020/2021, 15,5 persennya berasal dari sektor makanan halal (Laporan Keadaan Ekonomi Islam Global, 2022). “Ini menunjukkan industri makanan halal tidak hanya kuat, tetapi juga terus berkembang dan menawarkan peluang besar bagi pelaku bisnis di sektor ini,” ungkapnya.
Diterapkan untuk Produk Akhir
Kebijakan wajib sertifikat halal bagi semua produk makanan dan minuman yang beredar di pasar domestik akan segera diberlakukan pemerintah Indonesia mulai Oktober 2024. Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan bahwa setiap produk yang dikonsumsi oleh masyarakat muslim di Indonesia, telah memenuhi standar kehalalan sesuai dengan ketentuan syariah.
Sebagai salah satu perusahaan besar di industri makanan dan minuman, Kerry Ingredients Indonesia telah mempersiapkan diri untuk memenuhi kewajiban ini. “Seluruh
Widya Herminingsih Head of Regulatory Affair Kerry Ingredients Indonesia
produk makanan dan minuman yang dihasilkan oleh Kerry sudah memiliki sertifikat halal dan mencantumkan logo halal pada kemasannya. Kami siap menjalankan kewajiban halal yang diberlakukan mulai Oktober 2024 mendatang,” tegas Widya Herminingsih, Head of Regulatory Affair Kerry Ingredients Indonesia.
Pemberlakuan wajib sertifikat halal ini bukan hanya sekadar tantangan, tetapi juga membuka peluang besar bagi Kerry. Hal ini ditunjang dengan fasilitas flavor yang baru dibuka pada tahun 2023. Seluruh produk yang dihasilkan dari fasilitas yang berlokasi di Karawang, Jawa Barat tersebut, dipastikan telah mematuhi peraturan halal yang ditetapkan oleh pemerintah.
Selain memenuhi regulasi, sertifikasi halal bertujuan memberikan kepercayaan dan jaminan kepada konsumen di Indonesia maupun di pasar mancanegara, khususnya di negara-negara mayoritas muslim yang mengutamakan produk halal. Ini sangat penting mengingat selain manufaktur Kerry juga merupakan perusahaan importir berbagai produk makanan, termasuk bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong dari berbagai negara seperti APMEA, Amerika Serikat, dan Eropa. “Produk yang diimpor sudah bersertifikat halal dan sudah akui oleh otoritas sertifikasi halal di Indonesia,” jelas Widya.
Untuk menjamin kehalalan produk yang diimpor, Kerry memiliki Sistem Jaminan Halal (SJH) yang diterapkan di pabrik untuk menjaga
kehalalan produk dalam memenuhi permintaan konsumen. Selain itu perusahaan memiliki Team Manajemen Halal di pabrik Cikarang dan Karawang, yang menjalankan SJH dalam menjaga kehalalan bahan baku yang diimpor dan masuk ke pabrik untuk produksi produk halal.
Kendati begitu, terdapat sejumlah tantangan yang dihadapi Kerry dalam memastikan produk impor mereka memenuhi standar halal yang diakui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Terutama proses sertifikasi halal di negara asal produk, yang sering kali memakan waktu lama dan biaya yang tidak sedikit. Selain itu, produk impor dengan sertifikat halal luar negeri yang sudah diakui oleh BPJPH, juga memerlukan proses tambahan untuk mendapatkan sertifikasi di Indonesia, diantaranya Registrasi Sertifikat Halal Luar Negeri (SHLN).
Widya menilai Registrasi SHLN menjadi jaminan untuk produk yang disertifikasi halal oleh Lembaga Halal Luar Negeri (LHLN) untuk beredar di pasaran sudah diakui oleh BPJPH. Namun kebijakan ini bila diterapkan untuk bahan baku impor yang akan digunakan untuk sertifikasi halal produk akhir makanan dan minuman, akan menambah waktu dan biaya. “Selain itu harus diperpanjang saat sertifikasi halal habis dan mencantumkan logo halal dan nomor registrasinya di tiap kemasan. Akan lebih tepat bila diterapkan untuk produk akhir saja yang dijual secara ritel ke pasar Indonesia,” ujarnya berharap. (Mohamad)
Ketika kebijakan wajib halal semakin mengkristal, PT Indoguna Utama tak hanya mengikuti arus, tetapi juga memimpin dengan komitmen dan kesiapan yang matang.
H. Juard Effendi,
Direktur PT Indoguna Utama
Foto: Istimewa
PT Indoguna Utama telah lama dikenal sebagai salah satu pemain utama yang bergerak di bidang perdagangan daging dan produk makanan lainnya. Didirikan oleh Elizabeth Liman pada 1982, perusahaan ini dikenal sebagai salah satu pemasok daging impor berkualitas tinggi dari berbagai negara, baik untuk konsumen individu maupun industri makanan, dan telah memiliki cabang-cabang di ibu kota provinsi.
Sebagai perusahaan yang beroperasi di negara dengan mayoritas penduduk muslim, PT Indoguna Utama selalu menempatkan kepatuhan terhadap regulasi halal sebagai prioritas utama dalam operasionalnya. Perusahaan ini tidak hanya berfokus pada kualitas produk, tetapi juga memastikan bahwa semua produk yang didistribusikan sesuai dengan standar halal yang ditetapkan oleh pemerintah.
Juard Effendi, Direktur PT Indoguna Utama, menegaskan bahwa komitmen perusahaan terhadap sertifikasi halal sudah menjadi bagian dari visi dan misi sejak awal berdirinya perusahaan. “Kami di PT Indoguna Utama selalu berpegang teguh pada prinsip bahwa produk halal bukan sekedar pilihan, melainkan kewajiban. Ini adalah bagian dari visi kami untuk menyediakan produk yang tidak hanya berkualitas, tetapi juga sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat Indonesia,” jelas Juard Effendi.
Dalam upaya untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi halal, PT Indoguna Utama telah mengambil berbagai langkah strategis.
Salah satunya adalah penerapan Sistem Jaminan Halal (SJH) yang telah diintegrasikan dengan ISO 22000, sebuah standar internasional untuk sistem manajemen keamanan pangan. Langkah ini menunjukkan bahwa perusahaan tidak hanya mematuhi regulasi halal yang berlaku, tetapi juga berkomitmen untuk menjaga standar keamanan pangan yang tinggi. Implementasi SJH juga memperkuat posisi PT Indoguna Utama sebagai pelopor dalam industri distribusi makanan halal di Indonesia. Sebuah langkah yang telah diambil jauh sebelum adanya kewajiban sertifikasi halal oleh pemerintah, antara lain dengan pembentukan tim halal di PT Indoguna utama pada 1 Oktober 2019.
Kendala Implementasi Sertifikasi Halal dan Tantangan Registrasi
Seiring dengan diberlakukannya kebijakan wajib halal di Indonesia per Oktober 2024, PT Indoguna Utama menghadapi tantangan. Kebijakan ini mengharuskan semua produk yang
beredar di pasar memiliki sertifikasi halal yang diakui oleh pemerintah. Meskipun komitmen PT Indoguna Utama terhadap produk halal sudah tidak diragukan lagi, tantangan baru muncul dengan keharusan mendaftarkan sertifikat halal dari Lembaga Halal Luar Negeri (LHLN) ke Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).
Salah satu kendala utama yang dihadapi perusahaan adalah proses registrasi sertifikat halal dari LHLN ke BPJPH. Banyak produk yang didistribusikan oleh PT Indoguna Utama memiliki sertifikasi halal dari LHLN, antara lain dari negaranegara Eropa. Namun, tanpa adanya registrasi resmi dari BPJPH, produk-produk tersebut terhambat peredarannya di pasar Indonesia. “Masalah registrasi ini menjadi tantangan bagi kami. Banyak lembaga halal internasional yang sertifikasinya sudah diakui di banyak negara, tetapi belum terdaftar di BPJPH. Ini berdampak langsung pada distribusi produk kami,” ujar Juard.
Juard juga menekankan pentingnya penundaan kebijakan wajib halal agar pemerintah dapat lebih matang dalam bersiap, antara lain untuk urusan administrasi sistem registrasi.
Menurutnya, penundaan ini perlu dilakukan agar tidak terjadi gangguan dalam distribusi produk. “Kami berharap ada penundaan dalam penerapan kebijakan wajib halal ini. Tanpa persiapan yang matang, termasuk registrasi yang lebih komprehensif, distribusi produk bisa terhambat dan merugikan banyak pihak,” jelasnya. Penundaan tersebut, menurut Juard, akan memberikan waktu bagi lembaga-lembaga halal luar negeri untuk mendaftar di BPJPH, sehingga tidak mengganggu rantai pasokan yang sudah berjalan.
Strategi dan Peluang Pasar Halal di Masa Depan
Menghadapi berbagai tantangan terkait sertifikasi halal, PT Indoguna Utama tidak tinggal diam. Perusahaan ini telah lama proaktif dalam memastikan kepatuhan terhadap regulasi halal, bahkan sebelum ada kewajiban dari pemerintah. “Kami selalu percaya bahwa kepatuhan terhadap regulasi halal bukan hanya kewajiban, tetapi juga peluang untuk membuktikan komitmen kami terhadap kualitas produk,” kata Juard Effendi.
Di sisi lain, PT Indoguna Utama melihat kebijakan wajib halal sebagai peluang besar untuk berkembang, terutama di pasar Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Dengan potensi pasar yang besar, perusahaan berencana untuk meningkatkan penetrasi produk halal semakin luas dan menjangkau berbagai wilayah. “Pasar halal adalah peluang emas bagi kami. Dengan semakin ketatnya regulasi halal, kepercayaan konsumen terhadap produk kami juga meningkat,” ujar Juard.
Dalam jangka panjang, PT Indoguna Utama berencana untuk terus mengembangkan strategi yang dapat mengatasi tantangan di pasar halal sambil memanfaatkan peluang yang ada. Inovasi produk, peningkatan kualitas, dan adaptasi terhadap perubahan regulasi akan menjadi fokus utama perusahaan. “Kami akan terus berinovasi dan memastikan bahwa produk-produk kami memenuhi standar halal tertinggi. Ini adalah komitmen kami untuk tetap menjadi yang terdepan di industri ini,” tutup Juard Effendi. (Andika Priyandana)
Kerja sama IFANCA dan BPJPH mampu membawa perubahan signifikan dalam industri makanan halal di dua negara. Apa saja potensi manfaatnya yang lebih dalam?
IDr. Muhammad Munir Chaudry
Presiden dan CEO IFANCA
slamic Food and Nutrition Council of America (IFANCA) telah berperan penting dalam mempromosikan makanan halal di Amerika Serikat dan dunia. Sebagai salah satu lembaga sertifikasi halal terkemuka di AS, IFANCA menyediakan layanan sertifikasi halal untuk berbagai produk, termasuk makanan, minuman, kosmetik, dan
farmasi. Sertifikasi dari IFANCA diakui secara internasional dan membantu produsen di AS menembus pasar muslim global.
Tahun lalu, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama menandatangani Mutual Recognition Agreement atau MRA dengan 37 Lembaga Halal Luar Negeri (LHLN), salah satunya adalah IFANCA (BPJPH, 2023). Kerja sama ini dapat membawa perubahan signifikan dalam industri makanan halal di AS dan Indonesia. Namun apa saja potensi manfaatnya yang lebih dalam? Dengan memahami lebih lanjut tentang kerja sama ini, kita dapat melihat bagaimana IFANCA dan BPJPH bekerja sama untuk meningkatkan akses makanan halal dan memberikan manfaat yang lebih luas bagi masyarakat.
Sejarah dan Tujuan IFANCA
Dikutip dari website resminya www.ifanca.org, lembaga sertifikasi halal IFANCA didirikan pada tahun 1982, berawal dari kebutuhan akan sumber daya halal yang lebih luas dan lebih mudah diakses. Pada awalnya, IFANCA berfokus pada peningkatan ketersediaan makanan halal di AS dan kemudian secara global. Dengan demikian, IFANCA dapat membantu produsen dalam memenuhi kebutuhan pasar muslim yang semakin besar dan beragam.
IFANCA berkantor di Des Plaines, Illinois, dan telah berkembang menjadi salah satu lembaga sertifikasi halal terkemuka di AS. Mereka menyediakan layanan sertifikasi halal untuk berbagai produk, termasuk makanan, minuman, kosmetik, dan farmasi. Sertifikasi dari IFANCA diakui secara internasional dan membantu produsen di AS menembus pasar muslim global.
Tujuan utama IFANCA adalah menjadikan produk halal lebih tersedia dan mudah diakses. Dengan demikian, masyarakat muslim dapat memenuhi kebutuhan gizi yang seimbang dan memilih produk yang sesuai dengan prinsipprinsip halal. IFANCA juga berkomitmen untuk meningkatkan standar kualitas produk halal dan memastikan bahwa produk yang disertifikasi halal memenuhi persyaratan syariah yang ketat.
Kerja Sama IFANCA dan BPJPH
IFANCA, diwakili oleh Dr. Muhammad Munir Chaudry (Presiden & CEO IFANCA), telah menandatangani Mutual Recognition Agreement (MRA) dengan BPJPH dalam hal pengakuan dan saling keberterimaan sertifikat halal pada hari kedua Gelaran Halal-20 Halal World 2023,
yang diselenggarakan pada 17 – 21 November di Jakarta, Indonesia. Kolaborasi antara IFANCA dan BPJPH dilakukan untuk meningkatkan akses makanan halal, termasuk ekspor produk halal dari AS ke Indonesia (BPJPH, 2023; IFANCA.org, 2024).
Penandatanganan MRA ini merupakan hasil penting dalam penguatan kerja sama global Jaminan Produk Halal (JPH) yang dilakukan Kementerian Agama RI melalui BPJPH. Penandatanganan ini dilakukan oleh Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham dan pimpinan dari 37 Lembaga Halal Luar Negeri (LHLN), termasuk IFANCA (BPJPH, 2023).
Salah satu contoh program yang telah dilakukan bersama adalah pelatihan dan sertifikasi halal. BPJPH telah melakukan asesmen terhadap IFANCA, yang merupakan LHLN kedua yang diasesmen BPJPH (Kemenag RI, 2022). Hasil asesmen ini membuktikan bahwa IFANCA telah memenuhi standar yang ditetapkan oleh BPJPH, sehingga produk yang disertifikasi oleh IFANCA dapat diakui sebagai produk halal di Indonesia. Selain itu, BPJPH juga telah menandatangani MRA dengan 28 LHLN dalam kesepakatan percepatan
Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama oleh
Muhammad Aqil Irham (Kepala BPJPH) dan
Dr. Muhammad Munir Chaudry (Presiden & CEO IFANCA)
dalam Acara H-20 di Jakarta, 17 November 2023
penyelesaian asesmen LHLN untuk pengakuan dan keberterimaan sertifikat halal. Kolaborasi ini membantu meningkatkan ketersediaan makanan halal di pasar lokal dan internasional, serta memudahkan proses ekspor produk halal ke Indonesia.
Dengan demikian, kerja sama IFANCA dan BPJPH telah membawa perubahan signifikan dalam industri makanan halal, memastikan bahwa produk halal dapat diakses dengan lebih mudah dan terpercaya.
Potensi Manfaat Kerja Sama IFANCA dan BPJPH
Kerja sama IFANCA dan BPJPH menandai babak baru bagi kedua lembaga. Bagi BPJPH, pengakuan terhadap lembaga halal asing menunjukkan upaya untuk mendorong kerja sama internasional dalam penjaminan produk halal. BPJPH meyakini hal ini akan memperkuat ekosistem halal global. IFANCA memandang pengakuan ini sebagai dorongan besar bagi pasar halal IndonesiaAS. Kini, perusahaan AS dengan produk halal bersertifikat IFANCA, baik bahan baku maupun barang eceran, dapat memasuki pasar Indonesia dengan lebih mudah (ifanca.org, 2024).
Pengakuan dan akreditasi BPJPH terhadap IFANCA sejalan dengan tujuan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal dan peraturan terkait. IFANCA telah menyatakan untuk tetap berkomitmen mematuhi dan akan terus bekerja sama dengan BPJPH dan para pemangku kepentingan untuk menegakkan integritas proses sertifikasi halalnya. Hal ini mencakup perluasan cakupan akreditasi dan pengoptimalan sumber daya internal (misalnya, inisiatif pelatihan auditor). Terhitung mulai 5 April 2024, IFANCA telah mendapatkan pengakuan untuk 6 kategori produk berdasarkan ketentuan BPJPH, yaitu Makanan, Minuman, Obat, Kosmetik, Kimia, dan Produk Biologi (ifanca.org, 2024).
Presiden dan CEO IFANCA, Dr. Muhammad Munir Chaudry menyatakan, “Pengakuan ini merupakan bukti dedikasi IFANCA dalam menyediakan sertifikasi halal yang andal dan berkualitas tinggi selama lebih dari 40 tahun. Kami tetap berkomitmen untuk mendukung perusahaan-perusahaan AS dalam memperluas jangkauan mereka di pasar halal global melalui sertifikasi IFANCA. Kepercayaan klien dan masyarakat ini memungkinkan IFANCA untuk terus memainkan peran penting dalam industri halal.” (ifanca.org, 2024).
IFANCA mengantisipasi pengakuan ini akan mengarah pada kemitraan kerja sama yang lebih intensif, tidak hanya dengan BPJPH tetapi juga dengan perusahaan-perusahaan AS yang ingin mengekspor produk halal ke Indonesia menggunakan sertifikasi IFANCA. IFANCA tetap berkomitmen untuk memberikan dukungan berkelanjutan kepada kliennya dalam mematuhi peraturan yang ditetapkan oleh BPJPH untuk pasar Indonesia. (Andika Priyandana)
Sosro merupakan salah satu merek ternama di pasar minuman teh dalam kemasan di Indonesia. Selain karena faktor kualitas produk dan sejarah yang melegenda, Sosro juga menjamin sertifikasi halal di setiap produknya.
“Apapun makannya, minumnya Teh Botol Sosro”. Tagline atau slogan ini tentu sudah tak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia. Dengan diiringi backsound yang khas, semua orang pasti sudah mafhum jika tagline tersebut milik brand ternama asli Indonesia PT. Sinar Sosro.
Teh Botol Sosro mulai diperkenalkan pada tahun 1970-an, namun usaha minuman ini sesungguhnya sudah diawali sejak tahun 1940. Saat itu keluarga
Kantor Pusat PT. Sinar Sosro
Foto: https://shanyoktavia.wordpress.com/
Sosrodjojo sebagai pendiri Teh Botol Sosro memulai usahanya di kota Slawi, Jawa Tengah, yang saat itu memproduksi dan memasarkan teh seduh dengan merek Teh Cap Botol.
Seiring perjalanan waktu, dengan ikhtiar yang tak kenal lelah, keluarga Sosrodjojo mulai menjangkau pasar yang lebih luas lagi dengan mengubah kemasan minumannya ke dalam botol melalui proses yang tidak disengaja awalnya. Namun siapa sangka, dari ketidaksengajaan tersebut, justru membawa bendera Sosro makin berkibar hingga akhirnya sukses sampai saat ini.
Teh Botol Sosro memang dikenal sebagai produk teh dalam kemasan yang memiliki rasa khas. Rasa tersebut berasal dari bahan baku asli dan alami dengan daun tehnya yang dipetik dari perkebunan sendiri. Kemudian diolah menjadi teh melati yaitu teh hijau yang dicampur bunga melati dan bunga gambir. Sehingga menghasilkan rasa yang unik, dan kekhasannya selalu terjaga.
Sampai saat ini PT. Sinar Sosro sudah mempunyai 11 pabrik yang tersebar di Deli Serdang, Palembang, Jakarta, Tambun, Cibitung, Ungaran, Mojokerto, hingga Gianyar. Serta pabrik yang khusus memproduksi Air Mineral Ddalam Kemasan (AMDK) Prim-A yaitu di Sentul, Purbalingga dan Pandaan.
Dalam pengembangan bisnisnya, PT. Sinar Sosro telah mendistribusikan produknya ke seluruh Indonesia, melalui kantor cabang penjualan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Selain di dalam negeri, PT. Sinar Sosro juga merambah pasar global dengan mengekspor produk-produk one way packaging ke beberapa negara di Asia, Amerika, Eropa, Afrika, Australia dan Kepulauan Pasifik.
Saat ini, produk-produk yang diproduksi oleh PT. Sinar Sosro adalah, Tehbotol Sosro, Fruit Tea Sosro, S-Tee, TEBS, Country Choice, dan AMDK Prim-A.
Devyana Tarigan, General Manager Marcomm & PR Sosro mengatakan bahwa produk Sosro semuanya sudah memiliki sertifikasi halal dan sudah menjadi value yang tinggi bagi perusahaan sehingga produk Sosro bisa diterima dengan baik oleh pasar dan bertahan hingga kini.
“Apalagi sekarang pasar sudah semakin aware dengan halal dan itu buat kami bukan hanya untuk kepentingan dikonsumsi oleh pasar muslim saja, tapi juga untuk menandakan jika produk kami sudah pasti aman, berkualitas dan telah melalui proses uji yang panjang,” tegas Devy.
Proses halal di Sosro sendiri memang melibatkan setiap aspek produksinya mulai dari bahan baku, pengolahan, kemasan, hingga pembersih untuk alat produksinya. Hal itu juga yang dipertegas oleh Mochammad Ilham Prasetyo, Legal & Regulatory Assistant Manager Sosro yang menyatakan bahwa halal di Sosro tidak hanya produk-produknya saja, tapi juga menyeluruh di setiap bagiannya.
“Sampai ke distribusinya pun kendaraannya juga harus halal, jadi kita sudah menjalankan secara total dan tidak terbatas pada label atau logo semata,” ujarnya.
Devy dan Ilham sepakat jika hal itu dilakukan sebagai bagian dari wujud komitmen perusahaan mulai dari Top Management sampai staf yang mengedepankan prinsip niat dan berbuat baik
demi hasil yang baik. “Di sini prinsip perusahaan adalah niat baik, hasil baik,” pungkas Devy.
Ada yang menarik dari komitmen halal Sosro sebagai perusahaan minuman terkemuka di negeri ini. Komitmen tersebut, sebagaimana yang diungkapkan Devy adalah adanya kegiatan social responsibility perusahaan terhadap mitra-mitra Sosro dari kalangan pedagang bakso dan mie ayam yang memang merupakan representatif penjualan produk Sosro.
Komitmen perusahaan diwujudkan dengan turut membantu para pengusaha bakso dan mie ayam mengurus sertifikasi halal produk dagangnya. Devy mengatakan, semua prosesnya dilakukan secara cuma-cuma alias gratis. Setiap tahapannya dilakukan mulai dari pelatihan, pengecekan bahan baku produksi, alat produksi, tempat pengolahan, pelaku produksi hingga keluarnya sertifikasi halal.
“Hal ini merupakan salah satu bentuk upaya kami dalam meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk makanan yang ditawarkan. Meskipun banyak cara yang bisa dilakukan, tapi program ini tentu adalah komitmen yang sangat baik dengan membantu pengurusan sertifikasi halal untuk mitra-mitra kami,” imbuhnya.
Senada dengan Devy, Ilham pun mengamini upaya Sosro ini melalui pernyataannya bahwa hal ini merupakan bentuk apresiasi Sosro terhadap tukang bakso dan mie ayam sebagai mitra yang telah menjadi tombak utama dalam menjual beberapa produk minuman Sosro.
Berbagai kemasan Tehbotol Sosro, produk unggulan PT. Sinar Sosro
Foto: https://sinarsosro.id/
“Istilahnya, ini salah satu ucapan terima kasih kami terhadap mereka. Prosesnya bukan hanya sekadar sosialisasi, namun kami juga memantau dan memfasilitasi serta turun langsung hingga pelaksanaan survei ke tempat usaha mereka, hingga dikeluarkannya sertifikat halal,” Devy menegaskan .
Dengan semua aktifitas usaha yang dilakukan dan dilalui Sosro tentu bisa memenuhi ekspektasi masyarakat terhadap produk berkualitas tinggi, aman, halal serta bisa dinikmati dengan nyaman. Tak salah, meski di tengah gempuran pemain serupa di industri ini, Sosro tetap memiliki tempat spesial di hati konsumen.
Kunci utama dari kesuksesan perusahaan seperti yang disampaikan Irma Riana, Quality Control Supervisor Sosro adalah kebijakan mutu atau halal yang senantiasa didukung oleh komitmen manajemen.
Output-nya adalah, bagaimana perusahaan bisa terus memproduksi minuman yang berkualitas unggul, aman dan halal sesuai kebutuhan dan keinginan pelanggan. Lalu, seluruh pimpinan dan karyawan Sosro secara konsisten menerapkan sistem manajemen mutu dan keamanan manajeman pangan serta sistem jaminan produk halal melalui pengendalian mutu terpadu di semua lini perusahaan yang sesuai standar yang telah ditetapkan.
“Dan itu merupakan suatu komitmen dari manajemen untuk menciptakan kualitas yang unggul dan halal,” pungkas Irma. (Syauqi Ahmad)
Sejumlah merek ternama diciptakan Charoen Pokphand Indonesia dengan kualitas yang mampu memuaskan konsumen. Kunci utamanya adalah memastikan kehalalan produk terjaga dengan baik.
Dewasa ini tren pasar untuk produk halal telah menunjukkan perkembangan yang signifikan. Perkembangan ini tentunya membuat banyak perusahaan mengejar sertifikasi halal bagi produk-produknya. Hal ini mendorong industri makanan dan minuman halal terus berkembang seiring dengan banyaknya produsen yang mendapatkan sertifikasi halal demi menjangkau pasar muslim yang lebih luas.
Dampak dari tren pasar halal salah satunya adalah meningkatnya permintaan untuk daging halal dan produk turunannya di pasar global. Peningkatan permintaan ini terjadi pada negara muslim maupun negara-negara nonmuslim dengan komunitas muslim yang signifikan. Selain daging segar, produk turunan seperti sosis, nugget, dan produk olahan lainnya juga mengalami peningkatan permintaan.
Sebagai salah satu perusahaan produsen makanan terbesar di Indonesia, Charoen Pokphand termasuk perusahaan yang memiliki komitmen paling terdepan dalam menjaga kehalalan aneka produknya. Charoen Pokphand berkomitmen memproduksi produk-produk halal karena besarnya potensi pasar produk halal di Indonesia maupun global. Irvan Yoga Permana, R&D Manager & Regulatory Halal PT Charoen Popkhand Indonesia Tbk menyatakan bahwa potensi pasar produk halal di Indonesia dan global sangat besar dan akan terus berkembang seiring dengan meningkatnya populasi muslim dan kesadaran akan pentingnya produk halal.
“Karena saat ini konsumen semakin menginginkan transparansi dalam rantai pasokan. Kemudian dukungan pemerintah dan investasi internasional juga memainkan peran penting dalam pertumbuhan industri halal ini,” ungkap Irvan kepada Halal Review.
Irvan Yoga Permana, R&D Manager & Regulatory Halal PT Charoen Popkhand Indonesia Tbk
Irvan melanjutkan jika perusahaan sangat serius memanfaatkan halal melalui pengimplementasian sertifikasi halal, bahkan dari sebelum terbitnya Undang-Undang Jaminan Produk Halal. Dengan adanya sertifikat halal, Charoen Pokphand mampu meyakinkan konsumen baik di dalam dan di luar negeri bahwa produk yang dihasilkan tidak hanya memenuhi aspek keamanan pangan tetapi juga jaminan kehalalan produk. Hal ini dibuktikan dengan pencantuman label halal pada kemasan dan bentuk iklannya. Selain itu, para pelanggannya juga mensyaratkan adanya sertifikat halal di setiap pengiriman produk. “Maka itu halal memainkan peranan penting dalam perusahaan kami”, ujar Irvan.
Resmi mendapatkan sertifikasi halal sejak tahun 2000, Charoen Pokphand sudah mulai mendaftarkan produk untuk sertifikasi halal. Termasuk untuk peralihan sertifikasi halal MUI ke BPJPH, perusahaan juga sudah mengikutinya sejak regulasi berlaku.
Hingga saat ini terdapat sekitar 1500 produk yang telah mendapatkan sertifikat halal. Kategori produk yang didaftarkan pun bervariasi. Di antaranya; Jasa penyembelihan, bakery ingredient, pangan siap saji, daging dan produk olahan daging, garam, rempah, sup, saus, salad, serta produk protein.
Lalu ada serealia dan produk serealia yang merupakan produk turunan dari biji serealia, akar dan umbi, kacang-kacangan dan empulur dengan pengolahan dan penambahan BTP (bahan tambahan pangan), buah dan sayur dengan pengolahan dan penambahan BTP, miAMDK,F hingga kemasan produk.
Adapun merek-merek yang dikelola Charoen Pokphand Indonesia diantaranya adalah Golden Fiesta, Fiesta, Champ, Asimo, Akumo, Okey, CP Brand, KTI, dan Yamiku. Sedangkan di produk beverage terdapat merek seperti Frozen dan Fontana.
Saat ini perusahaan didukung oleh 33 Pabrik di Indonesia yang terdiri dari 1 pabrik untuk kemasan, 1 pabrik untuk minuman, 25 pabrik untuk RPHU dengan 15 RPHU juga memproduksi olahan daging dan 6 pabrik terpisah dari RPHU.
Bagi perusahaan sebesar Charoen Pokphand, halal telah menjadi strategi dalam pengembangan bisnis perusahaan. Irvan meyakinkan jika halal telah menjadi bagian penting dari strategi pengembangan bisnis perusahaan, terutama untuk menghadapi kewajiban halal pada 17 Oktober 2024. Untuk itu perusahaan terus memastikan pemahaman yang mendalam tentang regulasi halal, memperbarui sertifikasi, menerapkan prosedur internal yang ketat, melatih karyawan, dan memastikan komunikasi yang transparan dengan konsumen.
“Dengan persiapan yang matang dan manajemen risiko yang baik, perusahaan dapat memenuhi kewajiban halal secara efektif dan memastikan kepatuhan yang berkelanjutan,” tegasnya.
Selain itu, Irvan mengatakan halal juga telah menjadi bagian penting dari strategi untuk meningkatkan brand image dan corporate image di perusahaan. Bagaimana perusahaan menerapkan strategi halal bukan hanya tentang memenuhi kebutuhan konsumen muslim, tetapi juga tentang meningkatkan kualitas, kepercayaan, dan keberlanjutan produk. Hal ini tidak hanya meningkatkan brand image tetapi juga corporate image secara keseluruhan, memberikan keuntungan kompetitif di pasar global.
“Produk halal sering diasosiasikan dengan standar kualitas dan kebersihan yang tinggi, yang dapat menarik konsumen dari berbagai latar belakang, tidak hanya muslim,” terang Irvan.
Perkuat Internal Demi Halal
Kesungguhan Charoen Pokphand dalam menjaga kualitas halal produknya terlihat dari strategi perusahaan yang senantiasa melakukan pendekatan menyeluruh yang meliputi sertifikasi halal, kontrol rantai pasokan, pelatihan karyawan, kebijakan internal, pengawasan dan audit, penggunaan teknologi, komunikasi yang transparan, serta kerjasama dengan lembaga terkait.
“Dengan mengikuti langkah-langkah ini, perusahaan dapat memastikan produk mereka tetap halal dan memenuhi harapan konsumen,” Irvan merinci.
Termasuk langkah yang tidak kalah krusialnya adalah perusahaan membentuk tim khusus untuk penerapan halal di setiap produknya baik di tingkat corporate maupun di pabrik untuk memastikan kehalalan produk.
Irvan menjelaskan, corporate memiliki divisi khusus yang bertanggung jawab dalam proses sertifikasi dan monitoring halal di setiap pabrik. Sedangkan pabrik memiliki tim manajemen halal yang mengawasi secara langsung terkait proses produksi halal.
Kolaborasi keduanya antara tim halal di corporate dan pabrik inilah yang kemudian dapat menjamin bahwa seluruh proses, dari pengadaan
bahan baku hingga produksi dan distribusi, mematuhi prinsip halal serta menjaga kualitas dan kepercayaan konsumen.
Dengan begitu, tugas perusahaan dalam mengomunikasikan kehalalan produknya ke konsumen jauh lebih mudah. Selama ini perusahaan mengomunikasikan kehalalan produknya kepada konsumen melalui berbagai saluran dan metode komunikasi. Strategi branding halal dilakukan melalui label dan iklan, konten edukatif, transparansi, pemasaran, dan kolaborasi dengan influencer sehingga perusahaan dapat secara efektif menginformasikan kepada konsumen tentang kehalalan produk mereka dan membangun kepercayaan serta loyalitas pelanggan.
Terakhir, Charoen Pokphand berbagi kunci sukses perusahaan dalam menjaga konsistensi kehalalan produk. Charoen Pokphand selalu mengimplementasikan 5 kriteria SJPH yang telah ditetapkan oleh BPJPH diantaranya adanya komitmen dan tanggung jawab, bahan, proses produk halal, produk, pemantauan dan evaluasi.
“Dengan memperhatikan faktor-faktor ini, perusahaan dapat memastikan produk mereka tetap halal dan terpercaya di mata konsumen,” pungkas Irvan. (Syauqi Ahmad)
Tren produk halal kian meningkat.
Proyeksi populasi penduduk muslim dunia yang diperkirakan mencapai 2,2 miliar pada 2030, dipastikan akan turut mendorong peningkatan belanja produk dan jasa halal. Kondisi ini menunjukkan potensi pasar industri halal yang semakin besar, sekaligus membuka peluang baru bagi industri di bidang halal.
Tingginya permintaan produk halal, diiringi dengan kebutuhan akan jaminan kehalalan produk dari produsen hingga sampai di tangan konsumen. Tak sedikit pula produk halal yang
diimpor dari luar negeri, baik dalam bentuk produk jadi ( retail ) maupun bahan baku. Penanganan produk halal dari lokal maupun luar negeri memerlukan jaminan kehalalan sepanjang prosesnya. Dalam supply chain halal, peranan jasa logistik halal cukup krusial dalam menjamin proses penanganan arus produk melalui rantai pasokan hingga sampai ke tangan konsumen sesuai dengan standar halal.
Logistik Halal ( Halal Logistic ) didefinisikan sebagai proses mengelola pengadaan, pergerakan, penyimpanan, dan penanganan bahan, ternak, dan persediaan barang setengah jadi, baik makanan dan bukan makanan, sesuai
dengan standar halal. Tujuannya adalah untuk menjaga kehalalan produk dalam supply chain hingga sampai di tangan konsumen.
Kewajiban dan Tantangan Sertifikasi Halal Jasa Logistik
Kewajiban sertifikasi halal di Indonesia sesuai amanat UU Nomor 33 Tahun 2014, akan dimulai penerapannya secara bertahap pada Oktober 2024. Penahapan kewajiban sertifikasi halal tertuang dalam Peraturan Pemerintah No 39 Tahun 2021, Bab XI.
Seperti dijelaskan oleh Evrin Lutfika, Direktur IHATEC Publisher dalam FGD “Implementasi Kewajiban Sertifikasi Halal Produk Impor dan Jasa Logistik”, kewajiban sertifikasi halal jasa logistik akan mengikuti produk yang ditangani oleh jasa logistik tersebut. Produk makanan & minuman (termasuk BTP dan Bahan Penolong), hingga daging sembelihan masuk ke dalam penahapan pertama, sehingga jasa logistik terkait produk tersebut juga dimulai pada penahapan pertama.
“Penahapan untuk jasa juga terkait dengan produk yang dia tangani. Artinya Jika jasa logistiknya menangani makanan dan minuman atau bahan bakunya, atau hasil sembelihan, maka kewajibannya mengikuti produk tersebut. Yaitu 17 Oktober 2024”, jelas Evrin. “Spesifik untuk jasa logistik dapat meliputi jasa penyimpanan dan juga jasa pendistribusian”, lanjutnya lagi.
Namun implementasi kewajiban ini masih menemui beberapa tantangan. Tantangan pertama, banyak perusahaan dalam rantai pasok belum mengetahui kewajiban sertifikasi halal jasa logistik. Pelaku usaha di bidang ini seringkali menganggap sertifikasi halal hanya untuk produk makanan dan minuman, karena jasa logistik tidak menghasilkan produk maka tidak wajib halal.
Anggapan ini dapat muncul karena belum memahami halal logistic critical points . Wynd Rizaldy S.E., M.M.Tr., Sekretaris Jenderal Asosiasi Halal Logistik Indonesia (AHLI) menjelaskan halal logistic critical points dalam forum FGD yang sama. “ Halal logistic critical points meliputi Inbound
Process, masuknya barang impor atau saat barang masuk ke Gudang. Kemudian bagaimana proses penempatan dan penyimpanan barang tersebut yang diharapkan bebas dari najis, hingga sampai barang keluar atau Outbound Process. Termasuk peralatannya, penanganannya, serta moda transportasi dan alat angkut, baik itu forklift maupun truknya”, jelasnya.
Ringkasnya proses logistik tidak terlepas dari titik kritis halal yang dapat berasal dari transportasi, penyimpanan dan penanganan, serta peralatan kerja. Persoalan literasi khususnya untuk pelaku usaha logistik perlu mendapat perhatian. Mereka perlu dipahamkan bahwa logistik halal merupakan bagian integral dari ekosistem halal secara keseluruhan, sehingga diwajibkan untuk sertifikasi halal.
Tantangan kedua, yaitu belum ada panduan kriteria SJPH (Sistem Jaminan Produk Halal) untuk jasa logistik. Hal tersebut menjadi satu yang diangkat oleh Evrin dalam materi paparannya. “Sampai saat ini belum ada panduan SJPH dari BPJPH, jadi jika dari logistik ingin membuat manual SJPH, template-nya pun (di BPJPH) masih menggunakan template industri pengolahan. Belum ada template khusus untuk jasa logistik, sehingga perlu dimodifikasi”, ungkapnya.
Pemerintah belum mengeluarkan peraturan khusus yang mengatur sektor logistik halal, dan masih mengandalkan UU Jaminan Produk Halal (JPH) yang belum sepenuhnya merinci aspek
logistik. Padahal lingkup jasa logistik sangat luas. Ketiadaan pedoman yang detail mengenai standar halal dalam logistik dapat mempersulit pengaturan pemisahan antara produk halal dan haram dalam rantai pasok.
Tantangan ketiga, menyangkut proses bisnis yang telah dilakukan pelaku usaha logistik sebelum kewajiban sertifikasi halal. Misalnya jika jasa logistik tersebut menangani banyak produk, dan belum memisahkan antara produk bersetifikat halal dengan produk haram ataupun yang belum bersertifikat halal. Jika ke depannya perusahaan logistik tersebut tetap akan melakukan proses bisnis yang sama, maka perlu dilakukan penyesuaian prosedur.
“Misalnya mereka saat ini menangani produk asal babi atau daging yang belum halal. Jika mau disertifikasi halal berarti harus ada penyesuaian prosedur, supaya tidak mengkontaminasi produk halal”, ungkap Evrin.
Kerangka Prinsip Kriteria SJPH
Meski saat ini belum ada panduan kriteria SJPH untuk jasa logistik, namun secara umum SPJH mencakup 5 kriteria yang dapat disesuaikan dengan ruang lingkup perusahaan jasa logistik. Kelima kriteria tersebut mencakup; 1) Komitmen dan Tanggung Jawab, 2) Bahan, 3) Proses Produk Halal (PPH), 4) Produk, dan 5) Pemantauan dan Evaluasi. Secara singkat Evrin menjelaskan kelima keriteria SPJH dalam paparannya.
Pertama , Kriteria Komitmen dan Tanggung Jawab mencakup aspek pernyataan Kebijakan Halal, Sumber Daya Manusia (SDM), dan Pembinaan SDM. Pernyataan kebijakan halal untuk logistik sedikit berbeda, karena biasanya perusahaan menyatakan komitmen menjaga produknya selalu halal. Kebijakan halal logistik perlu disesuaikan misalnya komitmen untuk senantiasa menjaga jasa logistiknya memenuhi persyaratan halal. Sementara untuk SDM halal, ketentuannya sama yaitu memiliki Penyelia Halal minimal 1 orang, dan Tim Manajemen Halal. Penyelia Halal perlu memiliki sertifikat kompetensi personil yang diakui. Adapun Tim Manajemen Halal diperlukan di kantor pusat, dan juga di setiap fasilitas logistik jika perusahaan memiliki lebih dari 1 fasilitas.
Kedua , Kriteria Bahan. Perusahaan logistik tidak menghasilkan barang, sehingga untuk kriteria bahan berbeda dengan perusahaan yang memproduksi barang. “Di perusahaan yang menghasilkan produk, kriteria bahan ini adalah bahan baku untuk pembuatan produknya. Tapi untuk di logistik berbeda, yaitu bahan atau produk yang ditanganinya, atau dengan kata lain produk yang dimiliki oleh perusahaan klien. Produk apa saja yang ditangani oleh perusahaan logistik, maka itulah yang menjadi kriteria bahannya,” ungkap Evrin.
Tak hanya barang milik klien yang masuk pada kriteria bahan, namun juga bahan pencuci yang digunakan untuk membersihkan peralatan maupun gudang masuk pada kriteria ini. Barang tersebut perlu diverifikasi dan memiliki dokumen yang menyatakan kehalalannya. Kehalalalan bahan-bahan ini perlu dipastikan karena akan kontak langsung dengan bahan atau fasilitas yang digunakan.
Ketiga , Kriteria Proses Produk Halal (PPH). Termasuk dalam kriteria ini adalah lokasi, tempat dan alat (fasilitas), serta prosedur PPH. Jasa logistik perlu memastikan fasilitas gudang, transportasi, dan peralatannya bersih, dan produk halal yang ditanganinya tidak terkontaminasi oleh produk/ bahan yang tidak halal. Khusus untuk daging, maka perusahaan harus menyiapkan fasilitas yang halal dedicated.
Kriteria ketiga ini juga meliputi Prosedur PPH, yaitu suatu prosedur yang disusun sesuai
dengan proses bisnis perusahaan logistik. Mulai dari Identifikasi produk yang ditangani, Pemeriksaan produk datang, Penggunaan bahan baru dan pemeriksaan bahan datang, Pencucian fasilitas, Penanganan dan penyimpanan produk, Transportasi, Ketertelusuran kehalalan, hingga Penanganan produk yang tidak memenuhi kriteria.
Keempat, Kriteria Produk. Jasa logistik tidak menghasilkan produk barang, melainkan jasa. Pada saat akan mendaftar sertifikasi halal perlu ditentukan lingkup jasa apa saja yang disediakan, dilengkapi dengan lokasi gudangnya. Misalnya dapat dibuat penamaan produk sebagai ‘Jasa transportasi, Gudang Tanjung Priok Jakarta’. Pendetailan tersebut perlu dibuat karena nantinya akan tercantum di dalam sertifikat halal jasa logistik.
Kelima , Kriteria Pemantauan dan Evaluasi. Lingkup kriteria ini mencakup Audit internal dan Kaji Ulang Manajemen, yang menjadi tools pengawasan pelaksanaan SJPH selama proses bisnis berlangsung. Audit internal dilakukan minimal 1 tahun sekali, dalam prosesnya auditor internal akan memverifikasi kesesuaian antara implementasi SJPH di perusahaan, untuk memastikan kriteria SJPH terpenuhi. Sementara itu kaji ulang manajemen dilakukan sebagai evaluasi menyeluruh terhadap efektivitas SJPH berdasarkan hasil audit internal. Penerapan audit internal dan kaji ulang manajemen juga dapat menjadi strategi perusahaan untuk konsisten menjaga kinerjanya dalam jasa logistik halal.
Sampainya produk halal ke tangan konsumen tak lepas dari peran jasa logistik. Logistik halal menjadi sebuah keniscayaan. Sertifikasi halal jasa logistik menjadi penting untuk meningkatkan kepercayaan konsumen, membuka peluang pasar baru, dan meningkatkan daya saing perusahaan di pasar global. Implementasi regulasi kewajiban sertifikasi halal untuk jasa logistik mesti dipandang sebagai peluang bagi seluruh pelaku rantai pasok untuk terlibat dalam halal supply chain. Beragam tantangan yang dihadapi dalam proses sertifikasi halal dapat menjadi pendorong perbaikan dan pengembangan bisnis yang telah ada. Dengan kolaborasi dari semua pihak bukan tidak mungkin akan mewujudkan Indonesia ke posisi Halal Value Chain. (Anidah)
PPOM DKI Jakarta menyelenggarakan seminar bertajuk “Mewujudkan
Penggilingan Daging Halal Bakso Bersertifikat Halal di Wilayah DKI Jakarta”, yang diselenggarakan pada 30 Juli 2024 di Hotel Sunlake Sunter, Jakarta.
Seminar dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk MUI DKI Jakarta dan lebih dari 70 pelaku usaha bakso. LPPOM memanfaatkan kesempatan ini untuk mengedukasi dan menyosialisasikan pentingnya sertifikasi halal dalam produk bakso, serta mendorong para pelaku usaha untuk segera mengambil langkah menuju sertifikasi tersebut.
Dalam pemaparan seminar, Ketua Asosiasi Pedagang Mie dan Bakso (APMISO), Drs. Lasiman, S.Pd., mengungkapkan, “Hanya 1,5% pedagang bakso yang telah memiliki sertifikat halal di Indonesia, padahal 70% daging sapi di pasaran digunakan oleh pedagang bakso. Penggilingan daging yang belum bersertifikat halal menjadi kendala utama dalam proses sertifikasi halal ini”.
Di sektor usaha bakso, penggilingan halal menjadi salah satu masalah utama dalam sertifikasi halal produk, dikarenakan belum adanya penggilingan yang digunakan khusus
untuk menggiling daging dan bahan-bahan halal.
Direktur LPPOM Daerah Khusus Jakarta, drg. H. Deden Edi Sutrisna, M.M., juga turut mengungkapkan keprihatinannya terhadap hal tersebut.
Sebagai solusi untuk upaya mewujudkan penggilingan halal di Indonesia, LPPOM pada saat ini sedang mengembangkan pilot project penyediaan penggilingan daging halal di outlet Meatly Toko Daging, Bogor untuk menunjang sertifikasi halal pedagang bakso di sekitar lokasi outlet.
Kepala Biro Pendidikan Mental dan Spiritual (Dikmental) DKI Jakarta, Aceng Zaini, MH., menyebutkan akan mengupayakan penggilingan halal di seluruh kecamatan di DKI Jakarta. Pada kesempatan yang sama, Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian (KPKP) Provinsi DKI Jakarta, Ir. Suharini Eliawati, MSi., menekankan bahwa penting untuk menjamin dari hulu sampai hilir, bakso yang dimakan halal. Daging dari RPH mungkin sudah halal, tapi tepung dan bahan tambahan lainnya yang kemudian digiling di pasar juga perlu dipastikan halal. Selain itu, penggilingan yang digunakan juga harus dipastikan tidak mencampur atau tercampur bahan haram dan najis.
Kepala Pusat Sertifikat dan Registrasi Halal, BPJPH, Dr. H. Mamat Salamet Burhanudin, M.Ag., mengungkapkan komitmen BPJPH untuk memastikan semua barang dan jasa di Indonesia harus memiliki sertifikasi halal. Beliau juga mengucapkan terima kasih dan apresiasi luar biasa. “Sejatinya tanpa ada LPPOM, BPJPH tidak akan bisa berjalan. Ruhnya di sini”. (Tiara Aprilia)
Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya
bersama Ikatan Alumni
Institut Sepuluh
Nopember Surabaya (IKA ITS) menggelar
Surabaya Halal Fest 2024, pada 21-23 Agustus 2024 di Balai Pemuda Surabaya, bertema “Sustainable Halal Towards a Future”. Surabaya Halal Festival (SHF) 2024 resmi dimulai setelah kick off dibuka oleh Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi. Kegiatan ini terbagi menjadi tiga rangkaian utama, yaitu pra event , main event, dan post event.
Pra event dilaksanakan pada tanggal 27 – 28 Juli, di Gedung Research Center ITS, berfokus pada konsultasi dan layanan pengurusan berkas izin usaha untuk wilayah Surabaya Timur. Beberapa berkas yang dibantu pengurusannya termasuk Nomor Induk Berusaha (NIB), Izin Edar, PIRT (Produk Industri Rumah Tangga), Laik Hygiene, dan Sertifikasi Halal yang dihadiri lebih dari 400 peserta.
Pembukaan acara pendampingan di ITS ini dihadiri oleh Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan, Agus Imam Sonhaji. Selain itu, acara juga dihadiri oleh Wakil Rektor IV Bidang Perencanaan, Keuangan, dan Sarana Prasarana ITS, Agus Muhamad Hatta, serta Kepala Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah dan Perdagangan (Dinkopumdag) Kota Surabaya, Dewi Soeriyawati.
“Peserta mendapatkan materi tentang Sistem Jaminan Produk Halal dan pentingnya Sertifikasi Halal untuk UMKM, yang disampaikan oleh Prof. Setyo Gunawan dari Pusat Kajian Halal ITS. Selain itu, mereka juga mempelajari cara mendapatkan izin usaha NIB dan PIRT dari DPM-PTSP dan Dinas Kesehatan Surabaya,” ujar Riva Siregar, Ketua
Panitia SHF 2024.
Selain itu, para peserta juga mendapatkan materi lain yang disampaikan oleh para ahli, termasuk cara produksi pangan olahan yang
baik, strategi perencanaan keuangan syariah, hingga digital marketing . Harapannya, UMKM mendapatkan pengetahuan yang cukup tentang bagaimana meningkatkan kualitas diri sehingga siap untuk terjun ke pasar.
Riva menambahkan bahwa secara keseluruhan, acara pendampingan berjalan sukses dan lancar dengan antusiasme tinggi dari para peserta. Hal ini terlihat dari tingkat partisipasi kehadiran dan keaktifan dalam sesi tanya jawab.
Nantinya, main event SHF 2024 akan dilaksanakan pada tanggal 21-23 Agustus 2024 dengan berbagai kegiatan, seperti bazar UMKM, lomba, serta konsultasi halal. Sementara sebagai tahap evaluasi dan tindak lanjut dari seluruh rangkaian acara yang telah berlangsung, post event akan diadakan pada bulan September 2024.
Riva, yang juga menjabat sebagai Ketua IKA ITS Manyar, menyatakan bahwa kegiatan ini didukung oleh berbagai dinas terkait di lingkup Pemkot Surabaya. Selain itu, kegiatan ini juga melibatkan Lembaga Pendamping Proses Produk Halal (LP3H) di Kota Surabaya.
“Kegiatan Surabaya Halal Festival juga mengedepankan inklusivitas dengan menggandeng komunitas disabilitas di Surabaya yaitu Kedaibilitas. Dari acara kemarin, terdapat puluhan UMKM disabilitas yang menghadiri pendampingan ini,” tuturnya. (Tiara Aprilia)
Halal Fair Jakarta 2024, yang diselenggarakan di Kartika Expo Centre, Balai Kartini, pada 9-11 Agustus, merupakan event tahunan yang dicetuskan oleh WPCitra dan telah berlangsung sejak 2019. Acara ini tidak hanya menawarkan produk halal dengan berbagai promo menarik, tetapi juga menjadi platform untuk meningkatkan literasi ekonomi syariah dan memperkuat penerapan gaya hidup halal di Indonesia. Acara ini menarik perhatian pengunjung yang mencari solusi syar’i dalam kehidupan sehari-hari, dengan berfokus pada segmen anak muda dan keluarga muda.
Menurut Satrio Sukur, Project Director Halal Fair, acara ini telah menjadi wahana strategis dalam memperluas pangsa pasar produk halal dan mendorong masyarakat untuk lebih sadar serta mengimplementasikan gaya hidup halal. Dengan target 30 ribu pengunjung, Halal Fair Jakarta 2024 juga diharapkan menjadi platform penting bagi para pelaku usaha untuk memperkenalkan produk halal mereka kepada masyarakat luas.
Acara ini mendapat apresiasi dari Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Jakarta. Sekretaris Umum MES Jakarta, Adang Addha, dalam sambutannya di pembukaan Halal Fair Jakarta 2024, menyoroti
pentingnya peningkatan literasi ekonomi syariah yang saat ini baru mencapai 23,3 persen. Melalui acara seperti Halal Fair Jakarta 2024, literasi ekonomi syariah diharapkan dapat ditingkatkan hingga 50 persen pada tahun 2025, demi mewujudkan Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah dunia.
Event ini juga didukung oleh 136 exhibitor dari berbagai kategori bisnis, termasuk perbankan dan keuangan syariah, halal beauty , tour & travel, fashion, haji & umrah, pendidikan, kuliner, serta multiproduk lainnya. Partisipasi yang luas ini menunjukkan komitmen bersama dalam memajukan ekonomi syariah di Indonesia.
Dengan dukungan dari brand besar seperti Wardah, Kahf, dan Biodef, Halal Fair Jakarta tahun ini menawarkan berbagai promo spesial dan program acara yang menghibur. Satrio Sukur juga menyebutkan bahwa Halal Fair telah menjadi kebutuhan khususnya bagi masyarakat muslim dan diadakan secara series di kotakota besar lainnya seperti BSD Tangerang dan Yogyakarta, yang mendapatkan respon antusias dari masyarakat.
Melalui acara ini, potensi pasar dalam negeri yang belum tergarap dengan baik, seperti fesyen muslim, kuliner halal, dan keuangan syariah, diharapkan dapat dioptimalkan. Halal Fair Jakarta 2024 dengan segala program dan promosinya, diharapkan menjadi momentum penting dalam upaya memperkokoh fondasi ekonomi syariah dan menguatkan gaya hidup halal di Indonesia. (Tiara Aprilia)
Label halal memiliki makna penting bagi Arie Untung di setiap aspek kehidupannya.
Arie Untung
Seorang Aktor dan Pembawa Acara
Asal Indonesia, Sekaligus Founder dari
Beberapa Halal Lifestyle Event
Foto: Istimewa
Semenjak hijrah, Arie Untung jadi sangat peduli pentingnya produk halal. Kini ia semakin selektif dalam membeli dan mengonsumsi barang, yaitu dengan memilih produk yang sudah bersertifikat halal dan menyematkan logo halal. Perubahan juga merambah ke gaya hidupnya, terutama ketika berwisata ke luar negeri, ia lebih memilih destinasi dan penawaran wisata yang muslimfriendly.
“Sebagai orang yang suka travelling ke luar negeri. Saya melihat beberapa destinasi favorit di dunia sudah memiliki area muslim-friendly, yang menyediakan tempat ibadah dan restoran halal, serta aktivitas yang ramah bagi umat muslim,” ungkapnya.
Berdasarkan pengalamannya, Arie menyebutkan beberapa negara telah mengangkat standar sebagai destinasi yang ramah bagi wisatawan muslim, diantaranya Jepang. Negara ini cukup diminati karena keseriusannya dalam memfasilitasi kebutuhan para pelancong muslim, dengan menyediakan fasilitas-fasilitas, seperti masjid yang mudah diakses dan restoran yang menyajikan makanan halal.
Yang lebih menarik lagi, Arie mengungkapkan beberapa kota di Eropa kini telah direkomendasikan sebagai destinasi wisata masyarakat muslim dari berbagai negara. Semisal Kota London yang memiliki berbagai tempat wisata menarik dan ikonik. Bahkan di kota yang merupakan rumah bagi lebih dari satu juta muslim ini bertebaran masjid dan mudah menemukan makanan halal.
“Halal sudah menjadi tren global, banyak negara berlomba-lomba mengembangkan industri halal, termasuk pariwisata halal. Salah satu bentuk konkretnya, banyak restoran di Jepang yang telah memperoleh, atau mempertimbangkan sertifikasi halal sebagai salah satu jalan dalam merespon turis-turis yang datang,” terangnya.
Arie mengaku, dirinya dan keluarga lebih mengutamakan mencari restoran yang berlogo halal dan bersertifkat halal ketika berwisata keluar negeri. Ini penting dilakukan untuk menghindari mengomsumsi makanan dan minuman yang haram. Mengingat di banyak negara non muslim, banyak sekali restoran yang belum terjamin kehalalannya sesuai syariat Islam.
“Halal bukan sekadar label, tapi sebuah komitmen untuk mentaati aturan Allah SWT. Kita diperintahkan untuk mengonsumsi makanan yang bukan cuman halal, tapi juga thayyiban agar tidak membahayakan tubuh kita. Kalau belum ketemu restoran halal lebih baik ditunda dulu sampai mendapatkannya atau bila sudah mendesak dapat mencari makanan vegetarian,” jelasnya.
Selain mencari restoran halal, Arie juga selalu mencari hotel ramah muslim yang menyediakan ruang ibadah sholat, menu makan halal, fasilitas dan aktivitas yang sesuai syariah Islam. Berkomunikasi dan berinteraksi dengan komunitas muslim setempat bisa menjadi salah satu cara untuk mendapatkan informasi hotel
yang ramah muslim. “Selain menambah khazanah silaturahmi, berinteraksi dengan masyarakat muslim setempat, kita bisa mendapatkan informasi hotel yang tidak hanya ramah muslim, tapi juga nyaman, bahkan restoran-restoran yang halal dan nikmat,” ungkapnya.
Produk Halal Lokal Harus Mendunia
Pemeluk agama Islam terus meningkat, saat ini populasi muslim dunia diperkirakan mencapai 2,02 miliar jiwa atau 25% dari total penduduk dunia, dan Indonesia menyumbang sekitar 13% dari seluruh umat muslim di dunia. Angka tersebut diprediksi akan terus meningkat hingga 2,2 miliar jiwa pada tahun 2030.
Arie menilai sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki peluang sekaligus potensi pasar yang sangat besar di bidang industri halal. Apalagi pemerintah juga sudah mengeluarkan banyak kebijakan yang mendukung para pelaku industri halal lewat sertifikasi halal yang lebih cepat dan satu pintu untuk mempercepat pertumbuhan.
“Sertifikasi halal menjadi nilai tambah dan daya tarik bagi konsumen, serta menjadi gerbang bagi Indonesia untuk masuk pasar global. Dibutuhkan kolaborasi antara pemerintah, produsen, dan konsumen dalam memajukan industri halal di Indonesia,” ucapnya.
Selaku public figure sekaligus pengusaha, Arie berkomitmen untuk mendukung industri
Untung & Dennis Lim
acara Hijrahfest 2024
halal, terutama bagi pengembangan produk halal asli Indonesia. Hal ini diwujudkan dengan memotori sebuah acara bertajuk ‘Hijrah Fest’, yang diharapkan dapat membuat hijrah menjadi gerakan yang semakin populer di generasi milenial dan bisa mempersatukan komunitaskomunitas hijrah di Tanah Air. Melalui festival ini para milenial dan komunitas hijrah bisa saling berkumpul, bertemu, dan bertukar pendapat.
Hijrah Fest yang pertama kali digelar pada 2018 sukses menarik ribuan pengunjung anak muda. Ini menunjukkan generasi milenial sudah sangat peduli dengan Islam, dan tumbuhnya kesadaran masyarakat muslim akan pentingnya halal lifestyle . “Ketika semakin banyak orang yang hijrah, maka secara otomatis akan semakin banyak orang yang sadar untuk mencari dan mengonsumsi produk-produk halal,” ujarnya.
Guna meningkatkan kesadaran dan menumbuhkan semangat wirausaha di sektor industri halal. Hijrah Fest bekerjasama dengan Dewan Ekonomi Syariah Bank Indonesia, menggelar kompetisi ‘Hijrahpreneur’. Kompetisi ini mencari entrepreneurship dari kalangan pelaku UMK (Usaha Mikro Kecil). Tujuannya untuk mendorong operasional bisnis yang dijalankan sesuai dengan nilai-nilai syariat Islam.
“Kami mencari pelaku usaha yang A to Z nya harus halal standar, di mana peserta harus mengikuti tahapan yang diperlukan dalam persyaratan sertifikasi halal, mulai dari proses mencari bahan baku, proses pembuatan sampai pembuangan (limbah - red ),” sebut Arie.
Selanjutnya edukasi tentang halal dilakukan melalui ‘Halal Move on Fest’. Acara yang mempertemukan antara para muslim dan muslimah lintas generasi melalui ragam aktivitas sarat inspirasi dan nilai positif tentang halal lifestyle dan halal industry , baik di Indonesia maupun global.
Menurut Arie industri halal saat ini sudah sangat menggeliat di masyarakat, bukan lagi sekedar lifestyle namun menjadi kebutuhan. Edukasi halal telah memberi dampak positif, banyak generasi muda memiliki keingintahuan yang cukup tinggi atas produk – produk yang halal, dan tentunya ini menjadi keberpihakan mereka untuk mengonsumsi produk halal.
Ada lebih dari 150 produk yang ikut ambil bagian dalam Pameran Halal Move on Fest yang digelar pertama kali di tahun 2023 lalu. “Produk tersebut berasal dari beragam industri halal, mulai dari halal food, fashion, travel, kesehatan, properti syariah, rumah sakit syariah, edukasi, dan aneka produk halal lainnya,” sebutnya.
Arie menambahkan meningkatnya kesadaran halal masyarakat dan kewajiban sertifikasi halal menjadi peluang bagi pelaku usaha, tak terkecuali bagi dirinya. Dia pun kini tengah melakukan persiapan sertifikasi halal untuk usaha kedai kopinya ‘AKU Kopi’ (Arie Kuncoro Untung Kopi) yang baru dirintis bersama istrinya di pertengahan 2022 lalu.
Meski belum memiliki sertifikasi halal, Arie mengaku sangat fokus menjaga kehalalan produknya. Upaya yang dilakukannya dengan terus memantau asal bahan baku, pengolahan, produk yang dihasilkan, pembuangan limbah, hingga keuntungannya, agar aman dikonsumsi dan bisa bermanfaat bagi umat muslim.
“Kami dalam proses sertifikasi halal, mudahmudahan dalam waktu dekat sertifikatnya akan terbit. Sebagian keuntungan dikembalikan ke masyarakat dan umat dalam bentuk makan siang gratis setiap hari Jumat, supaya memberikan keberkahan lebih,” tutup dia. (Mohamad)